Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKIEKTASIS

A. PENGERTIAN
Istilah bronkiektasis berasal dari bahasa Yunani yaitu bronkia (tabung bronkial), ek (keluar),
dan tasis (peregangan), yang dapat diartikan peregangan dari bronkus. Kondisi secara umum
didefinisikan sebagai dilatasi abnormal dan permanen pada bronkus, baik fokus, dengan
melibatkan saluran udara yang memasok wilayah terbatas parenkim paru, atau difus, dengan
melibatkan saluran udara dalam distribusi yang lebih luas. Meskipun bronkiektasis tidak
berhubungan dengan fibrosis kistik, namun bisa mengakibatkan kondisi yang berpotensi serius
(Feldman, 2011)

B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN


Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran
gas. Sistem respirasi terdiri dari dua saluran yaitu saluran atas (traktus respiratorius superior)
meliputi hidung, faring, laring, trakea dan saluran bawah (traktus respiratorius inferior)
meliputi bronkus, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratori, duktus alveolar dan
sakus alveolar, alveoli, paru-paru dan pleura.

BRONKUS
 Merupakan percabangan teratas dari sistem pengkonduksi udara yang berasal dari
bronkus kiri dan kanan.
 Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
 Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri
terbagi menjadi 9 bronkus segmental
 Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental
yangdikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf
 Secara progresif bercabang menjadi tabung-tabung menyempit, bercabang melalui
paru-paru sebelum berakhir pada bronkhiol akhir
 Dinding bronkhi primer ditunjang oleh cincin tulang rawan hyalin  menjamin selalu
terbuka
 Bronkhus primer kanan lebih pendek, lebih lebar dan berorientasi lebih vertikal
dibanding bronkhus primer kiri

BRONKIOLUS
 Bronkus segmental bercabang-cabang
 Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus yang disebut pohon bronkiolus
 Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas
 Mengandung jaringan otot polos yang mengontrol besar atau diamter saluran napas
a. BronkiolusTerminalis
Bronkus segmental bercabang-cabang
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus yang disebut pohon bronkiolus
Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas
Mengandung jaringan otot polos yang mengontrol besar atau diamter saluran napas.
b. Duktus alveolar dan Sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
dan kemudian menjadi alveoli
c. Bronkiolus Respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi
dan jalan udara pertukaran gas
Fungsi Pernapasan
o Mengambil oksigen (O₂) yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk
mengadakan pembakaran
o Mengeluarkan karbondioksida (CO₂) yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran kemudian
dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang.
Fungsi Lain Pernapasan
1. Pertukaran gas antara atmosfer dan darah.
2. Regulasi homeostasis pH tubuh.
3. Proteksi dari patogen & iritan yang terhirup.
4. Membantu proses vokalisasi
5. Ekskresi air dan panas tubuh.
6. Membantu meningkatkan aliran balik vena (sebagai pompa)
7. Mengeluarkan, memodifikasi, aktivasi/inaktivasi bahan/materi yang melalui peredaran
darah.

C. Penyebab
Bronkiektasis terjadi akibat peradangan dan penghancuran komponen struktural dari
dinding bronkus. Infeksi merupakan penyebab utama peradangan. Mikroorganisme seperti
Pseudomonas aeruginosa dan Haemophilus influenzae menghasilkan pigmen, protease, dan
racun lainnya yang merusak epitel pernapasan dan menurunkan klirens mukosiliar. Host respon
inflamasi menginduksi terjadinya kerusakan epitel, terutama sebagai akibat dari mediator yang
dilepaskan dari neutrofil. Sebagai perlindungan terhadap infeksi, saluran udara melebar
sehingga menjadi lebih rentan terhadap kolonisasi dan pertumbuhan bakteri. Sehingga akan
terjadi siklus yang dapat mengakibatkan inflamasi saluran nafas dengan peradangan kerusakan
saluran napas, kegagalan klirens mikroorganisme, dan infeksi lebih lanjut, yang kemudian
memicu siklus peradangan (Fauci et al, 2008).
Penyebab Infeksi (Fauci et al, 2008)
1. Infeksi Primer
Adenovirus dan virus influenza adalah virus utama yang menyebabkan bronkiektasis
berkaitan dengan saluran pernapasan bawah. Infeksi bakteri virulen, terutama
organisme yang berpotensi menyebabkan nekrosis seperti Staphylococcus aureus,
Klebsiella, dan bakteri anaerob, merupakan penyebab penting bronkiektasis pada pasien
pneumonia tanpa pengobatan antibiotik atau tertunda secara signifikan. Infeksi
Bordetella pertussis, terutama pada masa anak-anak, kemungkinan berkaitan dengan
penyakit saluran napas kronis supuratif. Bronkiektasis juga dilaporkan pada pasien
dengan infeksi HIV, kemungkinan akibat infeksi bakteri berulang. Tuberkulosis sebagai
penyebab utama bronkiektasis di seluruh dunia, dapat menyebabkan dilatasi saluran
nafas karena efek nekrosis pada parenkim paru dan saluran udara dan secara tidak
langsung mengakibatkan obstruksi saluran napas dari bronchostenosis atau kompresi
ekstrinsik karena kelenjar getah bening. Mikobakterium nontuberculosis sering
didapatkan dari kultur pasien dengan bronkiektasis, dari infeksi sekunder atau
kolonisasi organisme. Namun, juga diketahui bahwa organisme ini, terutama kompleks
Mycobacterium avium dapat berfungsi sebagai patogen utama yang terkait dengan
perkembangan bronkiektasis.
2. Obstruksi Endobronkial
Gangguan mekanisme pertahanan host sering terlibat dalam faktor predisposisi terhadap
infeksi berulang. Penyebab utama penurunan pertahanan lokal host adalah obstruksi
endobronkial. Bakteri dan sekret tidak dapat dibersihkan dengan baik dari saluran napas
yang terhambat, sehingga berkembang menjadi infeksi berulang atau infeksi kronis.
Perlahan-lahan tumbuh neoplasma endobronkial seperti tumor karsinoid yang
berhubungan dengan bronkiektasis. Aspirasi adalah penyebab lain dari obstruksi
endobronkial, terutama pada anak-anak. Obstruksi jalan napas juga bisa terjadi akibat
bronkostenosis, efek dari sekret, atau dari kompresi ekstrinsik karena pembesaran
kelenjar getah bening.
3. Penurunan mekanisme pertahanan paru general terjadi dengan defisiensi
imunoglobulin, gangguan silia primer, atau fibrosis kistik. Oleh karena itu, infeksi dan
bronkiektasis lebih sering menyebar. Pada panhypogammaglobulinemia, digambarkan
sebagai gangguan imunoglobulin yang berhubungan dengan infeksi berulang dan
bronkiektasis, pasien sering juga memiliki riwayat sinus atau infeksi kulit. Defisiensi
selektif dari suatu subklas IgG, terutama IgG2, juga didapatkan pada sejumlah kecil
pasien dengan bronkiektasis.
4. Primary Ciliary Dyskinesia
Gangguan utama yang terkait dengan disfungsi silia disebut primaryciliary dyskinesia,
menyebabkan 5-10% kasus bronkiektasis. Primary ciliary dyskinesia diturunkan secara
resesif autosomal. Banyak cacat tercakup dalam kategori ini, termasuk kelainan struktur
lengan dynein, jari-jari radial, dan mikrotubulus, mutasi menengah hingga berat pada
rantai dynein telah didapatkan pada sejumlah kecil pasien. Silia menjadi diskinetik,
terkoordinasi, efek pendorong berkurang, dan pembersihan bakteri terganggu. Efek
klinis termasuk infeksi berulang saluran pernapasan atas dan bawah, seperti sinusitis,
otitis media, dan bronkiektasis. Karena motilitas sperma normal juga tergantung pada
fungsi silia yang tepat, menyebabkan ketidaksuburan pada laki-laki. Selain itu, karena
rotasi visceral selama pengembangan tergantung pada gerak silia yang tepat, posisi
organ lateral biasanya menjadi acak. Akibatnya, sekitar setengah dari pasien dengan
primary ciliary dyskinesia masuk ke dalam subkelompok sindrom Kartagener, di mana
situs inversus menyertai bronkiektasis dan sinusitis.
5. Fibrosis Kistik
Pada fibrosis kistik, sekresi kuat bronkus berhubungan dengan gangguan klirens
bakteri, sehingga kolonisasi dan infeksi berulang dengan berbagai organisme,
khususnya mukus strain seperti P. aeruginosa, S. aureus, H. influenzae, Escherichia
coli, dan Burkholderia cepacia.
Penyebab non infeksi
1. Defek anatomi kongenital
Skuester bronkopulmoner, sindroma Williams-Campbell (defisiensi congenital
kartilago), Sindrom Mounier-Kuhn (tracheobronkomegali), Sindrome Swyer-Jamer
(unilateral hyperlucent lung) dan sindrom yellow-nail mempermudah timbulnya
bronkiektasis Pada sindrom yellow-nail, karena limfatik hipoplasia, dengan trias
limfedema, efusi pleura, dan perubahan warna kuning kuku, pada sekitar 40% pasien
juga disertai bronkiektasis (Fauci et al, 2008; Subagyo, 2013).
2. Beberapa kasus bronkiektasis dikaitkan dengan paparan zat beracun yang memicu
respon inflamasi berat. Contohnya menghirup gas beracun seperti amonia atau aspirasi
isi lambung, meskipun masalah tersebut sering dipersulit oleh aspirasi bakteri. Respon
imun pada saluran napas juga dapat memicu peradangan, perubahan, dan dilatasi
bronkus. Mekanisme tersebut penting pada bronkiektasis dengan bronkopulmoner
alergi aspergilosis yang disebabkan respon imun terhadap organisme Aspergillus yang
berkolonisasi pada saluran napas.
3. Pada defisiensi antitrypsin-1, komplikasi pernapasan yang biasa ditemukan adalah
perkembangan awal emfisema panasinar, tetapi individu yang terkena biasanya
memiliki bronkiektasis (Fauci et al, 2008).
4. Merokok dapat menyebabkan terjadinya bronkiektasis, namun masih belum jelas
bagaimana asap rokok dan infeksi berulang dapat mempercepat kerusakan dinding
bronkus (Subagyo, 2013)

D. Manifestasi klinik
1. Batuk kronik yang menahun dengan sputum yang banyak dan berlangsung lama ataupun
telah menahun. Bronkiektasis dan bronchitis kronik mempunyai gejala hampir sama
dengan bronchitis kronik. Yang membedakannya brinkiektasis mempunyai riwayat batuk
produktif yang berkepanjangan.
2. Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50 % kasus bronkiektasisi. Kelainan ini
terjadi akibat nekrosi atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah (pecah)
dan timbul perdarahan. Perdarahan terdiri dari ringan dan parah. Jika parah, nekrosis
mengenai cabang arti bronkialis.
3. Jari-jari tabuh. Hal ini karena terjadi insufisiensi pernapasan.
4. pneumonia
5. Gagal jantung kanan
6. Edema. Penimbunan cairan pada kaki.
7. Pembesaran vena jugularis karena pemompaan tidak berjalan dengan efektif.
8. Malnutrisi, seperti nafsu makan berkurang, absorpsi lambat, dan sebagainya

E. Patofisiologi
Patofisiologi dari bronkiektasis dapat terjadi akibat faktor konginetal seperti kekurangan
mekanisme pertahanan yang didapat, ketika imunitas seseorang menurun sehingga bakteri,
virus, jamur dapat dengan mudah menginfeksi dan mengakibatkan terjadinya pneumonia
berulang, peradangan ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan permanen pada dinding
bronkus. Ketika dinding bronkus rusak sehingga batuk menjadi tidak efektif, akibatnya
kemampuan untuk mengeluarkan sekret menjadi menurun. Sekret yang menumpuk menjadi
tempat berkembangnya bakteri yang dapat menimbulkan infeksi .
Ketika dinding bronkial yang terinfeksi menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan
menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial
menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat dan dapat mengalami batuk
darah(hemoptisis) akibat nekrosis mukosa bronkus yang mengenai pembuluh darah sehingga
menimbulkan pendarahan.
Kelainan struktur kongenital seperti fibrosis kistik, sindroma kartagener dan kurangnya
kartilago bronkus dapat menyebabkan terkumpulnya sekret sehingga kuman berkembang dan
infeksi bakteri pada dinding bronkus. Infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
otot dan elastin sehingga terjadi kerusakan bronkus yang menetap. Kemampuan bronkus untuk
berkontraksi berkurang dikarenakan kemampuan mengeluarkan sekret menurun sehingga
terjadi ketidakefektifan jalan nafas. infeksi bakteri pada dinding bronkus juga menyebabkan
terjadinya peningkatan suhu tubuh sehingga dapat terjadi hipertermi.
Penyakit brokiektasis dapat terjadi pada pasien yang mengalami peyakit paru primer (tumor
paru, benda asing, Tb paru) sehingga mengakibakan obstruksi pada saluran pernapasan.
Kerusakan ini dapat menyebabkan ateletaksis, penyerapan udara di parenkim dan sekitarnya
menjadi tersumbat hal ini menyebabkan ketidakefektifan pola nafas serta menjadikan tekanan
intra pleura lebih negatif dari tekanan atmosfer. Dengan demikian bronkus akan mengalami
dilatasi, sekret akan terkumpul menyebabkan infeksi sekunder. Sekret yang terkumpul dapat
menyebabkan mudah terjadinya infeksi sehingga akan mengalami bronkiektaksis yang menetap
dan resiko infeksi.
Retensi sekresi dan obstruksi yang pada akhirnya menyebabkan alveoli mengalami kolaps.
Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital,
penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total.
Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan
hipoksimia.
F. Pathways

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemerisaan Laboratorium.
 Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam
sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung
lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal dari
nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus,klebsiela,
aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk
menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
 Pemeriksaan darah tepi.
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis menunjukkan
adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang menahun.
 Pemeriksaan urin
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang bermakna yang
disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal
Kadan bisa meningkat atau menurun.
 Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi
korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal
tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1
menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan yang dapat
mengakibatkan :
 Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
 Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
 Hipoksemia
 Hiperkapnia
 Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemerisaan :
Pemeriksaan imunologi, Pemeriksaan spermatozoa, Biopsi bronkus dan mukosa nasal(
bronkopulmonal berulang).
2. Pemeriksaan Radiologi.
 Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan menjadi kabur,
mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta gambaran kistik dan batas-
batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai
diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus
atas kiri dan lobus medius paru kanan.
 Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi
penderita yang akan dioperasi yaitu pendereita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu
tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan
konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang masif.

Bronkografi dilakukan sertalah keadaan stabil,setalah pemberian antibiotik dan postural


drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret.

H. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :
 Pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisillin,Kotrimoksasol, atau
amoksisilin ) selama 5- 7 hari pemberian
 Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan.serta batuk yang efektif
untuk mengeluarkan sekret secara maksimal
Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan bronkodilator untuk mencegah bronkospasme
dan memperbaiki drainage sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret
menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan
sekret.

I. Fokus pengkajian keperawatan


Pengkajian data dasar
1. Riwayat atau adeanya faktor-faktor penunjang
 Merokok produk tembakau sebagai factor penyebab utama
 Tinggal atau bekerja daerah dengan polusi udara berat
 Riwayat alergi pada keluarga
 Ada riwayat asam pada masa anak-anak
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor pencetus eksaserbasi seperti :
 Allergen ( serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)
 Sress emosional
 Aktivitas fisik yang berlebihan
 Polusi udara
 Infeksi saluran nafas
 Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan
3. Pemeriksaan fisik berdasarkan focus pada system pernafasan yang meliputi :
 Kaji frekuensi dan irama pernafasan
 Inpeksi warna kulit dan warna menbran mukosa
 Auskultasi bunyi nafas
 Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :
 Mengangkat bahu pada saat bernafas
 Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas
 Pernafasan cuping hidung
 Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris
 Kaji bila nyeri dada pada pernafasan
 Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif tentukan warna sputum.
 Tentukan bila pasien mengalami dispneu atau orthopneu
 Kaji tingkat kesadaran.
4. Pemeriksaan diagnostik meliputi :
 Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi
 Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume cadangan
 Klutur sputum positif bila ada infeksi
 Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
 Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan apakah fungsi
abnormal paru ( obstruksi atau restriksi).
 Tes hemoglobolin.
 EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal.
5. Kaji persepsi diri pasien
6. Kaji berat badan dan masukan rata-rata cairan dan diet.

J. Fokus Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan. 1
Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, sekret
kental.
Tujuan : Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Kriteria hasil : Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas( batuk yang
efektif, dan mengeluarkan secret.
Rencana Tindakan :
 Kaji /pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi dan ekspirasi. R/ Tachipneu
biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada penerimaan atau selam stress/
proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
disbanding inspirasi
 Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas. R/ Derajat spasme bronkus
terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi
nafas.
 Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada
sandaran tempat tidur. R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi
pernafasan dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta
membantu menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
 Bantu latihan nafas abdomen atau bibir. R/ Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu
dan menurunkan jebakan udara.
 Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk. R/
Mengetahui keefktifan batuk
 Tingkatan masukan cairan samapi 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan
hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan. R/ Hidrasi membantu
menurunkan kekentalan secret,mempermudah pengeluaran.cairan hangat dapat
menurunkan spasme bronkus. Cairan antara makan dapat meningkatkan distensi gaster
dan tekana diafragma.
 Berikan obat sesuai indikasi. R/ Mempercepat proses penyembuhan.

Diagnosa Keperawatan. 2
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan
alveoli.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Kriteria hasil : GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12-
24x/mt,bunyi nafas bersih, tidak ada batuk,frekuensi nadi 60-100x/mt,tidak dispneu.
Rencana Tindakan :
 Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori. R/ untuk
mengevaluasi derajat distress pernafsan/ kronisnya suatu penyakit.
 Tingikan kepala tempat tidur dan Bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas .Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa. R/ Suplai oksigen
dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps
jalan nafas.
 Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi. R/ Sputum
menganggu proses pertukaran gas serta penghisapan dilakukan bila batuk tidak efektif.
 Awasi tingkat kesadaran / status mental. R/ Manisfestasi umum dari hipoksia
 Awasi tanda vital dan status jantung. R/ Perubahan tekanan darah menunjukkan efek
hipoksia sistemik pada fungsi jantung
 Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi. R/
Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan kegagalan nafas serta
tindakan untuk penyelamatan hidup.

Diagnosa Keperawatan. 3
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi
sputum, dispneu
Tujuan : Peningkatan dalam status nutrisi dan berta badan pasien
Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau
mempertahankan berat badan.
Rencana tindakan :
 Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta
timbang berta badan tiap minggu. R/ Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau
penyimpangan dari yang diharapkan
 Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu
makan. R/ suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat
meyebakan anoreksia
 Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan
dikonsumsi. R/ Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang
sesuai.
 Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus. R/
untuk mengatasi dehidrasi pada pasien

Diagnosa Keperawatan. 4
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis, malnutrisi.
Tujuan : Tidak terjadi/ adanya gejala –gejala infeksi
Kriteria hasil : Tidak terjadi infeksi suhu tbuh berkisar 36-37 0c,Sel darah putih 5000-
10000/mm.batuk produktif tidak ada.
Rencana intervensi :
 Pantau suhu pasien tiap 4 jam, hasil kultur sputum dan hasil pemeriksaan leokusit serta
warna dan konsistensi sputum. R/ Untuk mengidentifikasi kemajuan yang dapat
dicapai dan penyimpangan dari sasaran yang diharapkan ( infeksi yang mungkin terjadi
).
 Lakukan pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan kultur. R/Dapat membantu
menegakkan diagnosa infeksi saluran nafas dan mengidentifikasi kuman penyebabnya.
 Berikan nutrisi yan adekuat. R/ malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tahan terhadap infeksi.
 Berikan antibiotik sesuai anjuran dan evaluasi keefektifannya. R/ Sebagai pencegahan
dan pengobatan infeksi dan mempercepat proses penyembuhan.
Diagnosa Keperawatan. 5
Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase eksaserbasi, kurang
pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan.
Tujuan : Hilangnya ansietas
Kriteria hasil : Ekspresi wajah rileks, frekuensi nafas antara 12-24 x/mt,frekuensi nadi 60-
100x/mt.
Intervensi Keperawatan :
 Selama periode distress pernafasan akut : Batasi jumlah dan frekuensi pengunjung,
Mulai berikan oksigen lewat kanula sebanyak 2 ltr/mt, Demontrasikan untuk kontrol
pernafasan, Ijinkan seseorang untuk menemani pasien, Pertahankan posisi fowler
dengan posisi lengan menopang. R/ Membantu pasien untuk mengontrol keadaannya
dengan meningkatkan relaksasi dan meningkatkan jumlah udara yang masuk paru-paru
 Hindari pemberian informasi dan instruksi yang bertele-tele/sederhana mungkin ketika
pasien mengalami distress dan lakukan pendekatan dengan pasien secara tenang dan
menyakinkan. R/ Pasien dapat menerima sedikit informasi dalam keadaan gelisah dan
terlalu banyak informasi dapat meningkatkan ansietas dan memberitauhkan apa yang
diharpkan makakan dapat membantu penurunan ansietas.
 Gunakan obat sedatif sesui dengan yang diresepkan. R/ Obat penenang dapat
mengontrol tingkat ansietasnya.

Diagnosa Keperawatan. 6
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas
Tujuan :Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria hasil : Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam melaksanakan
aktivitas
Rencana Tindakan
 Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas. R/ Mengidentifikasi
kemabali penyimpangan tujuan yang diharapkan.
 Berikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang diperlukan dan dilakukan
secara bertahap. R/ Dapat mengurangi pengunaan energi yang berlebihan
Anjurkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan makanan yang mudah dikunyah. R/
Makanan dalam porsi besar sasah dikunyah dan memerlukan banyak energi
K. Daftar Pustaka
Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume I, EGC, Jakarta
Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume III, EGC, Jakarta
Fauci et al. 2008. Bronchiectasis and Lung Abscess. Harrison’s Principles of Internal
Medicines seventeenth edition. New York: Mc.Graw-Hill Medical.
Feldman, C. 2011. Bronchiectasis: New Approaches to Diagnosis and Management. Clin Chest
Med 32 (2011) 535–546. Philadelphia: Elseiver.
Subagyo, A. 2013. Bronkiektasis (BE). Diunduh: http://www.klikparu.com/2013
/01/bronkiektasis-be.html

Anda mungkin juga menyukai