Anda di halaman 1dari 41

Keperawatan Medikal Bedah

"Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Bronkiektasis"

Oleh :
Kelompok 5
D-IV Keperawatan Tingkat II

Putu Yeni Yunitasari

(P07120214004)

Ni Putu Erna Libya

(P07120214014)

Ni Kadek Dian Inlam Sari

(P07120214018)

I Gede Suyadnya Putra

(P07120214023)

Ida Ayu Diah Nareswari Keniten

(P07120214039)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2015

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul " Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Bronkiektasis" mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah di Politeknik Kesehatan Denpasar tepat pada waktu yang telah
ditentukan.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan motivasi berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan yang telah membantu.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan
kemampuan penulis. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
konstruktif sehingga kami dapat menyempurnakan makalah ini.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, 3 Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................
.......................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................
......................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................
2
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................
3
1.4 Manfaat Penulisan....................................................................................................
4
1.5 Metode Penulisan.....................................................................................................
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Bronkiektasis....................................................................................
5
1. Pengertian Bronkiektasis......................................................................................
5
2. Etiologi Bronkiektasis.........................................................................................
5
3. Tanda dan Gejala Bronkiektasis...........................................................................
6
4. Pathofisiologi Bronkiektasis.................................................................................
7
5. Manifestasi Klinis Bronkiektasis..........................................................................
9
3

6. Pemeriksaan Diagnostik Bronkiektasis................................................................


11
7. Penatalaksanaan Bronkiektasis.............................................................................
17
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Bronkiektasis.......................................
18
1. Pengkajian............................................................................................................
18
2. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................
19
3. Intervensi..............................................................................................................
20
4. Implementasi .......................................................................................................
29
5. Evaluasi ..............................................................................................................
30
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................
33
3.2 Saran.........................................................................................................................
34
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bronkiektasis merupakan suatu kondisi dimana jalan napas mengalami
pelebaran abnormal. Pelebaran ini disebabkan oleh adanya blokade mukus. Blokade
mukus yang semakin lama semakin banyak terkumpul di jalan napas mengakibatkan
bakteri dapat tumbuh dan mengakibatkan terjadinya infeksi. Bronkiektasis merupakan
penyakit yang sering dijumpai pada usia muda, 69 % penderita berumur kurang dari
20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanak-kanak, 60 % dari penderita gejalanya
timbul sejak umur kurang dari 10 tahun dengan gejala yang biasanya baru tampak
setelah proses patologis berjalan cukup lama. Gejalanya tergantung dari luas, berat,
lokasi ada atau tidaknya komplikasi. Bronkiektasis dapat terjadi sebagai bagian dari
defek sejak lahir atau dapat juga sebagai akibat dari penyakit lain seperti tuberkolisis,
pneumonia,dan influenza. Bronkiektasis juga dapat diakibatkan oleh adanya
sumbatan jalan napas karena adanya suatu pertumbuhan massa, atau suatu benda
asing yang masuk jalan napas seperti mainan atau kacang. Bronkiektasis merupakan
penyakit yang jarang ditemui yang sering menyebabkan kesakitan yang parah,
termasuk infeksi pernapasan berulang yang memerlukan antibiotic, batuk produktif
yang menganggu, sesak napas, dan hemoptisis. Hal yang menonjol dari sejarah
bronkiektasis adalah gambaran hidup pasien yang dingin dan supuratif yang tampak
pada tulisan Rene Theophile Hyacinthe Laennec pada awal abad ke 19, penjelasan
pada tahun 1922 oleh Jean Athanase Sicard dari bronkografi dengan kontras, yang
memungkinkan pencitraan dari perubahan destruktif pada saluran napas, penelitian
yang dilakukan oleh Lynne Reid pada tahun 1950an yang menghubungkan
bronkografi dengan spesimen patologis, dan selanjutnya terjadi pengurangan
prevalensi yang mungkin hadir dengan adanya terapi antituberkulosis dan imunisasi
terhadap pertusis dan campak. Bronkiektasis tidak dapat disembuhkan. Akan tetapi,
dengan pengobatan yang tepat, seseorang dengan bronkiektasis dapat menjalani

kehidupan secara normal. Pada makalah ini akan dijelaskan bagaimana Konsep Dasar
dari Penyakit Bronkiektasis dan bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Bronkiektasis.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah Konsep Dasar Penyakit Bronkiektasis ?
1. Bagaimanakah Pengertian dari Penyakit Bronkiektasis?
2. Bagaimanakah Etiologi dari Penyakit Bronkiektasis?
3. Bagaimanakah Tanda dan Gejala dari Penyakit Bronkiektasis?
4. Bagaimanakah Patofisiologi dari Penyakit Bronkiektasis?
5. Bagaimanakah Manifestasi Klinis dari Penyakit Bronkiektasis?
6. Bagaimanakah

Pemeriksaan

Diagnostik

dari

Penyakit

Bronkiektasis?
7. Bagaimanakah Penatalaksanaan dari Penyakit Bronkiektasis?
1.2.2 Bagaimanakah Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Penyakit Bronkiektasis?
1. Bagaimanakah Pengakajian dari pasien dengan Penyakit
Bronkiektasis?
2. Apasajakah Diagnosa yang ada pada Penyakit Bronkiektasis?
3. Bagaimanakah Intervensi dari Penyakit Bronkiektasis?
4. Bagaimanakah implementasi dari Penyakit Bronkiektasis?
5. Bagaimanakah evaluasi dari Penyakit Bronkiektasis?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Konsep Dasar dari
Penyakit Bronkiektasis.
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Pengertian dari
Penyakit Bronkiektasis.
2. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Etiologi dari Penyakit
Bronkiektasis.
3. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Tanda dan Gejala dari
Penyakit Bronkiektasis.
4. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Patofisiologi dari
Penyakit Bronkiektasis.
5. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Manifestasi Klinis dari
Penyakit Bronkiektasis.
6. Mahasiswa

mampu

memahami

dan

mengetahui

Pemeriksaan

Diagnostik dari Bronkiektasis.


7. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Penatalaksanaan dari
Penyakit Bronkiektasis.

1.3.2 Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Konsep Dasar


Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Bronkiektasis.
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Pengakajian dari
Penyakit Bronkiektasis.

2. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Diagnosa yang ada


pada Penyakit Bronkiektasis.
3. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Intervensi dari
Penyakit Bronkiektasis.
4. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Implementasi dari
Penyakit Bronkiektasis
5. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Evaluasi dari Penyakit
Bronkiektasis

1.4 Manfaat Penulisan


Diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang penyakit
Bronkiektasis, sehingga dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan
bisa menjadi acuan serta pedoman bagi dalam memberikan asuhan
keperawatan di Rumah Sakit nantinya.
1.5 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan metode penulisan yaitu
penelusuran IT dan studi pustaka. Pada metode penelusuran IT, kami mencari
tambahan referensi pada internet untuk melengkapi data-data yang telah kami
peroleh pada literature.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR BRONKIEKTASIS


2.1.1 Pengertian Bronkiektasis
Bronkiektasis merupakan bentuk kelainan morfologis yang terdiri dari
pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan
komponen elastis dan muskular dinding bronkus. Bronkiektasis diklasifikasikan
kedalam bronkietasis silindris, fusiform dan kistik atau sakula.

2.1.2 Etiologi Bronkiektasis


Bronkiektasis biasanya didapat pada masa anak-anak. Kerusakan bronkus
pada penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi
tersering adalah H.influenzadan P. Aeruginosa. infeksi oleh bakteri lain, seperti
Klebsiela dan staphylococus Aureusdisebabkan oleh absen atau terlambatnya
pemberian antibiotik pada pengobatan pneumonia. Bronkiektasis ditemukan
pula pada pasien dengan infeksi HIV atau virus lainnya, seperti adenovirus atau
virus influensa.
Faktor penyebab noninfeksi yang dapat menyebabkan penyakit ini adalah
paparan subtansi toksik, misalnya terhirupgas toksik ( amonia, aspirasi, asam
dari cairan lambung dan lain-lain). Kemungkinan adanya faktor imun yang
terlibat belum diketahui dengan pasti karena bronkiektasis dapat ditemukan pula
pada pasien kolitis ulseratif, reumathoid artritis, dan sindrom Sjorgen.
Faktor prediposisi terjadi bronkiektasis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Kekurangan mekanisme pertahanan yang didapat atau kongenital, biasanya


kelainan imunologi berupa kekurangan globulin gamma atau kelainan
imunitas seluler atau kekurangan alfa-1antitripsin.
2. Kelainan struktur kongenital seperti fibrosis kistik, sindrom katagener,
kekurangan kartilago bronkus, dan kifoskoliosis kogenital.
3. Penyakit paru primer seperti tumor paru, benda asing, atau tuberkulosis
paru.

2.1.3 Tanda dan Gejala Bronkiektasis

Batuk kronois dan sputum purulen kehitaman yang berbau busuk

Sejumlah besar dari pasien mengalami hemoptisi

Clubbing fingers, terjadi akibat insufisiensi pernapasan

Batuk semain memburuk jika pasien berbaring miring

Batuk yang menahan dengan sputum yang banyak terutama pada


pagi hari, setelah tiduran dan berbaring

Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau
tidak ada gejala sama sekali (Bronkiektasis ringan)

Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih
200-300 cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat
badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan kadang-kadang sesak
nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah, dan
batuk darah

Sesak nafas

Penurunan berat badan

Bronkiektasis

Lelah

Wheezing

Warna kulit kebiruan

Pucat

Ketidakefektifan pola nafas

Penyakit paru primer (tumor paru, benda as


mekanisme pertahanan yang didapat cogenital (lg gama Antitripin alfa 1)
Bau mulut(fibrosis kistik, sindroma kartagener, kurangnya kartilago bronkus)
Kelainan strukturcongenital

Demam berulang
Obstruksi saluran nafas

Ronkhi
Pnumoni berulang
Terkumpulnya sekret
Kerusakan permanen pada dinding bronkus

Atelektasis, penyerapan udara di perenchim dan s

Kuman berkembang dan infeksi bakteri pada dinding bronkus


Ketidakefektifan batuk

2.1.4 Patofisiologi
Kerusakan pada jaringan otot dan elastin

Peningkatan suhu tubuh

Hipertermi
Kerusakan bronkus yang menetap
Tekanan intra pleura lebih negativ dari

Kemampuan bronkus untuk kontraksi berkurang dan selama ekspirasi menghilang


Bronkus dilatasi

Kemampuan mengeluarkan secret menurun


Inhalansi uap dan gas, aspirasi cairan lambung
Pengumpulan secret, infeksi sekunder dan t

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Mudah terjadi infeksi

7
Resiko infeksi

Bronkiektasis yang menetap

Berdasarkan definisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan


dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang
merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding
bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses
infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic
protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap
antigen.
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding
bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan
nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan
nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa
mukus yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri
yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke
tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan.
Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau
tidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi
inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan
keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta
membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi
juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami
kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas
dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri
tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan
antara infeksi dan kerusakan jalan nafas.

Gambar 2: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami


kerusakan dan daerah bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami
kerusakan. (dikutip dari kepustakaan 3)

2.1.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum
harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum
yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan
jalan nafas dengan infeksi akut.
Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik
dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya
merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada
lobus atas.
Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada
pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien
relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang
10

merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik.


Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh
peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan sputum,
dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau.
Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi
hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan
infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu
mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam,
tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum
dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi
berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu,
jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat
ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai
bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan
sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan
sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis
dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik,
volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab
bronkiektasis lainnya.
Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis
mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri
bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun
angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan.
Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan
merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan
bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya.
Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas
yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga
mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma.

11

Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien


pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk
kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut.
Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi
yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori
berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada
jalan nafas. Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan
penurunan berat badan. Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Fisik
Ditemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan fisik dada
termasuk crackles (70%), wheezing (34%) dan ronki (44%) adalah
petunjuk untuk diagnosis. Dahulu, clubbing finger adalah gambaran yang
sering ditemukan tapi saat ini prevalensi gambaran tersebut hanya 3%.
Penyakit utama yang mengaburkan bronkiektasis adalah penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK).

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran Radiologis
- Foto thorax

12

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat


ditemukan gambaran seperti dibawah ini:

Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat

mencapai diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin
sehingga membentuk gambaran honeycomb appearance atau bounches
of grapes. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi
pada bronkus.

Gambar 3. Tampak Ring Shadow


yang pada bagian bawah paru
yang menandakan adanya
dilatasi bonkus

Gambar 4. Tampak dilatasi


bronkus yang ditunjukkan oleh
anak panah

13

Gambar 5. Tampak Ring Shadow


yang menandakan adanya dilatasi
bonkus

Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru.
Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal
yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini
sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus. Tramline
shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah
parahilus.

Gambar

6.

Tramline

terlihat

diantara

shadow

bayangan

jantung

14

Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat
mencapai 8 mm. gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus
yang penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun
gambaran ini khas untuk bronkiektasis.

Glove finger shadow


Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus
yang terlihat seperti jari-jari pada sarung tangan.

- Bronkografi
Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media
kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP,
Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya
bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang
dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan
varikosis.

Gambar 7. Tampak dilatasi bronkus bawah


yang menunjukkan bronkiektasis tipe silindris.

15

Pemeriksaan

bronkografi

juga

dilakukan

pada

penderita

MAbronkiektasis yang akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk


menentukan luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan
diangkat.
Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena
prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan
gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media.

- CT-Scan thorax
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang
terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari
foto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat
pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas
sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%.
CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan
penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus
mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah
diperlukan pembedahan.

Gambar 8. CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkus pada lobus inferior kiri.

16

b. Patologi Anatomi
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau
luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.
Perubahan morfologis bronkus yang terkena
a. Dinding bronkus
Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa
proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada
pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan
keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan
bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus
juga elemen-elemen elastis.
b. Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel
epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan
terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi
infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan
pernanahan.
c. Jaringan paru peribronkial
Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara
lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila
prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru
distal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik dengan kistakista berisi nanah.
Variasi kelainan anatomi bronkiektasis
Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis
sebagai berikut :

17

a. Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)


Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk
ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis
kronik.
b. Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan
adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler.
Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista.
c. Varicose bronkiektasis
Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan
kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus
yang menyerupai varises pembuluh vena.
2.1.7 Penatalaksanaan
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :
Pengobatan konservatif
o Pengelolaan umum, meliputi
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
b. Memperbaiki drainase sekret bronkus
c. Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian
antibiotik.
o Pengelolaan khusus
a. Kemoterapi pada bronkiektasis
b. Drainase sekret dengan bronkoskopi
o

Pengobatan simtomatik
a. Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator.
b. Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.
c. Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.
d. Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.

Pengobatan Pembedahan

18

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau


lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas dan
resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang
adekuat, selain itu juga pada pasien bronkiektasis terbatas, tetapi sering
mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah
tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu tindakan
operasi.

2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN BRONKIEKTASIS


2.2.1
1

Pengkajian

Riwayat atau adeanya faktor-faktor penunjang

Merokok produk tembakau sebagai factor penyebab utama

Tinggal atau bekerja daerah dengan polusi udara berat

Riwayat alergi pada keluarga

Ada riwayat asam pada masa anak-anak

Riwayat atau adanya faktor-faktor pencetus eksaserbasi seperti :

Allergen ( serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)

Sress emosional

Aktivitas fisik yang berlebihan

Polusi udara

Infeksi saluran nafas

Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan

Pemeriksaan fisik berdasarkan focus pada system pernafasan yang meliputi :

19

Kaji frekuensi dan irama pernafasan


Inpeksi warna kulit dan warna menbran mukosa
Auskultasi bunyi nafas
Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :

Mengangkat bahu pada saat bernafas

Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas

Pernafasan cuping hidung

Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris


Kaji bila nyeri dada pada pernafasan
Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif tentukan
warna sputum.
Tentukan bila pasien mengalami dispneu atau orthopneu
Kaji tingkat kesadaran.
4

Pemeriksaan diagnostik meliputi :

Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi

Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume


cadangan

Klutur sputum positif bila ada infeksi

Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum

Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan


apakah fungsi abnormal paru ( obstruksi atau restriksi).

Tes hemoglobolin.

EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal.

Kaji persepsi diri pasien

Kaji berat badan dan masukan rata-rata cairan dan diet.

2.2.2

Diagnosa
20

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan


produksi sekret batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan napas terganggu
akibat spasme otot otot pernapasan , penekanan dinding paru, penurunan
ekspansi paru.
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh (proses
penyakit).
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer ( kerusakan pada jaringan otot dan elastin ).

2.2.3

Interven

si
Rencana Keperawatan
No.
Dx

Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Resiko Infeksi
NOC
NIC
Definis : Mengalami Setelah dilakukan asuhan Kontrol Infeksi
1 Bersihkan lingkungan setel
peningkatan
resiko keperawatan selama . X
dipakai px lain
terserang
organisme 24 jam diharapkan status
2 Pertahankan teknik isolasi
patogenik
kekebalan px meningkat 3 Batasi pengunjung bila perlu
Faktor-faktor resiko:
4 Instruksikan pada pengunju
dengan KH :
1 Penyakit kronis :
1 Klien bebas dari tanda
untuk mencuci tangan sa
DM dan Obesitas
dan gejala infeksi
berkunjung dan setelah berkunju
21

Pengetahuan

yang 2

Mendeskripsikan proses
,

meninggalkan px
Gunakan sabun

untuk cuci tangan


Cuci tangan setiap sebelum d

tidak cukup untuk

penularan

menghindari

faktor

pemanjangan

memengaruhi penularan

patogen
Pertahanan

serta penatalaksanaannya 7
Menunjukkn

tubuh 3

penyakit

yang

sebagai alat pelindung


Pertahankan lingkungan asept

selama pemasangan alat


Ganti letak IV perifer dan li

kemampuan

adekuat : gangguan

mencegahtimbunya

peritalsis, kerusakan
4

infeksi
Jumlah leukosit dalam

batas normal
Menunjukkan

kulit

(pemasangan kateter
IV, prosedur invasif)
, perubahan sekresi
pH, penurunan kerja
siliaris,

pecah

central dan dressing sesuai d

petunjuk
perilaku 10 Gunakan kateter intermiten u

hidup sehat

menurunkan

lama,

merokok,

stasis

ciran tubuh, trauma

jaringan

mis,

trauma

destruksi

jaringan)
Ketidak adekuatan
pertahanan sekunder
:

penurunan

Hb,

imunosupresan (mis.
Imunitas

perlu

farmaseutikal
termasuk

kandu

infection

protecti

(proteksi terhadap infeksi)


13 Monitor tanda dan gejala infek

sistemik dan lokal


14 Monitor hitung granulosit, WBC
15 Monitor kerentanan terhad

infeksi
16 Pertahankan teknik aseptik pd p

yg beresiko
17 Pertahankan teknik isolasi k/p
18 Berikan perawatan kulit pada ar
epidema
19 Inspeksi
mukosa

didapat

tidak aekuat, agen

infeksi

kemih
11 Tingkatkan intake nutrisi
12 Berikan terapi antibiotik bi

ketuban dini, pecah


ketuban

sesudah tindakan kolaboratif


Gunakan baju,sarung tang

untuk 8

primer yang tidak

integritas

antimikro

20
21
22
23

kulit

dan

terhadap

membr

kemeraha

panas dan drainase


Inspeksi kondisi luka/insisi beda
Dorong masukan nutrisi yg cuku
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat

22

imunosupresan,stero

24 Instruksikan

id,

antibiotik sesuai resep


25 Ajarkan px dan keluarga tan

antibodi

monoklonal,

inflamasi)
Vaksinasi

adekuat
Pemajangan
terhadap

respon

NIC :
patogen

Airway Suction
1

meningkat : wabah
Prosedur invasif
Malnutrisi

Ketidakefektifan
bersihan

jalan

napas

untuk
membersihkan
obstruksi

Respiratory

status

Ventilation

status

Aspiration Control

Auskultasi suara nafas sebelu

Informasikan pada klien d

batuk efektif dan suara

saluran pernafasan

nafas yang bersih, tidak

untuk

ada sianosis dan dyspneu

mempertahankan

(mampu

kebersihan

sputum, bernafas dengan

klien

Berikan

nafas

O2

menggunakan

nasal

memfasilitasi

atau Mendemonstrasikan
dari

Minta

dala

sebelum suction dilakukan

kriteria hasil :

jalan

oral

keluarga tentang suctioning

Airway patency

ketidakmampuan

kebutuhan

dan sesudah suctioning

Respiratory

Definisi :

Pastikan

tracheal suctioning

NOC :

sekresi

minu

tidak

lingkungan
7
8

utk

dan gejala infeksi


26 Ajarkan cara menghindari infek
27 Laporkan kecurigaan infeksi
28 Laporkan kultur positif

imunomudulator,suo
resi

px

deng

unt

sucti

nasotrakeal
6

Gunakan alat yg steril seti


melakukan tindakan

mengeluarkan

nafas.

mudah, tidak ada pursed

Batasan

lips)

Anjurkan pasien untuk istirah

dan napas dalam setelah katet


dikeluarkan dari nasotrakeal

23

Karakteristik :

Menunjukkan jalan nafas


yang paten (klien tidak

Tidak ada batuk

merasa tercekik, irama

Suara nafas tambahan

Perubahan frekuensi

pernafasan

napas

rentang

nafas,

ada

Perubahan irama

Kesulitan bicara atau

Ajarkan

suara

bagaima

cara melakukan suction

10 Hentikan suction dan berik


oksigen

nafas

menunjukkan

apabila

pasi

bradikard

peningkatan saturasi O2 dll

abnormal)
Mampu
mencegah

keluarga

tidak

mengidentifikasikan dan

mengeluarkan suara

dalam

normal,

Sianosis

Monitor status oksigen pasien

frekuensi

napas

Airway management :
1

Buka

jalan

napas,

gunak

teknik chinlift atau jaw thru

faktor

bila perlu

penyebab.
2

Penurunan bunyi

Posisikan

pasien

unt

memaksimalkan ventilasi

napas
3

Dipsneu

Sputum dalam jumlah

perlun

buatan

yang berlebihan

Pasang mayo bila perlu

Batuk yang tidak

Lakukan fisioterapi dada ji


perlu

Orthopneu

Keluarkan secret dengan bat


atau suction

Gelisah
7

pasien

pemasangan alat jalan nap

efektif

Identifikasi

Mata terbuka lebar

Faktor
yang

faktor

Auskultasi suara napas , cat


adanya suara tambahan

Lakukan suction pada mayo

Berikan bronkodilator bila perl


24

berhubungan :

basah NaCl lembab

Lingkungan :
-

Perokok pasif

Mengisap asap

10 Berikan pelembab udara kas

11 Atur

intake

untuk

cair

mengoptimalkan keseimbanga

12 Monitor respirasi dan status O2

Merokok

Obstruksi

jalan

napas :
-

Spasme

jalan

napas
-

Mokus

dalam

jumlah berlebihan
-

Eksudat

dalam

jalan alveoli
-

Materi

asing

dalam jalan napas


-

Adanya

jalan

napas buatan

NOC
Respiratory status
: ventilation

Sekresi
bertahan/sisa

: airway patency

sekresi
-

Sekresi
bronki

Fisiologis :

Respiratory status

NIC
Peripheral

Sensatio

Management (Manajeme
dalam

Vital sign status.


Kriteria Hasil :
Mendemostrasika
n batuk efektif

sensasi perifer)
Airway Management :
1

Buka

jalan

napas,

gunak

teknik chinlift atau jaw thru

25

Jalan

napas

alergik
-

Asma

Penyakit

paru

mudah , tidak ada


pursed lips )

Disfungsi

jalan nafas yang

neuromuscular.

paten

yang tidak member


ventilasi

pasien

perlun

buatan

dan / atau ekspirasi

Identifikasi

bernafas dengan

Menunjukkan

Definisi : inspirasi

unt

pemasangan alat jalan nap

Infeksi

pola napas

pasien

sputum, mampu

tidak
tercekik,
nafas,

Pasang mayo bila perlu

Lakukan fisioterapi dada ji


perlu

klien

atau suction

merasa
irama

frekuensi

Auskultasi suara napas , cat


adanya suara tambahan

pernafasan dalam
rentang

Keluarkan secret dengan bat

normal,

tidak ada suara

Lakukan suction pada mayo

Berikan bronkodilator bila perl

nafas abnormal )

10 Berikan pelembab udara kas

Batasan

Tanda tanda vital

Karakteristik :

dalam

Perubahan kedalaman

normal ( tekanan

pernafasan

darah,
ekskursi

dada

mengeluarkan

Ketidakefektifan

Posisikan

memaksimalkan ventilasi

dyspneu ( mampu

Hyperplasia

Perubahan

ada sianosis dan

dinding bronchial

bila perlu

yang bersih, tidak

obstruksi kronik
-

dan suara nafas

Mengambil posisi tiga

basah NaCl lembab

rentang
11 Atur

intake

untuk

cair

mengoptimalkan keseimbanga

nadi,

pernafasan )

12 Monitor respirasi dan status O2


Oxygen Therapy
1

Bersihkan mulut , hidung d


secret trakea

titik
2

Pertahankan jalan nafas yan


26

Bradipneu

Penurunan

paten
tekanan

ekspirasi

Penurunan

ventilasi

Atur peralatan oksigenasi

Monitor aliran oksigen

Pertahankan posisi pasien

Observasi adanya tanda tan

semenit

Penurunan

kapasitas

hipoventilasi

vital

Monitor

adanya

kecemas

Dipsneu

Peningkatan diameter

Vital sign monitoring

anterior-posterior

Monitor TD, suhu, Nadi dan RR

Pernafasan

Catat adanya fluktuasi tekan

pasien terhadap oksigenasi

cuping

darah

hidung

Ortopneu

Monitor

VS

saat

pasi

berbaring, duduk atau berdiri

Fase

ekspirasi

memanjang

Auskultasi

TD

pada

ked

lengan dan bandingkan

Pernafasan bibir

Takipneu

Gangguan

otot

Monitor kualitas dari nadi

aksesorius

untuk

Monitor frekuensi dan iram

Monitor TD , Nadi, RR sebelum


selama dan sesudah aktivitas

bernapas
Factor
berhubungan :

pernapasan
yg

NOC
Thermoregulation

Monitor suara paru

Monitor

pola

27

pernapas

Ansietas

Posisi tubuh

kriteria hasil :
Suhu

Nadi

dinding

dada

Keletihan

Hiperventilasi

dalam

rentang normal

Deformitas tulang
Deformitas

tubuh

abnormal

dan

RR

10 Monitor

suhu,

warna,

kelembapan kulit
dalam

11 Monitor sianosis perifer

rentang normal

12 Monitor adanya cushing tri


Tidak

ada

perubahan

warna kulit dan tidak ada

( tekanan nadi yg meleba

bradikardi, peningkatan sistolik

pusing
13 Identifikasi

penyebab

da

perubahan vital sign

Sindrom hipoventilasi

Gangguan

NIC

musculoskeletal

Fever treatment

Kerusakan neurologis

Imaturitas neurologis

Disfungsi
neuromuscular

Obesitas

Nyeri

Keletihan
pernapasan

otot
cedera

medulla spinalis.

Monitor

suhu

seseri

mungkin
2

Monitor IWL

Monitor warna dan suhu kul

Monitor TD, RR, dan Nadi

Monitor WBC, Hb, dan Hct

Monitor intake dan output

Berikan anti piretik

Berikan

pengobatan

unt

mengatasi penyebab demam


9

Selimuti pasien

28

10 Lakukan tapid sponge

11 Kolaborasi pemberian cair


intravena

12 Kompres pasien pada lip


paha dan aksila
13 Tingkatkan sirkulasi udara
14 Berikan

Hipertermia
:

mencegah

suhu

menggigil.

Definisi
peningkatan

pengobatan

tubuh diatas kisaran


normal

unt

terjadin

Temperature regulation
1

Batasan

Monitor suhu minimal tiap


jam

karakteristik :
2

Konvusi

Kulit kemerahan

Rencanakan monitoring su
secara kontinyu

Peningkatan suhu
tubuh

Monitor TD, Nadi dan RR

Monitor warna dan suhu kul

Monitor

diatas

kisaran normal

tanda-tan

hipertermi dan hipotermi


Kejang
6

Takikardi

Takipnea

Kulit terasa hangat

Faktor-faktor yang

Tingkatkan intake cairan d


nutrisi

Selimuti

pasien

mencegah

unt

hilangn

kehangatan tubuh
8

Ajarkan pada pasien ca

29

berhubungan :

Anastesia

Penurunan

mencegah keletihan akib


panas
9

Diskusikan tentang pentign


pengaturan

respirasi

suhu

kemungkinan efek negati

Dehidrasi

Pemajanan

dari kedinginan

10 Beritahukan tentang indika

lingkungan yang

terjadinya

panas

penanganan emergency

Penyakit

Pemakaian pakaian

keletihan

diperlukan
11 Ajarkan

indikasi

da

hipotermi dan penangan

yang tidak sesuai

yang diperlukan

dengan suhu
lingkungan

Peningk

12 Berikan anti piretik jika perl


Vital sign monitoring

atan

Monitor TD, Nadi, dan RR

laju

Catat

metaboli

adanya

fluktua

tekanan darah

sme
3

Medikasi

Trauma

Aktivitas
berlebihan

Monitor

VS

saat

pasi

berbaring, duduk, atau berdi


4

Auskultasi TD pada ked


lengan dan bandingkan

Monitor

TD,

nad,

sebelum, selama, dan setel


aktivitas

30

Monitor kualitas dari nadi

Monitor frekuensi dan iram


pernafasan

Monitor suara paru

Monitor

pola

pernafas

abnormal

10 Monitor suhu, warna, d


kelembapan kulit
11 Monitor sianosis perifer

12 Monitor adanya cushing tri

( tekanan nadi yang meleb


bradikardi,

peningkat

sistolik )
13 Identifikasi

penyebab

perubahan vital sign

2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan. Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan perawatan merupakan tindakan
pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan secara nyata untuk membantu klien
mencapai tujuan pada rencana tindakan yang telah dibuat.

31

da

Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah


intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan
keterampilan inter personal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi
dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu persiapan,
perencanaan dan dokumentasi.
a. Fase persiapan, meliputi:
1)

Review tindakan keperawatan

2)

Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan

3)

Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul

4)

Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan

5)

Persiapan lingkungan yang kondusif

6)

Mengidentifikasi aspek hukum dan etik

b. Fase intervensi:
1)

Independen: Tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau


perintah dokter atau tim kesehatan lain.

2)

Interdependen: Tindakan perawat yang melakukan kerjasama dengan tim


kesehatan lain (gizi, dokter, laboratorium dan lainnya).

3)

Dependen: Berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan


dimana tindakan medis dilaksanakan.

c. Fase dokumentasi
Merupakan suatu pencatatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah
dilaksanakan yang terdiri dari tiga tipe yaitu:
1) Sources Oriented Records (SOR)
2) Problem Oriented Records (POR)
32

3) Computer Assisted Records (CAR)


2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan
perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian,
analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang
sistematik pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
melaksanakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil
keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan
yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan
untuk mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencapai tujuan)

Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu :


a. Proses (Formatif)
Adalah

evaluasi

yang

dilaksanakan

segera

setelah

perencanaan

keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.


b. Hasil (Sumatif)
Adalah evaluasi yang dapat dilihat pada perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien.

33

Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 yaitu:


a. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.
b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru.
c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.
d.Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
e. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.

Adapun kriteria yang diharapkan pada evaluasi dari penyakit bronkiektasis adalah:
1. Tidak ada gangguan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan

peningkatan

produksi

sekret

batuk

tidak

efektif,

infeksi

bronkopulmonal.
2. Tidak ada gangguan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan
napas terganggu akibat spasme otot otot pernapasan , penekanan dinding
paru, penurunan ekspansi paru.
3. Tidak terjadi hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
(proses penyakit).
4. Tidak ada resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh primer ( kerusakan pada jaringan otot dan elastin ).
Hal ini sesuai dengan standar tujuan yang telah ditentukan pada tahap perencanaan
tindakan.

34

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan materi diatas, dapat disimpulkan bahwa
bronkiektasis merupakan suatu kondisi dimana jalan napas mengalami pelebaran
abnormal. Pelebaran ini disebabkan oleh adanya blokade mukus. Blokade mukus
yang semakin lama semakin banyak terkumpul di jalan napas mengakibatkan
bakteri dapat tumbuh dan mengakibatkan terjadinya infeksi.
Bronkiektasis biasanya didapat pada masa anak-anak. Kerusakan bronkus
pada penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi
tersering adalah H.influenza dan P. Aeruginosa. infeksi oleh bakteri lain, seperti
Klebsiela dan staphylococus Aureusdisebabkan oleh absen atau terlambatnya
pemberian antibiotik pada pengobatan pneumonia. Bronkiektasis ditemukan
pula pada pasien dengan infeksi HIV atau virus lainnya, seperti adenovirus atau
virus influensa.
Beberapa tanda dan gejala dari bronkiektasis yaitu, pasien mengalami
sesak nafas, penurunan berat badan, mudah lelah, adanya suara nafas ronkhi
maupun wheezing, warna kulit kebiruan, pucat, bau mulut, dan terjadi demam
berulang. Manifestasi klinis dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi
sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan.
Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari
kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut.
Pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada pasien bronkiektasis antara
lain dengan melakukan foto thorax, bronkografi, dan CT-scan thorax.
Pentalaksanaan pada pasien bronkiektasis dapat dilakukan dengan cara
pengobatan konservatif dan pengobatan pembedahan.

3.2 Saran

35

Bagi Mahasiswa
Hendaknya mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan bagaimana cara
perawatan agar pada saat melakukan perawatan pada pasien yang mengalami

bronkiektasis mahasiswa sudah dapat melakukannya.


Bagi Perawat
Hendaknya seorang perawat dapat melakukan perawatan sesuai prosedur yang
sudah ditetapkan agar tercapai kesembuhan pasien. Dan melakukan
pengobatan dengan menggunakan komunikasi yang mudah dimengerti agar
tercapai keseimbangan.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan.2012. Makalah Bronkiektasis. (Online) Available :


https://ml.scribd.com/doc/86783728/Makalah-Bronkiektasis (diakses pada
tanggal 3 Oktober 2015 pukul 21.15 Wita)
Anonym. 2010. Askep Bronkiektasis. (Online) Available:
http://nursingbegin.com/askep-bronkiektasis/ (Diakses pada tanggal 3 Oktober
2015 pukul 23.15 Wita)
Diana, Karina. 2015. Laporan Pendahuluan Bronkiektasis. (Online) Available :
https://www.academia.edu/11107448/bronkiektasis (diakses pada tanggal 3
Oktober 2015 pukul 21.08 Wita)
Mega

Ayu.

2012.

Bronkiektasis.

(Online).

Available:

https://www.scribd.com/doc/92856222/REFRATBRONKIEKTASIS#download (diakses pada tanggal 4 Oktober 2015 pukul


08.02 WITA)
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Nurarif, Amin Huda, Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media
Action Publishing
36

Anda mungkin juga menyukai