Anda di halaman 1dari 24

Referat

Lung Transplantation : Procedure and Operative Technique

Oleh:
Azizi Hadi Pranoko, dr.

Pembimbing:
Dr. Isnin Anang Marhana, dr., Sp.P (K), FCCP, FISR

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RSUD DR SOETOMO

SURABAYA

2022

i
LEMBAR PENGESAHAN

Telah menyetujui dan mengesahkan karya ilmiah:


Judul : Lung Transplantation : Procedure and Operative Technique
Jenis : Referat
Penyusun : Azizi Hadi Pranoko, dr.
Stase : Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Surabaya, 29 September 2022


Disetujui oleh:
Pembimbing,

Dr. Isnin Anang Marhana, dr., Sp.P (K), FCCP, FISR

ii
DAFTAR ISI

Cover i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB 1 1
Pendahuluan 1
BAB 2 2
Tinjauan Pustaka 2
2.1. Tujuan Transplantasi Paru 3
2.2. Kondisi Penyakit Yang Membutuhkan Transplantasi Paru 3
2.2.1. Hipertensi Pulmonal 3
2.2.2. Interstitial Lung Disease 3
2.2.3. Cystic Fibrosis 4
2.2.4. Kondisi lainnya 4
2.3. Indikasi dan Kontraindikasi 4
2.3.1. Indikasi 4
2.3.2. Kontraindikasi 4
2.4. Teknik Operasi 5
2.4.1. Anestesi 5
2.4.2. Pemberian Immunesuppressant Intraoperative 6
2.4.3. Posisi dan Insisi 7
2.4.4. Pneumonectomy 8
2.4.5. Preparasi Hilus 11
2.4.6. Preparasi Back Table 13
2.4.7. Anastomosis Paru Kiri 13
2.4.8. Implantasi Paru Kanan 15
2.5. Manajemen Postoperative 16
2.6. Long Term Care 16
BAB 3 18
Kesimpulan 18
DAFTAR PUSTAKA 19

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Posisi dan marking pada dinding dada yang akan dilakukan insisi Clam Shell dilakukan
single lung ventilation dengan left sided double-lumen ETT, tampak kedua paha
terekspose untuk dilakukan kanulasi 5
Gambar 2 Eksposure pada cavum toraks sinistra. Jahitan retraksi ditempatkan di lemak
mediastinum di atas perikardium (penanda kuning). B Demikian pula, jahitan kedua
ditempatkan. C Kedua jahitan retraksi ditarik melintasi paru kanan, menarik perikardium

dan membuka rongga dada kiri (spidol kuning) 8


Gambar 3 Diseksi pada vena pulmonalis, dan dilakukan preservasi dengan benang silk. Tampak
Stapler vaskular Eselon 45 melintasi vena pulmonalis 9
Gambar 4 Hilus dilakukan retraksi menggunakan sponge sticks untuk mengekspose bronkhu 11
Gambar 5 Babcock forceps pada stump paru (tanda biru) dan tampak jaringan sekeliling telah
didiseksi. B Pedicle arteri pulmonalis (tanda biru 12
Gambar 6 Tampak bronkus kiri mengalami separasi,dibagi menjadi dua, tampak pars membranosa
dipotong dibagi dua dengan diathermi, B Tampak bronkus yang telah terbagi 13
Gambar 7 Tampak struktur hilus. Vena pulmonalis diretraksi menggunakan babcock forceps dan
arteri pulmonalis menggunakan sponge stick. Bronchus telah siap untuk
dianastomosiskan.Paru-paru donor ditempatkan di sulcus costo-mediastinal 14
Gambar 8 Tampak Bronchus bagian membrane telah teranastomosiskan secara sempurna 15
Gambar 9 Tampak tindakan diseksi vena pulmonalis. A Tampak Clamp Right-angled
mempreservasi vena pulmonalis. B Silk suture. C Flex 45 stapler. D Duval clamp
dipergunakan untuk mengangkat lobus inferior paru. E Ligamentum pulmonary inferior
diligasi dengan LigaSure. F Vena pulmonary inferior 15

iv
BAB 1
Pendahuluan

Tindakan transplantasi paru saat ini dianggap sebagai suatu gold standard
bagi pasien penyakit paru kronis yang berada pada tahap end stage. Percobaan
tindakan transplantasi paru pada manusia pertama kali dilakukan oleh James
Hardy di tahun 1963. Pada awalnya prosedur ini mengambil pasien yang telah
mengalami mati batang otak sebagai sumber donor, akan tetapi adanya outcome
yang kurang baik dimana pasien mati batang otak biasanya mengalami penurunan
kualitas paru akibat mengalami komplikasi, maka living donor lung (lobar)
transplantation saat ini merupakan suatu prosedur baku yang sering dilakukan
oleh center rumah sakit di beberapa negara maju (Young and Dilling, 2019).
Transplantasi paru saat ini telah dikerjakan lebih dari 100 transplantasi tiap
tahunnya di seluruh dunia (Benden, 2017). Salah satu center rumah sakit di dunia
yang memiliki pengalaman di dalam melakukan transplantasi paru ialah Texas
Medical Center dimana dalam rentang September tahun 1990 hingga Februari
tahun 2021 telah menjalani transplantasi paru meliputi 24 multi-organ transplants
(10 tansplantasi jantung-paru, 7 transplantasi paru-ginjal, 7 transplantasi paru-hepar , 12
operasi transplantasi paru re-operative yang diakibatkan CLAD (Chronic Lung
Allograft Dysfunction ), total bilateral lung transplant 670 kasus, transplantasi pada
kasus single paru kanan 121 ,dan 96 kasus operasi pada single paru kiri. Angka survival
rate institusi kesehatan ini dalam menangani kasus transplantasi paru juga termasuk
dalam kategori baik dimana survival rate 30 hari, 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 15
tahun, dan 20 tahun secara berurutan yaitu 97.2%, 89.4%, 58.3%, 34.4%, 16.2%,
dan 10.6%.
Tulisan ini akan membahas transplantasi paru meliputi pembahasan
singkat tujuan transplantasi paru, kondisi penyakit yang membutuhkan
transplantasi paru, indikasi dan kontraindikasi, prosedur teknik operasi dan
manajemen post operative yang biasa dilakukan di salah satu center kesehatan
yang sering menjalani prosedur transplantasi paru yaitu Texas Medical Center.

1
BAB 2
Tinjauan Pustaka

2.1. Tujuan Transplantasi Paru


Operasi transplantasi paru dalam kurun periode terakhir ini telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat, akan tetapi tingkat mortalitas serta
morbiditas yang menyertainya masih tergolong relatif lebih tinggi jika
dibandingkan dengan operasi transplantasi organ tubuh lain (Young and Dilling,
2019). Sejak tahun 1963 semenjak James Hardy mempelopori prosedur ini
hingga saat ini transplantasi paru telah dikerjakan sebanyak 4000 transplantasi di
seluruh dunia(Young and Dilling, 2019). Transplantasi paru saat ini dikerjakan
lebih dari 100 transplantasi tiap tahunnya di seluruh dunia (Benden, 2017).
Transplantasi paru-paru merupakan suatu prosedur pembedahan toraks
yang bertujuan menggantikan paru-paru yang sakit dengan paru-paru baru dari
pendonor. Prosedur ini bertujuan untuk menggantikan salah satu lobus paru
maupun kedua lobus paru, disesuaikan dengan kondisi dan tergantung kebutuhan
pasien (Pasque MK, 1990).
Prosedur ini biasanya diperuntukkan bagi pasien Chronic End-Stage
Pulmonary Disease yang memiliki fungsi respirasi yang sudah teramat buruk dan
tidak respons dengan pengobatan. Outcome dari prosedur ini yaitu tercukupinya
oxygen demand yang diharapkan setelah dilakukannya transplantasi organ paru
yang baru maka akan tercukupi secara signifikan (Pasque MK, 1990).
Pada awal diperkenalkannya transplantasi paru, prosedur ini mengambil
pasien yang telah mengalami mati batang otak sebagai sumber donor, namun
akhir-akhir ini penggunaan transplantasi dari donor pasien mati batang otak
mengalami potensi penurunan karena donor umumnya mengalami komplikasi dan
cedera yang berhubungan dengan perawatannya di intensive care unit (ICU).
Maka selain dengan strategi optimalisasi donor pada pasien mati batang otak di
ICU, strategi lain untuk meningkatkan ketersediaan donor adalah dengan living
donor lung (lobar) transplantation (Reeb, Keshavjee and Cypel, 2015).
Living donor lung transplantation dikembangkan dalam upaya untuk
meningkatkan ketersediaan paru-paru donor untuk pasien kecil dan mengalami
sakit kritis yang membutuhkan transplantasi paru. Dalam prosedur tersebut, satu

2
lobus kanan dan/atau lobus kiri dari donor yang sehat ditransplantasikan pada
resipien sebagai pengganti seluruh paru-paru kanan dan/atau kiri. Living donor
lung transplantation dapat dilakukan dengan aman pada resipien, dengan tingkat
survival yang sama dengan penerima transplantasi paru dari kadaver (Reeb,
Keshavjee and Cypel, 2015).

2.2. Kondisi Penyakit Yang Membutuhkan Transplantasi Paru


Kondisi penyakit yang membutuhkan transplatansi paru pada pasien anak
berbeda dengan pasien dewasa. Pada pasien anak, umumnya prosedur
diperuntukkan pada pasien cystic fibrosis tahap akhir, sedangkan pada pasien
dewasa kondisi penyakit yang paling sering membutuhkan transplantasi paru
antara lain yaitu hipertensi pulmonal, interstitial lung disease dan cystic fibrosis
(Benden, 2017).

2.2.1. Hipertensi Pulmonal


Timing untuk transplantasi paru pada kelainan vaskular pulmonal cukup sulit.
Penggunaan prostanoid dan phospodiesterase inhibitor sebagai terapi medikamentosa
terbukti memiliki efikasi pada hipertensi pulmonal idiopatik. Dasar untuk memprediksi
kematian pada pasien hipertensi pulmonal masih dikembangkan. Beberapa faktor berikut
berhubungan dengan mortalitas pada pasien hipertensi pulmonal antara lain: gagal
jantung kelas fungsional NYHA IV, laki-laki usia lebih dari 60 tahun, peningkatan
pulmonary vascular resistence (PVR), pulmonary arterial hypertension (PAH) dengan
hipertensi porta.

2.2.2. Interstitial Lung Disease (ILD)


Interstitial Lung Disease (ILD) terutama fibrosis pulmonal idiopatik memiliki
prognosis yang paling buruk diantara semua kasus yang membutuhkan transplantasi paru.
Transplantasi paru dibutuhkan sejak pertama kali pasien terdiagnosis ILD dengan
fibrosis. Mortalitas ILD sangat tinggi termasuk pada pasien dengan waiting list
transplantasi, meskipun angka transplantasi sudah meningkat.

3
2.2.3. Cystic Fibrosis
Pasien dengan cystic fibrosis dengan prediksi 2-years survival kurang dari
50% merupakan kandidat untuk penerima transplantasi paru. Untuk menilai
prediksi survival secara objektif cukup sulit. Pemeriksaan FEV1 secara berkala
untuk menilai progresivitas penyakit dapat dijadikan prediktor yang baik. FEV1
kurang dari 30% diperkirakan mengalami mortalitas dalam 2 tahun sebesar 40%
pada laki-laki dan 55% pada perempuan.

2.2.4. Kondisi Lainnya


Kondisi lainnya antara lain retransplantasi paru, transplantasi jantung-
paru, dan transplantasi multiorgan lainnya.

2.3. Indikasi dan Kontraindikasi


2.3.1. Indikasi
Kriteria seleksi untuk transplantasi paru merupakan ilmu yang masih
berkembang. Proses identifikasi kandidat transplan juga berubah seiring dengan
pusat layanan transplantasi selalu berproses untuk meningkatkan layanan agar
semakin banyak pasien yang mendapatkan transplantasi. Kriteria awal untuk
pasien dewasa dengan penyakit paru lanjut sebagai kandidat resipien antara lain,
risiko tinggi kematian (>50%) dalam 2 tahun jika tidak dilakukan transplantasi
paru, kemungkinan survival tinggi (>80%) setidaknya 90 hari pasca tranplantasi
paru, dan kemungkinan survival tinggi (>80%) dalam 5 tahun pada kondisi medis
umum dengan asumsi tranplan tetap paten (Weill, 2018).

2.3.2. Kontraindikasi
Area yang menjadi pertimbangan untuk tidak melakukan transplantasi
paru pada pasien dewasa antara lain: (Weill, 2018)
● Infeksi dengan bakteri resisten
● Infeksi M. tuberculosis
● Deformitas dinding dada atau vertebra yang akan menyebabkan restriksi
pasca transplantasi paru

4
● Pasien dewasa dengan riwayat keganasan
● Disfungi organ mayor yang tidak terkontrol (jantung,
● Penyakit arteri koroner yang belum direvaskularisasi
● Gangguan koagulasi
● Obesitas kelas 2 atau lebih
● Kondisi medis tidak stabil
● Riwayat penyalahgunaan zat atau ketergantungan (alkohol, tembakau,
marijuana dan zat terlarang lainnya)
● Kelainan psikiatri atau gangguan psikologis yang menyebabkan pasien
tidak patuh dalam pengobatan
Sementara itu kontraindikasi transplantasi paru pada pasien pediatri
umumnya tidak berbeda jauh dengan pasien dewasa namun pada tiap pusat
layanan yang melakukan transplantasi paru dapat memiliki kebijkan yang
berbeda-beda (Benden, 2017).

2.4. Teknik Operasi


Paru-paru pendonor yang telah dilakukan harvesting menggunakan
kombinasi antegrade dan retrograde cold Perfadex (XVIVO Perfusion-PER-
FADEX® Plus), kemudian paru akan disimpan pada suatu storage atau tempat
penyimpanan dengan suhu hipotermik yang statis dengan maksud paru-paru dapat
tetap mengembang sesuai functional residual capacity (FRC) (Sharma A, Peltz M,
2020)
2.4.1. Anestesi
Sebelum dilakukan induksi anestesi, darah dari pendonor akan dilakukan
identifikasi ulang melalui pemeriksaan kompatibilitas darah ABO. Ketika hasil
identifikasi darah donor sesuai dengan recipient, maka pasien yang menjadi
recipient transplant akan didorong masuk ke kamar operasi. Kateter invasive
arterial blood line harus terpasang sebagai monitor hemodinamik pasien. Kateter
vena sentral (CVC) maupun kateter PA (Pulmonary Artery) juga perlu
dipertimbangkan untuk dipasang pada pasien-pasien dengan resiko tinggi.
Pemasangan kateter invasive dilakukan setelah tindakan induksi anestesi.
Seringkali Trans-Esophageal Echocardiography (TEE) juga seringkali digunakan
sebagai monitor hemodinamik dan juga dapat berperan sebagai guide seketika
diperlukan intervensi extracorporeal. Data pada 60% center yang melaksanakan
prosedur LT (Lung Transplant) di seluruh dunia juga menyebutkan pentingnya
pemasangan cerebral oximetry untuk mengevaluasi dan agar tercapai perfusi
organ yang optimalkan perfusi. LT Center transplantasi paru di seluruh penjuru

5
dunia melaporkan penggunaan Propofol (93%) dan Etomidate (65%) merupakan
agen induksi anestesi yang umum dipergunakan pada operasi LT( Lung
Transplant) (Tommasi R, Betz D, 2018)
Kateter epidural dipasang untuk analgesia. Dilakukan induksi anestesi
umum endotrakeal. Bronkoskopi dilakukan untuk memeriksa kelainan anatomi
yang mungkin mempengaruhi eksisi dan implantasi lobus donor dan untuk
menyingkirkan adanya infeksi atau peradangan.
Double lumen endotrakeal kemudian dipasang dan pasien diposisikan
secara lateral dekubitus. Prostaglandin-E1 (PGE1) biasanya diberikan secara
intravena untuk vasodilatasi arteri pulmonal. Tindakan tersebut bertujuan untuk
memaksimalkan distribusi larutan pengawet, yang diberikan tepat setelah
eksplantasi (Date, 2017).
Penggunaan left sided double lumen ETT ataupun Carlen’s Tube
umumnya sering digunakan pada teknik intubasi one-lung ventilation, salah satu
sisi paru dikempeskan. Lung protective ventilation dengan 4–6 ml/kgBB tidal
volumes dengan one-lung ventilation disertai adjust PEEP yang tepat dilakukan
agar mampu menjaga saturasi oksigen arteri terjaga dikisaran > 92%. Permissive
hypercapneu dimaksudkan agar mampu memaintain pH > 7.2. Hal ini ditolerir
dan direkomendasikan pada tatalaksana operasi LT (Lung Transplant) (Nicoara A,
Anderson-Dam J, 2017)
Setelah donor paru tertransplantasikan dan klemp pada arteri pulmonalis
dilepas, segera berikan ventilasi pada paru dengan fraksi oksigen yang serendah
mungkin (FiO2) (< 30%) untuk mencegah terjadinya PGD (Primary Graft
Dysfunction) to PGD) (Módolo NSP, Módolo MP, 2013)

2.4.2. Pemberian Immunesuppressant Intraoperative


Salah satu resiko dari operasi tranplantasi paru ialah terjadinya suatu
penolakan organ baru oleh sistem imun pasien recipient tersebut. Resiko ini dapat
diminimalisir dengan pemberian immunesuppressant intraoperative. (Módolo NSP,
Módolo MP, 2013).
Penggunaan regimen immunosuppressant pada setiap center transplantasi
seringkali memiliki variasi, akan tetapi secara umum penggunaan yang seringkali
digunakan yaitu kombinasi interleukin 2 receptor antagonists (IL2RAs), anti-
proliferative agents, dan steroid. International Society for Heart and Lung
Transplantation atau disingkat (ISHLT) mengungkapkan bahwa IL2Ras seperti
contoh Basiliximab tepat digunakan sebagai immunosuppressant induksi awal,

6
sedangkan penggunaan Mycophenolate dan Tacrolimus sebagai terapi
maintenance
Center transplantasi seperti Texas Medical Center Our menggunakan
methylprednisolone 500 mg IV pada pasien yang akan menjalani LT (Lung
Transplant). Beberapa center memberikan Azathioprine (Imuran) oral dengan a
dosis 2 mg/kg preoperatif, azathioprine dapat juga diberikan secara intravena.
Beberapa pasien dengan ILD (Interstitial Lung Disease) yang sebelum tindakan
operasi transplantasi mendapatkan Mycophenolate (CellCept) maka konsumsi
Mycophenolate (1500–3000 mg oral) dapat dilanjutkan sebagai pengganti
Azathioprine. Pasien tak stabil seperti pada Hipertensi Pulmonal, ataupun pasien-
pasien pada kondisi yang memerlukan penggunaan mesin cardiopulmonary
bypass (CPB) atau ECMO biasanya mendapatkan Basilixumab (Simulect) sebagai
IL2RA .Sebaliknya pada pasien yang stabil atau tidak memerlukan penggunaan
mesin CPB maupun ECMO biasanya diberikan calcineurin inhibitor Tacrolimus
(Prograf), as secara infus dengan dosis 30 mcg/ kgBB/jam (Módolo NSP, Módolo
MP, 2013).

2.4.3. Posisi dan Insisi


Keputusan penggunaan mesin Cardiopulmonary Bypass (CPB) ditentukan
atas pertimbangan case by case. Pada keadaan default atau pada kondisi tanpa
penyulit yang berarti, center transplantasi biasanya menjalani LT secara bilateral
LT dengan off pump, akan tetapi CPB tetap standby mengantisipasi terjadinya
troubleshooting. (Toronto Lung Transplant Group, 1986)
Pasien berada pada posisi supine, leher diekstensikan dan dada diposisikan
mendatar tanpa ada roll ataupun tarikan ke belakang. Regio toraks, abdomen, dan
lengan dilakukan disinfeksi dan drapping secara steril. Kedua paha juga dilakukan
desinfeksi secara serupa untuk mengantisipasi kemungkinan dilakukannya
tindakan kanulasi pada femoral. (Toronto Lung Transplant Group, 1986)
Insisi yang lazim dilakukan menggunakan clam shell incision atau
bilateral antero-lateral thoracotomy. Clam shell incision dilakukan dengan
melakukan sayatan secara transversal pada Spatium Inter Costae (SIC) 4,

7
kemudian ekspose lebih dalam dapat dilakukan dengan Wilson rib retractor.
(Toronto Lung Transplant Group, 1986)

Gambar.1 Posisi dan marking pada dinding dada yang akan dilakukan insisi Clam Shell dilakukan
single lung ventilation dengan left sided double-lumen ETT, tampak kedua paha terekspose untuk
dilakukan kanulasi.

8
2.4.4. Pneumonectomy
Pemilihan bagian organ paru mana yang akan pertama kali dilakukan insisi
pneumonektomi didasarkan pada perfusion scan dimana tindakan pneumonektomi
akan dilakukan pada bagian paru yang paling kurang perfusif. Pertimbangan lain
juga dapat dipilih dalam memulai teknik operasi seperti mudah tidaknya suatu
bagian organ dilakukan diseksi, dan pertimbangan mudah tidak akasesnya
terhadap cavum thorax. Terkadang akan lebih mudah untuk memulai pada paru
kanan terlebih dahulu. Setelah sisi paru yang akan dilakukan pneumonektomi
pada donor dipilih, langkah operasi selanjutnya dicapai dengan paru kontralateral
yang sehat akan berperan sebagai selective single lung ventilation. Setelah
pneumonektomi pada donor juga dilanjutkan dengan pneumonektomi resipien.
Dari sini, kami dapat memvisualisasikan paru-paru kiri yang dilakukan terlebih
dahulu. Seringkali, rongga dada kiri memiliki ruang terbatas dan seringkali
terdesak oleh ventrikel kiri (LV) jantung yang menonjol. Hemodinamik mungkin
akan menjadi unstable saat melakukan implan paru kiri. Kami sering
menempatkan jahitan di lemak mediastinum di atas perikardium atau di
perikardium di atas LV dan menggunakannya untuk menarik jantung. Retraktor
Tuffier di sisi yang berlawanan sering dipindahkan lebih dekat ke tulang dada dan
dibuka lebar dan retraktor paru digunakan untuk mengekspos struktur hilus
dengan lembut. Berbagai manuver yang dapat dilakukan untuk mengekspos
rongga dada kiri ditunjukkan pada Gambar. 2.

9
Gambar 2.Eksposure pada cavum toraks sinistra. Jahitan retraksi ditempatkan di lemak
mediastinum di atas perikardium (penanda kuning). B Demikian pula, jahitan kedua ditempatkan.
C Kedua jahitan retraksi ditarik melintasi paru kanan, menarik perikardium dan membuka rongga
dada kiri (spidol kuning)
Setelah paru mengalami kolaps, maka kemudian diseksi dilakukan pada vena
pulmonalis. Setiap vena pulmonalis dilakukan diseksi dengan elektrokauter dan klemp
right-angled ditempat disebelah posterior, kemudian dengan menggunakan surgical loop
dilakukan preserve, dan kemudian keempat vena pulmonaris dipisah terbagi menjadi
dua bagian.

Gambar 3.Diseksi pada vena pulmonalis, dan dilakukan preservasi dengan benang silk. Tampak

Stapler vaskular Eselon 45 melintasi vena pulmonalis


2.4.5. Preparasi Hilum
Bagian yang tidak kalah pentingnya pada prosedur operasi LT (Lung
Transplant) berikutnya yaitu operasi yang melibatkan diseksi pada struktur hilus.
Jantung akan ditarik dengan jahitan benang silk pada perikardium. Kedua asisten
akan menggunakan dua batang spons dengan bulatan spons di ujungnya untuk
menarik hilus sehingga akan sedikit menimbulkan gerakan dan goncangan yang
akan sedikit mengganggu hemodinamik secara minimal atau hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan retraktor paru. Asisten juga dapat menggunakan
tangannya dengan jari-jari yang melengkung serta panjang untuk menarik
kembali vena pulmonalis dan arteri di hilus saat ahli bedah sedang membedah.
Seringkali, hal ini perlu dilakukan secara bertahap perlahan-lahan dan hati-hati
dengan relaksasi jantung yang intermiten untuk membantu hemodinamik kembali
stabil.

10
Gambar 4. Hilus dilakukan retraksi menggunakan sponge sticks untuk mengekspose bronkhus

Pembedahan pada area ini perlu dilakukan dengan teliti dan hati-hati.
Seringkali, ada banyak pembuluh bronkial yang besar yang akan mudah
mengalami bleeding dan akan sulit dikendalikan. Tujuannya utamanya adalah
untuk mempertahankan sebagian besar jaringan lunak di sekitar bronkus dan serta
tidak menghilangkan fungsinya untuk memberi vaskularisasi pada stump organ
yang akan ditransplant .
Selanjutnya, PA dilakukan diseksi. Tepi yang dijepit diangkat
menggunakan tang Babcock/klem Duval dan ditarik ke arah ahli bedah (Gambar
5A) dan dibersihkan secara anterior dan kemudian ditarik ke medial oleh asisten
yang memungkinkan diseksi posterior PA. Kuncinya adalah membuat pedikel
yang panjang (Gambar 5B).
Kemudian, vena pulmonalis juga akan diseksi. Dua tang Babcock/klem
Duval digunakan untuk menarik vena pulmonalis terlebih dahulu ke arah ahli
bedah (Gambar 6). Perikardium dimasukkan secara anterior dan asisten dapat

11
menggunakan penjepit siku-siku untuk membantu membedah bagian intra-
perikardial paru.

Gambar 5A Babcock forceps pada stump paru (tanda biru) dan tampak jaringan sekeliling telah
didiseksi. B Pedicle arteri pulmonalis (tanda biru).

Gambar 6A. Tampak bronkus kiri mengalami separasi,dibagi menjadi dua, tampak pars membranosa
dipotong dibagi dua dengan diathermi, B Tampak bronkus yang telah terbagi

12
2.4.6. Preparasi Back Table

Ketika paru-paru donor dibawa ke Operating Room, verifikasi darah


ABO sekali lagi masih perlu dikonfirmasi menggunakan dokumen source.
Selanjutnya, persiapan meja back table yaitu meja yang ditujukan untuk
meletakkan paru-paru donor. Paru-paru dikeluarkan dari wadah transportasi
dengan cara yang steril dan ditempatkan di atas bantalan laparotomy yang
ditempatkan pada suhu es. Diseksi menjadi lebih mudah jika tiga lipatan
handuk diletakkan di belakang hilus untuk mengganjal allograft. Perikardium
yang berlebih akan dieksisi. Perikardium dan atrium kiri terpisah di garis
tengah yang memisahkan kanan dan kiri.
Garis tengah bifurkasi PA sedikit diimbangi dari garis tengah manset LA.
Perawatan perlu dilakukan setelah menyelesaikan pembagian manset LA untuk
mencegah kerusakan pada PA kanan. Jaringan lunak dibedah lebih lanjut untuk
mengekspos bifurkasi PA
Jaringan lunak dibedah untuk mengekspos bronkus kiri di carina. Stapler
hijau TX-30 (Stapler hijau TX-30; Stapler Linier Ethicon PROXIMATE TX
Reloadable) ditempatkan di bronkus kiri proksimal dan ditembakkan

2.4.7. Anastomosis Paru Kiri


Paru-paru donor kiri ditempatkan ke dalam sulkus costo-mediastinal
(Gambar.7,8,dan 9) dan timer dimulai untuk mencatat waktu hangat implan.
Harap dicatat bahwa waktu iskemik hangat dimulai dari saat paru-paru donor
ditempatkan di dada penerima. Bangku belakang semua dilakukan dalam dingin
dan paru-paru masih tetap dingin sampai siap untuk implantasi. Anastomosis
pertama adalah anastomosis bronkus. Polipropilena 4–0 dengan jarum titik lancip
setengah lingkaran digunakan untuk penjahitan kontinu bagian membran bronkus.
Jahitan pertama dilakukansecara teknik backhand out-in pada bronkus penerima di
persimpangan membrano-kartilaginosa dan in-out pada persimpangan yang sama
di bronkus donor. Kemudian, jahitan forehand running selesai dari donor ke
resipien dan anastomosis bagian membran selesai. Setelah jahitan terakhir selesai,
garis jahitan dikencangkan dengan traksi lembut di kedua ujungnya dan difiksasi
ke tirai dengan klem sepatu karet untuk menjaga anastomosis membran tetap
kencang.

13
Gambar 7. Tampak struktur hilus. Vena pulmonalis diretraksi menggunakan babcock
forceps dan arteri pulmonalis menggunakan sponge stick. Bronchus telah siap untuk
dianastomosiskan.Paru-paru donor ditempatkan di sulcus costo-mediastinal

Gambar 8.Tampak Bronchus bagian membrane telah teranastomosiskan secara sempurna

2.4.8. Implantasi Paru Kanan


Prosedur hampir serupa dengan anastomosis paru kiri hanya saja dimulai
di sisi kanan, sisi kontralateral. Dengan ventilasi paru kiri yang ditransplantasikan,

14
single lung ventilation akan dimulai dan paru kanan mengalami kolaps. Seringkali
pada tahap ini, saturasi menurun karena ada ketidakcocokan ventilasi/perfusi
(V/Q). Secara berkala, paru-paru perlu diperluas untuk mencegah desaturasi lebih
lanjut dan pneumonektomi dilakukan secepatnya. Pneumonektomi dilakukan
dengan cara yang sama seperti yang dijelaskan untuk paru kiri. Struktur hilus
dibedah dengan urutan sebagai berikut. Vena pulmonalis pertama (Gambar 9)
diikuti oleh PA dan akhirnya bronkus dibagi dengan pisau bedah Bard No.15 dan
LigaSure (Medtronic LigaSure™ Maryland Jaw) untuk bagian membran .
Pneumonektomi selesai.

Gambar 9.Tampak tindakan diseksi vena pulmonalis. A Tampak Clamp Right-angled


mempreservasi vena pulmonalis. B Silk suture. C Flex 45 stapler. D Duval clamp dupergunakan
untuk mengangkat lobus inferior paru. E Ligamentum pulmonary inferior diligasi dengan
LigaSure. F Vena pulmonary inferior
2.5. Manajemen Postoperative
Manajemen yang teliti diperlukan di pada perawatan post-operatif di ICU.
Pasien dapat dipertahankan terintubasi hingga 3 hari pasca operasi untuk
mempertahankan ekspansi graft yang diimplantasikan. Ventilasi mekanik
umumnya dilakukan pembatasan tekanan airway di bawah 25 cmH2O.
Bronkoskopi fiberoptik diperlukan hingga 2 kali sehari selama pasien terintubasi
untuk menilai anastomosis bronkus dan membersihkan sekresi. Rehabilitasi
bedside perlu dilakukan sesegera mungkin (Date, 2017).
Pasien yang menjalani transplantasi paru tetapi mendapatkan ventilasi
mekanik di ICU sebelum transplantasi memiliki risiko kematian yang lebih tinggi
dalam 1 tahun pasca transplantasi. Pada transplantasi paru unilateral terdapat
risiko hiperinflasi pada paru native. Hiperinflasi akut dapat menyebabkan

15
gangguan hemodinamik akibat penurunan venous return dan curah jantung
(Fuehner et al., 2016).
Jika terdapat gagal napas yang terjadi setelah pasien diekstubasi, pada
pasien dapat dicoba ventilasi mekanik noninvasif untuk menghindari intubasi
ulang. Pasien dengan hipoksemia dapat dilakukan pemberian hig flow nasal
canule (HFNC). Bila pasien tetap akhirnya kembali dilakukan reintubasi maka
sebaiknya dilakukan early tracheostomy untuk memudahkan weaning (Fuehner et
al., 2016).

Manajemen yang teliti diperlukan di pada perawatan perioperatif di ICU.


Pasien dapat dipertahankan terintubasi hingga 3 hari pasca operasi untuk
mempertahankan ekspansi graft yang diimplantasikan. Ventilasi mekanik
umumnya dilakukan pembatasan tekanan airway di bawah 25 cmH2O.
Bronkoskopi fiberoptik diperlukan hingga 2 kali sehari selama pasien terintubasi
untuk menilai anastomosis bronkus dan membersihkan sekresi. Rehabilitasi
bedside perlu dilakukan sesegera mungkin (Date, 2017).

2.6. Long Term Care


Hal yang perlu menjadi fokus dan perhatian penting saat menjalani
perawatan jangka panjang pasien post transplantasi paru ialah kesadaran pasien
bahwa bias terjadinya suatu rejection atau penolakan terhadap organ paru yang
ditransplant.
Pencegahan rejeksi akut meliputi pemberian kortikosteroid, inhibitor
kasineurin (siklosporin atau takrolimus) dan cell cycle inhibitor (azathioprine atau
mycophenolate). Obat-obatan tersebut dipertahankan selama hidup pasien kecuali
terdapat komplikasi yang mengharuskan untuk diberhentikan atau diganti
(Alfonso, 2015).

16
BAB 3
Kesimpulan

Transplantasi paru-paru merupakan suatu prosedur pembedahan toraks


yang bertujuan menggantikan paru-paru yang sakit dengan paru-paru baru dari
pendonor. Prosedur ini bertujuan untuk menggantikan salah satu lobus paru
maupun kedua lobus paru.
Prosedur transplantasi memiliki beberpa aspek yang perlu diperhatikan
agar berjalan dengan baik, meliputi persiapan pre-operative (anestesi), persiapan
pemberian immunosupresssant, tindakan pneumonektomi,preparasi hilus,
preparasi back table, anastomosis paru kiri, transplantasi paru kanan, manajemen
post operative, dan long term care

17
DAFTAR PUSTAKA

Afonso, José Eduardo et al. Lung transplantation. Einstein (São Paulo) [online].
2015, v. 13, n. 2 [Accessed 20 June 2022] , pp. 297-304. Available from:
<https://doi.org/10.1590/S1679-45082015RW3156>. ISSN 2317-6385.
https://doi.org/10.1590/S1679-45082015RW3156.
Amin, Z., & Purnama Hidayat, S. (2019). Prospective Lung Transplantation in
Indonesia: Lung Donor Preparation, Preservation, and Allocation. Indian
Journal of Public Health Research & Development, 10(3).
Benden, C. (2017) ‘Pediatric lung transplantation’, Journal of thoracic disease,
9(8), pp. 2675–2683. doi: 10.21037/jtd.2017.07.84.
Cohen, R. G. and Starnes, V. A. (2001) ‘Living Donor Lung Transplantation’,
World Journal of Surgery, 25(2), pp. 244–250. doi:
10.1007/s002680020025.

18
Date, H. et al. (2015) ‘Living-donor lobar lung transplantation provides similar
survival to cadaveric lung transplantation even for very ill patients†’,
European Journal of Cardio-Thoracic Surgery, 47(6), pp. 967–973. doi:
10.1093/ejcts/ezu350.
Date, H. (2017) ‘Living-related lung transplantation’, Journal of thoracic disease,
9(9), pp. 3362–3371. doi: 10.21037/jtd.2017.08.152.
Fuehner, T. et al. (2016) ‘ICU Care Before and After Lung Transplantation’,
Chest, 150(2), pp. 442–450. doi:
https://doi.org/10.1016/j.chest.2016.02.656.
van der Mark, S. C., Hoek, R. A. S. and Hellemons, M. E. (2020) ‘Developments
in lung transplantation over the past decade’, European Respiratory
Review, 29(157), p. 190132. doi: 10.1183/16000617.0132-2019.
Reeb, J., Keshavjee, S. and Cypel, M. (2015) ‘Expanding the lung donor pool:
advancements and emerging pathways’, Current Opinion in Organ
Transplantation, 20(5). Available at: https://journals.lww.com/co-
transplantation/Fulltext/2015/10000/Expanding_the_lung_donor_pool__
advancements_and.4.aspx.
Supit, T. et al. (2019) ‘Kidney transplantation in Indonesia: An update’, Asian
Journal of Urology, 6(4), pp. 305–311. doi:
https://doi.org/10.1016/j.ajur.2019.02.003.
Weill, D. (2018) ‘Lung transplantation: indications and contraindications’,
Journal of thoracic disease, 10(7), pp. 4574–4587. doi:
10.21037/jtd.2018.06.141.
Young, K. A. and Dilling, D. F. (2019) ‘The Future of Lung Transplantation’,
Chest, 155(3), pp. 465–473. doi:
https://doi.org/10.1016/j.chest.2018.08.1036.

19
20

Anda mungkin juga menyukai