Anda di halaman 1dari 6

BAB 10

TUBERKULOSIS
LATEN

Secara global diantara penyakit infeksi, infeksi akibat Mycibacterium tuberculosis masih
mendominasi, karena sifat kuman yang sangat menular dan mampu laten di dalam inang dalam
waktu yang tidak terbatas serta dapat muncul sebagai penyakit nyata. Pada individu dengan
risiko tinggi, infeksi laten dapat berkembang menjadi penyakut tuberculosis (TBC) aktif. Alat
pemeriksaan langsung untuk membuktikan infeksi M. TBC sampai saat ini belum tersedia,
sehingga belum ada standar diagnosis untuk TBC laten. Meskipun demikian, tes diagnostic yang
sudah ada ditambah dengan terapi OAT standar merupakan modalitas penting untuk
mengeliminasi penyakit TBC sesuai dengan End Strategy TBC. Penatalaksanaan terhadap pasien
TBC laten, terutama yang memiliki risiko tinggi menjadi TBC aktif, merupakan faktor penting
untuk pencegahan dan mengurangi angka infeksi TBC.

DEFINISI
Berdasarkan World Health Organization (WHO), tuberculosis (TBC) laten adalah suatu kondisi
terjadinya respon imun yang persisten terhadap antigen Mycobacterium tuberculosis (M.Tb)
tanpa disertai bukti klinisi TBC aktif (tidak menimbulkan tanda dan gejala klinis) dari hasil uji
imunologik seperti uji tuberculin atau Interferon Gamma Release Assay (IGRA). Sebagian besar
orang yang terinfeksi tidak menunjukan gejala dan tanda TBC, namun berpotensi untuk menjadi
TBC aktif. Diperkirakan sepertiga dari populasi dunia terinfeksi M.Tb.

EPIDEMIOLOGI TBC LATEN


Tuberculosis merupakan salah satu oenyebab kematian terbanyak di dunia. Sembilan puluh lima
persen kematian karena TBC terjadi pada negara-negara dengan pendapatan menengah ke
bawah. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan sebanyak 13 juta
orang di Amerika terinfeksi TBC laten. Prevalensi TBC laten berdasarkan hasil Tes Kulit
Tuberkulin (TKT) pada penduduk Korea Selatan (usia 15-24 tahun) di tahun 1995 sebesar
59,3%. Prevalensi ini menurun menjadi 20-35% di tahun 2000. Sebanyak 5-10% TBC laten
berpotensi menjadi TBC aktif. Penderita TBC aktif dapat menularkan infeksinya ke orang lain.
Mengobati penderita TBC laten dapat mencegah penularan infeksi TBC.
Diperkirakan sekitar sepertiga dari populasi dunia menderita TBC laten dan 5-10% dari mereka
memiliki risiko menjadi TBC aktif. Pada 90% kasus tetap menjadi TBC laten dan biasanya tanpa
gejala (asimptomatis). Dalam waktu 1-2 tahun, penderita yang terinfeksi M.Tb bias menjadi TBC
aktif dan risiko ini menjadi lebih tinggi pada keadaan imunodefisiensi. Reaktivasi TBC laten
menjadi TBC aktif dapat memberikan beban TBC yang signifikan. Namun beban ini bias
dicegah 60-90% bila diberikan pengobatan pencegaha.

FAKTOR RISIKO TBC LATEN DAN TBC REAKTIVASI


Identifikasi TBC laten dilakukan pada kelompok berisiko terutama yang memiliki kontak dengan
pasien TBC menular. Kasus-kasus TBC aktif ditemukan pada 5-10% populasi yang menjalani
skrining IGRA dan TKT. berubahnya TBC laten yang didapatkan dari pemeriksaan IGRA dan
TKT positif menjadi TBC akiif, mengisyaratkan bahwa sangat pentingnya nilai prediktif dari
hasil pemeriksaan IGRA dan TKT. Namun, penelitian metaanalisis mendapatkan nilai prediksi
dari tes IGRA dan TKT tersebut kecil. Factor risiko dan risiko relatif meningkatnya reaktivasi
TBC antara lain:
 Risiko tinggi
o Penderita HIV/AIDS
o Kontak erat dengan penderita TBC
o Penerima transplantasi organ
o Gagal ginjal kronik yang membutuhkan hemodialisa
o Pasien yang mendapat terapi anti TNF-
o Silicosis

Risiko moderat
o Individu dengan penyakit fibronodular pada hasil foto rontgen
o Tenaga kesehatan
o Narapidana
o Panti asuhan
o Pengguna narkoba
Risiko rendah
o Penderita diabetes
o Perokok
o Penguna kortikosteroid
o Malnutrisi
o Bayi, anak-anak, dewasa muda yang berkontak dengan orang dewasa yang
berisiko tinggi terifeksi TBC aktif
Perubahan hasil TKT dalam waktu dekat adalah hasil pemeriksaan sebelumnya berasa di
ambang batas, namun terjadi penambahan ukuran hasil TJT sebesar 10 mm lebih dalam
periode 2 tahun.

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Terhirupnya M.Tb ke dalam paru-paru dapat menyebabkan salah satu dari krmungkinan
berupa organisme yang masuk segera dieliminasi, infeksi laten, sakit (penyakit primer),
penyakit aktif setelah beberapa tahun (reaktivasi). Reaktivasi terjadi pada 5-10% kasus
infeksi laten tanpa masalah medis lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh interaksi antara
organisme dengan inang.
Antigen M.Tb yang masuk ke tubuh inang akan direspon oleh sel-sel imun, seperti
makrofag, sel T, sel B, se dendritic, neutrofil, sel natural killer (NK), dan fibroblast.
Respon imun tubuh tersebut membentuk granuloma. Pembentukan granuloma diawali
dengan makrofag memfagositosis basilus dan melepaskan sitokin proinflamatory, seperti
TNF-, untuk memanggil sel tambahan. Makrofag berubah menjadi sel epiteloid atau
menyatu membentuk sel raksasa multinuclear (muktinucleated giant cells) di dalam
granuloma. Sel tersebut dikelilingi oleh limfosit, termasuk sel T-CD4, yang dapat
meningkatkan kemampuan bakterisidal makrofag dengan melepaskan IFN-. Selanjutnya,
lapisan fibroblast akan membungkus granuloma. Respon imun perantara sel teradaptasi
dan pembentukan granuloma akan menentukan arah infeksi M.,Tb. Respon imun inang
dapat mencegah sampai 90% untuk terjadinya TBC aktif. Terbentuknya granuloma
mengubah metabolisme basilus dan inang. Basilus mengalami berbagai stress seperti
hipoksia, defisiensi nutrient, pH yang asam, dan terjadinya inhibisi repiratori dari nitric
oxide. Peristiwa ini menginduksi ekspresi gen untuk mengubah M.Tb fase dorman.
Dalam keadaan dorman, basilus dapat meminimalisasi aktivitas metabolic dan replikasi
serta menghambat pertumbuhannya sendiri. Basilus menjadi resisten terhadap serangan
imun, sehingga dapat menghindari eliminasi oleh sel imun. Makrofag dipenuhi dengan
kumpulan droplet lemak sehingga disebut foamy macrophage yang merupakan sumber
nutrisi bagi basilus di dalam granuloma.
Setelah bertahun-tahun dalam fase dorman, basilus tuberculosis dapat mengubah kembali
metabolismenya. Melakukan reaktivasi dan mengubah stress pada granuloma yang
mengakibatkan terjadinya kematian sel nekrotik. Mengingat pertumbuhan mikrobakterial,
penyebaran infeksi, dan kerusakan jaringan merupakan komponen penting dalam
penyakit TBC aktif, maka sangat dibutuhkan pembentukan granuloma yang sangat tepat,
sehingga dapat menghambat terjadinya TBC aktif. Insufisiensi pengaturan molekul
adhesi pada limfosit dapat menghambat lokalisasi limfosit spesifik antigen di dalam paru.
Hasilnya, pembentukan granuloma yang dapat menghambat pertumbuhan M.Tb menjadi
terganggu. Mekanisme yang menyasa presentasi antigen M.Tb tergantung pada intensitas
dan kualitas respon sel-T. Komponen M.Tb seperti lipoprotein 19-Kda, mannose caped
lipoarabinomannan (Man-LAM), trehalose dimycolate, dan lain-lainnya dapat mengatur
presentasi dan pemrosesan antigen protein mikrobakteri dan antigen glikolipid pada
MHC class 1, MHC clasa II, dan molekul CD1. Melalui cara ini, basil TBC dapat
merusak fungsi mikrobisisdal makrofag dan perubahan aktivasi sel imun lainnya,
sehingga terjadi kerusakan jaringan.

GEJALA KLINIS
Pada TBC laten tidak ditemukan adanya manifestasi klinis TBC aktif (asimptomatis),
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, pada rontgen toraks tidak menunjukan
gambaan khas TBC serta pengecatan dan kultur sputum BTA hasilnya negative. TBC
laten tidak infeksius, namun memiliki risiko tinggi menjadi penyakit TBC aktif sehingga
dapat menjadi sumber infeksius.

DIAGNOSIS TBC LATEN


Diagnosis TBC laten berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan sputum
pada keadaan tertentu, keadaan rontgen, pemeriksaan rontgen toraks dan pemeriksaan
hasil TKT atau IGRA. Penting sekali mengeksklusi penyakit TBC atau TBC aktif
sebelum pengobatan TBC laten dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari
pengobatan yang tidak tepat sasaran dan mencegah peningkatana risiko resistensi obat
Deteksi dini terhadap TBC laten merupakan strategi penting untuk pengendalian TBC.
Penemuan dan pengobatna TBC laten merupakan salah satu strategi yang
direkomendasikan oleh WHO untuk mengendalikan dan mengeliminasi TBC diseluruh
dunia. Diagnosis TBC laten dapat menggunakan TKT atau IGRA. Dalam mendiagnosis
TBC laten, harus diikuti upaya membuktikan tidak terdapatnya TBC aktif melalui
anamnesis, riwayat pengobatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen toraks dan bila
diperlukan dilakukan pemeriksaa sputum mikrobiologi selain TKT dan IGRA. Uji
tuberculin dilakukan dengan menyuntikan secara intradermal 0,1 ml PPD 5 TU dengan
teknik Mantoux. Selanjutntya pembacaan hasil uji tuberculin dilakukan dalam waktu 48-
72 jam oleh tenaga kesehatan terlatih. Pemeriksaan IGRA yang dapat digunakan saat ini
hanya 2 jenis, yaitu quantiFERON-TBC Gold-in-tube test(QFT-GUT) dan T-SPOTTBC
Pada pasien imunokompeten, TKT, dan IGRA dapat digunakan sebagai dasar diagnosis
TBC laten. Strategi dua langkah TKT atau IGRA dapat digunakan pada individu dengan
hasil TKT positif yaitu diawali dengan TKT kemudian dilakukan pemeriksaan IGRA
untuk mengkonfirmasi. Positif palsu akibat vaksinasi BCG atau infeksi mikrobakteri non
tuberculosis pada pemeriksaan TKT dapat dikurangi dengan menambahkan tes IGRA
yang memiliki spesifisitas tinggi. Hasil pemeriksaan IGRA tidak dipengaruhi oleh
vaksinasi BCG. Pada subjek imunokompromais tidak dianjurkan untuk mengeksklusi
TBC laten hanya berdasarkan hasil TKT negatif. Salah satu dari hasil pemeriksaan TKT
atau IGRA positif dapat dianggap sebagai TBC laten. Algoritma diagnosis TBC laten
dapat dilihat pada gambar 10.1 dibawah ini.
TES KULIT TEUBERKULIN (TKT)
Tes kulit tuberculin dapat digunakan untuk menentukan apakah individu terinfeksi M.Tb.
pada individu yang terinfeksi, reaksi hipersensitivitas tipe lambat akan terdeteksi 2-8
minggu setelah infeksi. Tes kulit dilakukan menggunakan teknik mantoux dengan cara
menginjeksikan secara intradermal sebanyak 0,1 ml dari larutan 5 TU purified protein
derivative (PPD). Intrepetasi reaksi TKT dilakukan dalam waktu 48-72 jam setelah
dilakukan tindakan.
Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:
o Pelatihan tenaga kesehatan diperlukan untuk melatih keterampilan pada saat
pemberiaan tindakan dari interpretasi hasil TKT
o TKT tidak perlu dilakukan pada individu yang sudah terbukti memiliki hasil TKT
positif sebelumnya, atau pasien yang sudah pernah mendapat pengobatan penyakit
TBC
o Pasien atau keluarga pasien tidak dibolehkan untuk menilai hasil TKT, tindakan
dan intrepetasi hasil TKT hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan ahli
o Interpretasi hasil TKT tidak berbeda untuk individu yang pernah mendapatkan
vaksin BCG karena sebagian besar reaksi silang BCG telah memudar
o TKT yang tidak diukur berdasarkan milimeter (mm) indurasi harus diulang
kembali
Reaksi TKT dengan indurasi >5mm dianggap positif pada:
o Pasien yang terinfeksi HIV
o Individu yang mengalami kontak terus menerus dengan pasien terdiagnosis
penyakit TBC yang infeksius
o Pasien dengan penampakan fibrotik pada rontgen toraks yang konsisten dengan
riwayat TBC sebelumnya
o Pasien yang mendapatkan transplantasi organ atau pasien imunosupresif
(termasuk pasien yang mendapatkan pengobatan prednisone dengan dosis > 15
mg/hari selama 1 bulan atau lebih atau dalam pengobatan antagonis TNF-)
Reaksi TKT dengan indurasi >10 mm dianggap positif pada:
o Pendatang baru dari area dengan prevalensi TBC tinggi
o Pengguna narkoba jenis injeksi
o Orang yang tinggal atau yang bekerja pada tempat berisiko tinggi (seperti tempat
rehabilitasi, rumah sakit an fasilitas kesehatan lainnya, tempat penampungan,
rumah perawatan, dan fasilitas kesehatan untuk penderita HIV/AIDS)
o Pegawai laboratorium mikrobakteriologi
o Orang dengan risiko tinggi menjadi TBC aktif/penyakit TBC
o Anak-anak dibawah umur 5 tahun
o Bayi, anak-anak, dan remaja yang terpapar orang dewasa dengan risiko tinggi
penyakit TBC

Anda mungkin juga menyukai