Anda di halaman 1dari 11

I.

PATOGENESIS
Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis adalah suatu keadaan dimana
terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (diameter > 2 mm) karena
destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya
kedua komponen tersebut dapat diakibatkan dari suatu proses infeksi, dan
juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic
protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon
terhadap antigen (Hassan, 2006).
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari
dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada
pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia
yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-
ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang normal melapisi jalan
nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan
mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian
dibatukkan keluar atau tertelan (Barker, 2002).
Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung
atau tidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan
menjadi inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan
kehilangan keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan
lembek serta membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon
yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang
bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan
memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang
pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus,
sehingga menjadi simbiosis yang merugikan paru antara infeksi dan
kerusakan jalan nafas (Barker, 2002).
Gambaran bronkus pada bronkiektasis
(Sumber: Benditt, JO, 2008 )

Mekanisme mukus clearance yang efektif adalah sesuatu yang


esensial untuk paru yang sehat, dan kelainan saluran napas umumnya
disebabkan oleh buruknya mekanisme clearance mukus. Mukus yang sehat
adalah lendir dengan viskositas rendah dan elastis sehingga dapat dengan
mudah diangkut oleh silia. Sedangkan mukus yang tidak sehat ditandai
dengan viskositas yang tinggi dan keelastisan rendah sehingga sulit untuk
dibersihkan. Akumulasi dari mukus yang dihasilkan dari beberapa kombinasi
seperti peningkatan produksinya dan penurunan clearance, dan akumulasi
persisten dapat memicu infeksi dan peradangan dengan tersedianya
lingkungan untuk pertumbuhan mikrobakteri (Fahy et al, 2010).
Mukopus mengandung produk-produk neutrofil yang bisa merusak
jaringan paru (protease serin, elastase, kolagenase), oksida nitrit,
sitokininflamasi (IL8) dan substansi yang menghambat gerakan silia dan
mucociliary clearance. Terjadi mukokel yang terinfeksi setelah dilatasi
mekanik bronkus yang telah lunak oleh pengaruh proteolitik. Inflammatory
insult yang pertama akan diikuti oleh kolonisasi bakteri yang akan
menyebabkan kerusakan bronkus lebih lanjut dan predisposisi untuk
kolonisasi lagi dan ini merupakan lingkaran yang tidak terputus. Pada
akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan jaringan paru sekitarnya
menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah lemah sehingga terjadi
distorsi. Distensi juga bisa diperberat oleh atelektasis paru sekitar bronkus
yang menyebabkan bronkus mendapatkan tekanan intratorakal yang lebih
besar (Barker, 2002).
II. PATOLOGI
a. Gambaran makroskopis
Makroskopis paru bronkiektasis tampak dilatasi permanen dari
jalan napas subsegmental yang mengalami inflamasi, berliku-liku, dan
sebagian atau seluruhnya dipenuhi mukus. Proses ini meliputi bronkiolus,
dan bagian akhir jalan napas yang ditandai dengan fibrosis jalan napas
kecil. Klasifikasi menurut Reid (atas dasar hubungan patologi dan
bronkografi):
i. Bronkiektasis silindris, merupakan bronkiektasis yang paling ringan.
Bentuk ini sering dijumpai pada bronkiektasis yang menyertai
bronkitis kronik. Bronkus tampak seperti bentukan pipa berdilatasi,
jalan napas yang lebih kecil dipenuhi mukus.
ii. Bronkiektasis varikosa, merupakan bentuk intermediet, istilah ini
digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises
vena.
iii. Bronkiektasis sakuler atau kistik, merupakan bentuk bronkiektasis
yang klasik, ditamdai dengan adanya dilatasi dan penyempitan
bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk
kista (Sudoyo, 2006).

b. Gambaran mikroskopis
Seluruh lapang pandang tampak inflamasi kronik pada
dinding bronkus dengan sel inflamasi dan mukus di dalam lumen.
Terdapat destruksi pada lapisan elastin pada dinding bronkus dengan
fibrosis. Netrofil merupakan populasi sel terbanyak dalam lumen bronkus,
sedangkan sel yang terbanyak pada dinding bronkus adalah mononuklear.
III. DIAGNOSIS
a. Gambaran klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi
sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai
tahunan. Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol.
Terjadi hampir 90% pasien (Sudoyo, 2006; Barker, 2002).
Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi
akibat dari kerusakan jalan napas dengan infeksi akut. Sputum yang
dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit
dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid,
mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum
menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total
sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya
bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai
bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari
digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml
digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat
ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis.
Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak
dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. Dispnea dan mengi
terjadi pada 75 % pasien. Nyeri dada pleuritis terjadi pada 50 % pasien
dan mencerminkan adanya distensi saluran napas perifer atau pneumonitis
distal yang berdekatan dengan permukaan pleura viseral (Barker, 2002).
b. Pemeriksaan fisik
Ditemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan fisik
dada, termasuk crackles (70 %), wheezing (34 %), dan ronki (44 %)
adalah petunjuk untuk diagnosis. Dahulu, clubbing finger atau jari tabuh
adalah gambaran yang sering ditemukan, tapi saat ini prevalensi
gambaran tersebut hanya 3 %. Penyakit utama yang mengaburkan
bronkiektasis adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Perbandingan gambaran dari dua kondisi disajikan pada Tabel 1 (Barker,
2002).
Tabel.1 Perbedaan antara PPOK dan bronkiektasis
Variabel PPOK Bronkiektasis
Penyebab Merokok Infeksi/genetik/imun defek
Infeksi Sekunder Primer
Predominan organisme Streptococcus pneumoniae, Heamophilus influenzae,
dalam sputum Heamophilus influenzae Pseudomonas aeroginosa
Obstruksi saluran napas + +
dan hiperresponsif
Rontgen thoraks Hiperlusens, hiperinflasi, Dilatasi dan penebalan
dilatasi saluran napas saluran napas, mukous plug
Sputum Mukoid, jernih Purulen, 3 lapis
(Sumber : Barker AF, 2002)
IV. Pemeriksaan penunjang
a. Spirometri
Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara,
dengan rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV 1)
untuk memaksa volume kapasitas paksa (FVC), FVC normal atau sedikit
berkurang dan FEV1 menurun. Penurunan FVC menunjukkan bahwa
saluran udara tertutup oleh lendir, dimana saluran napas kolaps saat
ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis pada paru. Merokok dapat
memperburuk fungsi paru dan mempercepat kerusakan.
Hyperresponsiveness saluran napas dapat ditunjukkan, dimana 40 %
pasien memiliki 15 % atau peningkatan yang lebih besar pada FEV 1
setelah pemberian agonis beta-adrenergik, dan 30 sampai 69 % pasien
yang tidak memiliki terlihat penurunan FEV 1 memiliki 20 % penurunan
FEV1 setelah pemberian histamin atau methacholine (Barker, 2002).

b. Gambaran radiologis
1. Rontgen thoraks
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat
ditemukan gambaran seperti dibawah ini:
a. Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran
(dapat mencapai diameter 1 cm). Dengan jumlah satu atau lebih
bayangan cincin sehingga membentuk gambaran honeycomb
appearance atau bounches of grapes (gambar 5). Bayangan
cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus
(Sutton, 2003).

Tanda panah menunjukan gambaran Ring shadow (Sumber : Sutton D,


2003)

b. Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya
dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukkan
bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang
ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis (Sutton,
2003; Patel, 2005; Malueka, 2007).
Gambaran tubular shadow. (Sumber : Sutton D, 2003)

2. Bronkografi
Merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke
dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik).
Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat
menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk
silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis (Sutton, 2003).
Pada gambar di bawah didapatkan gambaran glove finger shadow yang
menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari-jari
pada sarung tangan (Sutton, 2003).
Bronkografi; dapat menunjukkan bronkiektasis silindris yang disertai dilatasi
bronkus lobus inferior pulmo (Sumber : Patel Pradip R, 2005)

V. CT-Scan thorax
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan
penunjang terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi
temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan jalan napas yang
tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi
mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%. CT-
Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan
penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui
lobus mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah
diperlukan pembedahan (Patel, 2005).
Gambar 8. Pada CT resolusi tinggi menunjukan dilatasi saluran napas pada kedua
lobus dan lingula. Pada potongan melintang, dilatasi saluran napas menunjukan ring
like appearance (Patel, 2005).

VI. TINGKATAN BERATNYA PENYAKIT


Tingkatan penyakit bervariasi dari ringan sampai berat. Brewis
membagi tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi 3 derajat, yaitu:
a. Bronkiektasis ringan
Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi
sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum terjadi
dengan perubahan posisi tubuh, biasanya terdapat hemoptisis sangat
ringan, pasien tampak sehat, fungsi paru normal dan foto dada normal
(Sudoyo, 2006).
b. Bronkiektasis sedang
Ciri klinis: batuk-batuk produktif terjadi setiap saat, sputum
timbul setiap saat (umumnya hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut
busuk), sering ada hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik paru sering
ditemukan ronki basah kasar pada daerah paru yang terkena, gambaran
foto dada boleh dikatakan masih normal (Sudoyo, 2006).
c. Bronkiektasis berat
Ciri klinis: batuk-batuk produktif dengan sputum banyak
berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan adanya pneumonia
dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari tabuh. Bila
ada obstruksi saluran napas akan dapat ditemukan adanya dispnea,
sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai
keadaan umum kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada
kulit, infeksi mata dan sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia,
septikemia, abses metastasis, kadang-kadang terjadi amiloidosis. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan ronki basah kasar pada daerah
terkena. Pada gambaran foto dada ditemukan kelainan : 1).
Penambahan bronkovaskular marking, 2). Multiple cysts containing
fluid levels (honey comb appearance) (Sudoyo, 2006).

VII. DIAGNOSIS BANDING


Beberapa penyakit yang perlu dipertimbangkan untuk menegakkan
diagnosis bronkiektasis :
Bronkitis kronik
Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru
berupa bronkiektasis)
Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar)
Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru (Sudoyo, 2006).

Aru W.Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta :
FKUI
Barker AF. The New English Journal of Medicine : Bronkiektasis. 2002;346:1383-
1393.
Benditt, JO. 2008. Bronchiectasis: Bronchiectasis and Atelectasis: Merck Manual
Home Edition.

Fahy JV&Dickey BF, 2010. Airway mucus function and dysfunction.


New England Journal Medicine

Hassan I. Bronchiectasis. www.emedicine.com. Last update December,8 2006


Malueka, RG., 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia press
p.39, 47, 52
Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Churchill
livingstone.Tottenham. 2003. hal 45, 163, 164 & 168.
Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 40-41

Anda mungkin juga menyukai