Anda di halaman 1dari 7

ROBIN GOSENS: KETIKA DFB DAN KLUB BUNDESLIGA PERNAH LUPUT DALAM SCOUTING

PEMAIN

Banyak penggemar sepak bola yang tahu bahwa negara Jerman adalah salah
satu pelopor program pembinaan pemain muda secara intensif di awal abad ke-21 ini.
Melalui cetak biru konsep pembinaan yang diperkenalkan oleh Jurgen Klinsmann,
konsep tersebut telah berkembang menjadi sebuah sistem yang berjalan secara
komprehensif menjaring pemain muda potensial yang tersebar di seluruh wilayah
Jerman. Bibit-bibit pemain yang dihasilkan pun sangat banyak dan sekaligus
menjawab permasalahan regenerasi skuat timnas Jerman yang pada saat itu tersingkir
secara memalukan di Euro 2000 di fase grup, dengan pemain-pemain yang sudah tua
(Lothar Matthaus berusia 39 tahun pada saat itu). Buah manis dari pembinaan
tersebut adalah konsistensi Jerman yang selalu minimal mencapai semifinal di empat
turnamen Piala Dunia (2002, 2006, 2010, 2014) dan tiga turnamen Euro (2008, 2012,
2016), puncaknya adalah gelar juara Piala Dunia 2014 di Brazil.
Hasil awal pembinaan tersebut adalah munculnya pemain muda pada setiap
major turnamen mulai di tahun 2006 seperti Phillip Lahm, Bastian Schweinsteiger, Per
Mertesacker, Thomas Hitzlsperger, Sebastian Kehl dan Lukas Podolski. Kemudian pada
tahun 2008 muncul Mario Gomez dan Marcell Jansen. Di tahun 2010 kita mengenal
Mesut Ozil, Thomas Mueller, Manuel Neuer, Sami Khedira, Holger Badstuber, Toni
Kroos dan Jerome Boateng. Di tahun 2012 muncul Ilkay Guendogan, Benedikt
Howedes, Mats Hummels, Lars Bender, Mario Gotze dan Marco Reus. Kemudian di
tahun 2014 muncul Andre Schuerrle, Julian Draxler, Matthias Ginter, Christoph
Kramer, Shkodran Mustafi, Erik Durm dan Kevin Grosskreutz. Di tahun 2016 muncul
Leroy Sane, Jonathan Tah, Jonas Hector, Joshua Kimmich, Marc Andre Ter Stegen,
Bernd Leno, Emre Can dan Julian Weigl. Kemudian talenta terkini yang muncul adalah
Timo Werner, Kai Havertz, Serge Gnabry, Leon Goretzka, Niklas Suele, Luca
Waldschmidt dan masih banyak lagi, mengalir terus tanpa henti, suatu prospek yang
menjanjikan untuk timnas.
Namun ada suatu masa di mana sistem pembinaan pemain Jerman tersebut
pernah luput dalam mendeteksi dan menjaring pemain potensial, dan pemain
tersebut saat ini menjadi salah satu tokoh kunci keberhasilan sebuah klub kecil
bernama Atalanta Bergamasca Calcio (Atalanta B.C.) menembus babak perempat final
saat ini pada debut partisipasi klub di UCL (UEFA Champions League). Pemain tersebut
bernama Robin Gosens.
Saya pertama kali mengetahui Robin Gosens (bukan Gosend) sejalan dengan
awal mula menonton pertandingan Atalanta di Serie A, tepatnya di tahun 2019. Saat
itu Atalanta mulai ramai disebut sebagai tim kuda hitam yang terus menggila, terus
berkembang pesat hingga meraih tiket UCL pertamanya. Juventus pun pernah
tersingkir di perempat final Coppa Italia musim lalu setelah kalah 3-0 melawan klub
ini. Sekilas tertarik mengetahui data pemain-pemain yang ada di klub, sampai ketika
membuka biodata Gosens dan baru tahu pemain ini berasal dari Jerman. Sejenak saya
berpikir bagaimana bisa pemain seperti ini tidak terpantau sistem scouting Jerman
yang terkenal kompehensif dalam menjaring pemain potensial.
Robin Gosens (bukan Gosend) berasal dari Jerman (Lahir pada 5 Juli 1994 di
Emmerich Am Rhein, negara bagian North Rhein Westphalia), namun hingga saat ini
dia belum pernah mencicipi karir profesionalnya di Jerman. Hal ini tentu menjadi
sebuah anomali tersendiri, karena biasanya pemain Jerman yang berkarir di luar
Jerman minimal pernah berkarir dulu di Bundesliga, seperti Mesut Ozil di akademi
Schalke 04 kemudian ke Werder Bremen, atau Toni Kroos di Bayer Leverkusen
(pinjaman) dan Bayern Muenchen, dan lain sebagainya.
Usut demi usut, sempat diberitakan Gosens pernah mencoba trial di Borussia
Dortmund pada tahun 2012 namun ditolak. Sebenarnya keputusan Gosens trial di
Dortmund memang kelihatan aneh pada saat itu, karena sebagai informasi, Gosens
adalah penggemar berat Schalke 04, rival abadi Dortmund. Sebab penolakannya pun
tidak diketahui, apakah Dortmund punya sentimen pribadi dengan Gosens? Entahlah.
Gagal di Dortmund, Gosens mencari peruntungan di klub lain, dan di luar
dugaan karir profesionalnya dimulai di klub Belanda Vitesse Arnhem sebagai full back
kiri. Kebetulan ayahnya adalah orang Belanda, sehingga untuk aspek bahasa bukan
menjadi masalah baginya. Namun sebenarnya Gosens tidak bisa dibilang pernah
bermain untuk Vitesse karena langsung dipinjamkan ke FC Dordrecht. Setelah satu
tahun bermain sebagai pinjaman dia direkrut oleh Heracles Almelo dengan harga 450
ribu euro. Heracles Almelo menjadi awal mula kenaikan kemampuan Gosens hingga
Atalanta menebusnya dengan harga 1 juta euro pada tahun 2017. Dalam karirnya di
Atalanta Gosens diposisikan sebagai wing back kiri, lain dari biasanya sebagai full
back. Siapa sangka di posisi barunya kemampuan Gosens meningkat pesat hingga
menjadi bagian penting dari kesuksesan La Dea (julukan Atalanta) hingga saat ini,
bahkan berkontribusi dalam lolosnya Atalanta ke perempat final UEFA Champions
League setelah menyingkirkan Valencia dengan agregat 8-4.
Dari kemampuan Robin Gosens sampai sejauh ini, secara pribadi saya
berpendapat dia layak masuk timnas Jerman dan mempunyai potensi untuk
menggeser tempat Jonas Hector dan Marvin Plattenhardt saat ini sebagai bek kiri.
Alasannya antara lain:
1. Eksplosivitas serangan. Gosens dalam musim ini sudah berkontribusi
menyumbangkan 8 gol dan 6 assist di Serie A hingga mengantarkan Atalanta ke
posisi 4 klasemen sementara, jumlah yang sangat tinggi untuk ukuran seorang bek
kiri, sedangkan Hector hanya menyumbangkan 4 gol dan 2 assist, sedangkan
Plattenhardt hanya menyumbangkan 5 assist. Rerata shots per game dari Gosens
adalah yang tertinggi di antara mereka bertiga dengan angka 1.7, melebihi Hector
(1.0) dan Plattenhardt (0.2). Dribblenya pun tertinggi (0.4) dibandingkan Hector dan
Plattenhardt yang sama-sama 0.2, artinya Gosens lebih proaktif dalam menambah
daya gedor tim, hal ini sangat membantu timnas Jerman menambah kreasi

serangan.
Gambar 1. Perbandingan aspek menyerang Robin Gosens, Jonas Hector dan Marvin
Plattenhardt

2. Usia lebih muda. Gosens akan berusia 26 tahun nanti, usia yang masih cukup ideal
untuk mempertajam kemampuannya bermain, bisa dibilang sedang dalam usia
emasnya. Tentu hal ini akan membantunya untuk mendapatkan waktu dan
kesempatan lebih banyak untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal
menyerang dan bertahan, apalagi pada musim ini Atalanta masih bersaing di Serie A
(peringkat 4) dan perempat final UCL. Sedangkan Plattenhardt sudah berusia 28
tahun dan saat ini klubnya Hertha Berlin mengakhiri musim Bundesliga di peringkat
10, tidak dapat garansi ke kompetisi Eropa musim depan. Hector? Sudah berusia 30
tahun. Klubnya? Lebih parah lagi, FC Koeln terjerembab di peringkat 14. Akibatnya,
waktu yang dibutuhkan Plattenhardt dan Hector untuk meningkatkan
kemampuannya pun lebih pendek daripada Gosens, lagipula Hector sudah akan
menuju usia tua.
3. Tahan banting dan jarang dapat kartu. Gosens dalam Serie A musim ini (sudah 28
laga) tidak pernah cedera dan tidak pernah absen di setiap pertandingan dan hanya
empat kali turun dari bangku cadangan, sisanya selalu dimulai dengan masuk
starting line up. Ditambah lagi, Gosens hanya 2 kali mendapat kartu kuning dan
tidak terkena hukuman suspensi. Ini tentu hasil yang mengesankan, mengingat iklim
sepakbola di Italia yang terkenal murah kartu dan permainan Atalanta yang
cenderung keras dan berpotensi menimbulkan cedera, apalagi permainan Gosens
cenderung keras dan tanpa basa-basi. Sementara Hector musim ini sudah
mengalami 1 kali cedera dan 2 kali suspensi, Plattenhardt malah 5 kali cedera.

Selain kelebihan, tentu saja Gosens mempunyai kekurangan yang masih bisa
diperbaiki lagi, antara lain:
1. Transisi. Gosens bukan bek yang mengandalkan kecepatan, sehingga timnya sangat
rawan dalam bahaya bila terkena serangan balik dari lawan. Hal ini pula yang
mendasari mengapa Atalanta selain banyak menjebol gawang, kebobolannya pun
juga banyak. Entahlah, mungkin pelatihnya, Gian Piero Gasperini adalah pelatih yang
menganut prinsip, “Bila kamu tidak bisa mempertahankan gawangmu dari
kebobolan, maka kamu harus menjebol lebih banyak gawang mereka”.
2. Umpan panjang. Gosens sering bermain dengan umpan-umpan pendek, dan jarang
bermain dengan umpan panjang, meskipun pernah menciptakan assist umpan
panjang dalam gol Josip Ilicic saat melawan Parma. Bahkan rasio umpan panjang
Gosens (0.8) adalah yang paling jelek bila dibandingkan dengan Hector (2.9) maupun
Plattenhardt (2.5).

Gambar 2. Perbandingan aspek bertahan Robin Gosens, Jonas Hector dan Marvin
Plattenhardt

Kesimpulan: Karena masih ada kejadian seperti Robin Gosens, mungkin ini bisa
jadi bahan evaluasi DFB untuk lebih jeli dalam memantau talenta muda Jerman yang
masih tidak pernah bermain di Jerman dalam karirnya, baik akademi maupun
profesional.
Untuk Robin Gosens sendiri, dengan segala kelebihan yang bisa dmaksimalkan
dan kekurangan yang masih bisa diperbaiki, rasanya dia masih bisa dan masih layak
dipanggil ke Timnas Jerman, bahkan legenda Jerman Lothar Matthaus pun
menyatakan Gosens adalah talenta potensial dan harus dipanggil ke timnas Jerman.
Jadi, apa lagi yang anda tunggu, Herr Joachim Loew?
Referensi:
https://one-versus-one.com/en/compare-players/Jonas-Hector-vs-Robin-Gosens
https://www.whoscored.com/PlayerComparison
https://www.whoscored.com/Players/141726/Show/Robin-Gosens
https://www.whoscored.com/Players/92934/Show/Marvin-Plattenhardt
https://www.whoscored.com/Players/111307/Show/Jonas-Hector
https://www.transfermarkt.com/jonas-hector/profil/spieler/108537
https://www.transfermarkt.com/robin-gosens/profil/spieler/273132
https://www.transfermarkt.com/marvin-
plattenhardt/leistungsdatendetails/spieler/89592/wettbewerb/L1/saison/2019
https://bulinews.com/news/4297/robin-gosens-clarifies-schalke-comments
https://en.wikipedia.org/wiki/Robin_Gosens
https://bulinews.com/news/4269/lothar-matth%C3%A4us-atalantas-robin-gosens-
deserves-be-called-for-germany
https://kumparan.com/kumparanbola/robin-gosens-bek-tajam-atalanta-yang-
namanya-makin-harum-1sdjKXJ7A5t/full
https://www.sofascore.com/id/pemain/robin-gosens/377118

Anda mungkin juga menyukai