Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Walaupun banyak pihak
yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk
merumuskan satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah penyakit klinis, sehingga
didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu definisi
klasik menyatakan bahwa pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk,
sesak nafas, demam, ronki basah halus, dengan gambaran inflitrat pada foto polos dada.
Dikenal istilah lain yang mirip yaitu pneumonitis yang maksudnya kurang lebih sama.
Banyak yang menganut pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi paru karena proses
infeksi sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non infeksi. Namun hal ini tidak
sepenuhnya disetujui oleh para ahli.
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak-anak di
seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Di Amerika
dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi, diperkirakan
setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000
anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.
Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi juga
lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5 tahun
dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bacteremia oleh
karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga
berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990,
pneumonia merupakan seperempat peneyebab kematian pada anak dibawah 5 tahun dan 80%
terjadi di negara berkembang.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
II.1

Definisi
Pneumonia aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi isi orofaring atau lambung ke dalam

larynx dan saluran pernafasan bawah. Beberapa sindrom pernafasan mungkin terjadi setelah
aspirasi, tergantung pada jumlah dan jenis material aspirasi, frekuensi aspirasi dan respon host
terhadap material aspirasi. Pneumonitis aspirasi (Mendelsons syndrome) adalah jejas kimia yang
disebabkan oleh inhalasi isi lambung. Nama lain Anaerobic pneumonia, aspirasi vomitus,
pneumonia necrotizing, pneumonitis aspirasi, pneumonitis kimia.
II.2

Epidemiologi
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak-anak di

seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Di Amerika
dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi, diperkirakan
setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000
anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.
II.3

Etiologi
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asamlambung

yang

menyebabkan

pneumonia

kimiawi,

aspirasi

bakteri

dari

oral

dan

oropharingealmenyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral oil atau


vegetable oil dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda asing merupakan
kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus merupakan faktor predisposisi pneumonia
bacterial.
Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur
pasien. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh virus, sebagai penyebab tersering
adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus.
Secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik
klamidia dan mikoplasma.
Pada masa neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan
penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia
2

prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumoniae
merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bacterial.Mycoplasma pneumonia dan
Chlamidya pneumonia merupakan penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun.
Kondisi yang mempengaruhi pneumonia aspirasi antara lain:

Kesadaran yang berkurang, merupakan hasil ayang berbahaya dari reflex batuk dan
penutupan glottis.

Disfagia dari gangguan syaraf

Gangguan pada system gastrointestinal, seperti penyakit esophageal, pembedahan yang


melibatkan saluran atas atau esophagus, dan aliran lambung.

Mekanisme gangguan penutupan glottis atau sfingter jantung karena trakeotomi,


endotracheal intubations (ET), bronkoskopi, endoskopi atas dan nasogastric feeding
(NGT)

Anestesi faringeal dan kondisi yang bermacam-macam seperti muntahan yang


diperpanjang, volume saluran cerna yang lebar, gastrostomi dan posisi terlentang.

Lain-lain: fistula trakeo-esofageal, pneumonia yang berhubungan dengan ventilator,


penyakit periodontal dan trakeotomi.
Kondisi-kondisi ini kesemuanya berbagi dalam seringnya dan banyaknya volume

aspirasi, yang meningkatkan kemungkinan pengembangan pneumonitis aspirasi.


Pasien dengan stroke atau penyaki kritis yang membutuhkan perawatan biasanya
mempunyai beberapa factor resiko dan memperbaiki kasus yang mempunyai proporsi yang
besar. Kurangnya kebersihan gigi khususnya pada orang tua atau pasien yang kondisinya lemah,
menyebabkan koloni dalam mulut dengan organism patogenik yang secara potensial bisa
menyebabkan bertambahnya jumlah bakteri. Peningkatan resiko infeksi dapat menyebabkan
aspirasi.

II.4

Patofisiologi

Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang. Di sini terdapat peranan
aksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan material yang teraspirasi. Terdapat 3
faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi, yaitu sifat material yang
teraspirasi,volume aspirasi, serta faktor defensif host.
Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan antara
berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada parenkim disertai
bronkiolitis dan gangguan interstisial. Perubahan patologis meliputi kerusakan epitel,
pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus. Selanjutnya terjadi infiltrasi sel
radang peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi infeksi baik pada jaringan interstisial, duktus
alveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula disertai pembentukan membran hialin dan
perdarahan intra alveolar. Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi dan perfusi.
Pneumonia aspirasi mengarah kepada konsekuensi patologis akibat secret orofaringeal,
nanah, atau isi lambung yang masuk ke saluran napas bagian bawah. Penyakit ini terjadi pada
orang dengan level kesadaran yang berubah karena serangan cerebrovascular accident (CVA),
CNS lesion mass, keracunan obat atau overdosis dan cidera kepala. Kebanyakan individu
mengaspirasi sedikit secret orofaringeal selama tidur, dan secret tersebut akan dibersihkan
secaranormal.
Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulang kali adalah:
1. Penurunan kesadaran yang mengganggu proses penutupan glottis, reflex batuk
(kejang,stroke, pembiusan, cedera kepala, tumor otak)
2. Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker nasofaring,
scleroderma)
3. Kerusakan sfingter esophagus oleh selang nasogastrik. Juga peran jumlah bahan
aspirasi,hygiene gigi yang tidak baik, dan gangguan mekanisme klirens saluran napas.

Predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi


4

Perubahan tingkat kesadaran

Stroke

Kejang

Intoksikasi (alkohol dan obat lainnya)

Trauma kepala

Anastesi

Mekanisme

Nasogastric tube

Intubasi endotrakeal

Tracheostomy

upper gastrointestinal endoscopy

bronchoscopy

Penyakit neuromuskuler

multiple sclerosis

parkinsons disease

myasthenia gravis

bulbar atau pseudobulbar palsy

Gangguan gastro-oesophageal

inkompetensi sfingter cardiac

striktur oesophageal

neoplasma

obstruksi gaster

protracted vomiting

Lainnya

posisi recumbent

general debility
Tabel 1. Predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi

Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring adalah cara infeksi
saluran pernapasan bagian bawah yang paling sering dan menyebabkan pneumonia bakteri.
Pneumonia anaerobik disebabkan oleh aspirasi sekret orofaringeal yang terdiri dari
mikroorganisme

anaerob

seperti

Bacteroides,

Fusobacterium,Peptococcus,

dan

Peptostreptococcus yang merupakan spesies yang paling sering ditemukan diantara pasienpasien dengan kebersihan gigi yang buruk. Awitan gejala biasanya terjadi secara perlahan-lahan
selama 1 hingga 2 minggu, dengan demam, penurunan berat badan, anemia, leukositosis,
dispnea, dan batuk disertai produksi sputum berbau busuk. Abses-abses paru yang terbentuk pada
parenkim paru dapat rusak, dan empiema dapat timbul seperti mikroba-mikroba yang berjalan ke
permukaan pleura. Kebanyakan abses-abses tersebut terbentuk pada paru kanan bagian posterior
dan segmen basilar bronkopulmonal akibat gaya gravitasi karena banyak cabang yang langsung
menuju cabang bronkus utama kanan.
Resiko dari aspirasi secara langsung terkait dengan level kesadaran pasien contoh:
penurunan Glascow Coma Scale (GCS) yang dihubungkan dengan resiko aspirasi yang
meningkat). Luasnya dan sulitnya penyakit ini secara langsung terkait dengan volume dan kadar
asam cairan yang dihirup. Aspirasi isi lambung dalam jumlah besar juga dikenal dengan
Mendelson syndrome, yang bisa menyebabkan pernafasan akut dalam waktu 1 jam. Kadar asam
dan isi lambung menghasilkan pembakaran kimia pada cabang tracheobronchial yang terlibat
dalam aspirasi.
Sebuah penelitian pada tikus menunjukkan bahwa terdapat dua fase mekanisme
kerusakan paru setelah aspirasi asam. Puncak fase pertama terjadi pada satu hingga dua jam
setelah aspirasi dan menghasilkan efek langsung yang diakibatkan pH yang rendah saat aspirasi
pada sel-sel alveolar-permukaan kapiler. Fase kedua, puncak pada empat hingga enam jam,
berhubungan dengan infiltrasi neutrofil ke dalam alveoli dan intestinum paru, dengan
karakteristik gambaran histologist inflamasi akut. Mekanisme jejas pada paru setelah aspirasi
lambung melibatkan mediator-mediator inflamasi, sel-sel inflamasi, adesi molekuler, dan enzim,
terdiri dari Tumor Necrosis Factor a,, interleukin-8, cyclooxygenase dan

produk

lipoxygenasedan Reactive Oxygen Species (ROS). Meskipun neutrofil dan komplemen berperan
dalam perkembangan jejas, penelitian pada hewan, neutropenia, inhibitor fungsi neutrofil,
menginaktivasi interleukin-8 (chemoatraktan poten neutrofil), dan inaktivasi komplemen
melemahkan jejas akut pada paru yang diinduksi aspirasi asam.
6

Karena asam lambung mencegah pertumbuhan bakteri, isi lambung tetap steril dibawah
kondisi normal.kesterilan isi lambung yang relatif normal, bakteri tidak menjalankan peran
dalam tahap awal penyakit. Ini tidak sepenuhnya baik bagi pasien dengan gastroparesis atau
sembelit atau bagi mereka yang menggunakan antasida (Proton Pump Inhibitor [PPI],H2
receptor antagonist). Dengan tanpa melihat jumlah bakteri inokulum, infeksi bakteri yang parah
bisa saja terjadi setelah cidera kimia awal.Aspirasi isi lambung secara bersama dengan adanya
partikel, menyebabkan terjadi fokus peradangan dan reaksi tubuh terhadap benda asing dengan
kerusakan jaringan secara menyeluruh akibat asam. Partikel dan asam lambung bekerja sama
secara sinergis menyebabkan kebocoran kapiler alveolar. Isi lambung tidak steril sehingga
aspirasi yang terjadi dapat disertai bakteri.Enam puluh sampai 100% terdiri dari kuman
anaerob.Gabungan kuman aerob dan anaerob sering dijumpai pada aspirasi yang terjadi di
Rumah sakit.
Ada dua persyaratan untuk menghasilkan pneumonia aspirasi:
1. membahayakan bagi pertahanan biasa yang melindungi saluran bawah, termasuk
penutupan glottis, reflek batuk, dan mekanisme pembukaan.
2. Sebuah inolukrum mengganggu saluran bawah dengan sifat toksiknya langsung,
stimulasi proses peradangan dari bakteri inolukrum yang cukup atau penghambatan
karena volume zat atau zat partikelnya yang cukup.

Gambar 1. Paru-paru yang mengalami infeksi


Sindrom aspirasi lain berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya makanan) atau
cairan bukan asam (misalnya karena hampir tenggelam atau saat pemberian makanan) yang
menyebabkan obstruksi mekanik. Bila cairan teraspirasi, trakea harus segera diisap untuk
menghilangkan obstruksinya. Bila yang diaspirasi adalah bahan padat, maka gejala yang terlihat
akan bergantung pada ukuran bahan tersebut dan lokasinya dalam saluran pernapasan. Jika bahan
tersebut tersangkut dalam bagian atas trakea, akan menyebabkan obstruksi total, apnea, aphonia,
dan dapat terjadi kematian cepat. Jika bahan tersangkut pada bagian saluran pernapasan yang
kecil, tanda dan gejala yang timbul dapat berupa batuk kronik dan infeksi berulang.

Gambar 2. Alveoli yang terisi oleh aspirasi makanan


II.5

Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman penyebab, usia pasien,

status imunologis pasien dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis bisa berat yaitu sesak,
sianosis, dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda
pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal,
pleural dan ekstrapulmonal. Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia dan
gelisah.Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah,
kembung, diare atau sakit perut.
Gejala pada paru biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung.
Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala nafas cuping hidung, takipnea,
dyspnea dan apnea baru timbul. Otot bantu nafas intercostal dan abdominal mungkin digunakan.
Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonates bisa tanpa batuk. Wheezing
mungkin akan ditemui pada anak-anak dengan pneumonia viral atau mikoplasma, seperti yang
ditemukan pada anak-anak dengan asma atau bronkiolitis.
Keradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia yang disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, yang ditandai dengan nyeri dada pada
9

daerah yang terkena. Nyeri dapat berat sehingga akan membatasi gerakan dinding dada selama
inspirasi dan kadang-kadang menyebar ke leher dan perut.
Gejala ekstra pulmonal mungkin ditemukan pada beberapa kasus. Abses pada kulit atau
jaringan lunak seringkali didapatkan pada kasus pneumonia karena Staphylococcus aureus.Otitis
media,

konjuntivitis,

sinusitis

dapat

ditemukan

pada

kasus

infeksi

karena

Streptococcuspneumoniae atau Haemophillus influenza. Sedangkan epiglottitis dan meningitis


khususnya dikaitkan dengan pneumonia karena Haemophillus influenza. Frekuensi nafas
merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk
mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana pneumonia. Pengukuran frekuensi nafas
dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. WHO bahkan telah merekomendasikan untuk
menghitung frekuensi nafas pada setiap anak dengan batuk.Dengan adanya batuk, frekuensi
nafas yang lebih cepat dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(chest indrawing), WHO menetapkannya sebagai kasus pneumonia berat di lapangan dan harus
memerlukan perawatan di Rumah Sakit untuk pemberian antibiotik.
Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bakterial dan pneumonia
viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya cepat,
batuk produktif, pasien tampak toksik, lekositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan
radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus.
Penggunaan BPS (Bacterial Pneumonia Score) pada 136 anak, usia 1 bulan 5 tahun dengan
pneumonia di Argentina yang mengevaluasi suhu aksilar, usia, jumlah netrofil absolut, jumlah
bands dan foto polos dada ternyata mampu secara akurat mengidentifikasi anak dengan resiko
pneumonia bakterial sehingga akan dapat membantu klinisi dalam penentuan pemberian
antibiotika.
Perinatal pneumonia terjadi segera setelah kolonisasi kuman dari jalan lahir atau
ascending dari infeksi intrauterine. Kuman penyebab terutama adalah GBS (Group B
Streptococcus) selain kuman-kuman gram negatif. Gejalanya berupa respiratory distress yaitu
merintih, nafas cuping hidung, retraksi dan sianosis. Sepsis akan terjadi dalam hitungan jam,
hampir semua bayi akan mengarah ke sepsis dalam 48 jam pertama kehidupan. Pada bayi
premature, gambaran infeksi oleh karena GBS

menyerupai gambaran RDS (Respiratory

Distress Syndrome).
II.6

Diagnosis

10

Untuk mendiagnosis pneumonia aspirasi, harus melihat gejala pasien dan temuan dari
pemeriksaan fisik. Keterangan dari foto polos dada, pemeriksaan darah dan kultur sputum yang
juga bermanfaat. Foto torak biasanya digunakan untuk mendiagnosis pasien di rumah sakit dan
beberapa klinik yang ada fasilitas foto polosnya. Namun, pada masyarakat (praktek umum),
pneumonia biasanya didiagnosis berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik saja. Mendiagnosis
pneumonia bisa menjadi sulit pada beberapa orang, khususnya mereka dengan penyakit penyerta
lainnya. Adakalanya CT scan dada atau pemeriksaan lain diperlukan untuk membedakan
pneumonia dari penyakit lain.
Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan fisik oleh
tenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, peningkatan laju pernapasan
(tachypnea), penurunan tekanan darah (hipotensi), denyut jantung yang cepat (takikardi) dan
rendahnya saturasi oksigen, yang merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikan
oleh oksimetri atau analisis gas darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, atau
memiliki sianosis memerlukan perhatian segera.
Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru. Pada pemeriksaan terlihat bagian
yang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang sakit. Pada perkusi
Tanda dan gejala infeksi tractus respiratorius
ditemukan redup, pernapasan bronkial, inferior
ronki basah halus, egofoni, bronkofoni,
whisperedpectoriloquy. Kadang- kadang terdengar bising gesek pleura (pleural friction rub).
Distensi abdomen Riwayat
terutamaaspirasi
pada konsolidasi
pada
lobus
bawah
paru,supect)
yang perlu dibedakan
isi lambung
(pasti
atau
suspect
dengan kolesistitis dan peritonitis akut akibat perforasi.
Ya

Tidak

Rontgen Thorax

Rontgen Thorax

Positif

Negatif

Pneumonia asprasi

Bronkitis

Pneumonia

Durasi gejala > 24


jam

Tidak diterapi
antibiotik, tindakan
suportif

Terapi antibiotik,
tindakan suportif

Negatif
Peristiwa aspirasi

Tidak

Ya

Tidak diterapi
antibiotik, tindakan
suportif

Terapi antibiotik,
tindakan suportif

Positif

11

Bagan 1. Skema diagnosis pneumonia aspirasi

II.7

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat
(lebih

dari

10.000/mm3,

kadang-kadang

mencapai

30.000/mm3),

yang

mengindikasikan adanya infeksi atau inflamasi. Tapi pada 20% penderita tidak
terdapat leukositosis. Hitung jenisleukosit shift to the left. LED selalu naik.
Billirubin direct atau indirect dapat meningkat, oleh karena pemecahan dari sel darah
merah yang terkumpul dalam alveolidan disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia.
Untuk menentukan diagnosa etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan

12

serologi. Analisis gas darah menunjukan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
2. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan yang penting untuk pneumonia pada keadaan yang tidak jelas
adalah foto polos dada. Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
utama untukmenegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasidengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
interstitial dengan atau tanpa disertai gambaran kaviti pada segmen paru yang
terinfeksi. Gambaran lusen disertaidengan infiltrat menunjukkan nekrotik pneumonia.
Air fluid level mengindikasikan abses paru atau fistula bronkopleura. Sudut
costofrenicus yang blunting dan meniscus yang positif menunjukkan para pneumonic
pleural effusion.
Lokasi infiltrat:

Bagian tengah dan bawah lobus kanan paru paling sering terjadi inflamasi
denganukuran lebih besar

Pasien yang mengalami aspirasi pada keadaan berdiri, infiltrat akan terbentuk
padalobus kanan dan kiri bagian bawah.

Pasien yang mengalami aspirasi pada pada keadaan berbaring posisi dekubitus
lateralkiri, infiltrate akan terbentuk pada sisi kiri.

Pada pasien pecandu alkohol yang mengalami aspirasi pada posisi prone,
kosolidasiyang terbentuk lebih sering pada lobus atas paru-paru kanan.

13

Gambar 3. Rontgen thorax pasien dengan pneumonia aspirasi paru-paru

Gambar 4. Rontgen thorax pasien dengan pneumonia aspirasi paru-paru kiri

14

Gambar 5. Rontgen thorax pasien dengan aspirasi masif pada paru-paru kanan

Gambar 6. CT-Scan dada pada Pneumonia aspirasi

15

II.8

Komplikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

II.9

Efusi pleura
Empyema
Pneumotoraks
Pneumatosel
Abses paru
Sepsis
Gagal nafas

Penatalaksanaan
Tata laksana pneumonia idealnya sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena

berbagai kendala diagnostic etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotika secara
empiris. Walaupun pneumonia viral dapat di tatalaksana tanpa antibiotika, tetapi pasien diberikan
antibiotika karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri, kesulitan diagnosis
virologi dan kesulitan dalam isolasi penderita, disamping itu kemungkinan infeksi bakteri
sekunder tidak dapat disingkirkan.
Golongan betalaktam (Penisilin, sefalosporin, karbapenem dan monobaktam) merupakan
jenis-jenis antibiotika yang sudah dikenal cukup luas. Biasanya digunakan untuk terapi
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
influenza dan Staphylococcus aureus. Pada kasus yang berat diberikan golongan sefalosporin
sebagai pilihan, terutama bila penyebabnya belum diketahui. Sedangkan pada kasus yang ringan
sedang, dipilih golongan penisilin.
Streptokokus dan pneumokokus merupakan kuman gram positif yang dapat dicakup oleh
ampisilin, sedangkan hemofilus sebagai kuman gram negatif dapat dicakup oleh ampisilin dan
kloramfenikol.Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotika lini pertama untuk
kasus pneumonia anak tanpa komplikasi. Pada pasien pneumonia yang community acquired,
umumnya ampisilin dan kloramfenikol masih sensitive. Pilihan berikutnya adalah obat golongan
sefalosporin.
Penanganan pneumonia pada neonates serupa dengan penanganan infeksi neonates pada
umumnya. Antibiotika yang diberikan harus dapat mencakup kuman kokus gram positif terutama
Streptococcus group B dan batang gram negative. Penisilin dan derivatnya meruupakan pilihan
utama untuk gram positif sedangkan untuk kuman gram negatif terutama Escherichia coli dan
Proteus mirabilis digunakan golongan aminoglikosida. Kombinasi kloksasilin dan gentamisin
16

efektif untuk terapi pneumonia dibawah 3 bulan karena dapat mencakup kuman Staphylococcus
aureus. Umur kehamilan, berat badan lahir dan umur bayi akan menentukan dosis dan frekuensi
pemberian obat khususnya untuk golongan aminoglikosida. Sefalosporin generasi 3 dapat
digunakan jika ada kecurigaan penyebab bakteri batang gram negatif.
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis
dilakukan perubahan pemberian antibiotic sampai anak dinyatakan sembuh. Lama pemberian
antibiotik tergantung pada kemajuan klinis penderita, hasil laboratoris, foto polos dada dan jenis
kuman penyebab. Jika kuman penyebab adalah stafilokokus diperlukan pemberian terapi 6-8
minggu secara parenteral. Jika penyebab Haemophylus influenza atau Streptococcus pneumoniae
pemberian terapi secara parenteral cukup 10-14 hari. Secara umum pengobatan antibiotik untuk
pneumonia diberikan 10-14 hari.
II.10 Prognosis
Angka mortalitas pneumonia aspirasi komunitas adalah sebesar 5% yang meningkat
menjadi 20% pada pneumonia aspirasi nonsokomial. Angka mortalitas pneumonia aspirasi yang
tidak disertai komplikasi adalah sebesar 5%, sedangkan pada aspirasi massif dengan atau tanpa
disertai sindrom Mendelson mencapai 70%. Angka mortilitas aspirasi pneumonia disertai
empyema sebesar 20%.
II.11

Pencegahan
1. Pada pasien yang memiliki disfungsi menelan untuk menghindari aspirasi asam
lambung, diperlukan teknik kompensasi untuk mengurangi aspirasi dengan diet
lunak dan takaran yang lebih sedikit.
2. Posisi kepala 450 dari bed tempat tidur pada pasien beresiko untuk terjadinya
aspirasi.
3. Pasang NGT pada pasien dengan disfagia.
4. Puasa 6-8 jam sebelum operasi elektif agar perut kosong sebelum operasi
berlangsung.

17

BAB III
KESIMPULAN

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia aspirasi


didefinisikan sebagai inhalasi isi orofaring atau lambung ke dalam larynx dan saluran pernafasan
bawah.Beberapa sindrom pernafasan mungkin terjadi setelah aspirasi, tergantung pada jumlah
dan jenis material aspirasi, frekuensi aspirasi dan respon

host terhadap material

aspirasi.Pneumonitis aspirasi (Mendelsons syndrome) adalah jejas kimia yang disebabkan oleh
inhalasi isi lambung.

18

Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak-anak di
seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Di Amerika
dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi, diperkirakan
setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000
anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asam lambung
yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan oropharingeal
menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral oil atau vegetable oil dapat
menyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Aspirasi benda asing merupakan kegawatdaruratan
paru dan pada beberapa kasus merupakan faktor predisposisi pneumonia bacterial.
Tata laksana pneumonia idealnya sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena
berbagai kendala diagnostic etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotika secara
empiris. Walaupun pneumonia viral dapat di tatalaksana tanpa antibiotika, tetapi pasien diberikan
antibiotika karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri, kesulitan diagnosis
virologi dan kesulitan dalam isolasi penderita, disamping itu kemungkinan infeksi bakteri
sekunder tidak dapat disingkirkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chamberlain,

NR.

Clinical

Syndromes

of

Pneumonia.

(http://www.kcom.edu/faculty/chamberlain/Website/lectures/syllabi3.htm,

20

2002.
September

2012)
2. Correa AG, Starke JR. Bacterial pneumonies. Dalam: Chernick V, Boat F, penyunting.
Kendigs Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-6. Philadelphia: WB
Saunders, 1998: 485-503.
3. Gittens MM. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med J 2002;3(3): 200-14.

19

4. Klein JO. Antibacterial Therapy. Dalam Chernick V, Boat F, penyunting. Kendigs Disorder
of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders, 1998: 431-46.
5. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric pneumonia. Emerg Med Clin N Am 2003;
21: 437-451.
6. Marik. E.P, 2001. Aspiration Pneumonitis and Aspiration Pneumonia. N Engl J Med, Vol
334, No. 9. Texas tech University Health Science Center: Massacussetts
7. Miller MA, Ben-Ami T, Daum RS. Bacterial Pneumonia in Neonates and Older Children.
Dalam: Taussig LM, Landau LI, penyunting. Pediatric Respiratory Medicine. St Louis:
Mosby Inc, 1999 : 595-664.
8. O,connor, S. Aspiration pneumonia and pneumonitis. Australian Prescriber 2003.
(http://www.australianprescriber.com/, 20 September 2014)
9. Ostapchuk M, Robert DM, Haddy R. community Acquired Pneumonia in infants and
Children. Am Fam Physician 2004;70: 899-908.

20

Anda mungkin juga menyukai