Anda di halaman 1dari 36

Presentasi Kasus Bedah Anak

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 6 BULAN DENGAN


EVENTERATIO DIAFRAGMATIKA

Oleh:
Annisa Raudhotul Jannah G99161017

Periode: 18 September – 20 September 2017

Pembimbing:
Suwardi, dr., Sp.BA

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2017

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
I. Identitas pasien
Nama : An. A
Umur : 6 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 0139xxxx
Alamat : Karanggede, Boyolali
Agama : Islam
Berat Badan : 5 Kg
Tinggi Badan : 65 cm
MRS : 17 September 2017
Tanggal Periksa : 18 September 2017

II. Keluhan Utama


Sesak nafas

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan pasien konsulan dari TS Pediatri dengan suspek
hernia diafragmatika. Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RS Dr.
Moewardi pada tanggal 17 September 2017 dengan keluhan sesak nafas
1 minggu SMRS. Keluhan sesak nafas bertambah terutama ketika pasien
batuk pilek. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas maupun perubahan
cuaca. Orangtua pasien juga mengeluhkan bahwa bagian tengah dada
cekung sejak lahir. Pasien nafas pendek dan cepat sejak lahir. Orang tua
pasien juga mengeluhkan bahwa tubuh pasien membiru ketika pasien
batuk pilek. Mual muntah disangkal. Demam disangkal.
3 hari SMRS pasien dibawa ke RS Swasta di Boyolali oleh
keluarganya dengan keluhan batuk pilek. Kemudian dilakukan

2
pemeriksaan foto rontgen, dan dinyatakan bahwa terdapat usus yang
masuk ke rongga dada. Karena keterbatasan sarana, pasien kemudian
dirujuk ke RSDM.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa : (+) Pasien sesak nafas
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat mondok : (+) di RS Swasta Boyolali September 2017
dengan pneumonia, ISK dan suspek hernia
diafragmatika.

V. Status Ibu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat jantung : disangkal

VI. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

VII. Riwayat Kelahiran


Pasien lahir pada tanggal 16 Maret 2017 dari ibu berusia 27 tahun
G3P3A0, lahir dengan persalinan normal dengan umur kehamilan 37
minggu. Bayi menangis kuat (+), nafas spontan (+), ketuban keruh, tidak
berbau, berat badan lahir 3700 gram. Tidak ada penyulit persalinan.

3
VIII. Riwayat Kehamilan dan ANC
Riwayat sakit saat hamil : disangkal
Riwayat perdarahan : disangkal
Riwayat konsumsi jamu : disangkal
Riwayat alkohol, merokok : disangkal
Riwayat ANC : pasien rutin kontrol kehamilan di bidan

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, BB: 5 Kg, TB: 65 cm
b. Kesadaran : Composmentis
c. Vital sign :
N : 110 x/menit, regular
RR : 50 x/menit
T : 36.7oC
SiO2 : 99%

B. General Survey
a. Kulit : warna kuning cerah, kering (-), hiperpigmentasi (-)
b. Kepala : mesocephal, (-), facies cooley (+)
c. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya
(+/+), cekung (-/-), hipertelorism (+)
d. Telinga : sekret (-/-),
e. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (+), sekret (-/-),
darah (-/-)
f. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
g. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-).
h. Thorak : retraksi (+) substernal, pectus excavatum (+), paradoxal
breathing (+)
i. Cor

4
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
j. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri, retraksi (+)
substernal, pectus excavatum (+), paradoxal breathing (+)
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor pada lapang paru kanan; sonor, timpani setinggi SIC
5 ke distal pada daerah antara line midclavicula ke linea
aksilaris pada lapang paru kiri
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, ronki basah halus
(+/+), bising usus (+) pada lapang paru kiri
k. Abdomen
Inspeksi : distensi (-), DC (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-), defense
musculair (-)
l. Ekstremitas : CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis (+/+)

Akral dingin Oedema


- - - -
- - - -

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium Darah (06 September 2017) di RS Dr. Moewardi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN

5
Hemoglobin 11.0 g/dl 11.1 – 14.1
Hematokrit 35 % 31 - 41
Leukosit 18.9 ribu/µl 5.0 - 19.5
Trombosit 749 ribu/µl 150 - 450
Eritrosit 4.35 juta/µl 3.90 - 5.50
Golongan O
Darah
Golongan Positif
Darah Rh
HEMOSTASIS
PT 11.8 Detik 10.0 – 15.0
APTT 34.1 detik 20.0 - 40.0
INR 0.920 -
KIMIA KLINIK
GDS 81 mg/dl 60 - 100
SGOT 29 u/l <31
SGPT 14 u/l <34
Albumin 4.1 g/dl 3.8 - 5.4
Creatinin 0.1 mg/dl 0.5 – 1.0
Ureum 12 Mg/dl < 48
ELEKTROLIT
Natrium 140 mmol/L 132 – 145
darah
Kalium darah 4.5 mmol/L 3.6 - 5.1
Chlorida 109 mmol/L 98 – 106
darah
Kalsium Ion 1.35 mmol/L 1.17 - 1.29

6
B. Foto Thoraks AP (16 September 2017) di RSU AsySyifa Boyolali

Kesimpulan:
Mengarah gambaran hernia diafragmatika sinistra suspek hernia
bochdalek
Pulmo dan besar cor tak valid dinilai

IV. ASSESSMENT
Eventeratio diafragmatika

V. PLANNING
1. Pro laparotomi + plikasi diafragma
2. Terapi lain sesuai TS Pediatri
3. Awasi KU/VS dan tanda akut abdomen

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Diafragma

Diafragma merupakan struktur muskulotendineus yang terletak antara


toraks dan abdomen dan berhubungan di sebelah dorsal dengan tulang
belakang L. I sampai dengan L.III di sebelah ventral dengan sternum bagian
kaudal dan di sebelah kiri dan kanan dengan lengkung iga. Diafragma
ditembus oleh beberapa struktur. Hiatus aorta yang terletak di sebelah dorsal
setinggi Th.XII dilalui aorta, duktus torasikus dan v.azigos. hiatus esofagu
yang terletak di ventral hiatus aorta setinggi Th.X dilalui oleh esofagus dan
kedua nervus vagus. Hiatus v.kava inferior dan cabang kecil n.frenikus.
Diafragma mendapat darah melalui kedua a.frenika dan a.interkostalis disertai
cabang terminal a.mammaria interna. Otot diafragma disarafi oleh n.frenikus
yang berasal dari C.2-5. Pada jejas lintang sumsung tulang belakang tingkat
servikotorakal, otot pernapasan intercostal turut lumpuh. Akan tetapi,
umumnya diafrgma sanggup untuk menjaminkan ventilasi secara memadai. 4,6

Gambar 2. Diafragma

8
N.frenikus dapat terganggu sepanjang perjalanannya oleh trauma,
tumor, atau proses radang yang mengakibatkan kelumpuhan diafragma
ipsilateral yang pada Foto Rontgen memberi tanda diafragma letak tinggi. Di
dalam praktek ventilasi paru tidak terganggu. 7

Gambar 3. Hernia diafragmatika

Kejadian hernia diafragmatika traumatika kiri 9 kali lebih banyak


dibanding hernia diafragmatika kanan, hal ini terjadi karena adanya hepar di
sebelah kanan. Diafragma dibentuk oleh jaringan muskulofibrous terbentuk
kubah yang memisahkan thorak dan abdomen. Pada sisi thorak, diliputi oleh
pleura parietalis, pada sisi abdomen diliputi oleh peritonium. 3,5,7

Secara embriologik pembentukan diafragma mulai usia 3 minggu


kehamilan dan menjadi lengkap pada usia 8 minggu kehamilan, gangguan
dalam pembentukan diafragma pada khususnya pada pleuroperitoneal folds
dan muscular migration menyebabkan defek diafragma kongenital. 5,7

Otot diafragma berawal dari kosta ke 6 bagian bawah pada kedua sisi,
dari posterior prosesus xipoideus dan dari external dan internal ligamentum
arcuatus. Ada 3 struktur yang melewati diafragma yaitu: aorta, esophagus dan

9
vena cava. Aorta melintasi diafrgama pada level TI2, Eshopagus pada level
TI0, Vena cava pada level T8-9. Arteri untuk diafragma berasal dari
a.phrenikus kanan dan kiri, a.intercostalis dan a.musculophrenic yang
merupakan cabang dari a. thorakalis interna. Persarafan berasal dari nervus
phrenikus yang berasal dari ramus Cervikalis 3,4,5.

II. Eventertatio Diafragmatika

A. Definisi
Abnormalitas gerakan/elevasi seluruh hemidiafragma atau yang
lebih umum lagi bagian anterior diafragma akibat tidak adekuatnya otot-
otot diafragma, baik bilateral maupun unilateral, bisa disebabkan karena
tidak terbentuknya otot-otot diafragma ataupun berkurangnya masa otot .

B. Epidemiologi
Informasi yang akurat mengenai insidens eventeratio diafragma
pada bayi masih belum pasti karena lesi biasanya hanya teridentifikasi
pada pasien yang menimbulkan gejala. Bahkan beberapa penderita
asimptomatik hingga bertahun-tahun. Pada salah satu penelitian di
Amerika Serikat, dinyatakan terdapat 69 anak-anak di rumah sakit kelas III
yang menderita eventratio diafragma dalam kurun waktu 20 tahun (1953
s.d. 1972). 69 anak ini terdiri dari 26 neonatus, 17 bayi usia 1 bulan
sampai dengan 1 tahun dan 26 pasien usia 1 sampai 17 tahun.

C. Etiologi
Eventratio diafragma dapat disebabkan oleh kelainan kongenital
maupun didapat. Eventratio diafragma kongenital dapat berhubungan
dengan anomali kongenital lainnya, dan melibatkan sebagian atau seluruh
hemidiafragma dan dapat merupakan defek dari diaframa atau otot
diafragma karena tidak adanya nervus phrenicus. Etiologi yang paling
sering yaitu didapat, yang menyebabkan kerusakan nervus phrenicus rusak
akibat trauma persalinan atau operasi toraks.

10
D. Patofisiologi
Pada minggu ke-8−10 kehidupan intrauterin, terbentuk membran
diafragma yang membagi kavitas menjadi dua, yaitu kavitas peritoneum
dan kavitas pleura, kemudian diikuti dengan pertumbuhan otot-otot bagian
lateral tubuh. Proses muskularisasi dimulai insitu dari sel mesenkim,
dengan proses migrasi sel miotom di bagian posterior mengikuti migrasi
sel saraf. Jika proses ini gagal, maka akan terjadi eventrasio diafragma.

Keterlambatan usus tengah masuk ke dalam kavitas peritoneal


menjadi penyebab tidak sempurnanya pembentukan diafragma. Jika terjadi
kegagalan dalam pembentukan membran diafragma, maka akan timbul
hernia diafragmatika. Jika terjadi ketidaksempurnaan dalam proses
muskularisasi dari membran diafragma, maka akan terbentuk eventrasio
diafragma. Pertumbuhan dari hati dan organ-organ visera akan
menyebabkan penekanan dan perubahan letak dari segmen diafragma yang
lemah.

Gambar 1. Eventratio diafragma

11
Hipoplasia pulmoner biasanya berhubungan dengan eventrasio
yang luas, namun lebih sering berhubungan dengan hernia diafragmatika.
Eventrasio juga berhubungan dengan deformitas tulang rusuk, sternum,
dan vertebra. Bagian anteromedial diafragma kanan adalah tempat
terbanyak terjadinya eventrasio diafragma parsial, dan hati merupakan
penyebab penekanan pada segmen yang mengalami eventrasio tersebut.
Eventrasio parsial pada sisi kanan biasanya jarang menimbulkan gejala
yang berarti, kecuali pada kasus dengan eventrasio yang luas.

E. Klasifikasi
Berdasarkan etiologi, eventratio diafragmatika diklasifikasikan
menjadi:

1. Kongenital

Akibat tidak sempurnanya pembentukan otot-otot diafragma


selama periode kehidupan intrauterin.

2. Didapat, bisa disebabkan oleh:

a. Trauma: trauma lahir, akibat operasi toraks dan servikal.

b. Inflamasi: infeksi paru dan pleura.

c. Neoplasma: neoplasma mediastinum (tumor neurogenik).

Berdasarkan lokasinya, eventratio diafragmatika diklasifikasikan


menjadi:

1. Bilateral

Jarang, prognosis biasanya jelek.

2. Unilateral

a. Komplit hemidiafragma

12
Sering pada laki-laki, biasanya kongenital letaknya lebih
banyak di sisi kiri.

b. Inkomplit hemidiafragma/parsial eventrasi

Sering di sisi kanan, prevalensi pada wanita dan laki-laki


sama.

F. Manifestasi Klinis
Eventrasio diafragma sering sulit dibedakan dengan hernia
diafragmatika, baik secara klinis maupun radiologis. Manifestasi klinis
eventrasio diafragma biasanya terjadi pada periode neonatus, dengan
ditemukannya gejala distres respirasi, sianosis, dan gangguan napas yang
dimulai sejak lahir. Bayi mengalami kesulitan dalam menetek, dan
mengalami infeksi saluran napas berulang akibat penurunan volume
parenkim paru. Berat ringannya gejala tergantung dari seberapa banyak
eventrasio terjadi di bagian diafragma atau seberapa parah tidak
terbentuknya otot-otot pernafasan.

Gejala klinis dari eventrasio diafragma berdasarkan pada kegagalan


pernapasan akibat tidak adekuatnya proses inspirasi maupun ekspirasi.
Eventrasio diafragma biasanya diikuti oleh kelainan lain seperti ginjal
ektopik, displasia pulmonal maupun ektopik dari organ-organ visera
lainnya.

G. Diagnosis
Pemeriksaan foto toraks masih merupakan modalitas diagnostik
utama untuk penegakan diagnosis eventrasio diafragma, selain anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis
didapatkan riwayat gangguan pernapasan yang biasanya terjadi sejak lahir,
dan gejala klinis sesuai dengan kelainan yang mendasarinya (trauma,
inflamasi, atau neoplasma). Gangguan pencernaan biasanya terjadi
bersamaan dengan gangguan pada saluran respiratorik, yaitu berupa
regurgitasi atau gastroesofageal refluks pada neonatus. Dari pemeriksaan

13
fisis didapatkan tanda-tanda gagal napas, sesuai dengan fungsi diafragma
sebagai salah satu organ yang berperan pada proses pernapasan, dan dapat
terjadi sianosis sejak lahir. Pemeriksaan laboratorium yang menunjang ke
arah diagnosis eventrasio diafragma adalah pemeriksaan analisis gas
darah. Pada pemeriksaan ini didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam-basa akibat proses respirasi yang terganggu.

Pemeriksaan penunjang yang utama adalah rontgen toraks.


Idealnya foto toraks dilakukan postero-anterior tegak dan lateral.
pemeriksaan dapat ditemukan elevasi diafragma baik bilateral maupun
unilateral, disamping kelainan-kelainan lain yang berhubungan dengan
eventrasio diafragma, seperti pneumonia, atelektasis, dan hipoplasia
pulmonal.

Gambar 2. Gambaran rontgen eventeratio diafragma

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah fluoroskopi, yang


dapat menentukan penyimpangan diafragma pada kedua sisi. Pemeriksaan
pneumo-peritoneografi dapat menunjukkan eventrasio diafragma unilateral
maupun bilateral. Pemeriksaan histopatologi dapat menentukan derajat
berkurangnya sel-sel otot diafragma, dan biasanya dilakukan sebagai
tindakan postmortem untuk menegakkan diagnosis secara pasti.

H. Diagnosa Banding
Eventrasio diafragma sering dikacaukan dengan hernia
diafragmatika karena secara klinis dan dari pemeriksaan radiologis sangat

14
serupa. Selain itu, keduanya sering terjadi bersamaan. Pada hernia
diafragmatika didapatkan udara bebas pada rongga toraks dari
pemeriksaan rontgen. Kelainan lain yang sering mirip dengan eventrasio
diafragma yaitu atelektasis, pneumonia, megaesofagus, hipoplasia
pulmonal, distres respirasi karena sebab lain, penyakit membran hialin,
dan lain-lain.

I. Tata Laksana
Sebagain besar eventrasio tidak menunjukkan gejala dan tidak
membutuhkan tindakan repair. Indikasi dilakukannya tindakan operasi
antara lain kebutuhan terhadap ventilasi mekanik dalam waktu yang lama,
infeksi rekuren, dan failure to thrive. Penatalaksanaan eventrasio
diafragma adalah dengan operasi, jika didapatkan gejala klinis ataupun
pada eventrasio yang luas, berupa plikasi diafragma. Prosedur lain yang
dapat dipertimbangkan adalah penguatan kembali dengan menggunakan
taut sintetik.

Selain terapi operatif, perlu diberikan tatalaksana suportif, yaitu:


oksigenasi, ventilasi mekanik, dan koreksi gangguan elektrolit maupun
keseimbangan asam-basa. Untuk eventrasio diafragma yang didapat,
penatalaksanaan ditujukan untuk kelainan yang mendasarinya. Tumor
mediastinum memerlukan tindakan operasi eksisi, sedangkan infeksi paru
dan pleura diterapi dengan antimikroba yang sesuai.

J. Prognosis
Bergantung pada luasnya derajat eventrasio. Eventrasio diafragma
parsial tanpa gejala biasanya memiliki prognosis yang baik, sedangkan
eventrasio diafragma bilateral memiliki prognosis yang jelek. Eventrasio
kongenital dikatakan memiliki prognosis yang buruk dibandingkan dengan
yang didapat.

15
III. Hernia Diafragmatika

A. Definisi
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam
rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Diafragma adalah sekat
yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Sesuai penjelasan
sebelumnya terdapat tiga tipe dasar hernia diafragmatika kongenital yaitu
hernia Bochdalek (posterolateral), hernia Morgagni (retrosternal atau
anterior), dan hiatus hernia

Gangguan fusi bagian sternal dan kostal diafragma di garis median


mengakibatkan defek yang disebut foramen Morgagni. Tempat ini dapat
menjadi lokasi hernia retrosternal yang disebut juga hernia parastemalis.
Jika penutupan diafragma tidak terganggu, foramen Morgagni dilalui oleh
arteri mammaria interna dengan cabangnya, arteri epigastrika superior.

Gangguan penutupan diafragma di sebel.ah posterolateral


meninggalkan foramen Bochdalek yang mungkin menjadi lokasi hernia
pleuroperitoneal.

Gambar 3. Hernia Diafragmatika dengan herniasi organ abdomen

pada sisi kiri toraks

16
B. Epidemiologi
Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69% pada sisi kiri,
24 pada sisi kanan, dan 15% terjadi bilateral. Hal ini terjadi karena adanya
hepar di sisi sebelah kanan yang berperan sebagai proteksi dan
memperkuat struktur hemidiafragma sisi sebelah kanan. Hernia diafragma
kongenital insidennya 1:2100 – 1:5000 kelahiran. Insiden yang tinggi pada
bayi dan anak-anak dengan gabungan kelainan yang lain yaitu 16-56%.
Pada kromosom abnormal 30%, di jantung 13%. Pada kerusakan saraf
28%, ginjal 15%.
Hernia Bochdalek merupakan kelainan yang jarang terjadi.
McCulley adalah orang pertama yang mendeskripsikan kelainan ini pada
tahun 1754. Bochdalek pada tahun 1848 menggambarkan secara detail
aspek embriologi dari hernia ini. Tipe yang paling sering terjadi (80%)
adalah defek posterolateral atau hernia Bochdalek.
Perbandingan insiden pada laki-laki dan perempuan sebesar 4: 1.
Ditemukan pada 1 diantara 2200 – 5000 dan 80 – 90 % terjadi pada sisi
tubuh bagian kiri. Hernia Bochdalek paling banyak dijumpai pada bayi
dan anak-anak. Pada dewasa sangat jarang ( sekitar 10% dari semua kasus)
dan sering terjadi misdiagnosis dengan pleuritis atau tuberculosis paru-
paru.

C. Etiologi
Penyebab pasti hernia masih belum diketahui. Hal ini sering
dihubungkan dengan penggunaan thalidomide, quinine, nitrofenide,
antiepileptik, atau defisiensi vitamin A selama kehamilan. Pada neonatus
hernia ini disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Seperti
diketahui diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membran pleuroperitonei,
septum transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot
dinding dada. Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan
pembentukan sebagian diafragma, gangguan fusi ketiga unsur dan
gangguan pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan dan fusi akan

17
terjadi lubanghernia, sedangkan pada gangguan pembentukan otot akan
menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi. Janin tumbuh
di uterus ibu sebelum lahir, berbagai sistem organ berkembang dan matur.
Diafragma berkembang antara minggu ke-7 sampai 10 minggu kehamilan.
Esofagus (saluran yang menghubungkan tenggorokan ke abdomen),
abdomen, dan usus juga berkembang pada minggu itu.Pada hernia tipe
Bockdalek, diafragma berkembang secara tidak wajar atau usus mungkin
terperangkap di rongga dada pada saat diafragma berkembang. Pada hernia
tipe Morgagni, otot yang seharusnya berkembang di tengah diafragma
tidak berkembang secara wajar. Pada kedua kasus di atas perkembangan
diafragma dan saluran pencernaan tidak terjadi secara normal. Hernia
difragmatika terjadi karena berbagai faktor, yang berarti “banyak faktor”
baik faktor genetik maupun lingkungan.
Pada hernia kongenital gangguan difusi bagian sentral dan bagian
kostal diafragma di garis median mengakibatkan defek yang disebut
foramen Morgagni. Tempat ini dapat menjadi lokasi hernia retrosternal
yang disebut juga hernia parasternalis. Jika penutupan diafragma tidak
terganggu, foramen morgagni dilalui oleh a. Mammaria interna dengan
cabangnya a.epigastrika superior. Gangguan penutupan diafragma di
sebelah posterolateral meninggalkan foramen Bochdalek yang akan
menjadi lokasi hernia pleuroperitoneal.
Ruptur diafragma traumatik dapat terjadi karena cedera tajam atau
cedera tumpul. Hernia karena trauma tumpul kebanyakan terjadi di bagian
tendineus kiri karena di sebelah kanan dilindungi oleh hati. Visera seperti
lambung dapat masuk ke dalam toraks segera setelah trauma atau
berangsur-angsur dalam waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Salah satu penyebab terjadinya hernia diafragma adalah trauma
pada abdomen, baik trauma penetrasi maupun trauma tumpul abdomen.,
baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Mekanisme dari cedera dapat
berupa cedera penetrasi langsung pada diafragma atau yang paling sering
akibat trauma tumpul abdomen. Pada trauma tumpul abdomen, penyebab

18
paling seering adalah akibat kecelakaan sepeda motor. Hal ini
menyebabkan terjadi penigkatan tekanan intraabdominal yang dilanjutkan
dengan adanya rupture pada otot-otot diafragma.
Tekanan dalam perut yang meningkat dapat disebabkan oleh batuk
yang kronik, susah buang air besar, adanya pembesaran prostat pada pria,
serta orang yang sering mengangkut barang-barang berat. Penyakit hernia
akan meningkat sesuai dengan penambahan umur. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya
penyakit yang menyebabkan tekanan di dalam perut meningkat.

D. Patofisiologi
Hernia diafragmatika dapat terjadi karena abnormalitas kongenital
dan traumatik. Berdasarkan lokasi abnormalitasnya, hernia diafragmatik
kongenital dapat dibedakan menjadi dua yaitu hernia morgagni dan hernia
Bochdalek. Pada hernia morgagni defek terjadi pada bagian retrosternal
yaitu di dekat xyphoid prosesus atau di bagian anterior dari diafragma.
Disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Diafragma dibentuk
dari 3 unsur yaitu membrane pleuroperitonei, septum transversum dan
pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan
pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan sebagian
diafragma, gangguan fusi ketiga unsur dan gangguan pembentukan otot.
Pada gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia,
sedangkan pada gangguan pembentukan otot akan menyebabkan
diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi. Para ahli belum seluruhnya
mengetahui faktor yang berperan dari penyebab hernia diafragmatika,
antara faktor lingkungan dan gen yang diturunkan orang tua.
Hernia hiatus yaitu sebagai herniasi bagian lambung ke dalam dada
melalui hiatus esofagus diafragma. Terdapat 2 jenis hernia hiatus yang
sangat berbeda, bentuk yang paling sering adalah hernia hiatus direk
(sliding) dengan perbatasan lambung-esofagus yang bergeser dalam
rongga thoraks, terutama penderita dalam keadaan posisi berbaring.

19
Kompentensi sfingter esofagus bagian bawah dapat rusak dan
menyebabkan terjadinya esofangitis refluks. Kelainan ini sering bersifat
asimtomatik dan di temukan secara kebetulan sewaktu pemeriksaan untuk
mencari penyebab terjadinya berbagai gangguan epigastrium, atau
pemeriksaan rutin pada radiografi saluran gastrointestinal.
Pada hernia hiatus paraesofageal (rolling hernia), bagian fundus
lambung menggulung melewati hiatus, dan perbatasan gastro-esofagus
tetap berada di bawah diafragma. Tidak di jumpai adanya insufisiensi
mekanisme sfingter esofagus bagian bawah, dan akibatnya tidak terjadi
asofangitis refluks. Penyulit pertama hernia para-esofageal adalah
stranggulasi.
Pada hernia diafragmatika traumatika, banyak kasus yang mengenai
diafragma kiri adalah akibat dari efek buttressing dari liver. Organ
abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster, omentum, usus
halus, kolon, lien, hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun
strangulata dari usus yang mengalami herniasi ke rongga thorax ini. Hernia
diafragmatika akan menyebabkan gangguan kardiopulmoner karena
terjadi penekanan paru dan terdorongnya mediastinum ke arah
kontralateral.
Sekitar 80-90% ruptur diafragma terjadi akibat kecelakaan sepeda
motor. Mekanisme terjadi ruptur berhubungan dengan perbedaan tekanan
yang timbul antara rongga pleura dan rongga peritonium. Trauma dari sisi
lateral menyebabkan diafragma 3 kali lebih sering dibandingkan trauma
dari sisi lainnya oleh karena langsung dapat menyebabkan robekan
diafragma pada sisi ipsilateral. Trauma dari arah depan menyebabkan
peningkatan tekan intra abdomen yang mendadak sehingga menyebabkan
robekan radier yang panjang pada sisi posterolateral yang secara
embriologis merupakan bagian terlemah.
75 % ruptur diafragma terjadi di sisi kiri, dan pada beberapa kasus
terjadi pada sisi kanan yang biasanya disebabkan oleh trauma yang hebat
dan biasanya menyebabkan gangguan hemodinamik, hal ini disebabkan

20
oleh karena letak hepar disebelah kanan yang sekaligus menjadi suatu
proteksi. Pada trauma kendaraan bermotor arah trauma menentukan lokasi
injury di Kanada dan Amerika Serikat biasanya yang terkena adalah sisi
kiri khususnya pada pasien yang menyetir mobil, sedangkan pada
penumpang biasanya yang terkena sisi kanan.
Pada trauma tumpul biasanya menyebabkan robekan radier pada
mediastinum dengan ukuran 5-I5 cm, paling sering pada sisi
posterolateral, sebaliknya trauma tembus menyebabkan robekan linier
yang kecil dengan ukuran kurang dari 2 cm dan bertahun-tahun kemudian
menimbulkan pelebaran robekan dan terjadi herniasi.
Berikut ini meknisme terjadinya ruptur diafragma: (I) robekan dari
membran yang mengalami tarikan (stretching), (2) avulasi diafragma dari
titik insersinya, (3) tekanan mendadak pada organ viscera yang diteruskan
ke diafragma. 12Pada neonatus hernia ini disebabkan oleh gangguan
pembentukan diafragma. Seperti diketahui diafragma dibentuk dari 3 unsur
yaitu membran pleuroperitonei, septum transversum dan pertumbuhan dari
tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu
dapat berupa kegagalan pembentukan sebagian diafragma, gangguan fusi
ketiga unsur dan gangguan pembentukan otot. Pada gangguan
pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada
gangguan pembentukan otot akan menyebabkan diafragma tipis dan
menimbulkan eventerasi.

E. Klasifikasi
Hernia diaphragmatika diklasifikasikan menjadi:
1. Hernia Diaphragmatica Posterolateral (BOCHDALEK)
Hernia tipe Bochdalek adalah hernia diafragmatika dari
membrane pleuroperitoneal untuk berkembang dan menutup sebelum
usus kembali ke abdomen pada minggu ke 10 gestasi.Usus kemudian
memasuki rongga pleural dan menyebabkan perkembangan paru yang
buruk sehingga terjadi hipoplasia paru (penurunan jumlah alveoli per

21
area paru). Hati dan limpa mungkin juga akan ikut masuk ke dalam
rongga thoraks. Frekuensi hernia ini adalah 1:2000 kelahiran hidup
dan umumnya bayi yang di diagnosis dengan hernia ini sebanyak 60%
akan meninggal.
Hernia ini paling sering mengenai foramen Bochdalek bagian
kiri (90% terdapat pada bagian kiri diafragma).Mortalitas dari CDH
(Congenital Diaphragmatic Hernia) secara langsung berhubungan
dengan derajat hipoplasia pada bagian paru yang terkena
hernia.Kematian disebabkn oleh hipertensi pulmonal yang menetap
dan kegagalan kompensasi paru yang sehat.
2. Hernia Diaphragmatica Retrosternal ( TIPE MORGAGNI)
Pertama kali ditemukan pada 1769.Hernia Morgagni adalah
hernia congenital yang jarang terjadi. Terjadi pada retrosternal atau di
kedua sisi sternum (parasternal). Didapatkan kurang dari 2% dari
semua defek diafragma. Hampir selalu asimtomatik, dapat muncul
pada anak-anak yang sudah besar atau bahkan orang dewasa dengan
gastrointestinal yang minimal. Ditemukan secara tidak sengaja pada
saat dilakukan radiografi thorak rutin. Defek dari hernia morgagni
dapat berisi hatiatau sebagian usus. Hernia ini dapat disertai dengan
defek jantung, trisomy 1 atau omphalochele.
3. Hernia Esophageal
Dua tipe dari hernia esophagus dikenal sebagai hernia hiatal
dan paraesophageal.Hernia hiatal merujuk kepada hernia dari rongga
perut ke rongga dada melalui hiatus esophagus. Hernia hiatal dapat
disebabkan oleh factor congenital , traumatic atau iatrogenic.
Kebanyakan menghilang saat penderita memasuki usia 2 tahun, akan
tetapi semua bentuk hernia hiatal dapat menjadi penyebab peptic
esofagitis karena refluks gastroesofageal.

22
F. Manifestasi Klinis
Walaupun hernia morgagni merupakan kelainan kongenital, hernia
ini jarang bergejala sebelum usia dewasa. Sebaliknya hernia Bockdalek
menyebabkan gangguan nafas segera setelah lahir sehingga memerlukan
pembedahan darurat. Anak sesak terutama kalau tidur datar, dada tampak
menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata. Perut kempis dan
menunjukkkan gambaran scapoid. Pulsasi apek jantung bergeser sehingga
kadang-kadang terletak di hemithoraks kanan. Bila anak didudukan dan
diberi oksigen, maka sianosis akan berkurang.
Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui
hernia. Jika hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak
berkembang secara sempurna.Setelah lahir, bayi akan menangis dan
bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang
mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma
gawat pernafasan.
Gejalanya berupa:
- Gangguan pernafasan yang berat.
- Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen).
- Takipneu (laju pernafasan yang cepat).
- Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris).
- Takikardia (denyut jantung yang cepat).
Secara klinis hernia diafragmatika akan menyebabkan gangguan
kardiopulmoner karena terjadi penekanan paru dan terdorongnya
mediastinum ke arah kontralateral. Pemeriksaan fisik didapatikan gerakan
pernafasan yang tertinggal, perkusi pekak, fremitus menghilang, suara
pernafasan menghilang dan mungkin terdengar bising usus pada
hemitoraks yang mengalami gangguan. Kesulitan untuk menegakkan
diagnosis hernia diafragma preoperative menyebabkan sering terjadinya
kesalahan diagnosis dan untuk itu diperlukan pemeriksaan penunjang
untuk memastikan diagnosis hernia diafragmatika.

23
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang, yaitu:
- Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris.
- tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia.
- bising usus terdengar di dada.
- perut teraba kosong.
- Rontgen dada menunjukkan adanya organ perut di rongga dada.

Pemeriksaan penunjang yang penting adalah dilakukan


pemeriksaan radiologi yaitu pemeriksaan foto thorax. Sekitar 23 -73 %
rupture diafragma karena trauma dapat dideteksi dengan pemeriksaan
radiologi thoraks. Foto thoraks sangat sensitive dalam mendeteksi adanya
hernia diafragma kiri. Foto Thoraks akan memperlihatkan adanya
bayangan usus didaerah thoraks. Kadang-kadang diperlukan fluoroskopi
untuk membedakan antara paralisis diafragmatika dengan eventerasi. Bila
perlu dapat pula dilakukan untuk membuktikan apakah kelainan itu
eventerasi atau hernia biasa.
Adanya rupture diafragma akibat trauma bila dilihat dari foto
thoraks dapat ditemukan gambaran abnormal seperti adanya isi abdomen
pada rongga thoraks, terlihat selang NGT di dalam rongga thoraks,
peninggian hemidiafragma (kiri lebih tinggi dari pada kanan), dan batas
diafragma yang tidak jelas.
Pada pemeriksaan foto thorax terlihat hemithorax yang kecil, ada
gambaran opak yang terlihat luas mulai dari daerah perut sampai ke
hemithorax. Hal ini bisa saja terjadi secara homogen atau bisa juga
terdapat daerah yang lusen oleh karena adanya usus. Daerah yang terlihat
opak dapat menempati seluruh paru-paru. Efusi pleura dan atelektasis juga
dapat terlihat. CT-Scan dan MRI sangat membantu dalam melihat ukuran
dan lokasi hernia ini.

24
Pemeriksaan CT – Scan yang konvensional memiliki nilai
sensitivitas 14-82% dengan spesifisitas 87%, pada Helical CT, senstifitas
meningkat 71 -100%, tanda ruptur diafragma pada CT- Scan yaitu: (1)
gambaran langsung adanya defect, (2) gambaran diafragma secara
segmental tidak terlihat, (3) herniasi organ viscera ke intra thorak, (4)
collar sign, berkaitan dengan konstriksi lengkung usus yang mengalami
herniasi.
Pemeriksaan dengan USG FAST (focused assessment with
sonography for trauma) dapat dilakukan selain mengevaluai setiap
keempat kuadran dapat juga menilai pergerakan dari diafragma, pada
kasus ruptur diafragma terjadi penurunan gerakan diafragma, namun
teknik ini tidak berlaku pada pasien yang mengalami mekanikal ventilasi
oleh karena adanya tekanan positif. USG dapat juga berguna untuk
diagnosis. Pada beberapa kasus ruptur diafragma kanan di mana terdapat
pengumpulan cairan pada rongga pleura, USG dapat memperlihatkan
gambaran pinggiran bebas dari tepi diafragma yang robek sebagai flap
dalam cairan pleura ataupun herniasi hepar ke dalam rongga toraks.
MRI dapat digunakan oleh karena kemampuannya secara akurat
untuk memvisualisasi antomi diafragma. MRI digunakan untuk pasien
yang stabil dan untuk kasus yang late diagnosis.
Thoracoscopy dapat digunakan oleh karena kemampuannya secara
langsung memvisualisasikan gambaran diafragma, biasanya digunakan
pada kasus dengan pemeriksaan yang lain tidak terdeteksi jelas.
Torakoskopi merupakan suatu tindakan yang aman dan memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang sangat tinggi untuk diagnosis ruptur
diafragma akibat trauma. Torakoskopi juga berguna untuk merencanakan
pembedahan dan memperbaiki ruptur diafragma itu sendiri. (Pemeriksaan
CT – Scan yang konvensional memiliki nilai sensitivitas 14-82% dengan
spesifisitas 87%, pada Helical CT, senstifitas meningkat 71 -100%, tanda
ruptur diafragma pada CT- Scan yaitu: (1) gambaran langsung adanya
defect, (2) gambaran diafragma secara segmental tidak terlihat, (3) herniasi

25
organ viscera ke intra thorak, (4) collar sign, berkaitan dengan konstriksi
lengkung usus yang mengalami herniasi.

Gambar 4. Foto thorak pasien dengan hernia diafragmatika kiri,


tampak gambaran diafragma kiri tidak terlihat

Gambar 5.Foto CT- Scan thorak irisan tranversal tampak herniasi


dari gaster masuk ke kavum thorak sebelah kiri

26
Gambar 6. Foto CT Scan thorak irisan koronal tampak herniasi dari
gaster dan omentum masuk ke kavum thorak sebelah kiri

Gambar 7. Anteroposterior (AP) dada radiograf dari hernia


diafragma sisi kanan kongenital (CDH) menunjukkan pergeseran
mediastinum dan kompresi paru-paru yang disebabkan oleh herniasi dari
hati dan usus loop ganda.

Hernia Morgagni pada radiografi dada rutin, biasanya muncul


sebagai massa bulat di sudut cardiophrenic tepat, berdekatan dengan
bagian anterior dinding dada. Evaluasi lebih lanjut dan diagnosis dapat
dilakukan dengan CT atau MRI. Gambar sagital dan koronal diformat

27
ulang sering membantu dalam menunjukkan cacat diafragma dan
mengidentifikasikan isi hernia. 10

Gambar 8. Hernia Morgagni

Gambar 9. Hernia Morgagni CT scan menunjukkan hernia


retrosternal yang mencakup omentum dan usus besar.

Hernia Bochdalek pada radiografi konvensional, hernia mungkin


muncul sebagai lesi paru-basa jaringan lunak-opacity dilihat pada gambar
posterior lateral. CT- Scan biasanya menunjukkan lemak di atas diafragma
dan sangat bermanfaat dalam mengungkapkan jebakan organ. 10-12

28
Gambar 10. Hernia Bochdalek

Gambar 11. CT Scan Hernia Bochdalek menunjukkan paraspinal


posterior lemak yang mengandung lesi yang menggambarkan cacat
diafragma dan herniasi lemak tanpa jebakan organ.

Pada radiografi hernia hiatus esophagus muncul sebagai lesi


jaringan lunak-opacity posterior jantung hiatus esofagus dekat. CT
membantu memverifikasi migrasi perut cranially melalui hiatus. 10-12

Gambar 12. Hernia Hiatus esophagus terdapat air fluid level

29
Gambar 13. CT scan perut menunjukkan pelebaran parah dari
hiatus esofagus, dengan herniasi sefalika dari isi perut

H. Penatalaksanaan

Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa nasogastrik


yang dengan teratur dihisap. Diberikan antibiotika profilaksis dan
selanjutnya anak dipersiapkan untuk operasi. Hendaknya perlu diingat
bahwa biasanya (70%) kasus ini disertai dengan hipospadia paru.
Pembedahan elektif perlu untuk mencegah penyulit. Tindakan darurat juga
perlu jika dijumpai insufisiensi jantung paru pada neonatus. Reposisi
hernia dan penutupan defek memberi hasil baik.
1. Tata laksana Hernia Bochdalek
Konseling prenatal dilakukan segera setelah diagnosisdibuat
berdasarkan USG. Setelah melalui berbagaipemeriksaan tersebut, tim
medis harus menjelaskansegala kemungkinan pilihan tata laksana
kepada orangtua seperti terminasi kehamilan, meneruskan
kehamilandan melahirkan bayi tersebut di pusat pelayanan medisyang
memadai termasuk prognosis dari kasus ini.
Tata laksana hernia Bochdalek yang optimal harus
memperhatikan berbagai hal yang terkait dengan kelainan bawaan ini:
a. Proses persalinan dan unit perawatan intensif Neonates Bayi harus
dilahirkan di pusat kesehatan yang memiliki sarana bedah anak dan
perinatologi yang memadai. Secara umum sarana yang diperlukan
adalah intubasi endotrakeal dan pemakaian ventilator mekanik

30
yang disesuaikan dengan derajat keparahan herniasi organ
abdomen, (hindari pemakaian ventilasi dengan manual bag karena
lambung dan organ intestinal akan distensi oleh udara yang
berakibat semakin tertekannya paru dan organ-organ intratorakal),
pemasangan pipa nasogastrik untuk dekompresi, menghindari
pemakaian tekanan inspirasi yang tinggi.
b. Stabilisasi preoperative
Pada hernia diafragmatika terdapat paru yang hipoplastik, tidak
atelektasis vaskularisasi arteriolar yang abnormal dan hipertensi
pulmonal sehingga dipertimbangkan pembedahan ditunda atau
dipersiapkan dahulu. Umur rata-rata untuk melakukan
pembedahan adalah sekitar 72 jam.
c. Ventilasi mekanik konvensional
Pemberian ventilasi mekanik harus mempertimbangkan faktor-
faktor yang diketahui meningkatkan resistensi vaskuler pulmonal
(hipoksia, asidosis, hipotensi dan hiperkarbia).Ventilasi dengan
inspirasi bertekanan rendah dipilih karena menurunkan
kemungkinan terjadinya pneumothorax kontralateral yang dapat
meningkatkan ketidakstabilan sistem kardiorespirasi dan
dekompensasi. Jika dengan ventilasi mekanik konvensional ini
gagal maka dipakai strategi ventilasi yang lain yaitu high-
frequency oscillatory ventilation (HFOV), gentle ventilation dan
intratracheal pulmonary ventilation (ITPV). Selain strategi
ventilasi juga dibutuhkan terapi pendukung untuk menunjang
keberhasilan pembedahan dan memperbaiki prognosis.
d. Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO)
Alat ECMO adalah perlengkapan paru buatan yang digunakan
untuk mengembangkan sisa jaringan paru agar oksigenasi tetap
adekuat selama pembedahan untuk mencegah gagal napas dan
hipoksia berat. ECMO meningkatkan keberhasilan hidup bayi
dengan hernia diafragmatika sebesar 42% pada era awal, menjadi

31
sebesar 79% pada era sekarang ini. Waktu yang tepat untuk
memberikan ECMO masih kotroversial.
e. Pemberian surfaktan
Gagal nafas pada bayi dengan hernia diafragmatika dapat
berhubungan dengan perkembangan paru yang abnormal dan
defisiensi surfaktan. Studi postmortem menunjukkan adanya
penurunan ekskresi surfaktan apoprotein A (SP-A) yang lebih berat
pada sisi dengan hernia diafragmatika dibandingkan dengan sisi
yang lain. Hal ini menunjukan adanya penundaan pematangan
fungsional atau perkembangan dan sintesis SP-A. Analisis cairan
amnion mendukung kenyataan tersebut.Surfaktan sebaiknya
diberikan segera saat bayi menarik nafasnya untuk pertama kali.
f. Terapi antenatal
Pemberian glukokortikoid antenatal untuk memperbaiki maturitas
paru dan meningkatkan oksigenasi serta kemampuan paru.
g. Terapi pembedahan perinatal
Davis dkk.mengungkapkan bahwa pembedahan yang dipersiapkan
lebih dahulu diikuti dengan terapi ECMO memberikan hasil yang
lebih baik. Waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan belum
diketahui dengan pasti, beberapa ahli menganjurkan pembedahan
dapat dilakukan 24 jam setelah bayi stabil, tetapi penundaan
sampai 7-10 hari dapat juga ditoleransi. Banyak ahli bedah lebih
menyukai operasi dikerjakan saat ekokardiografi menunjukkan
tekanan arteri pulmonalis stabil dalam 24-48 jam. Drainase dengan
chest tube diperlukan bila terdapat tension pneumothorax. Prinsip
pembedahan adalah mengembalikan organ abdomen pada
tempatnya.
h. Transplantasi paru
Transplantasi paru adalah salah satu teknik pembedahan dalam
upaya mengurangi efek buruk distres pernapasan pada bayi dengan
hernia Bochdalek akibat hipoplasia paru berat yang gagal dengan

32
terapi suportif pernapasan, namun pengobatan ini masih
memerlukan penelitian lebih lanjut.
i. Perawatan pasca bedah
Perawatan pasca bedah meliputi perawatan jangka pendek (segera
setelah pembedahan) dan perawatan jangka panjang. Perawatan
jangka pendek: Perawatan pasca bedah jangka pendek meliputi
deteksi dan tata laksana komplikasi yang dapat terjadi setelah
pembedahan. Komplikasi yang mungkin timbul dapat berupa
perdarahan, distres pernapasan, hipotermia, produksi urin yang
menurun, infeksi dan obstruksi usus.
Pengawasan yang dilakukan saat pasien masih dirawat di rumah
sakit meliputi monitoring pernapasan, evaluasi neurologis, dan masalah
pemberian makanan. Perawatan jangka panjang: Perawatan pasca bedah
jangka panjang meliputi pemantauan tumbuh kembang pasien.
Pertumbuhan kasus dipantau karena risiko terjadi gagal tumbuh besar
akibat adanya penurunan asupan kalori sebagai akibat penyakit paru
kronis, gastroesophageal refluk dan feeding yang buruk terutama pada
pasien dengan defek neurologis yang berat.
I. Teknik Operasi
1. Posisi Supine.
2. Lakukan irisan kocher atau subcostal kiri → perdalam sampai
membuka peritoneum.
3. Identifikai diafragma kemudian lakukan reposisi organ.
4. Jahitan ruptur/robekan diafragmanya mulai dari posisi antero lateral
sampai posteromedial sisi diafragma sampai diafragma intak.
5. Luka operasi dijahit lapis demi lapis

J. Teknik Operasi Hernia Hiatal


1. Nissen fundoplication (posterior)
a. Lakukan insisi abdominal (midline) atau insisi thorakal

33
b. Gastroesophageal junction dikembalikan ke posisi
intraabdominal.
c. Lakukan putaran 360º dari cardiac gaster yang mengelilingi
esofagus intra abdominal.
d. Hiatus di tutup
2. Hemi Nissen (posterior) putaran 180° = TOUPET Dor (anterior)
3. Belsey Mark IV
a. dilakukan thorakotomi kiri pada ICS 5 atau 6 untuk disseksi bebas
dari esofagus distal.
b. Bagian anterior dan lateral gaster diikatkan ke esofagus distal
dengan 2 jalur jahitan yang akhirnya direkatkan ke diafragma.
Crus diafragma di re-aproksimasi di posterior.
K. Prognosis
Prognosis dari hernia diafragma traumatika ini tergantung dari
kecepatan dalam mendiagnosis dan pemilihan terapi yang tepat. Prognosis
akan menjadi lebih buruk bila didapatkan tanda-tanda shock hemoragik
pada saat pasien datang dan didapatkan trauma skor yang tidak baik.

34
DAFTAR PUSTAKA

Alimoglu O, Eryilmaz R, Sahin M, Ozsoy MS. Delayed traumatic hernias


presenting with strangulation. Hernia, 2004 Apr. 20; (Epub ahead of print).
Anggraini, DG 2005. Anatomi dan Aspek Klinis Diafragma Thorax, USU Press,
Medan.
Anonima 2010, Hernia Diafragmatika, Bedah UGM, diakses 31 Maret 2016.
URL: http://www.bedahugm.net/hernia-diafragmatika
Congenital Diaphragmatic Hernia, eMedicine, available from : URL:
http://www.emedicine.com/ped/topic2603.html
Dewabenny . Hernia Diafragmatika Traumatika. [online]. 2012. [cited 2016 Mar
31] : [screen] 1/4 . Available from : URL:
http://home.coqui.net/titolugo/PSU26.html
Diaphragmatic Hernia, Lucile Packhard Children's Hospital, available from :
URL:
http://www.lpch.org/diseasehealthinfo/healthlibrary/digest/diaphrag.html
Hamid A, Putra IS, Semadi IN. Hernia Bochdalek. Sari Pediatri, Vol 7 No.4.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Subbagian Neonatologi FKUNUD-RS
Sanglah. 2006. H 232-236
Iochum S, Ludig T, Watter F, Sebbag H, Grosdidier G, Blum AG. Imaging of
diaphragmatic injury: a diagnostic challenge? Radiographics 2002 Oct; 22
Spec No: S103-16.
Killeen KL, Shanmuganathan K, Mirvis SE. Imaging of traumatic diaphragmatic
injuries. Semin Ultrasound, CT, MR. 2002 Apr; 23(2): 184-92.
Lerner CA, Dang H, Kutilek RA. Strangulated traumatic diaphragmatic hernia
stimulating a subphrenic abscess. J Emerg Med. 1997, Nov - Dec; 15(6):
849-53.
Merenstein GB., Kaplan DW., Buku Pegangan Pediatri Edisi 17, Penerbit Widya
Medika, Jakarta, 2001, hal. 171 – 72.
Nelson WE., Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2001, hal. 1425 – 27.
Price S.A, Wilson L.M. Gangguan Esofagus. Dalam: Patofisiologi. Edisi
6.EGC.Huriawati hartanto.Page 413
Reksoprodjo S., Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 1999, hal. 124 – 25.
Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th Ed.
Philadelphia: FA Davis Company; 2007.
Schwartz S., Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, hal. 390 – 93.

35
Shackleton KL, Stewart ET, Taylor AJ. Traumatic diaphragmatic injuries:
Spectrum of radiographic findings. Radiographics, 1998 Jan - Feb; 18(1):
49-59.
Shanding B. Diaphragmatic hernia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson
WE, Vaughan VC, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics.Edisi
keempat belas.Philadelphia: W.B. Saunders company, 2000. h. 1032-3.
Sjamsuhidajat R. Jong W., Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1999, hal. 692 – 93.
Steinhorn RH, Hollands CM. Congenital diaphragmatichernia. Diperoleh
:http://www.emedicine.com/ ped/topic 2603.htm
Townsend. Sabiston textbook of surgery-the biological basis of modern surgical
practice. 18th Ed. Saunders Elsevier Inc; 2007.
Vermillion JM, Wilson EB, Smith RW. Traumatic diaphragmatic hernia
presenting as a tension fecopneumothorax. Hernia, 2001, Sept. 5(3): 158-60.
Wataya H, Tsuruta N, Takayama K, Mitsudomi T, Nakanishi Y, Hara N. Delayed
traumatic hernia diagnosed with MRI. Nihon Kyobu Shikhan Gakkai Zasshi
1997 Jan 35(1): 124-8.
Zimmermann T. An unusual trauma in labour: Diaphragmatic rupture. Zentrald
Gynakol. 1999; 121(2): 92-4.

36

Anda mungkin juga menyukai