Anda di halaman 1dari 23

PAPER

PENANGANAN GAWAT DARURAT HERNIA DIAFRAGMATIKA


Paper ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior Bagian Ilmu Anestesi Rumah Sakit Umum Haji Medan

Disusun Oleh:

Msy Siti Wisda Rahmadia

(18360107)

Pembimbing:

dr. M. Winardi S. Lesmana, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadiran Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan laporan kasus berupa paper di
Departemen Ilmu Anestesi Rumah Sakit Umun Haji Medan dapat tersusun dan
terselesaikan tepat pada waktunya.

Terima kasih saya ucapkan kepada dr. M. Winardi S. Lesmana, Sp.An


selaku pembimbing saya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
banyak terdapat kekurangan didalam penulisannya, baik dalam penyusunan
kalimat maupun didalam teorinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamualaikum wr.wb

Medan, November 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 3
Tujuan 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Diafragma 5
B. Hernia 7
C. Hernia Diafragmatika 8
1. Definisi 8
2. Epidemiologi 9
3. Patofisiologi 9
4. Manifestasi Klinis 10
5. Komplikasi 10
6. Pemeriksaan Penunjang 11
7. Penatalaksanaan 18
8. Prognosis 20

BAB III PENUTUP


Kesimpulan 21

Daftar Pustaka 22

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hernia merupakan salah satu bentuk kelainan dimana terjadi protrusi atau
penonjolan isi suatu rongga melalui dinding sekitarnya yang lemah. Hernia terdiri
dari isi, kantong, dan cincin hernia. Hernia dapat diklasifikasikan menurut proses,
lokasi, dan sifat hernia tersebut.
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ intra abdomen ke dalam
rongga kavum pleura melalui suatu lubang pada diafragma. Salah satu penyebab
terjadinya hernia diafragma adalah trauma pada abdomen, baik trauma penetrasi
maupun trauma tumpul, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Mekanisme
dari cedera dapat berupa cedera penetrasi langsung pada diafragma atau yang
paling sering akibat trauma tumpul abdomen. Pada trauma tumpul abdomen,
penyebab paling sering adalah akibat kecelakaan sepeda motor. Hal ini
menyebabkan terjadi penigkatan tekanan intraabdominal yang dilanjutkan dengan
adanya rupture pada otot-otot diafragma. Pada trauma penetrasi paling sering
disebabkan oleh luka tembak senjata api dan luka tusuk senjata tajam. Secara
anatomi serat otot yang terletak lebih medial dan lateral diafragma posterior yang
berasal dari arkus lumboskral dan vertebrocostal adalah tempat yang paling lemah
dan mudah terjadi ruptur.
Organ abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster, omentum,
usus halus, kolon, lien dan hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun
strangulasi dari usus yang mengalami herniasi ke rongga thorak ini. Namu pada
bayi lahir penyebab adalah kemungkinan Akibat penonjolan viscera abdomen ke
dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada diafragma. Terjadi bersamaan
dengan pembentukan sistem organ dalam rahim.
Penegakkan diagnosis hernia diafragmatika dapat dilakukan dengan
pemeriksaan lanjutan secara radiologi, baik menggunakan foto Roentgen, USG,

3
maupun CT-scan. Dengan pemeriksaan foto Roentgen, baik foto polos maupun
menggunakan kontras, diagnosis hernia diafragmatika dapat ditegakkan.
Pemeriksaan foto Roentgen ini praktis, tidak invasif, dan ekonomis.

1.2 Tujuan
Referat ini dibuat untuk beberapa tujuan, antara lain:
 Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang epidemiologi,
patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, serta terapi dari
hernia diafragmatika.
 Untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Anestesi
RSU Haji Medan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Diafragma


Di inferior, toraks terbuka ke arah abdomen melalui sebuah lubang besar.
Lubang ini dibatasi oleh simfisis xiphosternalis, arkus kostae, dan korpus vertebra
torasika XII. Lubang ini ditutupi oleh sebuah septum muskular dan tendinosa,
diafragma, yang ditembus oleh alat-alat yang berjalan antara toraks dan
abdomen.
Bila dilihat dari depan, diafragma melengkung ke atas membentuk kubah
kanan dan kiri. Tinggi kubah kanan mencapai pinggir atas kosta V, dan kubah kiri
dapat mencapai pinggir bawah kosta V. Kubah kanan terletak lebih tinggi akibat
adanya lobus hepatis dekstra yang besar. Tinggi diafragma berbeda-beda sesuai
tahapan respirasi, sikap tubuh, dan derajat pembesaran organ-organ abdomen.
Diafragma lebih rendah pada waktu posisi duduk atau berdiri; dan lebih tinggi
pada waktu berbaring atau setelah makan kenyang.

Gambar 1. Anatomi diafragma dilihat dari inferior

5
Bila dilihat dari samping, diafragma mempunyai bentuk seperti huruf J terbalik,
lengan panjang berjalan ke atas dari kolumna vertebralis dan lengan pendek
berjalan ke depan sampai pada prosesus xiphoideus.
Lubang pada Diafragma
Diafragma mempunyai tiga lubang utama:
 Hiatus aorticus terletak anterior terhadap korpus vertebra torasika XII.
Lubang ini dilalui oleh aorta, duktus torasikus, dan vena azigos.
 Hiatu esofageus terletak setinggi vertebra torasika X. Lubang ini dilalui
oleh esofagus, nervus vagus dekstra dan sinistra, rami esofageales arteria
dan vena gastrika sinistra, dan pembuluh limfatik dari sepertiga bagian
bawah esofagus.
 Foramen venae kavae terletak setinggi vertebra torasika VIII. Lubang ini
dilalui oleh vena kava inferior dan cabang-cabang terminal nervus frenikus
dekstra.
Persarafan Diafragma
Persarafan motorik untuk masing-masing sisi diafragma hanya berasal dari
nervus frenikus (C3, C4, C5). Saraf sensorik untuk pleura parietalis dan
peritoneum yang meliputi permukaan tengah diafragma berasal dari nervus
frenikus. Persarafan sensorik bagian perifer diafragma berasal dari enam nervi
interkostales yang terbawah.
Fungsi Diafragma
 Otot inspirasi
Diafragma merupakan otot inspirasi yang paling penting.
 Otot peregang perut
Kontraksi diafragma membantu otot-otot dinding anterior abdomen
meningkatkan tekanan intra-abdominal untuk mengosongkan isi pelvis
(miksi, defekasi, partus). Mekanisme ini selanjutnya dibantu dengan
melakukan inspirasi dalam sambil menutup glotis. Diafragma tidak dapat
bergerak ke atas oleh karena udara yang terperangkap di dalam saluran
pernafasan. Kadang-kadang udara dapat keluar dengan menghasilkan suara
seperti orang mendengkur.

6
 Otot pengangkat beban berat
Menarik nafas dalam dan mempertahankan diafragma seperti diuraikan di
atas memungkinkan peningkatan tekanan intra-abdominal sedemikian rupa
sehingga membantu menyokong kolumna vertebralis dan mencegah gerakan
fleksi. Keadaan ini sangat membantu otot-otot post-vertebra dalam gerakan
mengangkat beban berat. Jelas sekali pada situasi di atas dibutuhkan kontrol
otot-otot sfingter vesika urinaria dan kanalis analis yang baik.
 Pompa torakoabdominalis
Penurunan diafragma mengurangi tekanan intratorakal dan dalam waktu
yang bersamaan meningkatkan tekanan intraabdominalis. Perubahan
tekanan ini memompa darah di dalam vena kava inferior dan mendorongnya
ke atas masuk ke dalam atrium dekstra kor. Cairan limfe di dalam
pembuluh-pembuluh limfatik abdomen juga diperas dan didorong ke atas
masuk ke duktus torasikus dengan bantuan tekanan negatif intratorakal.
Adanya katup-katup di dalam duktus torasikus mencegah aliran balik cairan
limfe.

2.2 Hernia
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin,
kantong, dan isi hernia. Cincin hernia dibentuk dari lapisan-lapisan dinding yang
dilalui oleh kantong hernia. Kantong hernia merupakan kantong (divertikulum)
yang mempunyai leher dan badan (korpus). Isi hernia dapat terdiri dari setiap
struktur yang ditemukan di dalam kavitas abdominalis dan dapat bervariasi dari
sebagian kecil omentum sampai organ besar seperti ginjal (ren).
Berdasarkan proses terjadinya, hernia dibagi atas hernia kongenital (bawaan
dari lahir) dan hernia akuisita (didapat). Sedangkan menurut letaknya, hernia
dibagi menjadi hernia diafragmatika, hernia inguinalis, hernia femoralis, hernia
skrotalis, dan lain sebagainya.
Menurut sifatnya, hernia dapat dibagi menjadi hernia reponibel bila isi hernia
dapat keluar masuk (misal, usus keluar jika berdiri atau mengedan, dan masuk lagi

7
jika berbaring atau didorong masuk perut); dan hernia ireponibel jika isi kantong
tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut. Bila isi hernia mengalami
perlekatan pada kantong hernia, maja hernia ini disebut hernia akreta. Apabila isi
hernia terjepit cincin hernia sehingga isi terperangkap dan tidak dapat kembali ke
dalam kavitas abdominalis serta terjadi gangguan pasase dan vaskularisasi, hernia
ini disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata. Secara klinis, hernia
inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase,
sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai hernia strangulata.

2.3 Hernia Diafragmatika


1. Definisi
Hernia isi perut ke dalam rongga toraks bisa terjadi sebagai akibat defek trauma
atau kongenital pada diafragma. Gejala dan prognosisnya tergantung pada lokasi
defek dan anomali yang menyertainya. Defek ini bisa terjadi pada hiatus
esofageus (hernia hiatus), berdekatan dengan hiatus (hernia paraesofagus),
retrosternal (Morgagni), atau posterolateral (Bochdalek). Walaupun semua defek
ini kongenital, istilah hernia kongenital diafragmatika (HKD) menjadi sinonim
dengan herniasi melalui foramen posterolateral Bochdalek. Lesi ini biasanya
terdapat pada distres respirasi berat pada masa neonatus, yang disertai dengan
anomali sistem organ lain dan mempunyai mortalitas yang berarti (40-50%).

Gambar 2. Hernia kongenital diafragmatika

8
2. Epidemiologi
Laporan hernia kongenital diafragmatika bervariasi dari 1:5000 kelahiran hidup
sampai 1:2000 jika lahir mati dimasukkan. Defek lebih sering terjadi pada sisi kiri
(70-85%) dan kadang 5% bilateral. Malrotasi dan hipoplasia pulmo sebenarnya
terjadi pada semua kasus dan diperkirakan merupakan komponen lesi dan tidak
terkait anomali. Anomali yang menyertai telah dikenali pada 20-30% dan meliputi
lesi sistem saraf sentral, atresia esofagus, omfalokel, lesi kardiovaskuler. Laporan
kejadian HKD pada anak kembar, sedarah, dan keturunan adalah sporadis. Mode
pewarisan resesif autosom telah dikesankan pada keluarga dengan agenesis total
diafragma.

Gambar 3. Defek diafragma pada, A. hernia bochdalek, B. hernia morgagni dan hernia
anterior lainnya, C. hernia sentral

3. Patofisiologi
Gangguan fusi bagian sternal dan bagian kostal diafragma di garis median
mengakibatkan defek yang disebut foramen Morgagni. Tempat ini dapat menjadi
lokasi hernia retrosternal yang disebut juga hernia parasternalis. Hernia
retrosternal ini hanya sekitar 10% dari semua kasus hernia diafragmatika dan
jarang menimbulkan masalah selama usus halus masuk ke mediastinum pelan-
pelan.
Tujuh puluh sampai delapan puluh persen (70-80%) merupakan hernia
posterolateral melalui foramen Bochdalek yang terbentuk akibat kegagalan
penutupan kanalis pleuroperitoneal pada 10 minggu kehidupan janin. Usus halus,
gaster, limpa, serta sebagian kolon transversum dari rongga peritoneal dapat

9
masuk ke rongga toraks (90% sebelah kiri). Selanjutnya paru-paru di rongga
toraks yang bersangkutan tidak berkembang (hipoplasi) dan tidak berfungsi baik
pada waktu lahir.

4. Manifestasi Klinis
Walaupun hernia Morgagni merupakan hernia kongenital, hernia ini jarang
menimbulkan gejala sebelum usia dewasa. Sebaliknya, hernia Bochdalek
menyebabkan gangguan pernapasan segera setelah lahir sehingga memerlukan
pembedahan darurat. Namun, kedua jenis ini sering tidak menimbulkan gejala
sehingga dapat merupakan kelainan asimtomatik.
Sisi toraks yang terkena terlihat lebih menonjol, perkusi pekak, suara napas
menghilang pada auskultasi. Mediastinum tergeser ke sisi toraks yang normal.
Pada literatur lain disebutkan gejala yang timbul pada hernia diafragmatika
antara lain sebagai berikut:
1. Retraksi sela iga dan substernal
2. Perut kecil dan cekung
3. Suara nafas tidak terdengar pada paru karena terdesak isi perut.
4. Bunyi jantung terdengar di daerah yang berlawanan karena
terdorong oleh isi perut.
5. Terdengar bising usus di daerah dada.
6. Gangguan pernafasan yang berat
7. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen)
8. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
9. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
10. Takikardia (denyut jantung yang cepat).

5. Komplikasi
Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika
hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara
sempurna. Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera
terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga menekan

10
paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan. Sedangkan komplikasi yang
mungkin terjadi pada penderita hernia diafragmatika tipe Bockdalek antara lain 20
% mengalami kerusakan kongenital paru-paru dan 5 – 16 % mengalami kelainan
kromosom.
Selain komplikasi di atas, ada pula beberapa komplikasi lainnya, yaitu:
1. Adanya penurunan jumlah alvieoli dan pembentukan bronkus.
2. Bayi mengalami distress respirasi berat dalm usia beberapa jam
pertama.
3. Mengalami muntah akibat obstuksi usus.
4. Kolaps respirasi yang berat dalam 24 jam pertama
5. Tidak ada suara nafas.

6. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis prenatal dengan ultrasonografi (USG) adalah lazim. Evaluasi dengan
seksama untuk anomali lainnya harus melibatkan pemeriksaan ekokardiografi dan
amniosintesis. Kadang-kadang, janin dengan USG dalam rahim tidak mempunyai
kelainan pada foto Roentgen setelah lahir. Orang tua dengan diagnosis hernia
diafragmatika USG harus dinasihati dengan seksama oleh multidisipliner yang
sangat berpengalaman dengan keadaan ini, jika harus dihindari terminasi yang
tidak perlu dan harapan yang tidak realistik.
Temuan hernia diafragmatika pada USG antara lain :
 Kardiomediastinal shift +/- abnormal kardiak aksis
 Lambung dan jantung berada dalam posisi transversal yang sama; hal
ini membuat hernia sinsitra lebih mudah dideteksi pada USG
 Vena porta di thorax (Doppler)
 Absens bowel loop di abdomen
Mungkin ditemukan polihidramnion pada gambaran sonografi

11
Gambar 4. USG hernia diafragma congenital. Dengan USG obstetric koronal (atas ke
kanan gambar, thorax tengah, abdomen kiri) menunjukkan lambung dan jantung
berada dalam cavum thorax. Diafragma dapat terlihat sebagai garis kurva vertikal
echogenik yang memisahkan abdomen dan thorax. Jantung bagi tergeser ke sebelah
kanan.

Setelah lahir kebanyakan bayi dengan hernia diafragmatika akan mengalami


kolaps respirasi yang berat dalam 24 jam pertama. Tidak adanya suara nafas dan
bergesernya tempat suara jantung sering terjadi pada HKD, disertai dengan perut
skafoid pada bayi.
Foto Roentgen toraks biasanya membantu diagnostik. Pandangan lateral
sering menampakkan usus masuk melewati bagian posterior diafragma. Selain itu
tampak pula:
 Diafragma indistinct dengan opasifikasi pada semua hemithorax
 Perut skapoid
 Deviasi garis endotrakeal tube, nasogastrik tube, arteri umbilical dan
kateter vena.

12
Gambar 5. Foto Roentgen thorax AP hernia kongenital

Gambar 6. Foto Roentgoen toraks AP hernia Morgagni. Terlihat perselubungan


udara dan dinding usus halus di rongga toraks.

Kadang-kadang lesi kistik kongenital paru bisa menghasilkan gambaran


radiografi yang sama. Perbedaan dengan hernia diafragmatika bisa ditegakkan
dengan USG pascanatal atau injeksi kontras ke dalam lambung atau kateter arteri
umbilikalis untuk mengenali usus di atas diafragma. Pada anak yang lebih tua,
dengan gejala yang tidak khas, pemeriksaan kontras saluran cerna biasanya

13
diperlukan. USG dan fluroskopi membantu membedakan elevasi dari hernia yang
sebenarnya. CT-scan dibutuhkan untuk menyingkirkan pneumatokel atau
komplikasi efusi.

Gambar 7. Foto polos thorax AP Posisi NGT (nasogastrik tube) pada cavum thorax merupakan
salah satu temuan pada hernia diafragmatika

Gambar 8. MRI iniencephaly dengan hernia diafragma

14
Gambar 9. Foto Roentgen toraks lateral hernia Morgagni. Terlihat
perselubungan udara di dalam rongga toraks

Gambar 10. CT-scan toraks pada kasus hernia diafragmatika

15
Gambar 11. Foto toraks hernia diafragmatika.
Terlihat jelas sekali adanya perselubungan udara
dan kontur-kontur dinding usus halus yang
menembung diafragma dan mengisi ruang toraks
sinistra mendesak organ-organ yang berada di
ruang ini ke arah kontralateral.

Pemeriksaan MRI dapat membantu untuk mengidentifikasi adanya hipoplasia


pulmoner pada hernia. Radio paru-kepala (lung-head ratio) dapat dinilai
menggunakan USG dan MRI, diameter aksial kedua paru dikalikan, dan dibagi
dengan lingkar kepala dapat digunakan untuk menilai adanya hipoplasia
pulmoner. Rasio <1,0 dikaitkan dengan prognosis malam, dan >1,4 dikaitkan
dengan prognosis baik.
Pemeriksaan Foto Roentgen Saluran Cerna dengan Kontras
Foto Roentgen polos seringkali sudah memberikan informasi penting, seperti
halnya pada kasus diafragmatika. Namun, dengan adanya pemikiran tentang

16
berbagai diagnosis banding, pemeriksaan menggunakan zat kontras pun dilakukan
untuk meyakinkan diagnosis. Kontras yang dilakukan pada pemeriksaan ada dua
macam, yaitu (1) kontras positif dan (2) kontras negatif.
 Kontras positif
Kontras positif yang biasanya digunakan dalam pemeriksaan radiologik
traktus digestivus adalah barium sulfat (BaSO4). Bahan ini adalah suatu
garam bewarna putih, berat (karena barium mempunyai massa atom yang
berat), dan tidak larut dalam air. Garam ini diaduk dalam air, dengan
perbandingan tertentu, sehingga membentuk suspensi. Suspensi ini harus
diminum oleh pasien pada pemeriksaan esofagus, lambung, dan usus halus;
atau dimasukkan lewat klisma pada pemeriksaan kolon (enema).Sinar
Roentgen tidak dapat menembus BaSO4 tersebut sehingga menimbulkan
bayangan radioopak dalam foto Roentgen.
Kontras positif lain yang lazim digunakan adalah zat yang mengandung
unsur iodium. Zat kontras ini digunakan untuk pemeriksaan traktus urinarius
(ginjal, ureter, vesika urinaria), pembuluh-pembuluh darah, limfe, dan
sumsum tulang belakang. Perlu ditambahkan bahwa untuk beberapa
pemeriksaan traktus digestivus, BaSO4 kadang tidak dipilih sebagai kontras,
melainkan zat yang mengandung iodium. Kasus-kasus yang dimaksud
adalah atresia esofagus dan penyakit Hirschprung.
 Kontras negatif
Udara merupakan salah satu bentuk kontras negatif yang paling murah,
paling bagus, alamiah, dan dapat diperoleh dimana-mana. Sayangnya tidak
selalu dapat diterapkan. Sebagai kontras negatif pengganti, digunakan CO2.

17
Gambar 12. MRI koronal Hernia diafragmatika

7. Penatalaksanaan
Pertahankan neonatus agar tetap hangat. Bila perlu terapi ventilasi dengan
tekanan ringan. Pasang sonde lambung dan lakukan penghisapan kontinyu untuk
mencegah distensi usus. Dapat juga dilakukan pemeriksaan pH dan gas darah.
Pembedahan elektif perlu untuk mencegah penyulit. Tindakan darurat juga
perlu bila ditemukan adanya insufisiensi jantung-paru pada neonatus. Reposisi
hernia dan penutupan defek memberikan hasil baik.

18
Umumnya koreksi dilakukan melalui laparotomi. Pada keadaan post-operatif,
pasien perlu diberikan napas bantuan dengan ventilator, serta pemeriksaan pH dan
gas darah yang frekuen.
Tata laksana hernia diafragmatika yang optimal harus memperhatikan berbagai
hal yang terkait dengan kelainan bawaan ini.
1. Proses persalinan dan unit perawatan intensif neonatus
Bayi harus dilahirkan di pusat kesehatan yang memiliki sarana bedah
anak dan perinatologi yang memadai. Secara umum sarana yang
diperlukan adalah intubasi endotrakeal dan pemakaian ventilator
mekanik yang disesuaikan dengan derajat keparahan herniasi organ
abdomen, pemasangan pipa nasogastric untuk dekompresi,
menghindari pemakaian tekanan inspirasi yang tinggi.
2. Stabilisasi preoperatif
Pada hernia diafragmatika terdapat paru yang hipoplastik, tidak
atelektasis vaskularisasi arteriolar yang abnormal dan hipertensi
pulmonal sehingga dipertimbangkan pembedahan ditunda atau
dipersiapkan dahulu. Umur rata-rata untuk melakukan pembedahan
adalah sekitar 72 jam.
3. Ventilasi mekanik konvensional
Pemberian ventilasi mekanik harus mempertimbangkan faktor-faktor
yang diketahui meningkatkan resistensi vaskuler pulmonal (hipoksia,
asidosis, hipotensi dan hiperkarbia). Ventilasi dengan inspirasi
bertekanan rendah dipilih karena menurunkan kemungkinan terjadinya
pneumothorax kontralateral yang dapat meningkatkan ketidakstabilan
sistem kardiorespirasi dan dekompensasi.
4. Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO)
Alat ECMO adalah perlengkapan paru buatan yang digunakan untuk
mengembangkan sisa jaringan paru agar oksigenasi tetap adekuat
selama pembedahan untuk mencegah gagal napas dan hipoksia berat.
5. Pemberian surfaktan

19
Gagal napas pada bayi dengan hernia diafragmatika dapat berhubungan
dengan perkembangan paru yang abnormal dan defisiensi surfaktan.
Studi postmortem menunjukkan adanya penurunan ekskresi surfaktan
apoprotein A (SP-A) yang lebih berat pada sisi dengan hernia
diafragmatika dibandingkan dengan sisi yang lain.
6. Terapi antenatal
Pemberian glukokortikoid antenatal untuk memperbaiki maturitas paru
dan meningkatkan oksigenasi serta kemampuan paru.

Gambar 13. Foto polos thorax neonatus dengan hernia diafragmatika congenital. Tampak
gambaran usus pada hemithorax kiri, mediastinum tergeser ke sisi kontralateral dan ruang
paru menyempit. B dan C, pada laparatomi, bagian kiri, ditemukan hernia diafragmatika
posterolateral. Pada B, bagian usus halus terlihat memasuki rongga thorac melalui lubang.
Pada C, terlihat setelah mengurangi isi hernia. D, pasien meninggal dengan hipertensi
pulmonal persisten beberapi setelahnya. Pada autopsy ditemukan hipoplasia paru kiri berat
dan hipoplasia sedang pada paru kanan.

8. Prognosis
Prognosis sangat bergantung pada kondisi paru-paru. Mortalitas mencapai 50%
pada neonatus yang pada hari pertama kelahiran menunjukkan sindrom distres
respirasi berat. Pada kasus dengan sindrom distres respirasi ringan dan neonatus
dapat mencapai umur 3 hari pertama, umumnya dapat tertolong 100%. Prognosis
buruk bila paru-paru sangat hipoplastik dan dengan resusitasi tidak terdapat
perbaikan saturasi oksigen darah.

20
BAB III
PENUTUP

Dapat disimpulkan bahwa hernia diafragmatika adalah kasus yang sangat


jarang terjadi, dengan laporan kasus 1:5000 kelahiran hidup dan 1:2000 jika
kelahiran mati dimasukkan. Hernia diafragmatika merupakan suatu bentuk
kelainan kongenital dimana terjadinya gangguang fusi pada dinding diafragma
yang menyebabkan terbentuknya foramen Morgagni (hernia retrosternal) atau
foramen Bochdalek (hernia posterolateral). Dari seluruh kejadian hernia
diafragmatika, hernia Bochdalek paling sering terjadi (70-80%) dibanding hernia
Morgagni. Usus halus, gaster, limpa, serta sebagian kolon transversum dari rongga
abdomen dapat masuk ke toraks (90% sebelah kiri).
Walaupun hernia Morgagni merupakan kelainan kongenital, tetapi kelainan
ini jarang menimbulkan gejala sebelum usia dewasa. Hernia Bochdalek
menyebabkan gangguan langsung pada saat bayi lahir, yaitu distres pernafasan
berat. Hernia Bochdalek memerlukan tindakan pembedahan segera mengingat
distres pernafasan berat sangat mengancam jiwa. Sisi toraks yang terkena terlihat
menonjol, perkusi pekak, dan suara napas menghilang pada auskultasi.
Penegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologi sangat diperlukan. Foto
Rontgen dapat memberikan informasi yang sangat bermakna. Pandangan lateral
sering memperlihatkan usus masuk ke dalam rongga toraks melewati bagian
posterior diafragma. Pemberian kontras diperlukan untuk menyingkirkan
diagnosis banding lesi kistik kongenital paru. Kontras yang lazim digunakan
untuk pemeriksaan traktus digestivus adalah barium sulfat (BaSO4), yang
dimasukkan dengan cara meminumnya. Barium enema biasanya digunakan untuk
memeriksa kolon.
Dan pada penatalaksanaannya, pertahankan neonatus agar tetap hangat dan
bila perlu berikan ventilasi bantuan dengan tekanan ringan. Lakukan operasi
segera pada kasus distres pernapasan berat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E.; Robert M. Kliegman; Ann M. Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan
Anak Nelson Vol. 2, Edisi 15. Jakarta: EGC
De Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
Goel Ayush, Agrawal Rishi et al. 2014. Congenital diaphragmatic hernia.
Radiopaedia. Diakses melalui http://radiopaedia.org/ pada 18 November
2019
Pober BR, Russel MK, Ackerman KG. 2010. Congenital diaphragmatic hernia
overview. Gene Reviews. University of Wahington. Seattle. Diakses melalui
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pada 18 November 2019
Pradip R. Patel. 2007. Lecture notes: radiology ed 2. Jakarta: Erlangga
Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik, Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Reksoprodjo, Soelarto& Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa
Aksara
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6.
Jakarta: EGC
Sanjaya IGN, Abdul Hamid, IN Semadi. 2006. Sari Pediatri, Volume 7, Nomor 4.
Diakses melalui www.saripediatri.org pada 18 November 2019
Tovar JA. 2012. Congenital Diaphragmatic Hernia. Orphanet Journal of Rare
Disease no. 7 vol 1. Diakses melalui http://www.ojrd.com pada 18
November 2019

22

Anda mungkin juga menyukai