Anda di halaman 1dari 10

Devi Liani Octiara, Ari Wahyuni | Manajemen Anestesi pada Pediatri dengan Invaginasi: Laporan Kasus

Manajemen Anestesi pada Pediatri dengan Invaginasi: Sebuah Laporan


Kasus
Devi Liani Octiara1, Ari Wahyuni2
1
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Abstrak
Invaginasi atau intususepsi adalah keadaan inversi segmen usus ke segmen usus lainnya. Invaginasi dapat terjadi pada
segala usia, terutama pada anak-anak. Puncak insidens tertinggi pada anak usia 4 – 9 bulan. Penyebab invaginasi pada anak
mayoritas idiopatik. Diagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis dan penunjang radiologis. Invaginasi dapat menyebabkan
nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Penatalaksanaan operatif
diperlukan untuk mencegah iskemik usus, perforasi, dan peritonitis yang dapat fatal. Bayi perempuan usia 5 bulan 18 hari,
datang dengan buang air besar (BAB) terdapat darah bercampur lendir sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Ibu pasien
mengatakan pasien juga muntah air bercampur lendir, bewarna kuning kehijauan. Riwayat makanan pasien yaitu ASI
ekslusif, dan riwayat kelahiran pasien yaitu aterm secara spontan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan flatus (-) dan kembung
(+). Riwayat penyakit sistemik, alergi dan operasi sebelumnya tidak ada. Pasien dilakukan tindakan laparatomi dengan
beberapa pertimbangan anestesi sebelumnya. Manajemen preoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif yang lengkap akan
membuat keberhasilan operasi menjadi lebih baik.

Kata kunci: Anestesi, emergensi, invaginasi, pembedahan

Anesthesia Management in Pediatric with Invagination: A Case Report


Abstract
Invagination or intussusception is an inversion of intestinal segments to other intestinal segments. Invagination can occur at
any age, especially in children. The peak incidence is highest in children aged 4 - 9 months. The cause of invagination in
majority idiopathic children. The diagnosis is based on clinical examination and radiological support. Invagination can cause
ischemic necrosis of the part of the intestine that enters with perforation and peritonitis. Operative management is needed
to prevent intestinal ischemia, perforation, and peritonitis which can be fatal. Female baby patients aged 5 months 18 days,
come with defecation there is blood mixed with mucus since 4 days before entering the hospital. The patient's mother said
the patient also vomited water mixed with mucus, greenish yellow food history, the patient was given exclusive
breastfeeding, and the birth history of the patient was born at term spontaneously, flatus (-), bloating (+). No previous
history of systemic disease, allergies and surgery. The patient receives an operative laparatomy with some consideration of
anesthesia. Preoperative, intraoperative, and postoperative management will ensure a correct initial management.

Keywords: Anesthesia, emergency, invaginasi, surgery

Korenspondensi: Devi Liani Octiara, alamat Jl. Wartawan gang manis, No.6C, Gunung Sulah, Way Halim Bandar Lampung, HP
081272037002, e-mail devioctiara13@gmail.com

penyakit ini bersifat progresif. Insiden 70%


Pendahuluan terjadi pada usia <1 tahun tersering usia 6-7
Invaginasi adalah suatu keadaan dimana bulan, anak laki-laki lebih sering dibandingkan
segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya, anak perempuan. 1,2
yang pada umumnya berakibat dengan Sebesar 90-95 % invaginasi pada anak < 1
terjadinya obstruksi ataupun strangulasi. tahun tidak dijumpai adanya kelainan pada
Invaginasi sering disebut juga sebagai ususnya yang dikenal dengan istilah infantile
intususepsi. Umumnya bagian yang proksimal idiopathic intussusception. Diduga karena
(intussuseptum) masuk ke bagian distal penebalan dinding usus, terutama ileum
(intususepien).1 terminal akibat hiperplasi jaringan limfoid
Invaginasi adalah suatu keadaan gawat submukosa oleh peradangan virus yaitu adeno
darurat akut dibidang ilmu bedah dimana suatu virus dan retrovirus. Penyebab lain pada anak
segmen usus masuk kedalam lumen usus >2 tahun adalah divertikel meckel, polyposis
bagian distalnya sehingga dapat menimbulkan neoplasma (leimioma dan leiomiosarkoma),
gejala obstruksi dan pada fase lanjut apabila haemangioma, dan limfoma. Invaginasi dapat
tidak segera dilakukan reposisi dapat juga terjadi setelah laparotomi yang biasanya
menyebabkan strangulasi usus yang berujung timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini
pada perforasi dan peritonitis. Perjalanan terjadi akibat gangguan peristaltik usus
JK Unila | Volume 4 | Nomor 1 | 2020 | 70
Devi Liani Octiara, Ari Wahyuni | Manajemen Anestesi pada Pediatri dengan Invaginasi: Laporan Kasus

disebabkan manipulasi usus yang kasar dan bawah, atas tengah atau kiri bawah. Tumor
lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan lebih mudah teraba pada waktu terdapat
hipoksia lokal. 1,3 peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan
Invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya bawah teraba kosong yang disebut “dance’s
yaitu pada bagian usus mana yang terlibat: 1. sign” ini akibat sekum dan kolon terdorong ke
Ileo-ileal, adalah bagian ileum masuk ke distal, ikut proses invaginasi. 4
bagian ileum; 2. Ileo-colica, adalah bagian ileo- Pemeriksaan colok dubur didapatkan
caecal masuk ke bagian kolon; 3. Ileo-caecal, tonus sfingter melemah dan bila invaginasi
adalah bagian ileo-caecal masuk ke bagian dapat diraba, akan berupa massa seperti
apex dari invaginasi; 4. Appedicial-colica, portio. Saat jari ditarik dari dubur maka akan
adalah bagian caput dari sekum terinvaginasi; keluar darah bercampur lendir. Diagnosis
5. Colo-colica, adalah bagian kolon masuk ke invaginasi ditegakkan berdasarkan pada
bagian kolon. Pada kolon dikenal dengan jenis anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium
colo colica dan sekitar ileo-caecal dan ileo dan radiologi, tetapi diagnosis pasti dari suatu
colica, jenis-jenis yang disebutkan di atas invaginasi adalah ditemukannya suatu keadaan
dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dimana segmen usus masuk ke dalam segmen
dindingnya terdiri dari tiga lapisan. Jika lainnya, pada saat dilakukan operasi
dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, laparotomy. 4,6
hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut Penatalaksanaan dari invaginasi pada
disebut tipe invaginasi ganda, sebagai contoh umumnya meliputi resusitasi, kofirmasi
adalah tipe invaginasi ileo-ileo colica atau colo- diagnostik melalui ultrasonografi, reduksi
colica. 4,5 hidrostasis, reduksi dengan barium enema
Secara klasik perjalanan invaginasi (kecuali anak mengalami tanda-tanda
memperlihatkan gambaran sebagai berikut: peritonitis), dengan intervensi bedah
anak atau bayi yang biasanya dengan keadaan merupakan pilihan terakhir. Keberhasilan
gizi yang baik, tiba-tiba menangis kesakitan, penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh
terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, cepatnya pertolongan diberikan, jika
penderita tampak seperti kejang dan pucat pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam
menahan sakit, serangan nyeri perut seperti dari serangan pertama maka akan memberikan
ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar prognosis yang lebih baik. 7
serangan anak atau bayi kelihatan seperti Pertimbangan anestesi yang digunakan
normal kembali, pada waktu itu sudah terjadi pada anak-anak maupun bayi juga harus lebih
proses invaginasi. Serangan nyeri perut diperhatikan, secara anatomi dan fisiologi
datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu hampir seluruh sistem berbeda dengan orang
15-20 menit, lama serangan 2-3 menit. Pada dewasa, contohnya seperti sistem respirasi,
umumnya selama serangan nyeri perut diikuti pada anak-anak maupun neonatus memiliki
dengan muntah berisi cairan dan makanan alveolus yang lebih kecil sehingga compliance
yang ada di lambung. Sesudah beberapa kali paru menurun dan rendahnya volume residual
serangan dan setiap kalinya memerlukan pada ekspirasi.6 Pada bayi dengan invaginasi
tenaga, maka di luar serangan si penderita manajemen anestesi lebih ditekankan pada
terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai hilangnya panas tubuh yang dapat
datang serangan kembali. 4 menyebabkan terjadinya hipotermia pada
Proses invaginasi yang belum terjadi pasien akibat terpapar lingkungan yang dingin,
gangguan pasase isi usus secara total, anak perbedaan rasio antara luas permukaan tubuh
masih dapat defekasi tetapi biasanya terjadi dengan berat badan, lemak subkutan yang
diare ataupun feses yang lunak, kemudian minim dan rendahnya kemampuan menggigil
feses bercampur darah segar dan lendir, pada anak-anak..8,9
kemudian defekasi hanya berupa darah segar
bercampur lendir tanpa feses. Karena Kasus
sumbatan belum total, perut belum kembung An. A, bayi perempuan usia 5 bulan 18
dan tidak tegang, dengan demikian mudah hari diantar ibunya datang ke Instalasi Gawat
teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi Darurat (IGD) RS Abdoel Moeloek dengan
sebagai suatu massa tumor berbentuk sosis di keluhan buang air besar (BAB) terdapat darah
dalam perut di bagian kanan atas, kanan bercampur lendir sejak 4 hari sebelum masuk

JK Unila | Volume 4 | Nomor 1 | 2020 | 71


Devi Liani Octiara, Ari Wahyuni | Manajemen Anestesi pada Pediatri dengan Invaginasi: Laporan Kasus

rumah sakit. Ibu pasien mengatakan bahwa rehidrasi cairan dengan kristaloid sebanyak 4
BAB dengan darah yang keluar tanpa disertai ml/kgBB/jam yang bertujuan untuk mencukupi
ampas, dan BAB menjadi kekuningan disertai cairan intravaskular sebelum pasien diinduksi
ampas sejak 2 hari SMRS. Pasien juga muntah di ruang operasi. Saat preoperatif, sudah
air bercampur lendir, bewarna kuning dimulai manajemen termoregulasi untuk
kehijauan, kira-kira 10 kali dengan total mencegah kehilangan panas tubuh pasien dari
sebanyak kira-kira setengah gelas belimbing organ-organ dalam yang terpapar. Pada pasien
sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit dan juga dilakukan pemasangan nasogastric tube
berangsur-angsur membaik. Riwayat makanan (NGT) untuk dekompresi lambung. Pada pasien
pasien yaitu ASI ekslusif, riwayat kelahiran ini dengan berat badan 5 kg dilakukan induksi
pasien yaitu aterm secara spontan, riwayat secara intravena dengan trias anestesi,
flatus (-) dan kembung (+). Riwayat penyakit propofol 10 mg sebagai hipnotik atau sedatif,
sistemik, alergi dan operasi sebelumnya tidak fentanyl 10 mcg sebagai analgesik, dan
ada. atracurium 2,5 mg sebagai pelumpuh otot.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Pasien dilakukan intubasi ETT nomor 3,0
keadaan umum tampak lemas, kesadaran dengan panjang kedalaman 11 cm dengan
compos mentis, nadi 113 x/menit, respirasi 20 membandingkan hingga suara napas terdengar
x/menit, suhu aksila 37,5 °C. Pada sama pada kedua lapang paru. Selama operasi,
pemeriksaan kepala dan leher tidak anestesi dipelihara dengan oksigen: udara:
didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan thorak sevoflurane. Total input cairan pada pasien
dan jantung tidak didapatkan juga kelainan. sebanyak 280 cc dengan blood loss sebanyak 50
Pada abdomen, saat inspeksi didapatkan cc. Operasi berlangsung 60 menit, saat operasi
abdomen tampak cembung, pemeriksaan hemodinamik pasien stabil, nadi dan saturasi
auskultasi tidak didapatkan adanya bising dalam batas normal, produksi urin 5 cc. Setelah
usus, pada pemeriksaan perkusi didapatkan operasi selesai, kondisi pasien stabil, keadaan
timpani diseluruh lapang abdomen, pada umum baik, pasien dipindahkan ke ruang
palpasi abdomen teraba keras dan terdapat pemulihan. Hal yang perlu diawasi adalah
nyeri tekan di regio epigastrium, hipogastrik kesadaran, pernafasan yang spontan dan
dekstra dan sinistra. adekuat serta bebas dari pengaruh efek sisa
Pemeriksaan penunjang pasien berupa obat pelumpuh otot, denyut nadi, warna kulit,
darah lengkap dengan hasil hemoglobin 10,4 dan suhu tubuh. Pasien dapat dipindahkan ke
g/dL, hematokrit 35 %, leukosit 14.800 /μL, ruangan jika steward score mencapai >5. Pada
eritrosit 4,6 juta/μL, gula darah sewaktu (GDS) pasien didapatkan steward score 6.
121 mg/dL, ureum 11 mg/dL, kreatinin 0,26
mg/dL, aspartase aminotransferase (AST) 34 Pembahasan
U/L, alanine aminotransferase (ALT) 10 U/L, Invaginasi atau intususepsi adalah suatu
natrium 132 mmol/L, kalium 2,9 mmol/L, keadaan inversi segmen usus ke segmen usus
kalsium 8,7 mg/L, dan klorida 97 mmol/L. lainnya.1 Intususepsi menjadi penyebab
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan tersering obstruksi intestinal pada bayi dan
pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada anak-anak. Puncak insidens tertinggi pada anak
pasien ini adalah invaginasi dengan usia 4 – 9 bulan. Kegagalan diagnosis dan terapi
direncanakan untuk tindakan laparatomy. dini dapat menyebabkan iskemi usus, perforasi,
Pada kunjungan preoperatif didapatkan dan peritonitis yang dapat fatal. 1,4
kondisi pasien lemas namun masih dapat Secara klasik perjalanan invaginasi adalah
menangis dengan skor American Society of anak atau bayi yang biasanya dengan keadaan
Anesthesiologist (ASA) III E. Berdasarkan hasil gizi yang baik, tiba-tiba menangis kesakitan,
pemeriksaan laboratorium, kadar hemoglobin terlihat kedua kakinya terangkat ke atas,
dan nilai elektrolit pasien dalam kondisi yang penderita tampak seperti kejang dan pucat
buruk, oleh karena itu, sebelum dilakukan menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini
operasi elektrolit pasien diperbaiki terlebih berlangsung dalam beberapa menit. Diluar
dahulu dengan memberikan intravenous fluid serangan anak atau bayi kelihatan seperti
drip dengan cairan NaCl 3% dan KCL Packed normal kembali, pada waktu itu sudah terjadi
Red Cell (PRC) telah disiapkan untuk pasien proses invaginasi.10 Pada kasus ini, anak
sebanyak 200 cc. Pada pasien dilakukan berumur 5 tahun 18 hari mempunyai berat 5 kg

JK Unila | Volume 4 | Nomor 1 | 2020 | 72


Devi Liani Octiara, Ari Wahyuni | Manajemen Anestesi pada Pediatri dengan Invaginasi: Laporan Kasus

dengan panjang badan 60 cm, menurut kurva pembengkakan payer patch di ileum terminalis,
WHO BB/U nilainya < -2 SD yang berarti gizi menyebabkan invaginasi segmen ileum ke kolon
kurang, PB/U nilainya > -2 SD yang berarti proksimal. 3,4 Tipe intususepsi ini yang paling
normal, dan BB/PB nilainya < -2 SD yang berarti sering terjadi sesuai dengan hasil studi yang
kurus. menyatakan 88,46% kasus merupakan
Mayoritas invaginasi pada anak bersifat intususepsi ileokolikal. Jika segmen ileum
idiopatik. Perbedaan asupan makanan pada masuk ke kolon, terjadi kompresi pembuluh
bayi, ASI, antibodi maternal, prevalensi darah mesenterika, menyebabkan inflamasi dan
enteropatogen seperti adenovirus dan edema intestinal yang dapat berujung pada
rotavirus, berkontribusi pada risiko terjadinya obstruksi usus, gangguan vaskular, dan bahkan
intususepsi.10 Invaginasi dianggap berkaitan nekrosis usus. Pada pasien bayi dengan
dengan peristaltik usus yang tidak terkoordinir invaginasi memerlukan operasi darurat agar
atau adanya hiperplasia limfoid karena diare. 4 iskemi usus, perforasi, dan peritonitis yang
Dalam banyak kasus intususepsi, hampir dapat fatal tidak terjadi. 4,10
30% anak-anak mengalami penyakit virus Sebuah jurnal menilai apakah
sebelum timbulnya intususepsi. Hubungan ultrasonografi (USG) mampu digunakan untuk
dengan spesies adenovirus C terjadi di lebih membedakan intususepsi dari usus halus atau
dari sepertiga kasus telah dilaporkan dalam ileokolik. Parameter yang dianggap berguna
studi prospektif kontrol kasus di Vietnam dan sebagai pembeda adalah indeks diameter inti
Australia. Baru-baru ini hubungan dengan virus lemak bagian dalam dengan ketebalan dinding
syncytial pernapasan juga telah dijelaskan.10 usus. Jika nilai indeks lebih dari 1,0 maka
Beberapa jurnal menghubungkan kejadian karakteristik intususepsi ileokolik. Sensitivitas
intususepsi dengan penggunaan vaksin dan spesifisitas mencapai 100%. Sedangkan jika
rotavirus. Laporan dari Jerman kurang dari 1,0 adalah karakteristik intususepsi
mengungkapkan peningkatan risiko intususepsi usus halus. Hal ini berhubungan dengan
pada 7 hari pertama setelah vaksinasi; jika perbedaan anatomis struktur lemak
vaksin diberikan sebelum bayi berusia 12 mesenterium. Walaupun penilaian
minggu, risiko intususepsi adalah 1 dari 50.000 ultrasonografi bersifat subjektif, tetapi
anak; sedangkan jika diberikan setelah 12 sensitivitas dan spesifisitasnya hampir 100% di
minggu, risiko menjadi 1 dari 20.000 anak.11 tangan dokter berpengalaman.13 Pada kasus ini
Pada pasien ini tidak terdapat riwayat infeksi dilakukan pemeriksaan USG dan foto polos
terdahulu. Riwayat imunisasi pasien tidak abdomen. Pada pemeriksaan USG ditemukan
diketahui sehingga tidak dapat dipastikan gambaran “doughnut sign”. Pada foto polos
apakah vaksin rotavirus ini menjadi salah satu abdomen terlihat tanda-tanda obstruksi dengan
faktor risko yang menyebabkan terjadinya gambaran “airfluid level” serta distribusi udara
intususepsi pada pasien. dalam usus tidak merata.
Penelitian pada bayi intususepsi ileokolik Intususepsi termasuk kedalam kasus bedah
idiopatik menunjukkan bahwa mayoritas bayi kedaruratan. Permasalahan utama pada pasien
tidak lagi mengonsumsi ASI sehingga terjadi adalah kehilangan panas dan cairan, oleh
hilangnya imunitas maternal yang didapat karena itu, terapi cairan pada preoperatif
secara pasif. Sebuah studi di India menyatakan dilakukan untuk mempertimbangkan
bahwa 78,84% bayi intususepsi mendapat kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan
makanan pengganti ASI saat usia 2 – 4 bulan, dan kehilangan cairan yang sedang
15,38% bayi mendapat makanan pengganti saat berlangsung. Pada pasien ini didapatkan
masih berusia 4 – 6 bulan. Pada penelitian keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
tersebut, hanya 1 anak dengan ASI eksklusif compos mentis, rewel, mata tidak cekung,
yang menderita intususepsi.12 Pada penjabaran masih ada keinginan untuk minum, dan turgor
kasus dijelaskan bahwa pasien mendapatkan segera kembali yang berarti pasien mengalami
ASI eksklusif. Hal tersebut berarti keadaan dehidrasi ringan-sedang. Pada bayi atau anak,
pasien berbanding terbalik dengan mayoritas dosis kebutuhan cairan rumatan adalah 10 Kg I:
kasus intususepsi yang terjadi pada bayi yang 100ml/kgBB/24 jam, 10 Kg II: 50 ml/kg
tidak mendapatkan ASI ekskulsif. BB/24jam, 10 Kg III: 25ml/kgBB/24jam. Jumlah
Pemberian makanan pengganti ASI defisit cairan pada dehidrasi ringan 5% x BB
sebelum waktunya menimbulkan (dalam gram), dehidrasi sedang 10% x BB

JK Unila | Volume 4 | Nomor 1 | 2020 | 73


Devi Liani Octiara, Ari Wahyuni | Manajemen Anestesi pada Pediatri dengan Invaginasi: Laporan Kasus

(dalam gram), dehidrasi berat 15% x BB (dalam pasien yang menjalani anestesi umum. Dalam
gram).14 Jadi kebutuhan cairan pasien ini dalam sebagian besar keadaan, plasma [Na+] harus
24 jam adalah sebagai berikut; (1) kebutuhan diperbaiki untuk lebih dari 130 mmol/L untuk
cairan dehidrasi ringan = 5% x 5000 gr = 250 prosedur elektif, tanpa adanya gejala
ml, sedangkan kebutuhan cairan dehidrasi neurologis. Konsentrasi yang lebih rendah dapat
sedang = 10% x 5000 gr = 500 ml; (2) menyebabkan edema serebral signifikan yang
kebutuhan cairan rumatan = 100 ml x 5 kg/24 dapat dimanifestasikan secara intraoperatif
jam = 500 ml/24 jam; jadi kebutuhan total sebagai penurunan konsentrasi alveolar
cairan pasien ini adalah 750-1000 ml. minimum atau pasca operasi sebagai agitasi,
Pada pasien invaginasi dibutuhkan dua kali kebingungan, atau mengantuk.17 Pada pasien ini
dari dosis pemeliharaan dalam 24 jam diberikan intravenous fluid drip dengan cairan
pertama. Hal yang perlu dimonitoring selama NaCl 3% meskipun kadar natrium pasien adalah
resusitasi cairan adalah urine output, nadi, dan 132 mmol/L yang berarti masih dapat
perfusi jaringan. Pemberian cairan yang digolongkan aman untuk dilakukan anestesi
mengandung dekstrosa direkomendasikan umum tanpa diperlukan koreksi. Pemberian
untuk mencegah hipoglikemia dapat diberikan cairan NaCl 3% secara intravena dilakukan untuk
untuk beberapa hari selanjutnya sampai kadar mencegah terjadinya hiponatremi pada 12 dan
glukosa stabil. Kadar gula darah dan elektrolit 24 jam pasacaoperasi yang berhubungan
harus dimonitor dan larutan diberikan dengan dengan kegawatdaruratan operasi berupa
kecepatan maintenance yang sesuai. ensefalopati hiponatremia (20%-40%.pada
Kehilangan cairan pada intususepsi berupa pasien anak). Ensefalopati hiponatremia adalah
cairan isotonik beserta protein oleh karena itu suatu keadaan disfungsi otak yang ditimbulkan
pilihan terbaik adalah Dekstrosa 1% pada oleh rendahnya kadar natrium dalam darah
Ringer Laktat, D5% ¼ NS (KA-EN 1B).4, 7 dengan manifestasi berupa penurunan
Pada pemeriksaan penunjang pasien kesadaran, perubahan kognisi dan kejang.17
didapatkan hasil hemoglobin (hb) 10, 4 g/dL. Hipokalemia merupakan temuan pra
Transfusi darah diberikan pada bayi yang operasi umum. Keputusan untuk melanjutkan
mengalami anemia preoperatif dengan kadar dengan operasi elektif sering didasarkan pada
hb <10 gr/dL. Transfusi dapat diberikan pada plasma lebih rendah [K+] antara 3 dan 3,5
kadar hb <12 gr/dL jika terjadi tanda dan gejala mEq/L. Pengambilan keputusan pemeberian
anemia berat seperti apnea, hipotensi atau koreksi harus didasarkan pada tingkat
asidosis.15 Pada pasien tidak didapatkan tanda- perkembangan hipokalemia serta ada atau tidak
tanda anemia berat. Jika didasarkan pada studi adanya disfungsi organ sekunder. Secara umum,
yang telah disebutkan, pasien tidak hipokalemia ringan kronis (3-3,5 mEq/L) tanpa
memerlukan transfusi. Hal yang perlu adalah perubahan EKG tidak meningkatkan risiko
menyiapkan darah untuk transfusi bila anestesi.17
diperkirakan jenis operasi akan mengakibatkan Kadar kalium pasien ini adalah 2,9 mmol/L
perdarahan yang cukup banyak, umumnya PRC yang berarti membutuhkan koreksi elektrolit.
20 ml/kgBB cukup memadai.15 Pada pasien ini Pada pasien diberikan terapi intavena KCl.
disiapkan PRC sebanyak 200 cc pada saat Terapi kalium yang paling aman adalah melalui
preoperatif. oral. Pemberian oral dengan larutan KCl adalah
Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan yang paling dianjurkan. Jalur intravena
natrium 132 mmol/L, kalium 2,9 mmol/L, sebaiknya dibatasi hanya pada pasien yang tidak
kalsium 8,7 mg/L, dan klorida 97 mmol/L. dapat menggunakan jalur enteral atau dalam
Kadar normal elektrolit adalah sebagai berikut; komplikasi berat (paralisis dan aritmia).17 KCl
natrium 134-150 mmol/L, kalium 3,6-5,8 harus selalu diberikan dalam larutan garam,
mmol/L, dan klorida 94-112 mmol/L.16 bukan dekstrosa karena peningkatan insulin
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut pasien yang diinduksi dekstrosa dapat memperburuk
mengalami hiponatremia dan hipokalemia. hipokalemia. Dosis intravena perifer biasanya
Hiponatremia merupakan manifestasi dari 20-40 mmol/L. Untuk kecepatan pemberian
gangguan yang medasari sebuah penyakit dan kalium intravena pada anak dengan kadar
memerlukan evaluasi perioperatif yang amat kalium >2 mmol/L adalah 0,5-1 mmol/kg/dosis
teliti. Konsentrasi natrium plasma lebih besar dalam 1 jam.16 Adapun jumlah kalium yang
dari 130 mmol/L biasanya dianggap aman untuk dibutuhkan pasien adalah (K serum yang

JK Unila | Volume 4 | Nomor 1 | 2020 | 74


Devi Liani Octiara, Ari Wahyuni | Manajemen Anestesi pada Pediatri dengan Invaginasi: Laporan Kasus

diinginkan [mEq/liter] – K serum yang diukur) x kemudian meningkatkan akumulasi cairan.


0,25 x BB (kg) = (3,5-2,9) x 0,25 x 5 = 0,75 mEq Selain menyebabkan peningkatan akumulasi
total. Pada larutan KCl mengandung 40 mEq/20 cairan dari sekresi sel-sel sekretori, dilatasi usus
ml. Pasien memerlukan 0,75 mEq berarti pasien juga menyebabkan gangguan sistem limfatik
memerlukan larutan KCl sebanyak 10 mmol usus sehingga dinding usus menjadi edema.
(0,375 cc) yang ditambahkan ke cairan KA-EN Akumulasi cairan di dinding dan lumen usus ini
3B sehingga didapatkan konsentrasi 20 merupakan third space loss yang dapat
mmol/500ml dan diberikan sebanyak 120 tpm menjelaskan alasan pasien ini mengalami
selama 4 jam. dehidrasi dan gangguan elektrolit.19
Hipotermia merupakan sebuah Proses anestesi dimulai dengan proses
pertimbangan penting dalam operasi neonatal. induksi. Pada pasien dilakukan secara intravena
Hipotermia yang terjadi pada anestesi umum menggunakan propofol 10 mg digunakan
terjadi akibat kombinasi gangguan sebagai hipnotik atau sedatif, fentanyl 10 mcg
termoregulasi yang diinduksi anestesi sebagai analgesik, dan atracurium 2,5 mg
(vasodilatasi, terhambatnya vasokonstriksi, dan sebagai pelumpuh otot. Proses induksi pasien
berkurangnya laju metabolisme hingga 20% - dengan distensi abdomen harus dilakukan
30%) dan paparan dari lingkungan. Risiko dengan teknik rapid sequence induction.19,20
hipotermia dapat dikurangi dengan Rapid sequence induction klasik terdiri dari
mempertahankan lingkungan ruang operasi preoksigenasi, penekanan pada krikoid dan
yang hangat (26°C/lebih hangat) dengan diikuti dengan induksi menggunakan thiopental
menggunakan gas penghangat, selimut dan suksinilkolin yang dosisnya telah
pemanas dan lampu pemanas serta ditentukan. Selanjutnya dilakukan
menghangatkan semua cairan intravena dan penghindaran ventilasi tekanan positif
irigasi. Pada pasien ini, operasi yang dilakukan bersamaan dengan intubasi trakea secara cepat
akan menyebabkan usus terpapar lingkungan dengan ETT cuffed sebelum tekanan pada
sehingga meningkatkan risiko hiportermia dan krikoid dilepas.20 Intubasi pada pasien dilakukan
usaha yang sudah dilakukan untuk menjaga dengan ETT nomor 3,0 dengan panjang
suhu tubuh pasien adalah dengan meletakkan kedalaman 11 cm dengan membandingkan
warmer blanket di bawah tubuh pasien. hingga suara napas terdengar sama pada kedua
Pemantauan suhu tubuh dapat dilakukan lapang paru.
secara terus menerus kemudian dapat Selama tindakan induksi, pasien dengan
dilakukan setiap 15 menit. Suhu tubuh pasien obstruksi saluran pencernaan membutuhkan
harus dipertahankan diatas 36,5°C.17,18 Pada tindakan pencegahan aspirasi, meskipun
pasien ini, suhu tubuh bayi diukur setiap 15 sebelumnya pasien telah dipuasakan atau telah
menit dengan menggunakan termometer dipasang Nasogastric tube (NGT). Pemansangan
digital. Pada 15 menit I dan II suhu tubuh bayi NGT tidak dianjurkan pada bayi prematur
adalah 37,0°C.Pada 15 menit ke III dan ke IV maupun neonatus dikarenakan masih terdapat
suhu tubuh bayi adalah 36,8°C. banyak nasal obligat yang dapat menyebabkan
Nasogastric tube (NGT) dipasang pada obstruksi jalan napas. Mukosa yang tipis pada
pasien untuk dekompresi lambung dan bayi prematur dan neonatus juga rentan
mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi terhadap trauma akibat pemasangan NGT.
pulmonal. Meskipun anak pada pasien ini Apabila pada pasien terpasang NGT, maka isi
belum diberi makanan pendamping ASI, lambung dikosongkan sebelum dilakukan
distensi lambung dapat menimbulkan induksi. Beberapa ahli bahkan menyarankan
terjadinya distensi usus.8, 9 Pada pasien ini, untuk melepas NGT sebelum induksi agar
meskipun telah dipasang NGT, distensi sungkup oksigen dapat dipastikan terpasang
abdomen tidak berkurang secara signifikan. dengan baik namun dapat meningkatkan risiko
Tampak pada NGT cairan berwarna kuning terjadinya aspirasi.19,20 Pada pasien ini setelah
kehijauan. Produksi cairan pada NGT terjadi dilakukan pengosongan lambung, NGT tetap
karena pada pasien terjadi obstruksi usus terpasang sebelum melakukan induksi guna
sehingga sekresi gastrointestinal mengalami mencegah terjadinya aspirasi dan sungkup
akumulasi. Selain itu, dilatasi usus yang terjadi oksigen dipastikan terpasang dengan baik.
akibat obstruksi akan meningkatkan aktivitas Preoksigenasi sebelum intubasi merupakan
sekresi sel-sel sekretori saluran cerna yang langkah yang sangat penting untuk pasien

JK Unila | Volume 4 | Nomor 1 | 2020 | 75


Devi Liani Octiara, Ari Wahyuni | Manajemen Anestesi pada Pediatri dengan Invaginasi: Laporan Kasus

dengan obstruksi saluran pencernaan. hemodinamiknya stabil, propofol merupakan


Penekanan diafragma oleh abdomen yang obat pilihan. Khasiat farmakologi propofol
terdistensi akan menyebabkan penurunan adalah hipnotik murni, tidak mempunyai efek
kapasitas residual fungsional sehingga pasien analgetik maupun relaksasi otot.21 Pemberian
anak dapat mengalami desaturasi oksigen agen neuromuskuler dapat berperan dalam
secara cepat segera setelah mengalami apnea. memperbaiki kondisi lingkungan bedah dan
Proses preoksigenasi memungkinkan rentan membantu ventilasi. Selain itu, blokade
waktu yang lebih panjang antara awal apnea neuromuskuler yang memadai akan
dan mulai munculnya hipoksemia.20,21 memungkinkan konsentrasi anestesi inhalasi
Pemberian tekanan pada krikoid, yang yang lebih rendah untuk digunakan.
bertujuan untuk menghambat aspirasi lambung Selanjutnya, anestesi dapat dipertahankan
dengan menyumbat esophagus dengan trakea dengan anestesi inhalasi atau intravena yang
di depannya, menuai kontroversi dalam dititrasi sesuai gambaran klinis dan kebutuhan
literatur. Sebuah studi yang menilai CT-scan pasien.19,21
leher 120 anak untuk menilai keselarasan Selama operasi yang berjalan selama 1
trakea dan esofagus menunjukkan bahwa pada jam, total cairan yang diberikan pada pasien
anak-anak kurang dari 8 tahun, 45% memiliki adalah sebanyak 120 cc yang didalamnya
esofagus yang letaknya lebih lateral. Hal ini termasuk cairain maintenance dan pengganti
membuat efikasi tekanan krikoid pada anak cairan selama operasi. Selama pembedahan,
yang berusia lebih muda dipertanyakan. Selain kehilangan cairan yang menonjol selain
itu, ketika kartilago krikoid ditekan, tonus perdarahan adalah akibat adanya evaporasi dan
sfingter esofagus bagian bawah akan turun translokasi cairan internal (perpindahan ke
sehingga mempredisposisi terjadinya aspirasi. ruang ketiga akibat defisit cairan intravaskuler).
Kartilago krikoid merupakan titik tersempit dari Kehilangan cairan pada ruang ketiga digantikan
jalan napas pada anak di bawah 5 tahun. sebesar 8-10 cc/kgBB/jam untuk prosedur
Trauma mukosa akibat paksaan masuk tabung pembedahan besar sehingga pada pasien ini
melalui kartilago krikoid dapat menyebabkan adalah sebanyak 50 cc. Larutan garam seimbang
edema pascaoperasi, stridor, croup dan harus digunakan untuk defisit dan kehilangan
obstruksi jalan napas.17,22 Pada pasien ini tidak ruang ketiga. Hal ini akan meminimalisir
dilakukan penekanan pada krikoid karena studi pemberian bolus glukosa terhadap respon
yang ada menunjukan bahwa manuver ini hipoglikemia atau hiperglikemia yang tidak
kurang efektif dalam mencegah aspirasi dan diketahui.8 Cairan maintenance yang
memiliki risiko terjadinya trauma mukosa. dibutuhkan pada pasien ini menurut rumus
Untuk pilihan obat induksi, tidak ada obat Holiday-Segar adalah 20 cc. Estimated Blood
tunggal yang memiliki semua karakteristik yang Volume (EBV) pada pasien bayi adalah 80 cc/kg
diperlukan sebagai obat pilihan RSI pada anak- sehingga pada pasien ini didapatkan 400 cc.
anak. Semuanya memiliki efek samping yang Allowable blood loss pasien didapatkan dengan
tidak diinginkan dan pemilihannya tergantung rumus (EBV x (hematokrit awal – hematokrit
pada keadaan klinis pasien. Obat yang paling 30%) x 3) sehingga didapatkan hasil 60 cc.
sering digunakan adalah thiopental dan Pasien selama operasi mengalami kehilangan
propofol, meskipun obat alternatif mungkin darah sebanyak 50 cc, jumlah ini masih berada
lebih dipilih pada pasien dengan hemodinamik dalam rentang allowable blood loss sehingga
yang tidak stabil. Propofol memiliki efek sedatif penggantian kehilangan darah dapat dilakukan
hipnotik melalui interaksinya dengan reseptor dengan pemberian cairan kristaloid sebanyak
GABA dengan cara meningkatkan GABA. Pada 150 cc. Total jumlah cairan yang hilang selama
pemberian dosis induksi (2 mg/kgBB), operasi adalah ±200 cc. Pergantian total cairan
pemulihan kesadaran berlangsung cepat, yang hilang diberikan secara bertahap selama 3
pasien akan bangun 4-5 menit tanpa disertai jam. Pada jam ke-I diberikan 50% cairan total
efek samping. Kekurangan dengan propofol ditambah maintanance (200:2+20) yaitu
adalah potensi menyebabkan hipotensi dan sebesar 120 cc. Pada jam ke-II dan ke-III
rasa nyeri pada saat injeksi. Salah satu diberikan 25% cairan total ditambah
keuntungan utama propofol dibandingkan maintanance (200:4+20) yaitu sebesar 70 cc.
thiopental adalah kemampuannya menekan Anestesi pada pasien dipertahankan
refleks laring. Pada pasien yang dengan menggunakan oksigen dengan udara

JK Unila | Volume 4 | Nomor 1 | 2020 | 76


Devi Liani Octiara, Ari Wahyuni | Manajemen Anestesi pada Pediatri dengan Invaginasi: Laporan Kasus

dan gas inhalasi, nitrit oksida (N2O) sebaiknya dan anestesi. Komplikasi yang dapat terjadi
tidak digunakan untuk mencegah terjadinya pasca operatif pada pasien bayi dan anak-anak
distensi usus. Gas inhalasi harus dititrasi untuk antara lain: instabilitas sistem kardiovaskuler,
mencegah hipotensi pada pasien ini. Hal insufisiensi sistem respirasi, instabilitas
tersebut dapat dipastikan dengan memantau temperatur tubuh, menggigil, agitasi, retensi
saturasi oksigen diatas 90%.9 urin, ataupun yang paling sering terjadi adalah
Selama durante operasi, indikator berupa mual dan muntah.23 Oleh karena itu
nadi, urine output, oksigenasi arteri dan pH pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital
harus diperhatikan.8 Selama operasi yang pasien seperti tekanan darah, denyut nadi, laju
berlangsung selama 60 menit, hemodinamik napas, saturasi oksigen, dan suhu harus
pasien stabil, nadi dan saturasi dalam batas dilakukan.20 Pemberian cairan pascaoperasi
normal. Selain itu, produksi urin pada pasien juga diberikan pada pasien. Cairan yang
selama operasi sebanyak 5 cc. Jika dalam diberikan pada pasien adalah Ringer Laktat atau
pembedahan dilakukan terapi cairan yang larutan NaCl 0, 9% dengan Dekstrosa 5%.
tepat, maka urine output yang didapatkan Setelah pasien dipantau ketat di ruang
sebesar 1-2ml/kg/jam. Keseimbangan cairan pemulihan, kemudian dilakukan penghitungan
dan suhu tubuh harus seimbang selama operasi skor steward dan total skor pada pasien adalah
berlangsung. Hipotermia dapat diminimalisir 5, yang berarti pasien dapat dialihkan ke ruang
dengan meningkatkan suhu ruangan operasi, perawatan.
menggunakan handuk hangat, menghangatkan Hal lain yang perlu diperhatikan pada
cairan intravena terlebih dahulu dan manajemen pascaoperasi adalah manejemen
memastikan bahwa organ visera selalu nyeri. Nyeri pascaoperasi dapat berpengaruh
tertutupi dengan kasa. Hipertermia harus dalam proses penyembuhan pasien. Sulitnya
dicegah karena dapat meningkatkan kebutuhan penilaian nyeri pada pasien anak menyebabkan
oksigen dan kehilangan panas melalui proses penatalaksanaan nyeri pascaoperasi menjadi
evaporasi, sehingga hal tersebut harus inadekuat. Manajemen nyeri yang inadekuat
dihindari.7,19 Pada pasien ini, pencegahan dapat menyebabkan komplikasi fisik,
hipotermi dilakukan dengan menggunakan pemanjangan masa pemulihan atau bahkan
warming matress yang diletakkan di bawah adanya perubahan perilaku untuk jangka waktu
tubuh bayi dan suhu tubuh bayi diukur setiap yang lama pada anak-anak.24 Berdasarkan
15 menit dipertahankan diatas 36,0°C rekomendasi terbaru, pendekatan multimodal
Setelah operasi selesai, pada pasien dipercaya sebagai gold-standard untuk
dilakukan ekstubasi. Pemilihan keputusan manajemen nyeri pascaoperasi pada anak-anak.
untuk dilakukan ekstubasi harus dipikirkan Pemberian analgesik multimodal dimaksudkan
secara hati-hati. Pada kasus operasi pada anak, sebagai pemberian analgesik sistemik dan lokal
harus dipastikan pasien sudah sadar penuh, secara bersamaan.19,24,25 Analgesik yang paling
bernapas secara adekuat, dan terindikasi ideal digunakan harus memiliki efek terapetik
secara klinis dengan melihat fleksi pada tungkai yang luas, memiliki efek depresan yang minimal
bawah.20 Proses ekstubasi pasca tindakan terhadap sistem kardiovaskular dan respirasi,
operasi dapat menyebabkan desaturasi oksigen dan harus memiliki efek yang reversibel pada
pada pasien. Penurunan saturasi oksigen ini kasus emergensi. Opioid adalah agen analgesik
disebabkan oleh adanya obstruksi pada jalan yang memiliki efek paling maksimal dalam
nafas. Lidah jatuh kebelakang sehingga manajemen nyeri pascaoperasi. Namun, karena
menutupi jalan napas adalah penyebab yang adanya kemungkinan efek samping yang serius
paling sering terjadi. Penyebab lain yang sering seperti depresi respirasi, menyebabkan
menyebabkan obstruksi jalan napas adalah pemberian opioid untuk pasien anak-anak
laringospasme. Bayi memiliki risiko tiga kali dibatasi.24 European Society for Paediatric
lebih tinggi terjadi laringospasme dibandingkan Anaesthesiology (ESPA) membuat rekomendasi
anak dengan usia yang lebih tua.23 Setelah penggunaan analgesik yang sesuai pada pasien
dipastikan tidak ada gangguan pasca ekstubasi, anak. ESPA memberi rekomendasi penggunaan
pasien dibawa ke ruang pemulihan untuk analgesik menjadi tiga level: basic, intermediate
dilakukan monitoring pascaoperasi. dan advanced.26 Pada level dasar, dapat
Evaluasi pascaoperasi dilakukan untuk digunakan parasetamol dengan dosis umum 20-
mencegah komplikasi pasca tindakan operasi 30 mg/kgBB yang diberikan per 6-8 jam

JK Unila | Volume 4 | Nomor 1 | 2020 | 77


Devi Liani Octiara, Ari Wahyuni | Manajemen Anestesi pada Pediatri dengan Invaginasi: Laporan Kasus

setidaknya dalam tiga hari post operasi. conservative management of pediatric


Pemberian opioid seperti tramadol juga dapat intussusception: Case series and
dipertimbangkan. 20,24,26 Pada pasien diberikan review.Internat J Surg Case Report. 2016;
analgesik berupa parasetamol intravena 20:142-6
dengan dosis 10 mg/kgBB per 6 jam. 8. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD.
Morgan and mikhail’s clinical
Simpulan anesthesiology. Edisi ke-6. New York:
Invaginasi adalah suatu keadaan dimana McGraw Hill; 2018.
segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya, 9. Guo W, Hu Z, Tan Y, Sheng M, Wang J. Risk
yang pada umumnya berakibat dengan factors for recurrent intussusception in
terjadinya obstruksi ataupun strangulasi. children: A retrospective cohort study. BMJ
Invaginasi sering disebut juga sebagai Open. 2017; 7(11): e018604.
intussusepsi. Umumnya bagian yang proximal 10. T. Charles, L. Penninga, J. C. Reurings, M. C.
(intussuseptum) masuk ke bagian distal J. Berry. Intussusception in Children: A
(intususepien). Anak dengan invaginasi Clinical Review. Acta Chir Belg. 2015; 115:1-
membutuhkan tatalaksana emergensi karena 6
menyebabkan strangulasi usus yang berujung 11. Koch J, Harder T, Kries R, Wichmann O. Risk
pada perforasi dan peritonitis serta iskemik of intusssusception after rotavirus
usus. Hal ini juga dapat menyebkan terjadinya vaccination. Deutsches Ärzteblatt Internat.
kehilangan cairan yang masif, keseimbangan 2017;114:255-62
elektrolit, dan mudah terjadi infeksi. Oleh 12. John M, Siji CR. A clinical study of children
karena itu, dibutuhkan manajemen anestesi with intussusception. Internat J
secara preoperatif, intraoperatif maupun Contemporary Pediatr. 2016;3(3):1083-8
pascaoperatif untuk memastikan kebutuhan 13. Edward YL, Winnie C, Jonathan RD, Andrea
cairan dan elektrolit terpenuhi dan menjaga SD, Ricardo R, Sara OV. Pediatric Radiology:
pasien untuk selalu normotermia. Practical Imaging Evaluation of Infants and
Children. 2018; 269(1): 266-71.
Daftar Pustaka 14. WHO, Depkes RI. Buku Saku Pelayanan
1. Sjamsuhidajat R, De jong W. Buku Ajar Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO
ilmu bedah. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2017 Indonesia. 2017.
2. Holcomb GW, Murphy JP, Ostlie DJ, Peter 15. Y Perel et al. Transfusion and Its Specific
SD, editor. Ashcraft’s pediatric sugery. Problems in Pediatrics and Neonatology.
Edisi ke-7. Philadelphia: Elsevier Inc; 2019. Transfus Clin Biol. 2017; 42: 1398-413
3. Brunicardi JH, Andersen DK, Billiar TR, 16. Gireesh K et al. Fluids, Electrolytes and
Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB. Acid-Base Balance. Paras Medical Books,
Intussusception in Schwartz Principles of 2016, pp. 21-170.
Surgery. 10th edition. the Mc Graw-Hill 17. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD.
Companies, Chapter 39; 2019. Management of Patients with Fluid and
4. Coran AG, Adzick NS, Krummel TM, Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan &
Laberge JM, Caldamone A, Shamberger R, Mikhail’s Clinical Anesthesiology 6th ed.
Dkk editor. Pediatric sugery. Edisi ke-8. New York: Mc-Graw Hill. 2018; 4 (49): h.
Philadelphia: Elsevier Inc; 2018. 1107 – 40.
5. Pucket Y, Greenspon J, Fitzpatrick C, Vane 18. Bindu B, Bindra A, Rath G. Temperature
D, Bansal S, Rice M, Chatoorgoon K, et al. management under general anesthesia:
Utility of hospital admission for pediatric Compulsion or option. J Anaesthesiol Clin
intussusception. Pediatric Surgery Pharmacol. 2017;33(3):306‐316.
International. 2016; 32(8):805-806. 19. Fromer I, Belani KG. Anesthesia for
6. Caruso AM, Pane A, Scanu A, Muscas A, Intestinal Obstruction. Springer
Garau R, Caddeo F, et al. Intussusception International Publishing AG. 2018; 43: 413-
in children: Not only surgical treatment. J 20.
Pediatric Neonatal Individualized 20. Newton M. Anaesthesia for emergency
Medicine. 2017; 6(1):1-6. paediatric general surgery. Update in
7. Aydin N, Roth A, Misra S. Surgical versus Anaesthesia. 2015;30: 178-86.

JK Unila | Volume 4 | Nomor 1 | 2020 | 78


Devi Liani Octiara, Ari Wahyuni | Manajemen Anestesi pada Pediatri dengan Invaginasi: Laporan Kasus

21. R Newton, H Hack. Place of rapid sequence


induction in paediatric anaesthesia. BJA
Education. 2018, 16(4):120–123.
22. Kei J et al. Using Ultrasonography to Asses
the Effectiveness of Cricoid Pressure on
Esophageal Compression. J Emerg Med.
2017; 26: 722–5.
23. Nandini MD et al. Premedication and
Induction of Anaesthesia in Paediatric
Patiens. Indian J Anaesth. 2019; 56(5):496-
501
24. Nasir AA, Ameh EA, Abdur-rahman LO,
Kolawole IK, Oyedepo OO, et al.
Postoperative pain management in
children: A survey of practices of pediatric
surgeons in Nigeria. J Clin Sci. 2017;
14:138-43.
25. Chandrashekhar S, Davis L, Challands J.
Anaesthesia for neonatal emergency
laparotomy. BJA Education. 2015;
15(4):194-8.
26. Vittinghoff M, Lonnqvist P, Mosseti V,
Heschl S, Simic D, et al. Postoperative pain
management in children: guidance from
the pain committee of the european
society for paediatric anaesthesiology
(ESPA pain management ladder initiative).
Pedaitric Anesthesia. 2018; 1:1-4

JK Unila | Volume 4 | Nomor 1 | 2020 | 79

Anda mungkin juga menyukai