PREEKLAMPSIA BERAT
OLEH:
Ahmad Ikbal Purnawarman 160070200011066
Ayu Novita Kartikaningtyas 160070200011086
Dian Triana Putri 160070201011025
Gumilang Arya Yudha 170070201111008
Nadinne Ilma Zahra 170070201111009
2
preeklampsia merupakan penyebab kematian ibu terbanyak kedua pada
kehamilan setelah perdarahan (30,3%)(Kemenkes RI, 2013).Mengingat berbagai
masalah yang bisa muncul akibat preeklampsia, maka penting bagi mahasiswa
kedokteran untuk memahami tentang penyakit tersebut. Sehingga disusun
laporan kasus ini sebagai upaya penulis dalam meningkatkan keilmuannya.
1.2 Tujuan
Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas satu pasien dengan
diagnosa preeklampsia berat di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, sehingga diketahui:
a. Prosedur penegakan diagnosis preeklampsia berat yang benar.
b. Manajemen penatalaksanaan preeklampsia berat dan prognosisnya
1.3 Manfaat
3
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
No Reg : 218xxx
Nama : Ny. NF
Umur : 38 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah 2x
Lama Menikah : Pernikahan pertama selama 4 tahun, pernikahan kedua
selama 6 tahun
Suami : Tn. H
Umur : 41 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Purworejo 5/1 Sanan Kulon
Tanggal MRS : 11 Januari 2018
2.2 Subjektif
Ny. NF/ 38 tahun/ menikah 2x, pernikahan pertama selama 4 tahun dan
pernikahan kedua selama 6 tahun/G3P2002Ab000 / KB : lepas IUD 1 tahun yang
lalu/ HPHT 13 April 2017 ∞ 39-40 minggu/TP: 20 Januari 2018
2.2.1 Keluhan Utama
“Kenceng-Kenceng”
2.2.2 Perjalanan Penyakit
11-1-2018 12.30 Pasien mengeluh kencang-kencang, lalu pasien pergi
ke puskesmas
Di puskesmas, dilakukan VT dengan pembukaan 3 cm, lalu
diobservasi 2 jam pembukaan menjadi 6 cm
4
11-1-2018 19.00 diobservasi kembali,pembukaan 6 cm rujuk RSUD
Wlingi.
Keluhan berupa pusing, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati
disangkal.
5
2.2.7 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat tekanan darah tinggi dan kencing manis dalam keluarga
disangkal.
2.3 Obyektif
KU : Cukup, CM
TB: 140 cm
BB : 64 kg
TD : 170/110 mmHg
N: 80x/m
RR :20 x/m
Tax: 36 C
K/L : an (-/-) ict -/-
Th: C/ S1-S2 tunggal murmur (-)
P/ rh ≡│≡ , wh ≡│≡
Abd: TFU : 33 cm , letak bujur U, TBJ: 3255 gr DJJ: 145x/mnt His : (+) 10” 4
30-40’
VT : Ø 6 cm, eff 100% , H1, ketuban (-), presentasi kepala, denominator
sutura sagitalis melintang, UPD relatif sempit
Lab:
DL : 14,4/24.300/41,9/326.000
USG:
Tampak janin intrauterine T/H
Letak bujur kepala dbawah
BPD : 9,28 cm (37w5d)
AC : 31.,39 cm (36w2d)
FL : 7,62 cm (39w0d)
6
AFI : 12
EFW : 3107 gram
Plasenta implantasi di corpus posterior
Maturasi grade 3
CTG :
Baseline : 140x/menit
Variability : 5-25 bpm
Acc (+)
Dec (-)
Kategori I
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (11 Januari 2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 13.30 g/dL 11.4-15.1
Leukosit 12,17 103/µL 4.700 -11.300
Hematokrit 36,40 % 38-42
Trombosit 242 103/µL 142-424
Faal Ginjal
Ureum 14 mg/dL 20-45
7
2.4 Assessment
G3P2002Ab000 part 39-40 mgg T/H
+ kala I fase aktif memanjang
+ AOD e.c CPD
+ PEB
+ Bekas SC
2.5 Planning
PDx :Darah Lengkap, Faal Hepar, LDH, Urine Lengkap, CTG, USG
PTx :
-Bolus MgSO4 4 gram 20% IV pelan, lanjut MgSO4 6 gram dalam 1
gram/jam s.d 24jam post OP
- Nifedipin 3x10 mg IV
- Metildopa 2x500 mg IV
2.6 Outcome
Bayi lahir dengan jenis kelamin perempuan pada tanggal 11 Januari 2018, pukul
23.20 WIB. Berat bayi 3000 gram, panjang 48 cm, dengan APGAR score 6-7.
8
2.7 Follow Up
Tanggal/Ja S O A P
m
12-01-2018 Nyeri luka KU : Cukup, CM P3003Ab000 post PDx : DL 2
00.30 post TB : 140 cm SC+IUD H0 a.i. jam post SC
operasi BB : 64 kg KIFA PTx
TD : 170/110 mmHg memanjang+AO Drip
N : 80x/m D e.c. oxytocin 28
RR : 20 x/m CPD+PEB+BSC tpm s.d. 12
Tax : 36 C jam post
SC
K/L : an (-/-) ict -/-
Injeksi
Th : C/ S1-S2 tunggal
ketorolac
murmur (-) 3x10 mg IV
P/ rh ≡│≡ , wh ≡│≡ (pukul
Abd: TFU : setinggi 08.00)
pusat Injeksi
Kalnex
3x500 mg
IV) (pukul
08.00)
Injeksi
ceftriaxone
2x1 gram
IV (pukul
09.00)
Injeksi
ranitidine
2x50 mg IV
(pukul
09.00)
Infus SM 6
gram dalam
RD 5% 1
gram/jam
(I) (pukul
03.00) s.d.
24 jam post
sc
Injeksi
metoclopra
mie 3x1
gram
12-01-2018 Nyeri luka KU : Cukup, CM P3003Ab000 post Terapi
post TB : 140 cm SC+IUD H1 a.i. IVOral
operasi BB : 64 kg KIFA Cefadroxil
TD : 110/80 mmHg memanjang+AO 3x1
N : 80x/m D e.c. Asam
RR : 20 x/m CPD+PEB+BSC Mefenamat
Tax : 36 C 3x500 mg
K/L : an (-/-) ict -/- Roboransia
Th : C/ S1-S2 tunggal 1x1
murmur (-) Metergin
3x1
P/ rh ≡│≡ , wh ≡│≡
Abd: TFU : 2 jari
9
dibawah pusat
GE : flux (-), lochia (+),
kontraksi (+) baik
DL :
10,9/22.800/34,5/278.0
00
UL :
Warna kuning agak
keruh, albumin (+),
keton (-)
10
BAB 3
PERMASALAHAN
1. Apa saja faktor risiko terjadinya preeklampsia berat pada pasien ini?
11
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 DiagnosisPreeklampsia
4.1.1 Definisi
a. Preeklampsia ringan
Preeklamsia ringan didiagnosis bila tekanan darah maternal > 140/90
mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu dan tes dipstick menunjukkan
proteinuria +1 atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >300
mg/24 jam.
b. Preeklampsia berat
Preeklamsia berat didiagnosis bila tekanan darah maternal > 160/110
mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu, tes dipstick menunjukkan
proteinuria > +2 atau pemeriksaan kuantitatif menunjukkan hasil > 5g/24
jam, atau disertai keterlibatan organ lain seperti trombositopenia (<100.000
sel/uL), hemolisis mikroangiopati, peningkatan SGOT/SGPT, nyeri
12
abdomen kuadran atas, nyeri kepala, skotoma penglihatan, pertumbuhan
janin terhambat, oligohidramnion, edema paru/gagal jantung kongestif,
oligouria (<500ml/24 jam), dan kreatinin > 1,2 mg/dL.
c. Superimposed preeklamsia pada hipertensi kronik
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik didiagnosis bila
maternal memiliki riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia
kehamilan 20 minggu) dan tes dipstick menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit < 100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20 minggu.
d. Eklampsia
Eklampsia didiagnosa bila maternal mengalami kejang umum dan/atau
koma, ada gejala preeklamsia, dan tidak ada kemungkinan penyebab lain
(misalnya epilepsi, perdarahan subaraknoid, dan meningitis).
4.1.3 Patofisiologi
13
sitotrofoblas diamati selama pra-eklampsia. Studi terbaru menunjukkan bahwa
invasi sitotrofoblas pada rahim sebenarnya merupakan jalur diferensiasi yang
unik di mana sel-sel janin mengambil sifat tertentu dari endotelium maternal yang
biasanya mereka ganti. Pada pre-eklampsia, terdapat kesalahan dalam proses
diferensiasi ini. Kelainan mungkin berhubungan dengan jalur nitric oxide, yang
memberi kontribusi besar terhadap pengendalian tonus pembuluh darah. Selain
itu, penghambatan sintesis oksida nitrat maternal mencegah terjadinya implantasi
embrio. Peningkatan resistensi arteri uterus meningkatkan sensitivitas terhadap
vasokonstriksi, sehingga menyebabkan iskemia plasenta kronis dan stres
oksidatif. Iskemia plasenta kronis ini menyebabkan komplikasi pada janin,
termasuk retardasi pertumbuhan intrauterine dan kematian intrauterin. Secara
paralel, stres oksidatif menginduksi pelepasan dari zat-zat seperti radikal bebas,
lipid teroksidasi, sitokin, dan faktor pertumbuhan endotel vascular yang dapat
terlarut dalam serum ke dalam sirkulasi maternal. Kelainan ini bertanggung jawab
atas disfungsi endotel vaskular dengan hiperpermeabilitas, trombofilia, dan
hipertensi, hal ini ditujukan untuk mengimbangi penurunan aliran arteri uterus
akibat vasokonstriksi perifer (Cunningham, et al., 2010; Uzan, J et al., 2011).
14
eclampsia. Berkurangnya faktor pertumbuhan endotel vaskular pada podosit
menyebabkan endoteliosis lebih bisa memblok diafragma slit pada membrana
basalis, menyebabkan penurunan lebih lanjut terhadap filtrasi glomerulus dan
menyebabkan proteinuria (Uzan, J et al., 2011).
Dua teori umum yang tampaknya saling terkait, yaitu, teori genetik dan
teori imunologi. Adanya beberapa gen yang rentan mungkin merupakan
penyebab pre-eklampsia. Gen ini mungkin berinteraksi dalam sistem hemostatik
dan kardiovaskular, serta dalam respon inflamasi. Beberapa telah diidentifikasi,
dan dalam beberapa studi kandidat gen telah memberikan bukti adanya kaitan
(pre-eklamsia) terhadap beberapa gen, termasuk angiotensinogen pada 1-q42-
43 dan eNOS pada 7q36; lokus penting utama lainnya adalah 2p12, 2p25, 9p13,
dan 10q22. (Uzan, J et al., 2011).
15
4.2 Faktor Resiko
1. Kehamilan pertama
2. Usia maternal < 18 tahun
3. Usia maternal > 35 tahun
4. Riwayat medis sebelumnya (hipertensi, diabetes mellitus, riwayat
preeklampsia, penyakit autoimun, penyakit polikista ovarii, dan
penyakit ginjal)
5. Obesitas
6. Ras maternal Afrika-Amerika
7. Riwayat keluarga
4.3Penegakan Diagnostik
4.3.1 Anamnesis
Sebagai bagian dari penyaringan prenatal, wanita hamil harus ditelaah
dari faktor resiko yang potensial membahayakan kehamilannya. Maka pada
kasus ini ditanyakan mengenai riwayat obstetri terutama terjadinya hipertensi
pada kehamilan sebelumnya.Riwayat kesehatan keseluruhan mutlak ditelusuri
dan diidentifikasi kondisi medis yang meningkatkan resiko terhadap kejadian
preeklampsia antara lain diabetes melitus, hipertensi, penyakit vaskuler, dan lain-
lain.Pada kunjungan antenatal setelah usia kehamilan 20 minggu, wanita hamil
harus ditanyakan terhadap timbulnya gejala khas seperti gangguan penglihatan,
nyeri kepala yang menetap, nyeri epigastrium atau nyeri perut bagian atas dan
edema yang berlebihan(Alladin,2012).
16
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
2. Trombositopenia: trombosit < 100.000 / microliter
3. Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta
Tinggi fundus uteri harus diukur pada setiap kunjungan antenatal, karena
pertumbuhan yang tidak sesuai dengan usia kehamilan dapat mengindikasikan
terjadinya IUGR atau Oligohidramnion. Kondisi ini mungkin dapat timbul terlebih
dahulu sebelum diagnosa preeklampsia ditegakkan (Berks, 2009).Peningkatan
17
edema pada muka serta penambahan berat badan yang berlebihan harus
mendapat perhatian karena retensi cairan seringkali berhubungan dengan
preeklamsia. Apabila ditemukan kondisi ini, dilakukan pemeriksaan terhadap
adanya hipertensi dan proteinuria. Edema yang terjadi pada tungkai bawah
merupakan kejadian yang dapat timbul pada semua kehamilan sehingga tidak
begitu penting dalam mendiagnosa preeklamsia.
18
4.4 Penatalaksanaan
Pasien diberikan KIE untuk banyak istirahat dengan tidur miring namun
tirah baring lama tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan resiko
tromboemboli. Obat anti hipertensi juga tidak perlu diberikan dan tidak ada
batasan jumlah garam dalam konsumsi makanan selama fungsi ginjalnya
masih bagus. Pasien disarankan banyak makan cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan diberikan tambahan roboransia
pranatal (American College of Obstetricians and Gynecology, 2014; Royal
College of Physicians of Ireland, 2013; Prawirohardjo, 2011).
Pada keadaan tertentu, pasien perlu dirawat di rumah sakit. Kriteria untuk
rawat inap antara lain bila tidak ada perbaikan tekanan darah dan kadar
19
proteinuri selama 2 minggu dan adanya satu atau lebih gejala dan tanda-
tanda preeklampsia berat.
b. Penatalaksanaan Intrapartum
Jika pasien sudah menunjukkan tanda-tanda in partu dan usia kehamilan
memasuki atau lebih dari 37-38 minggu atau apabila usia kehamilan 34-35
minggu atau lebih dengan tanda-tanda perburukan maka dapat dilakukan
induksi persalinan. Pada kehamilan aterm (> 37 minggu),persalinan
ditunggu sampai terjadi onset persalinan dan dipertimbangkan untuk
melakukan induksi pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat
dilakukan secara spontan (American College of Obstetricians and
Gynecology, 2014; Prawirohardjo, 2011).
Pada kehamilan preterm (< 37 minggu) apabila tidak didapatkan tanda-
tanda perburukan maka observasi dapat dilanjutkan dan induksi persalinan
dapat dilakukan setelah usia kehamilan aterm (American College of
Obstetricians and Gynecology, 2014; Prawirohardjo, 2011)
Pemberian profilaksis magnesium sulfat hanya diberikan apabila ada
keluhan seperti nyeri kepala, perubahan status mental, pandangan kabur,
stomata, klonus, dan nyeri perut di kuadran kanan atas (American College
of Obstetricians and Gynecology, 2014)
20
(Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia, 2016)
21
maka sistolik antara 130-139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg. Pemberian obat
dilakukan satu jenis terlebih dahulu kemudian ditingkatkan dosisnya hingga dosis
maksimal sampai mencapai tujuan tekanan darah yang diinginkan. Apabila tidak
tercapai, dapat diberikan dua jenis obat secara bersamaan (Royal College of
Physicians of Ireland, 2013; Prawirohardjo, 2011).
22
- Konservatif (ekspektatif) artinya kehamilan tetap dipertahankan
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa
(Prawirohardjo, 2011)
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/ lebih keadaan di bawah ini:
a. Pada ibu
- Umur kehamilan ≥ 37 minggu
- Adanya tanda/ gejala impending eclampsia
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif antara lain keadaan
klinik dan laboratorium memburuk
- Diduga terjadi solusio plasenta
- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
b. Pada janin
- Tanda-tanda fetal distress
- Tanda-tanda IUGR
- NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
- Oligohidroamnion
c. Hasil laboratorium
- Tanda-tanda sindroma HELLP, khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat (Prawirohardjo, 2011)
23
Gambar 4.3 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
(Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia, 2016).
4.5 Komplikasi
24
- Sindrom HELLP
Sindroma HELLP ialah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya
hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.
Hemolisis ditandai dengan kenaikan LDH, AST, dan bilirubin indirek. Disfungsi
hepar ditandai dengan kenaikan ALT, AST, dan LDH. Trombositopenia
apabila trombosit ≤ 150.000/ml (Prawirohardjo, 2011).
Berdasarkan kadar trombositnya maka sindroma HELLP diklasifikasi
dengan nama Klasifikasi Mississippi:
1. Kelas 1: Kadar trombosit ≤ 50.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
2. Kelas 2: Kadar trombosit > 50.000/ml dan ≤ 100.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
3. Kelas 2: Kadar trombosit > 100.000/ml dan ≤ 150.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
- Gangguan pada organ lain
o Gangguan sistem saraf pusat: perdarahan intrakranial, trombosis vena
sentral, hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema retina, makular
atau retina detachment dan kebutaan korteks
o Gangguan gastrointestinal-hepatik: subskapular hematoma hepar, ruptur
kapsul hepar
o Gangguan ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.
o Gangguan hematologi: DIC, trombositopeni, dan hematoma luka operasi
o Gangguan kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik,
depresi atau arrest pernapasan, henti jantung, dan iskemia miokardium
o Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan
(Prawirohardjo,2011).
25
4.5.3 Prognosis
26
BAB 5
PEMBAHASAN
1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus, hidrops fetalis, bayi besar
3. Umur yang ekstrem
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas
5.2 Diagnosis
27
Dari pemeriksaan penunjang urinalisis, didapatkan proteinuria sebesar
+2, dan ketonuria sebesar +2. Hasil tersebut menandakan adanya
peningkatan permeabilitas membran basalis glomerulus sehingga terjadi
kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
5.3 Penatalaksanaan
28
Pada pasien ini diberikan SM 40% dalam RD5 500cc dengan kecepatan
1gr/jam selama 6 jam, kemudian dilanjutkan hingga 24 jam pasca persalinan.
Pada pasien preeklampsia berat, dianjurkan untuk menggunakan obat
antihipertensi. Tujuan terapi pada wanita tanpa penyakit penyerta sebelumnya
adalah sistolik antara 130-155 mmHg dan diastolik 80-105 mmHg. Nifedipin
dengan dosis awal 10-20 mg diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimal 120
mg/ 24 jam. Obat ini merupakan antihipertensi poten dan pemberiannya tidak
boleh dilakukan sublingual karena menyebabkan penurunan darah yang cepat
sehingga dapat menimbulkan fetal distress.Selain itu obat antihipertensi lain
yang bisa diberikanmetildopa 2 x 250-500 mg maksimum 2000 mg/hari
(Kemenkes, 2013)Pada pasein ini diberikan obat antihipertensi Nifedipin
3x10 mg IV n Metyldopa 3 x 500 mg IV.
Sikap terhadap persalinan ditentukan oleh derajat tekanan darah dan
perjalanan klinik. Bila didapatkan tekanan darah yang terkendali, perjalanan
kehamilan normal, maka dapat diteruskan sampai aterm (Parkland Memorial
Hospital, Dallas). Bila terjadi komplikasi dan kesehatan janin bertambah
buruk, maka segera diterminasi dengan induksi persalinan, tanpa memandang
umur kehamilan. Persalinan dilakukan secara SCTP dengan anestesi general.
Pasien melahirkan bayi tanggal 11Januari 2018 pada pukul 23.20 WIB. Bayi
lahir dengan jenis kelamin perempuan dengan berat bayi 3000 gram panjang
48 cm AS :6-7.
Premedikasi yang dibutuhkan sebelum dilakukan SC cito yakni ranitidine
dengan dosis 50 mg IV 30 menit sebelum operasi dilakukan, hal ini
dikarenakan pada wanita hamil terjadi peningkatan asam lambung yang lebih
banyak dibanding wanita yang tidak hamil. Progesteron yang tinggi dapat
menyebabkan relaksasi muskulus gastro-esophageal junction dan terjadi
penundaan pengosongan lambung. Ranitide bekerja sebagai antasida
profilaksis untuk mengurangi risiko aspirasi pada Obstetric anaesthesia
(Escolano, F Sierra, p., Ortiz, J.C., et al, 2011).
Selain ranitide pemberian metoclopramide juga diperlukan untuk
premedikasi sebelum operasi. Metoclopramide merupakan salah satu obat
yang bekerja sebagai agen prokinetik. Kerja dari agen prokinetik adalah untuk
meningkatkan motilitas gaster dan meningkatkan tonus sfingter esophageal
dengan meningkatkan pelepasan asetilkolin pada kelompok saraf yang
mengontrol motilitas gastrointestinal bagian atas. Sehingga dapat
29
meingkatkan pengosongan lambung dan mencegah terjadinya esophageal
reflux. Dosis metoclopramide yang diberikan 10 mg IV (Sotonye Fyneface-
Organ, 2012).
5.4 Komplikasi
Komplikasi PEB yang bisa terjadi pada Ibu dan janin. Komplikasi PEB
pada janin berupa abnormalitas pada fetal heart rate, yang dapat
menyebabkan fetal compromised. Pada pasien ini, dilakukan pemeriksaan
CTG.
Selain itu komplikasi yang bisa terjadi pada Ibu adalah eklampsia dan
HELLP. Pada pasien tidak didapatkan tanda eklamsia dan HELLP.
5.5 Prognosis
Pada kasus ini, prognosa pada ibu adalah dubia ad bonam. Gejala
perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri setelah pemberian
terapi yang adekuat, monitoring, dan keputusan terminasi dengan cara SC
pada pasien ini. Dua jam post partum, tinggi fundus uteri didapatkan 2 jari di
bawah pusar yang menandakan kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan
perlambatan penurunan uterus. Meskipun begitu, tekanan darah ibu dua jam
post partum didapatkan masih tinggi yaitu 150/85mmHg. Dibutuhkan
monitoring ketat diuresis pasien minimal 12 jam post partum untuk menilai
perbaikan kondisi dan diagnosa pasti pasien. Pada satu sampai dua jam
pertama post partum, produksi urin ibu sebanyak 100cc/jam. Keadaan ini
merupakan tanda prognosis yang baik karena hal ini merupakan gejala
pertama penyembuhan. Diharapkan tekanan darah dapat kembali normal
dalam beberapa jam kemudian (Sarwono, 2011).
Prognosa pada bayi dubia ad bonam. Dikatakan meragukan karena
berat badan bayi yang kecil yaitu sebesar 2425 gr dengan apgar score 6-8.
Namun tidak didapatkan kelainan kongenital pada bayi. Perawatan perinatal
yang baik dapat memperbaiki kondisi bayi.
30
BAB 6
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Avalaible from: htt://www.intechopen.com/books/cesarean-
delivery/anaestheisa-for-cesarean-delivery.
Staff AC, Benton SJ, von Dadelszen P, Roberts JM, Taylor RN, Powers RW,
Charnock-Jones DS, Redman CW.Redefining preeclampsia using placenta-
derived biomarkers.Hypertension. 2013 May;61(5):932-42.
Uzan, J. et al. 2011. Pre-eclampsia: pathophysiology, diagnosis, and
management.Dove Medical Press. 7: 467-474
WHO. 2011. WHO Recommendations for Prevention and Treatment of Pre-
eclampsia and Eclampsia. Geneva
Young BC, Levine RJ, Karumanchi SA. Pathogenesis of preeclampsia. Annu Rev
Pathol.2010;5:173–192.
33