Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS DOKTER MUDA

PEDIKULOSIS KAPITIS ET KORPORIS

Oleh :
Monica Sari Devy,S.Ked 160070201011065
Rahmad Dwi Saputra, S.Ked 160070201011079
Ika Dewi Soraya ,S.Ked 160070201011046
Edvada Rahmandana,S.Ked 160070201011026
Theodora Injang, S.Ked 160070201011090
Inas Khoirunisa,S.Ked 160070201011049

Pembimbing:
dr. Lita Setyowatie,SpKK.

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RSU DR. SAIFUL ANWAR
MALANG
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

Pedikulosis kapitis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Pediculus humanus
capitis atau kutu pada rambut dan kulit kepala manusia, sedangkan pedikulosis korporis
merupakan infestasi dari Pediculus humanus corporis atau kutu badan. Pedikulosis terjadi di
seluruh dunia, baik di negara berkembang maupun negara maju.1 Di Amerika Serikat, 6-12 juta
orang terinfestasi kutu setiap tahunnya dan diperkirakan dihabiskan dana sekitar 100 juta dolar
untuk pengobatannya. Sebagian besar infestasi kutu terjadi pada anak-anak usia sekolah.2 Di
Indonesia belum ada angka yang pasti mengenai terjadinya infeksi Pediculosis capitis maupun
Pediculosis corporis. Sedikit data yang bisa di dapatkan dari angka kejadian di negara
berkembang. Di Malaysia sekitar 11% anak umur 3-11 tahun terinfeksi dan sekitar 40% di
Taiwan.3
Penularan pedikulosis dapat melalui kontak langsung dengan penderita, maupun kontak
tidak langsung melalui benda-benda seperti sisir, bantal, topi, pakaian, dan handuk yang
digunakan bersama-sama.1 Infestasi kutu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia, jenis
kelamin, keadaan sosial ekonomi, panjang rambut, kebiasaan pinjam meminjam barang,
jumlah anggota keluarga, kepadatan kelas dan rumah, dan derajat infestasi kutu pada anggota
keluarga yang lain. Tingkat kebersihan diri yang rendah juga dapat mempengaruhi prevalensi
pedikulosis.4
Pedikulosis bukanlah penyakit yang wajib dilaporkan, masyarakat menganggapnya
hanya sekedar gangguan sehingga tidak berobat ke dokter. Sebenarnya pedikulosis perlu
mendapat perhatian karena penyakit ini sering menyerang anak-anak. Rasa gatal yang hebat
mengganggu ketenangan tidur dan mengganggu konsentrasi belajar sehingga prestasi anak
menurun. Selain itu, apabila penyakit ini tidak diterapi secara adekuat, maka akan
meningkatkan resiko penularan bahkan menjadi wabah yang dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari dan menambah biaya untuk pengobatan penyakit ini.
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : An. KMA

Usia : 3 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Martadinata, Malang

Status : Pasien Baru

NO RM : 11337809

Pekerjaan : Belum bekerja

Agama : Islam

Suku Bangsa : Indonesia

Tanggal Pemeriksaan : 12 Januari 2018

2.2 Anamnesis (Heteroanamnesis)

2.2.1 Keluhan Utama

Gatal di kepala dan badan

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan gatal di kepala sejak 2 bulan yang lalu, keluhan
memburuk 2 minggu terakhir, karena gatal pasien sering menggaruk hingga lecet dan timbul
ketombe halus yang banyak berwarna putih, kadang-kadang ibu pasien melihat kutu berjalan
dirambut anaknya. Gatal kemudian menjalar ke badan kemudian pasien menggaruknya.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit dengan keluhan serupa disangkal oleh ibu pasien.


2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Kakak pasien memiliki keluhan serupa dan sudah diobati 1 kali.

2.2.5 Riwayat Pengobatan

Pasien telah diberikan obat kutu 2 bulan yang lalu dengan cara di keramas sebanyak 1
kali seminggu dan diulang kembali pada minggu berikutnya, setelah dikeramas kepala ditutup
kain semalaman. Namun belum ada perbaikan pada pasien.

2.2.6 Riwayat Atopi

Pasien tidak pernah biduran. Riwayat bersin-bersin saat udara dingin, asma, alergi
makanan dan obat disangkal.

2.2.7 Riwayat Sosial

Pasien tinggal dengan kedua orang tua dan 1 orang saudara. Teman bermain pasien ada
yang memiliki keluhan serupa.

2.2.8 Riwayat Higienitas

Pasien mandi 2 kali sehari saat pagi dan sore dengan sabun bayi serta mengganti baju
mengganti baju 1 kali sehari dan jarang keramas.

2.3 Pemeriksaan Fisik

2.3.1 Status Dermatologis

1. Lokasi : regio kapitis


Distribusi : tersebar
Ruam : squama kering, kutu (+), nits (+)
2. Lokasi : regio colli posterior
Distribusi : terlokalisir
Ruam : ekskoriasi
3. Lokasi : inguinal
Distribusi : terlokalisir
Ruam : ekskoriasi
4. Lokasi : Axila sinistra
Distribusi : terlokalisir
Ruam : Ekskoriasi
Gambar 1. Regio kapitis : Squama kering, kutu (+), nits (+)

Gambar 2. Regio colli posterior : ekskoriasi

Gambar 3. Regio axila : ekskoriasi


Gambar 4. Regio inguinal : ekskoriasi

2.3.2 Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis, GCS 456

Hygine : kurang (pakaian, rambut, kuku kotor)

Tanda Vital : Tekanan Darah : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nadi : Tidak dilakukan pemeriksaan

RR : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tax : Tidak dilakukan pemeriksaan

Kepala/Leher : Pemeriksaan KGB: Tidak dilakukan pemeriksaan

Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan

Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : Edema -/-

2.4. Diagnosis Banding

1. Pediculosis kapitis et korporis


2. Dermatitis seboroik
3. Tinea kapitis
2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan ektoparasit

Didapatkan Pediculus Humanus var Capitis (+) dan nits (+)

Gambar 5 : Nits dan Pediculus Humanus var Capitis, Pembesaran 40x

2.6 Diagnosis

1. Pediculosis kapitis et korporis

2.7 Terapi

1. Permethrin losion 5%
2. Permethrin krem 1%
3. Cetrizin sirup 3 x 1 cth

2.8 Monitoring dan Edukasi

1. Monitoring keluhan pasien dan kutu serta telur yang ada pada kepala, jika 1 minggu setelah
pengobatan masih ada maka terapi dilanjutkan.
2. Pengobatan dilakukan satu keluarga dalam waktu yang bersamaan tanpa kecuali, ada atau
tidak ada keluhan gatal.
3. Menjelaskan penggunaan permethrin losion 5% dengan cara keramas 1 kali sehari ketika
mandi sore atau setelah sholat isya bagi yang muslim kemudian setelah keramas kepala
ditutup oleh kain dan dipertahankan semalaman, keesokan harinya dibilas saat mandi pagi
da diulangi 1 minggu kemudian jika masih ada keluhan atau terdapat kutu dikepala.
4. Menjelaskan penggunaan permethrin krem 5%; dioleskan dari belakang telinga ke seluruh
tubuh (kecuali wajah) saat malam hari setelah mandi dan shalat isya’ (diulang setelah buang
air kecil dan besar). Obat dipertahankan 10-12 jam hingga besok pagi, lalu dibilas bersih
saat mandi. Obat kemudian diulangi lagi 1 minggu kemudian dengan cara yang sama.
5. Menyarankan untuk mencuci baju-baju, sarung, sprei, menggunakan air panas 600 celcius,
±15-20 menit. Kemudian setelah itu dicuci biasa, dijemur diterik matahari, kemudian
disetrika
6. Barang-barang lain seperti sepatu atau sandal dimasukkan ke dalam plastik dan diikat,
dibiarkan selama 3 hari untuk membunuh parasite.
7. Menjaga higienitas tubuh dan pakaian sehari-hari. Pakaian hanya 1 kali pakai kemudian
dicuci.

2.9 Prognosis

Prognosis ad vitam : bonam

Prognosis ad functionam : bonam

Prognosis ad sanam : bonam


BAB 3

PEMBAHASAN

Pediculosis capitis adalah penyakit kulit kepala akibat infestasi ektoparasit obligat
spesies Pediculus humanus var Capitis yang menghisap darah (hemophagydea) dan
menghabiskan seluruh siklus hidupnya di manusia. Penyakit ini sering menyerang anak-anak,
terutama berusia 3-11 tahun. Di Malaysia sekitar 11% anak umur 3-11 tahun terinfeksi.
Penyakit ini lebih sering menyerang anak perempuan karena memiliki rambut yang panjang
dan sering memakai aksesoris rambut.3,5 Pasien yang dibahas pada kasus ini adalah seorang
anak perempuan berusia 3 tahun. Berdasarkan identitas pasien tersebut sesuai dengan teori.

Penularan penyakit ini adalah dengan kontak langsung atau melalui pakaian serta
barang yang dipakai pasien. Seringkali penularan terjadi apabila terdapat anggota keluarga
yang terkena. Faktor resiko yang meningkatkan terjadinya penularan adalah jenis kelamin
perempuan. Hal ini dihubungkan bahwa anak perempuan hampir semua memiliki rambut
panjang dan lebih sering menggunakan sisir atau aksesoris rambut. Kutu kepala cenderung
menyukai rambut yang panjang dan tebal. Penggunaan sisir, aksesoris, tempat tidur, bantal dan
pakaian yang bersamaan juga merupakan resiko untuk penularan karena kutu dapat menepel
pada benda tersebut.6,7 Pada kasus ini pasien merupakan anak perempuan yang memiliki kakak
dengan riwayat kutuan dengan riwayat pengobatan yang tidak adekuat dan teman bermain yang
memiliki keluhan serupa, pasien juga menggunakan sisir dan tempat tidur bersamaan dengan
anggota keluarga yang lain.

Gejala klinis dari manifestasi kutu kepala ialah rasa gatal,namun sebagian orang
asimtomatik dan dapat sebagai karier. Masa inkubasi sebelum terjadi gejala sekitar 4-6 minggu.
Tungau dan telur (nits) paling banyak terdapat di daerah oksipital kulit dan retroaurikuler.
Tungau dewasa dapat ditemukan di kulit kepala berwarna kuning kecoklatan sampai putih keabu-
abuan, tetapi dapat berwarna hitam gelap bila tertutup oleh darah. Tungau akan berwarna lebih
gelap pada orang yang berambut gelap.5 Gigitan dari tungau dapat menghasilkan kelainan kulit
berupa eritema, makula dan papula, tetapi pemeriksa seringnya hanya menemukan eritema dan
ekskoriasi saja. Garukan pada kulit kepala dapat menyebabkan terjadinya erosi, ekskoriasi dan
infeksi sekunder berupa pus dan krusta. Bila terjadi infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal
akibat banyaknya pus dan krusta. Keadaan ini disebut plica polonica yang dapat ditumbuhi jamur.
Tungau kepala adalah penyebab utama penyakit pioderma sekunder di kulit kepala di seluruh
dunia.6 Berdasarkan anamnesis pada ibu pasien diperoleh informasi bahwa keluhan gatal di kepala
sejak 2 bulan yang lalu, keluhan memburuk 2 minggu terakhir, karena gatal pasien sering
menggaruk hingga lecet dan timbul ketombe halus yang banyak berwarna putih, kadang-
kadang ibu pasien melihat kutu berjalan dirambut anaknya. Gatal kemudian menjalar ke badan
kemudian pasien menggaruknya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan squama halus berwarna
putih, nits (+), kutu (+) dan ekskoriasi yang menunjang anamnesis.

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan ektoparasit. Diagnosis


pasti pada penyakit pediculosis capitis adalah menemukan Pediculus humanus var. capitis
dewasa, telur dan skibala di kulit dan rambut kepala.8 Telur (nits) sangat mudah dilihat dan
merupakan marker yang paling efisien dalam mendiagnosis penyakit tersebut. Penemuan
tungau dewasa merupakan tanda bahwa sedang mengalami infeksi aktif, tetapi tungau dewasa
sangat sulit ditemukan karena dapat bergerak sekitar 6-30 cm per menit dan bersifat
menghindari cahaya. Sisir tungau dapat membantu menemukan tungau dewasa maupun nimfa
dan merupakan metode yang lebih efektif daripada inspeksi visual.9 Tungau dewasa
meletakkan telur di rambut kurang dari 5mm dari kulit kepala, maka seiring bertumbuhnya
rambut kepala, telur yang semakin matang akan terletak lebih jauh dari pangkal rambut.3 Telur
yang kecil akan sulit dilihat, oleh karena itu pemeriksa memerlukan kaca pembesar. Telur-telur
terletak terutama di daerah oksipital kulit kepala dan retroaurikular. Ditemukannya telur
bukanlah tanda adanya infeksi aktif, tetapi apabila ditemukan 0,7 cm dari kulit kepala dapat
merupakan tanda diagnostik infeksi tungau. Warna dari telur yang baru dikeluarkan adalah
kuning kecoklatan. Telur yang sudah lama berwarna putih dan jernih. Untuk membantu
diagnosis, dapat menggunakan pemeriksaan lampu wood. Telur dan tungau akan memberikan
fluoresensi warna kuning-hijau.9,10 Sangat penting untuk dapat membedakan apakah telur
tersebut kosong atau tidak. Adanya telur yang kosong pada seluruh pemeriksaan memberikan
gambaran positif palsu adanya infeksi aktif tungau.8 Pada pasien pemeriksaan ektoparasit
ditemukan Pediculus humanus var Capitis dan nits. Yang mendukung untuk ditegakkan
diagnosa Pediculosis.
Tujuan penatalaksanaan bagi penderita pediculosis capitis adalah untuk memusnahkan kutu
dan telur serta mengobati infeksi sekunder. Penatalaksaan pediculosis capitis dapat secara
fisik dan kimiawi. Metode fisik yang dapat digunakan adalah mencukur rambut untuk
mencegah infestasi dan membantu agar obat topikal bekerja lebih baik (tidak terhalang
rambut). Pengendalian secara kimiawi, yaitu penggunaan insektisida atau pedikulisid, telah
secara luas dipakai di seluruh dunia. Insektisida mudah dan nyaman digunakan serta
hasilnya sangat efektif. Akan tetapi,telah disadari adanya efek samping yang potensial
dan juga banyak ditemukan terjadinya resistensi tungau terhadap beberapa insektisida.11
Macam macam obat pedikulisid :
1. Permetrin
Permetrin ini bersifat toksis terhadap Pediculosis humanus,Pthirus pubis, dan Sarcoptei
scaibei. Kurang dari 2% dari obat yang dioleskan diserap secara perkutan. Obat residual
tetap tinggal hingga 10 hari setelah pemberian. Krim bilas permetrin 1% dianjurkan untuk
digunakan tanpa diencerkan pada area pediculosis selama 10 menit dan kemudian dibilas
dengan air hangat .
2. Malation
Malation adalah organofosfat (acetilcholinesterase inhibitor) yang menyebabkan paralisis
pernapasan pada kutu. Cara penggunannya, krim malation diaplikasikan ke rambut, kemudian
biarkan kering, selanjutnya cuci bersih setelah 8–12 jam. Diaplikasikan kembali apabila
dalam 7– 10 hari ditemukan kutu hidup. Malation digunakan dalam kondisi dimana
penderita resisten terhadap pedikulisida lain yang diduga sebagai pedikulisida yang kuat.10
3. Lindan
Lindan merupakan organoklorida yang bisa bersifat toksis pada sistem saraf pusat manusia.
Studi absorpsi perkutan menggunakan larutan lindan dalam aseton menunjukkan bahwa
hampir 10% dosis yang digunakan pada lengan bawah diserap, kemudian akan diekskresi
dalam urin selama 5 hari. Setelah absorpsi, lindan menumpuk dalam jaringan lemak,
termasuk otak. Cara penggunaannya, lindan dalam bentuk sampo digunakan 30 mL pada
rambut yang kering selama 4 menit dan kemudian dibilas. Apabila ditemukan kutu setelah
1 minggu terapi, lakukan lagi hal yang sama.10
4. Ivermektin
Ivermektin produk ini adalah obat antihelmintik yang struktur kimianya menyerupai dengan
antibiotik golongan makrolida tanpa ada aktivitas antibakteri. Dosis oral 200 mcg/kgbb,
diulangi setelah 10 hari, dan diketahui efektif terhadap kutu kepala. Jika ivermectin melewati
sawar darah otak, obat ini mengahambat transmisi neurotransmitter, anak kecil memiliki
resiko besar mengalami efek samping ini. Sehingga, ivermectin tidak dianjurkan pada anak
dengan berat badan dibawah 15 kg. FDA (Food and Drug Administration) tidak
menganjurkannya sebagai pediculicide.8
5. Trimetoprim/sulfometoxazole
Trimetoprim atau sulfometoxazole , antibiotik ini membunuh bakteri simbiotik pada usus
kutu atau mungkin efek toksik pada kutu. Studi terakhir mengindikasikan
peningkatan aktivitas antibiotik ini jika dikombinasikan dengan permetrin 1%
dibandingkan permetrin 1%atau trimetoprim sendiri. Walaupun kelompok perlakuan pada
penelitian ini sedikit. Reaksi alergi berat yang jarang (Stevens-Johnson syndrome) pada
pengobatan ini membuat obat ini tidak diinginkan jika ada alternatif lain. Obat ini
belum diakui FDA (Food and Drug Administration) sebagai pediculicide.8
Penatalaksanaan sederhana yang lain adalah sisir basah, caranya dengan mencuci rambut
dengan sampo kemudian diikuti dengan penggunaan kondisioner dalam jumlah yang banyak.
Rambut kemudian disisir dengan menggunakan sisir yang giginya kecil-kecil dan rapat,
sehingga semua kutu dapat terangkat. Tindakan ini diulangi setiap 4 hari selama 2
minggu.11
Terapi yang diberikan pada pasien adalah permethrin losion 5%, permethrin krem 1%
dan Cetrizin sirup. Permethrin losion 5% digunakan dengan cara keramas 1 kali sehari ketika
mandi sore atau setelah sholat isya bagi yang muslim kemudian setelah keramas kepala ditutup
oleh kain dan dipertahankan semalaman, keesokan harinya dibilas saat mandi pagi da diulangi
1 minggu kemudian jika masih ada keluhan atau terdapat kutu dikepala. Permethrin krem 5%;
dioleskan dari belakang telinga ke seluruh tubuh (kecuali wajah) saat malam hari setelah mandi
dan shalat isya’ (diulang setelah buang air kecil dan besar). Obat dipertahankan 10-12 jam
hingga besok pagi, lalu dibilas bersih saat mandi. Obat kemudian diulangi lagi 1 minggu
kemudian dengan cara yang sama. Cetrizin sirup diminum 3 kali sehari 1 sendok takar untuk
mengurangi rasa gatal pada lesi.
Monitoring dan edukasi pada pasien bertujuan untuk keberhasilan terapi. Penghentian
penularan harus dilakukan supaya tidak terjadi kekambuhan pada pasien dan menggagalkan
terapi. Terdapat dua metode pencegahan yaitu mencegah penularan langsung dan tidak
langsung. Metode pencegahan penularan kontak langsung yakni dengan menghindari adanya
kontak langsung rambut dengan rambut ketika bermain dan beraktivitas dirumah, sekolah, dan
dimanapun. Sedangkan metode pencegahan penularan tidak langsung yakni :
1. Tidak menggunakan pakaian seperti topi, scarf, jaket, kerudung, kostum olahraga, ikat
rambut secara bersamaan.
2. Tidak menggunakan sisir, sikat, handuk secara bersamaan. Apabila ingin memakai sisir atau
sikat dari orang yang terinfeksi dapat melakukan desinfeksi sisir dan sikat dengan cara
direndam di air panas sekitar 130F selama 5-10 menit.
3. Mencuci dan menjemur pakaian, perlengkapan tempat tidur, karpet, dan barang-barang lain.
4. Menyapu dan membersihkan lantai dan perabotan lainnya.12
Pada pasien ini edukasi dijelaskan kepada ibu pasien. Menyarankan untuk mencuci
baju-baju, sarung, sprei, menggunakan air panas 600 celcius, ±15-20 menit. Kemudian setelah
itu dicuci biasa, dijemur diterik matahari, kemudian disetrika. Barang-barang lain seperti
sepatu atau sandal dimasukkan ke dalam plastik dan diikat, dibiarkan selama 3 hari untuk
membunuh parasite. Menjaga higienitas tubuh dan pakaian sehari-hari. Pakaian hanya 1 kali
pakai kemudian dicuci.
Kompliasi jarang terjadi pada penyakit ini, namun jika pengobatan tidak dilakukan
dengan benar akan menyebabkan penyakit semakin berat. Gigitan kutu akan menimbulkan
iritasi pada kulit yang disebabkan oleh air liur kutu yang dikeluarkan pada waktu mengisap
darah penderita. Iritasi kulit ini dapat bertahan selama beberapa hari. Ciri-ciri khas terjadinya
gigitan kutu adalah terbentuknya papula yang berwarna merah disertai dengan gatal-gatal yang
hebat. Kulit akan membengkak disertai dengan pembentukan cairan. Infestasi yang terus
menerus dengan parasit ini akan menyebabkan kulit menjadi keras dan mengalami pigmentasi.
Kelainan ini dikenal sebagai morbus errorum atau vagabond’s disease. Jika oleh karena
garukan-garukan terjadi infeksi sekunder,maka akan mengakibatkan timbulnya pustula, krusta
dan proses pernanahan. Penderita dapat juga mengalami gangguan tidur dan depresi mental.
Pada pasien ini ditemukan ekskoriasi dan skuama halus berwarna putih dan belum ditemukan
adanya pengerasan pada kulit kepala.
Prognosis pada penyakit ini sangat baik. Pengobatan yang dilakuakn dengan benar akan
menghasilkan penyembuhan yang total. Pada pasien ini pengobatan sudah dilakukan dan tidak
berhasil karena pasien pernah mendapatkan pengobatan kutu selama 2 bulan, namun
pengobatan hanya dilakukan pada pasien dan tidak dilakukan pada satu keluarga serta
pembersihan lingkungannya.
BAB 5
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien atas nama An. KMA, berusia 3 tahun, dengan keluhan gatal di
kepala sejak 2 bulan yang lalu, keluhan memburuk 2 minggu terakhir, karena gatal pasien
sering menggaruk hingga lecet dan timbul ketombe halus yang banyak berwarna putih, kadang-
kadang ibu pasien melihat kutu berjalan dirambut anaknya. Gatal kemudian menjalar ke badan
kemudian pasien menggaruknya. Kakak pasien juga mengalami keluhan yang sama tetapi
sudah mendapatkan pengobatan.

Pasien telah diberikan obat kutu 2 bulan yang lalu dengan cara di keramas sebanyak 1
kali seminggu dan diulang kembali pada minggu berikutnya, setelah dikeramas kepala ditutup
kain semalaman. Namun belum ada perbaikan pada pasien.

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada regio kapitis didapatkan squama kering,
kutu (+), nits (+) dengan distrisbusi menyebar. Pada pemeriksaan regio colli posterior
didapatkan ruam ekskoriasi dengan distribusi terlokalisir, sedangkan pada Axilla sinistra
didapatkan ruam ekskoriasi dengan distribusi terlokalisir.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien ini adalah pemeriksaan


ektoparasit, dan ditemukan Pediculus Humanus var Capitis (+) dan nits (+).

Untuk pengobatan, pasien mendapatkan Permethrin losion 5% dengan cara keramas 1


kali sehari ketika mandi sore atau setelah sholat isya bagi yang muslim kemudian setelah
keramas kepala ditutup oleh kain dan dipertahankan semalaman, keesokan harinya dibilas saat
mandi pagi da diulangi 1 minggu kemudian jika masih ada keluhan atau terdapat kutu dikepala,
Permethrin krem 1% dioleskan dari belakang telinga ke seluruh tubuh (kecuali wajah) saat
malam hari setelah mandi dan shalat isya’ (diulang setelah buang air kecil dan besar). Obat
dipertahankan 10-12 jam hingga besok pagi, lalu dibilas bersih saat mandi. Obat kemudian
diulangi lagi 1 minggu kemudian dengan cara yang sama, Cetrizin sirup 3 x 1cth. Pasien juga
diberikan edukasi untuk mencuci baju-baju, sarung, sprei, menggunakan air panas 600 celcius,
±15-20 menit. Kemudian setelah itu dicuci biasa, dijemur diterik matahari, kemudian disetrika.
Barang-barang lain seperti sepatu atau sandal dimasukkan ke dalam plastik dan diikat,
dibiarkan selama 3 hari untuk membunuh parasite. Menjaga higienitas tubuh dan pakaian
sehari-hari. Pakaian hanya 1 kali pakai kemudian dicuci.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bugayong AMS, Araneta KTS, Cabanilla JC. Effect of dry-on, sufocation-based


treatment on the prevalence od pediculosis among schoolchildren in Calagtangan
Village, Miag-ao, Iloilo Philippine Science Letters. 2011;4(1):33-7.
2. Hodjati MH, Mousavi N, Mousavi M. Head lice infestation in school children of a low
socioeconomy area of Tabriz City, Iran. African Journal of Biotechnology.2008;
7(13):2292-4.
3. Joseph L. Jorizzo, Ronald P. Meinking TL. C Buckhart. Infestations. In : Jean L.
Bolognia. Rapini editors. Dermatology volume one. Britain : Mosby; 2008; p 1321 – 8
4. Brown, Graham R, Burns T. Lecture notes on dermatology. 8 ed. Jakarta:
Erlangga; 2005.
5. Stone SP. Jonathan N Goldfarb. Rocky E Bacelieri Scabies, Other Mites and
Pediculosis. In : Freedberg IM, Editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine volume 2 eighth edition. USA : The Mcgraw-Hill; 2012, p. 2573 - 8
6. Meinking TL. C Buckhart. Infestations. In : Jean L. Bolognia, Joseph L. Jorizzo, Ronald
P. Rapini editors. Dermatology volume one. Britain : Mosby; 2008; p 1321
7. Natadisastra, D. & Ridad, A., 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ
Tubuh yang Diserang. 2009. Jakarta: EGC
8. Barbara L. Frankowski, Leonard B. Weiner. Committee on school health and commitee
on infectious diseases. Head lice . Pediatrics 2002; 110; 638

9. Burgess, Ian F. , Ciara S.Casey. Head Lice. In: Thomas Diepgen, Michael Bigby editors.

Evidence-Based Dermatology Second Edition. Britain: Hywel Williams; 2008; p. 471-6

10. Nutanson I. CJ Steen. Pediculus humanus capitis: an update. Acta Dermatoven APA Vol
17,2008, No 4, p 147 – 150.
11. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in : Burns T,
Breathnach S, Cox N. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA: Blackwell
publishing; 2004, p. 446-8
12. Ohio Departement of Health. Pediculosis.Ohio: Departement of Health. 2014; 1-
15.

Anda mungkin juga menyukai