Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN PRAKTEK KLINIK

RINOSINUSITIS KRONIK DENGAN POLIP


Chronic Rhinosinusitis with Nasal Polyp

PERHATI-KL
2015
STANDAR
PROSEDUR

No.
Dokumen

No. Revisi

TanggalTerbit/Rev
isi

Halaman

DITETAPKAN KETUA PP PERHATI-KL

OPERASIONAL
KEDOKTERAN
DEFINISI

Polip nasi merupakan suatu penyakit peradangan kronis pada


selaput lendir
hidung dan sinus paranasal dan ditandai
dengan peradangan mukosa dan massa edematous yang
bertangkai

ANAMNESIS

1. Gejala utama :

Hidung tersumbat

Menurun/hilangnya daya peniciuman

Suara sengau

2. Gejala tambahan:

Rinore

Post nasal drip

Mengorok

Sakit kepala

3. Gejala, factor risiko, jika ada:

Curiga rinitis alergi (ICD 10: J30.3) disertai dengan gejala


ingus encer, bersin, hidung gatal jika terpajan alergen.

4. Dapat disertai keluhan gangguan kualitas tidur (ICD


10:G.47.33), sesuai dengan skala mengantuk Epworth (skor
lebih dari 4)
PEMERIKSAAN
FISIK

1. Pemeriksaan rinoskopi anterior dapat ditemukan:

Massa translusen pucat keabuan, licin, lunak, mudah

digerakkan, tidak nyeri tekan dan tidak mudah


berdarah, dapat bersifat soliter ataupun multipel

Dapat ditemukan sekret purulen jika telah terjadi


sinusitis

2. Pemeriksaan rinoskopi posterior dapat ditemukan:

Massa memenuhi koana dan nasofaring jika polip


antrokoanal

Massa yang meluas dan menggantung di belakang


palatum mole dan bisa terlihat pada orofaring

3. Pemeriksaan endoskopi dapat ditemukan:

PEMERIKSAAN
PENUNJANG

Polip masih terbatas di meatus medius pada grade 1

Polip sudah keluar dari meatus media, bisa mencapai


konka inferior atau dinding medial konka media tapi
belum memenuhi rongga hidung pada grade 1

Polip yang masif/total, memenuhi kavum nasi pada


grade 3

1. Foto polos sinus paranasal dapat memperlihatkan


penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan (air-fluid
level) di dalam sinus. Pada polip antrokoanal tampak
gambaran radiolusens antara atap nasofaring dan palatum
mole. Pada foto sinus paranasal tampak gambaran
radioopak pada sinus yang terkena.
2. CT scan sinus paranasal potongan koronal aksial soft tissue
setting potongan 3 mm tanpa kontras dilakukan jika:

Kasus polip yang


medikamentosa

Ada komplikasi dari sinusitis

Pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah


endoskopi

gagal

diobati

dengan

terapi

3. Pemeriksaan histopatologi dengan biopsi pada polip hidung


sebaiknya dilakukan terutama pada penderita dengan
umur di atas 40 tahun untuk menyingkirkan keganasan.
4. Jika diperlukan pemeriksaan alergi: dapat dilakukan tes
cukit kulit danpemeriksaan eosinofil darah tepi untuk
menentukan tipe inflamasi dan diagnosis faktor risiko
rhinitis alergi
5. Jika diperlukan dilakukan pemeriksaan kultur bakteri dan
tes resistensi dari secret hidung
6. Bila terdapat kecurigaan komplikasi, konsultasi ke bidang

terkait (mata/neurologi)
7. Bila terdapat tanda infeksi bakteri, dilakukan pemeriksaan
LED dan CRP
8. Untuk persiapan operasi: disesuaikan dengan PPK Tindakan
operasi yang dilakukan
KRITERIA
DIAGNOSIS

1. Sesuai dengan kriteria Anamnesis

DIAGNOSIS
KERJA

Chronic Rhinosinusitis with Nasal Polyp

DIAGNOSIS
BANDING

1. Rinitis alergi (ICD 10: J30.4)

TERAPI

1. Non Pembedahan Medika mentosa Maksimal:

2.

Sesuai dengan kriteria Pemeriksaan fisik

2. Rinitis vasomotor (ICD 10 : J30.0)

Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis (NaCl


0.9%)

Kortikosteroid topikal dan sistemik

Antibiotika pada kasus yang mengalami infeksi oleh


bakteri, pilihan golongan makrolid

Antihistamin pada kasus yang disertai rinitis alergi

Antagonis leukotrien pada kasus polip nasi yang tidak


respon terhadap kortikosteroid intranasal jangka
panjang

Desensitisasi aspirin pada pasien sensitive terhadap


aspirin

Furosemid

2. Pembedahan Bedah Sinus Endoskopi / Polipektomi

3. Terapi selama 3 hari pasca operasi :

Antibiotika intra vena.

Parasetamol atau NSAID intra vena

Jika diperlukan
(3x125mg)

Jika diperlukan pseudoefedrin HCL oral

Jika diperlukan loratadin oral

metal

prednisolon

dosis

tinggi


EDUKASI

PROGNOSIS

Jika diperlukan asam tranexamat intra vena

Penjelasan tentang rencana pengobatan dan operasi

Pencegahan inflamasi berulang dengan melakukan


penatalaksanaan factor risiko dan factor lingkungan.

Ad vitam

:dubia ad bonam

Ad sanationam :dubia ad bonam


Ad fungsionam :dubia ad bonam
DAFTAR
RUJUKAN

1. Kirtsreesakul V. Update on nasal polyps: Etiopathogenesis.


Special article. J Med Assoc Thai 2005; 88(12):1966-72.
2. Mc.Clay JE. Nasal Polyps. [cited 2006 Des 3]. Available from
: www.emedicine.com.
3. Punagi AQ. Peranan sitokin pada polip hidung. J Medika
Nusantara 2005; 26(4):63-7.
4. Nizar NW, Mangunkusumo E. Polip sinonasal. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Edisi kelima. Jakarta: FKUI; 2001. p. 96-8.
5. Haro JI, Gavioli F, Junior VM, Crespo CC. Clinical aspects of
patients with nasal polyposis. Original Article. Int Arch
Otorhinolaryngol 2009; 13(3):259-63.
6. Buku Acuan. Modul. Polip hidung. Kolegium Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, 2008.
7. Lane AP, Kennedy DW. Sinusitis and polyposis. In: James B,
Snow Jr. Editors. Ballengers manual of otorhinolaryngology
head and neck surgery. London: BC Decker Inc; 2002. p.
276-91.
8. Assanasen P, Naclerio RM. Medical and surgical
management of nasal polyps. Curr Opin Otolaryngol Head
Neck Surg 2001; 9:2736.
9. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody
F, et al. European Position Paper on Rhinosinusitis and
Nasal Polyps 2012; 50(1):55-109
10.ICD 9 CM
11.ICD 10

Anda mungkin juga menyukai