Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA

Divisi : Dermatologi Alergo-imunologi


Penyaji : Dr. Zahra Ayu Lukita Sari
Pembimbing : dr. Nopriyati, Sp.KK,FINSDV
Pemandu : dr. Sarah Diba, Sp.KK,FINSDV
Waktu & Tempat :
Ruang Temu Ilmiah Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi FK
UNSRI/RSUPMH Palembang

URTIKARIA VASKULITIS
Zahra Ayu Lukita Sari, Nopriyati
Bagian/Departemen Dematologi-Venereologi
FK UNSRI/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
ABSTRAK
Urtikaria vaskulitis (UV) adalah penyakit multisistem yang ditandai dengan lesi kulit berupa urtikaria dan pada
biopsi kulit ditemukan vaskulitis leukositoklastik. Urtikaria vasculitis dibagi menjadi dua yakni normokomplement
dan hipokomplemen berdasarkan kadar komplemen. Sebagian besar kasus UV idiopatik, namun pada jenis
hipokomplemen seringkali terkait dengan penyakit sistemik lain. Patogenesis UV diduga akibat reaksi
hipersensitivitas tipe III. Gambaran klinis pada UV berupa urtika yang menetap lebih dari 24 jam, disertai dengan
rasa terbakar dan nyeri yang lebih menonjol dibandingkan dengan pruritus dan membaik dengan adanya
hiperpigmentasi post inflamasi. Dapat pula disertai dengan manifestasi klinis dari organ lain seperti
muskuloskeletal, paru, ginjal, mata, pencernaan, sistem saraf, dan sistem kardiovaskuler. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis dan histopatologi. Gambaran histopatologik UV yaitu terdapat infiltrat perivaskuler
neutrofilik (leukositoklasis) disertai dengan infiltrat limfositik dominan. Terapi UV tergantung pada penyakit yang
mendasari dan keterlibatan organ sistemik. Obat yang dapat diberikan yaitu antihistamin, obat anti-inflamasi non
steroid, kortikosteroid, anti-neutrofilik, imunomodulator, imunoglobulin, dan anti-interleukin. Pada kasus
normokomplemen, sebagian besar mengalami resolusi spontan dalam waktu beberapa bulan hingga bertahun-
tahun.

Kata kunci: Urtikaria vaskulitis, gambaran klinis, diagnosis, terapi

URTICARIAL VASCULITIS
Zahra Ayu Lukita Sari, Nopriyati
Department of Dermatovenereology
Medical Faculty of Sriwijaya University/ Dr. Moh. Hoesin General Hospital Palembang

ABSTRACT
Urticarial vasculitis (UV) is a multisystem disease characterized by urticarial skin lesions and leukocytoclastic
vasculitis in skin biopsy. Based on complement level UV divided into 2, normocomplementic and
hypocomplementic. Most of UV are idiopathic, but on hypocomplementic type is often associated with other
systemic diseases. Pathogenesis of UV is suspected as a result of type III hypersensitivity reactions. Clinical
features of UV are persistent for more than 24 hours, accompanied by burning and pain that is more pronounced
than pruritus and improves with postinflammatory hyperpigmentation. It’s also be accompanied by clinical
manifestations of other organs such as musculoskeletal, lung, kidney, eye, digestion, nervous system, and
cardiovascular system. Diagnosis is based on clinical and histopathological features. The histopathologic feature
of UV is that there is a neutrophilic perivascular infiltrate (leukocytoclasis) accompanied by dominant lymphocytic
infiltrates. Therapy of UV depends on the underlying disease and systemic organ involvement. Drug can be given
such as antihistamine, nonsteroid anti-inflamasi drug, corticosteroid, antineutrophil, immunomodulator, and anti-
Interleukin. In normocomplementic type, most have spontaneous resolution within months to years .

Keyword: Urticarial vasculitis, clinical manifestation, diagnosis, therapy


PENDAHULUAN

Urtikaria vaskulitis (UV) adalah penyakit jarang dengan karakteristik lesi kulit berupa
urtika terus menurus dan pada biopsi kulit ditemukan vaskulitis leukositoklastik disertai
nekrosis dinding pembuluh darah dengan atau tanpa deposit fibrinoid, inflamasi perivaskuler,
atau ekstravasasi sel darah merah.1,2 Menurut klasifikasi terbaru, UV tidak lagi termasuk bagian
urtikaria. Namun terdapat beberapa sumber mengatakan UV masih dapat digolongkan dalam
urtikaria kronik karena lesi pada UV bertahan lebih dari 24 jam dan serupa dengan urtikaria
kronik.3
Urtikaria vaskulitis jarang ditemukan. Prevalensi UV berkisar 4,5/100.000 orang per
tahun atau 2-20 % dari pasien dengan diagnosis urtikaria kronik. Urtikaria vaskulitis jarang
pada anak dengan insidensi puncak pada usia dekade keempat dan rerata usia kisaran 48,3
tahun. Kebanyakan pasien UV, 60-80% berjenis kelamin perempuan.1,4,5
Urtikaria vaskulitis merupakan suatu proses komplek dinamis dengan pemahaman
patofisiologi yang tidak lengkap.1 Etiologi UV sebagian besar idiopatik, namun beberapa faktor
turut berperan dalam perkembangnya yakni penyakit jaringan ikat (sistemik lupus eritematosus,
Sjogren’s diseases), obat (diltiazem, cimetidine, procarbazine), infeksi, defisiensi komplemen,
abnormalitas imunoglobulin, penyakit hematologik serta urtikaria fisik. Terdapat dua bentuk
UV berdasarkan kadar komplemen darah yakni hipokomplemen dan normokomplemen.
Normokomplemen UV terjadi kisaran 70-90% dan memiliki keterlibatan sistemik lebih sedikit
dibanding hipokomplemen.6,7 Mayoritas penyebab normokomplemen UV adalah idiopatik
sedangkan hipokomplemen sering kali berhubungan dengan penyakit sistemik seperti lupus
eritematosus sistemik, primary Sjogren’s syndrome.8
Gambaran klinis yang khas dari UV yakni plak urtikaria yang menetap lebih dari 24
ham dan saat resolusi meninggalkan purpura atau hiperpigmentasi. Lesi dapat menyebabkan
nyeri dan sensasi terbakar. Angioedema, athralgia, nyeri abdomen atau dada, demam serta
kelainan paru atau ginjal.6
Kesepakatan umum mengenai pendekatan terapi UV tidak ada, tetapi terdapat beberapa
pedoman yang bersumber dari publikasi opini serta pendapat para ahli. Rejimen terapi UV
didasarkan derajat keparahan. Pada beberapa laporan kasus, serial kasus dan sedikit penelitian
non-controlled, open-label, obat seperti antihistamin, obat anti-inflamasi non steroid (OAINS),
steroid, anti-neutrofilik, imunomodulator, serta anti-interleukin terbukti bermanfaat.1,4

1
Tinjauan pustaka ini disusun untuk dapat membantu klinisi dalam mengetahui
penegakan diagnosis UV sehingga dapat memberikan tatalaksana yang tepat. Tinjauan pustaka
ini akan dibahas tentang patogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis,
diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis UV.

PATOGENESIS

Sebagian besar kasus UV adalah idiopatik. Penyebab utama dari UV dapat dibagi
menjadi 3 yakni penyakit jaringan ikat, obat dan infeksi. Obat yang dapat menyebabkan UV
yakni ACE inhibitor, penisilin, sulfonamide, fluoxetin, cimetidin, diltiazem, thiazid, kalium
iodida, OAINS, dan glatiramer asetat. Urtikaria vaskulitis sekunder akibat penyakit jaringan
ikat sebesar 20% terjadi pada kasus lupus eritematosus sistemik dan 32% pada sindrom Sjogren.
Penyebab lain yang sering yakni serum sickness, neoplasia (leukemia, tumor payudara, tumor
hipofisis, tumor tiroid, kolon, dan pankreas), serta infeksi (hepatitis B, hepatitis C, sifilis, dan
infeksi mononukleosis).4,9
Patogenesis UV hampir sama dengan bentuk lain dari vaskulitis leukositoklastik pada
pembuluh darah kecil di kulit. Etiologi UV diduga akibat reaksi hipersensitivitas tipe III, terjadi
reaksi kompleks antigen-antibodi di dinding pembuluh darah. Isotipe antibodi pada imun
kompleks dari UV yakni IgG dan IgM, tetapi dapat juga IgA. Antigen dapat berupa autologus
seperti collagen-like regions of C1q atau eksogen seperti obat dan infeksi. Molekul C1q
memiliki area seperti kolagen yang akan membentuk tempat pengikatan antibodi. IgG berikatan
pada fragmen Fc dari molekul C1q sehingga mengaktivasi jalur komplemen klasik dan akan
mengaktifkan C3a dan C5a. Reaksi anafilaktoksin tersebut menimbulkan kemotaksis neutrofil
serta peningkatan permeabilitas kapiler. Aktivasi komplemen juga memicu pelepasan mediator
inflamasi sel mast seperti TNF-α akan meningkatkan ekspresi ICAM pada sel mast yang
penting untuk trasmigrasi eosinofil dan selectin-E pada sel endotel.10,11
Aktivasi ini menyebabkan degranulasi sel mast yang menyebabkan erupsi urtika dan
neutrofil sehingga melepaskan enzim proteolitik seperti kolagenase dan elastase yang merusak
dinding pembuluh darah dan menyebabkan edema dan kerusakan jaringan. Beberapa ahli
menyebutkan bahwa eosinofil dapat terlibat pada fase awal lesi vaskulitik. Pasien dengan UV
tipe hipokomplemen cenderung menunjukkan autoantibodi terhadap C1q dan sel endotel
vaskuler. Jarang ditemukan antibodi antineutrofilik sitoplasmik. Mikroskop elektron
menunjukkan bahwa agregasi platelet yang teraktivasi juga berperan pada patogenesis UV.

2
Destruksi pembuluh darah disertai dengan munculnya infiltrat inflamasi endotel yang terdiri
dari neutrofil dan sel mononuklear akan tampak dalam 32 jam.10,11

Anafilatoksin Degranulasi
(C31,C5a) sel mast

urtikaria

Deposit Aktivasi jalur


Urtikaria
Imune komplemen
vaskulitis
kompleks klasik
Vaskulitis
leukositoklastik

Kemotaksis Fagositosis
neutrofil (C5a, Pelepasan enzim
C567) lisosomal

Gambar 1.Patogenesis urtikaria vaskulitis11

GAMBARAN KLINIS

Terdapat beberapa gambaran klinis urtikaria vaskulitis (Tabel 1). Lesi urtikaria
vaskulitis umumnya terdiri dari urtika yang eritema (Gambar 2) dan indurasi kadang terdapat
bula, dengan atau tanpa angioedema dengan predisposisi di badan dan ekstremitas proksimal.
Lesi urtikaria vaskulitis menetap lebih dari 24 jam, disertai rasa terbakar dan nyeri lebih
dominan. Secara klinis, lesi pada UV akan berlangsung selama 48-72 jam, hal ini didukung
oleh penelitian Mehregan dari 72 pasien dengan UV sebanyak 64% urtika bertahan lebih dari
24 jam.1,4

Gambar 2. Lesi urtikaria vaskulitis yang menujukkan urtika kronik spontan. 1

3
Tabel 1. Gambaran klinis urtikaria vaskulitis4
Kulit dan membran mukosa
Lesi umum
Papul dan plak urtika eritem bertahan lebih dari 24 jam yang kadang muncul pada area tekanan, lesi eritem
anular, angioedema.
Lesi kurang umum
Lesi urtikaria dengan purpura, residual pigmentasi
Lesi jarang
Eritema multiformis, livedo retikularis, fenoma Raynaud, edema laring
Keterlibatan sistemik
Keterlibatan umum
Muskuloskeletal: arthralgia, artritis
Keterlibatan kurang umum
Penyakit respiratori: penyakit paru obtruksi kronik, emfisema, asma, efusi pleura
Gastrointestinal: nyeri abdomen, nausea, muntah, diare.
Penyakit renal: hematuria, glomerulonephritis
Keterlibatan jarang
Demam, splenomegali, limfadenopati, konjungtivitis, episkleritis, uveitis, pseudotumor cerebri, menigitis
aseptik, miositis, perikarditis.

Lesi angioedema telah dilaporkan kisaran 42% pada pasien dengan UV dan sebanyak
40% kasus terjadi angioedema pada bibir, lidah, kelopak mata, dan tangan. Angioedema terjadi
ketika vaskulitis mempengaruhi kapiler dan postkapiler vena pada lapisan dalam dermis dan
jaringan submukosa.4,12
Urtikaria vaskulitis dibagi menjadi 2 bentuk berdasarkan kadar komplemen yakni
normokomplomen dan hipokomplemen. Pada penelitian retrospektif dari 13 kasus UV
didapatkan hubungan antara hipokomplemen dan penyakit sistemik seperti SLE serta keluhan
sistemik. Pada beberapa laporan kasus mengatakan urtikaria vaskulitis dan SLE merupakan
suatu koinsiden, tetapi dibutuhkan studi prospektif untuk menentukan hipokomplemen UV
dapat berprogres menjadi SLE.13
Keterlibatan sistem muskuloskeletal adalah manifestasi sistemik paling sering terjadi
pada UV dan sering berhubungan dengan penurunan kadar komplemen serum. Athralgia pada
lengan, siku, lutut, pergelangan kaki, dan kaki terjadi pada kisaran 50% pasien dengan UV.
Sebanyak 20% pasien mengalami keluhan pada paru berupa batuk, edema laring, hemoptisis,
dypsnea, asma dan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Penyakit paru obstruksi kronik
terjadi pada 20-30% pasien dan pada hasil biopsi paru ditemukan vaskulitis leukositoklastik.11,13
Keterlibatan renal bermanifestasi sebagai proteinuria atau hematuria mikroskopis terjadi
pada 5-10% pasien dengan SUVH. Biopsi renal pada pasien dengan urtikaria vaskulitis
hipokomplemen menunjukkan berbagai variasi seperti proliferasi glomerulonefritis,
membranoproliferative glomerulonefritis, fokal nekrotizing vaskulitis. Pada pasien dengan
normokomplemen sering kali tidak terjadi kelainan renal.10 Manifestasi sistem gastrointestinal

4
dapat berupa nyeri perut, mual, muntah, diare. Kelainan ini terjadi kisaran 30% pasien.
Manifestasi pada jantung dan sistem saraf pusat jarang terjadi.12,13
Selain normokomplemen dan hipokomplemen terdapat juga sindrom urtikaria vaskulitis
hipokomplemen (SUVH). Sindrom urtikaria vaskulitis hipokomplemen memiliki manifestasi
klinis mirip SLE, namun pada SUVH ditemukan inflamasi okular (30% terdiri dari
konjungtivitis, episkleritis, iritis, uveitis), angioedema (>50%), serta gejala yang mirip PPOK
(50%). Sindrom urtikaria vaskulitis hipokomplemen adalah sindrom yang lebih berat dimana
didefinisi dengan kriteria diagnosis sebagai berikut: Dua kriteria mayor: (1) urtikaria selama 6
bulan dan (2) hipokomplemenemia, ditambah dua atau lebih dari kriteria minor: (1) vaskulitis
pada biopsi kulit; (2) arthralgia atau arthritis; (3) uveitis atau episkleritis; (4) glomerulonefritis;
(5) nyeri perut berulang; (6) Tes presipitin C1q positif dengan kadar C1q rendah. Pasien dengan
hipokomplemenemia yang tidak memenuhi kriteria SUVH dipertimbangkan masuk ke dalam
urtikaria vaskulitis hipokomplemen (bukan SUVH).14

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu membangun diagnosis UV


yakni pemeriksaan laboratorik, histopatologik, immunofluoresens dan autoantibodi.
Pemeriksaan laboratorik pada pasien diduga UV bukan sebagai uji diagnosis tetapi untuk
mencari penyakit sistemik. Terdapat beberapa kelainan laboratorik yang sering ditemukan
seperti pada penelitian seri terbesar dari 132 pasien dengan UV ditemukan peningkatan
kecepatan sedimentasi eritrosit (28%), hipokomplemen sering kali C3 dan C (18%), positif tes
ANA dengan kadar titer rendah (35%) dan kadar titer lebih tinggi 1/160 (11%).11 Urtikaria
vaskulitis, baik tipe hipokomplemen maupun normokomplemen berhubungan dengan kadar
komplemen (C1q, C4, dan C3) normal atau menurun.5 Pasien dengan kadar komplemen yang
normal cenderung mengalami gangguan pada kulit saja, sedangkan hipokomplemenemia lebih
mengarah ke manifestasi sistemik.14 Pemerikasaan urinalisis juga perlu dilakukan untuk menilai
proteinuria, eritrosit atau leukosit yang mengindikasi kelainan glomerulonefritis.15
Pemeriksaan histopatologik penting dilakukan untuk menentukan diagnosis, meskipun
bukan patognomonik. Gambaran khas histologi dari UV yaitu terdapat infiltrat perivaskuler
neutrofilik (leukositoklasis) disertai dengan infiltrat limfositik dominan, serta kadang
ditemukan infiltrat eosinofilik. Tampak pula gambaran pembengkakan sel endotel, ekstravasasi
sel darah merah dan deposit fibrinoid perivaskuler sebagai akibat dari cedera dinding pembuluh

5
darah. Perlu diketahui bahwa menemukan perubahan khas pada vaskulitis saat biopsi kulit tidak
mudah. Hal ini karena perubahan patologik yang terjadi dipengaruhi dari lama lesi muncul. Lesi
yang muncul saat awal lebih mudah dalam diagnosis dan cenderung menunjukkan infiltrat
perivaskuler neutrofilik meski kerusakan dinding pembuluh darah ringan. Lesi yang lebih lama
lebih menunjukkan infiltrat limfositik. Beberapa kasus diperlukan serial biopsi dalam
menegakkan diagnosis.6,14

Gambar 3. Biopsi kulit menunjukkan pembuluh darah kecil di kulit dengan infiltrat neutrofil (panah)
dan pembengkakan sel endotel yang mengarah ke diagnosis UV.16

Pada penelitian Mehregan dkk, dilakukan immunofluoresens langsung pada 63 pasien


dengan urtikaria vaskulitis didapatkan sebanyak 33% dari pasien terdapat pewarnaan
immunofluoresens pada basemen membran zone dan pembuluh darah dengan imunoglobulin
atau C3 dengan pola granular. Sebanyak 23% hanya mempunyai pewarnaan pada pembuluh
darah oleh imunoglobulin atau C3. Temuan lain didapatkan pewarnaan pembuluh darah oleh
fibrinogen (8%), pewarnaan immunofluoresens pada basemen membran zone dengan
imunoglobulin atau C3 dengan pola granular (8%), pewarnaan oleh penempelan sel inflamasi
(8%) dan pewarnaan oleh cytoid saja (8%).17
Beberapa autoantibodi dapat dideteksi pada pasien dengan hipokomplemen UV yakni
C1q, interleukin (IL)1, IgE, high-affinity IgE reseptor dan antigen mikrosomal tiroid.
Karakteristik paling baik yaitu antibodi directed melawan C1q, dimana di Amerika dapat
diperiksa secara komersial. Autoantibodi terhadap C1q berhubungan dengan penyakit komplek
imun lain seperti proliferatif lupus nefritis.15

DIAGNOSIS

Diagnosis UV ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang.


Terdapat kriteria yang membantu diagnostik UV, terdiri dari: (1) urtikaria kronik idiopatik,

6
kerusakan pembuluh darah, urtika yang berlangsung > 24 jam, (2) vaskulitis leukositoklastik
pada pemeriksaan histopatologi. (3) tanda klinis dari penyakit multisistem yang ditunjukkan
pada Tabel 1, (4) perubahan laboratorik pada kecepatan sedimentasi eritrosit, kompleks imun
di sirkulasi, immunofluoresens positif, komplemen serum (Tabel 2), (5) resisten diterapi
dengan antihistamin, (6) bukti serologis yang menunjukkan penyakit jaringan ikat (ANF
double-stranded positif, lupus immunofluoresens positif).18

Tabel 2. Pemeriksaan penunjang UV18


Jenis Pemeriksaan Temuan
Histopatologi - Perubahan fibrinoid dinding pembuluh darah (88%)
- Eosinofilia jaringan (63%)
- Vaskulitis leukositoklastik (61%)
- Ekstravasasi eritrosit (58%)
- Infiltrasi neutrofilik (58%)
- Edema dermis bagian superior (44%)
Immunopatologik Deposit dari :
(Immunofluoresens - IgM, IgG, IgA
langsung) - C1q, C4, C4
- Fibrinogen
Perubahan pada darah - Peningkatan kecepatan sedimentasi eritrosit (75%)
tepi - CH50 (35%), C1q, C4, C4 (32%), C5
- Kompleks imun pada sirkulasi, immunoglobulin normal atau
menurun, Antinuklear faktor positif, rheumatoid faktor
kryoglobulin positif, antigen bakteri atau virus positif, leukopenia,
trombositopenia
Anti autoantibodi C1q, IL-1, IgE, FcεRI, antigen mikrosomal tiroid

Temuan histopatologik yang paling penting dalam mendiagnosis UV adalah kerusakan


dinding pembuluh darah kecil superfisial dibuktikan adanya pembengkakan endotel, obstruksi
lumen pembuluh darah, dan ekstravasasi eritrosit ke arah dermis. Material fibrinoid yang
mengelilingi dinding pembuluh darah dapat ditemukan pada sebagian besar kasus.
Leukositoklasik dan neutrofilik, demikian juga dengan infiltrasi eosinofilik sering ditemukan.1,2

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding UV terutama adalah urtikaria kronik (termasuk delayed pressure


urticaria, dimana lesi bertahan lebih dari 24 jam). Tidak seperti UV, lesi pada urtikaria kronik
menetap kisaran 8-24 jam dengan rasa gatal yang menonjol. Pada UV lesi meninggalkan bekas
hiperpigmentasi sedangkan pada urtikria kronik tidak.4,13
Pada lesi disertai angioedema, maka diagnosis banding adalah angioedema didapat dan
diturunkan. Angioedema didapat yang disebabkan autoantibodi direct melawan C1 esterase

7
inhibitor harus dieksklusi. Pada kondisi tersebut, kadar C3 normal dan C1 esterase inhibitor
rendah dalam hubungannya dengan penurunan kadar atau tidak terdeteksi komponen C1q.12
Urtikaria vaskulitis juga dapat dibedakan dari urtikaria neutrofilik, dimana urtikaria
neutrofilik tidak berhubungan dengan hipokomplemen atau penyakit autoimun dan secara
histopatologik menunjukkan infiltrasi neutrofilik tanpa ada vaskulitis. Urtikaria neutrofilik
berespon dengan terapi antihistamin.10,15
Kondisi lain yang mirip dengan UV yakni urtikaria arthritis, ditandai dengan arhritis,
urtikaria (berlangsung kurang dari 24 jam) dan angioedema wajah pada pasien dengan HLA-
B51 positif. Beberapa pasien urtikaria arthritis menunjukkan vaskulitis leukositoklasik pada
biopsi, sementara beberapa yang lain hanya menunjukkan infiltrat tanpa disertai kerusakan
dinding pembuluh darah.10,15
Diagnosis banding lain yaitu penyakit yang secara klinikopatologi muncul lesi urtikaria
dan infiltrat neutrofilik interstisial termasuk yaitu Sindrom Schnitzler. Sindrom ini muncul pada
usia pertengahan dan mempunyai karakteristik demam yang berhubungan erupsi urtikaria serta
menunjukkan neutrofil pada pemeriksaan biopsi. Pruritus jarang ditemukan dan hanya
ditemukan pada kurang dari 50% pasien. Pada pemeriksaan laboratorik ditemukan leukositosis
dan peningkatan penanda respon fase akut seperti C-reaktif protein dan kecepatan sedimen
eritrosit.15

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan UV merupakan tantangan tersendiri. Banyak pilihan regimen terapi


yang digunakan dalam pengobatan UV seperti antihistamin, OAINS, kortikosteroid, anti-
neutrofilik, immunomodulator, immunoglobulin dan anti-interleukin (Tabel 3).1

Tabel 3.Algoritma terapi urtikaria vaskulitis1


Lini Pertama Lini Kedua Lini Ketiga

Antihistamin H1 non-sedatif Dapson Azatioprin


OAINS Kolkisin Siklosporin
Hidroksiklorokuin Miokofelonat mofetil
Kortikosteroid jangka pendek Metotreksat
Immunoglobulin intravena
Siklofosfamid
Antagonis interleukin
Omalizumab

8
Penggunaan antihistamin dan OAINS dapat bermanfaat pada sebagian besar kasus yang
dilaporkan, terutama untuk mengatasi rasa gatal dan pada kasus UV dengan manifestasi hanya
di kulit. Obat antihistamin tidak dapat mengontrol inflamasi yang berhubungan dengan
komplek imun yang terjadi pada UV. Obat ini sering digunakan sebagai kombinasi dengan obat
lain. Obat antiinflmasi non-steroid, indomethacin merupakan obat yang sering digunakan. Efek
samping yang sering ditemukan yakni toksisitas gastrointestinal.4
Kortikosteroid sistemik merupakan obat yang paling efektif tetapi pada beberapa pasien
dibutuhkan dosis tinggi dan relaps sering ditemukan bila dosis diturunkan. Dosis kortikosteroid
(prednisolone) 40 mg/hari atau lebih dapat diberikan dalam jangka waktu pendek. Penggunaan
kortikosteroid jangka panjang harus dihindari mengingat toksisitanya.10
Pengobatan anti-neutrofilik seperti dapson 75-100 mg/hari atau kolkisin 1.0-1.5
mg/hari, dapat dipakai sendiri maupun dikombinasi dengan steroid dosis rendah mampu
menunjukkan hasil yang lebih baik pada kedua jenis UV. Dapson dapat dijadikan sebagai obat
pilihan karena mempunyai indeks terapi tinggi dan murah. Mekanisme kerja dapson diduga
dengan mengsupresi polymorphonuclear leukocyte myeloperoxidase halide sysytem, aktifitas
lisosom neutrofil, kemotaksis neutrofil, dan adherence neutrofil. Sedangkan kolkisin, obat
alkaloid, bekerja dengan cara menghambat kemoktasis neutrofil, menstabilkan membran
lisosom dan menghambat degranulasi lisosom. Pada kasus UV resisten dapat ditangani dengan
immunomodulator lain seperti yang dipakai pada kasus vaskulitis autoimun dengan angka
keberhasilan yang bervariasi.10,18
Obat lain seperti hidroksiklorokuin, siklosporin, miokofelonat mofetil, siklofosfamid,
metotreksat, atau azatioprin dapat dipertimbangkan. Azatioprin merupakan obat analog dari
nukleotida purin. Azatioprin secara in vivo dikonversi menjadi 6-mercaptopurine dan akan
mengganggu transkripsi dari DNA. Toksisitas paling sering ditemukan yakni leukopenia dose-
dependent. Metotreksat menunjukkan hasil yang kurang memuaskan dalam terapi UV tetapi
hasil yang menjanjikan ditunjukkan oleh siklofosfamid dengan dosis 1-2 mg/kg/hari. Durasi
dari pemberian siklofosfamid tergantung respon klinis dan beratnya toksisitas obat. Efek
samping yang sering ditemukan yakni sitopenia, sistitis hemoragik, sterilitas dan teratogenik.9
Pemakaian immunoglobulin intravena, rituximab, atau anakinra telah dilaporkan berhasil
pada kasus UV. Plasmaferesis terbukti bermanfaat pada beberapa pasien dengan UV maupun
urtikaria kronik karena dapat membersihkan kompleks imun yang ada di sirkulasi. Anakira
suatu antagonis reseptor IL-1 alami, dilaporkan memperbaiki gejala klinis pada pasien UV

9
refrakter. Terjadi peningkatan serum sitokin dari family IL-1 pada UV sehingga diduga IL-1
berkontribusi dalam inflamasi vaskular dan patogensesis vaskulitis leukositoklasik.8,6,19
Beberapa tahun belakangan ini, beberapa laporan menunjukkan bahwa penggunaan
Omalizumab, suatu antibodi monoklonal anti-IgE berhasil untuk mengatasi pasien yang
refrakter dengan penggunaan steroid dan obat immunosupresan. Omalizumab aman digunakan
dan secara signifikan mengurangi aktifitas serta gejala dari urtikaria kronik. Walau hanya
beberapa laporan kasus melaporkan keberhasilan terapi omalizumab pada urtikarial vaskulitis
tetapi penggunaan omalizumab pada urtikaria kronik telah memasuki uji fase 2 dan 3 serta
menyimpulkan dosis ideal yakni 300 mg subkutan setiap 4 pekan.20
Terkini, Canakinumab suatu obat long-acting humanized monoclonal anti-IL 1β antibodi
telah disetujui sebagai terapi cryopyrin-associated periodic syndrome (CAPS). Suatu uji klinis
open label dilakukan pada 10 pasien UV dengan terapi Canakinumab diberikan secara subkutan
300 mg dosis tunggal didapatkan penurunan UVAS kisaran 50% dari saat baseline.19
Pemilihan terapi untuk UV harus mempertimbangkan faktor komorbid dan penyakit lain
yang terkait pada kasus ini. Sebagai contoh, pasien UV dengan SLE akan berespon terhadap
dapson. Terapi hepatitis C dapat menyebabkan supresi pada UV. Untuk lebih jelasnya, tabel
berikut ini menunjukkan algoritma penanganan UV.

KOMPLIKASI

Komplikasi dari UV dapat muncul dengan manifestasi keterlibatan organ ginjal berupa
hematuria mikroskopis atau proteinuria pada saat onset penyakit maupun di akhir perjalanan
penyakit meskipun jarang berkembang menjadi gagal ginjal. Biopsi renal dapat menunjukkan
glomerulonefritis. Pasien UV dengan deposit imunoglobulin atau komplemen pada dermal-
epidermal junction yang tampak pada pemeriksaan imunofloresens langsung cenderung lebih
berkembang menjadi glomerulonefritis.14
Kasus SUVH dapat mengancam nyawa karena keterlibatan organ dalam seperti paru
dan organ lain sehingga memerlukan pemberian immunosupresan secara intensif.17 Komplikasi
ke paru berupa PPOK inilah yang menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
pasien SUVH. Selain bermanifestasi sebagai PPOK, tanda klinis lain yang dapat ditemukan
yaitu asma, batuk, dypsnea, hemoptisis, pleuritis, dan efusi pleura. stenosis trakea pernah juga
dilaporkan.7

10
PROGNOSIS

Prognosis keseluruhan tergantung pada penyebab yang mendasari. Urtikaria vaskulitis


adalah kondisi yang berlangsung kronik sehingga pasien harus diedukasi mengenai perjalanan
penyakit. Prognosis UV cukup baik, dengan sebagian besar penyembuhan terjadi dalam jangka
waktu bulan hingga beberapa tahun. Pasien dengan normokomplemen urtikaria vaskulitis
mempunyai prognosis lebih baik dan sering kali tidak berhubungan dengan kelainan sistemik
atau keterlibatan minimal yang terdiri dari arthralgia, demam, purpura atau nyeri perut. Pada
sebagian besar pasien, UV hanya melibatkan kulit dan sebaliknya, sebagian kecil pasien akan
mengalami komplikasi sistemik. Urtikaria vaskulitis terkait hipokomplemenemia dan SLE
memiliki prognosis lebih buruk. Kematian jarang terjadi pada UV.4,16

SIMPULAN

Urtikaria vaskulitis (UV) adalah penyakit multisistem yang ditandai dengan lesi kulit
berupa urtikaria dan pada biopsi kulit ditemukan vaskulitis leukositoklastik yang sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Terdapat dua kelompok UV yaitu tipe normokomplemen dan
hipokomplemen, dimanan tipe hipokomplemen paling sering berhubungan dengan penyakit
sistemik lain. Penatalaksanaan UV secara umum menggunakan antihistamin dan OAINS sebagi
lini pertama. Obat lain yang dapat digunakan yaitu anti-neutrofilik seperti dapson dan kolkisin,
serta imunomodulator seperti siklofosfamid, hidroksiklorokuin, metotreksat, dan antagonis
interleukin. Prognosis UV baik, kecuali terdapat keterlibatan organ sistemik lebih jauh.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Borzova E, Grattan CEH. Urticarial vasculitis. In: Griffiths CEM, Barker J, Bleiker T,
Chalmers R, Creamer D. Rook’s Textbook of Dermatology 9th ed. Oxford: Blackwell;
2010. p.44.1-44.5
2. Shinkai K, Fox LP. Cutaneous vasculitis. In: Bolognia JL, Jorizza JL, Rapini RP,
Schaffer JV, Callen JP, Cerroni L, editors. Dermatology. 3rd ed. Edinburgh: Mosby;
2012. p.385-96.
3. Scott AD, Nicholas F, Helen T, Sarita S. Urticarial vasculitis associated with essential
thrombocythaemia. Acta Derm Venereol, 2014; 94:244-5.
4. Davis MDP, Brewer JD. Urticarial Vasculitis and hypocomplementemic urticarial
vasculitis syndrome. Immunol Allergy Clin N Am, 2004; 24: 183-213
5. Wong U, Yfantis H, Xie G. Urticarial vasculitis-associated intestinal ischemia. Hindawi
Publishing Corporation, 2016:1-4.
6. Moreno-Suarez F, Pulpillo-Ruiz A, Dorado TZ, Sanchez JC. Urticarial vasculitis: A
retrospective study of 15 cases. Actas Dermosfiliogr, 2013; 104(7): 579-85.
7. Alangari AA. Normocomplementemic Urticarial vasculitis in a boy and his response to
treatment. Curr Pediatr Res, 2014; 18(1):8-10
8. Jachiet M, Flaguel B, Deroux A, Quellec Al, Maurier F,Cordoliani F, et al. The clinical
spectrum and therapeutic management of hypocomplementemic urticarial vasculitis:
data from a French nationwide study of 57 patients. Arthritis Rheumatology, 2014: 1-
21.
9. Mahajan VK, Ravinder S, Mrinal G, Rashmi R. Telmisartan induced urticarial
vasculitis. Indian J Pharmacol, 2015; 47(5): 560-2.
10. Loricera J, Vanesa C, Cristina M, Fransisco O, Marcos G, Lino A, et al. Urticarial
vasculitis in Northern Spain. Medicine (Baltimore), 2014; 63(1):53-60.
11. Black KA. Urticarial vasculitis. Clinics in Dermatology, 1999;17: 565-9.
12. Monroe EW. Urticarial vasculitis: An Update review. J Am Acad Dermatol, 1981;
5(1):88-95.
13. Venzor J, Lee WL, Huston DP. Urticarial vasculitis. Clinical Review All Immunol.
2001; 23: 201-13.
14. Patterson JW. Weedon’s Skin Pathology 4th Edition. USA: Churchill Livingstone
Elsevier. 2016.

12
15. Hamad A, Jithpratuck W, Krishnaswamy G. Urticarial vasculitis and associated
disorders. Ann Allergy Asthma Immunol, 2017;118: 294-8.
16. Mehregan DR, Hall MJ, Gibson LE. Urticarial vasculitis: a histologic and clinical
review of 72 cases. J Am Acad Dermatol, 1992;26:441-8.
17. Zuberbier HCT, Marcus M. Urticarial vasculitis and schnitzler syndrome. Immunol
Allergy Clin N Am, 2013: 1-7.
18. Wiles JC, Hansen RC, Lynch PJ. Urticarial vasculitis treated with colchinie. Arch
Dermatol, 1985;121: 802-5
19. Krause K, Mohamed A, Weller K, Metz M, Zuberbier T, Maurer M. Efficacy and safety
of canakinumab in urticarial vasculitis: An open-label study. J Allergy Clin Immunol,
2013; 132(3):751-3.
20. Ghazanfar MN, Thomsen SF. Omalizumab for urticarial vasculitis: case report and
review of the literature. Indian J Dermatol, 2013;1-5.

13

Anda mungkin juga menyukai