PEMBIMBING :
Dr. H. Farid Wajdi, Sp.THT-KL
Disusun oleh:
Annisa Nurfitriana
10310052
I.
II.
KETERANGAN UMUM
- Nama
- Jenis Kelamin
- Usia
- Alamat
- Agama
- Status
- Pekerjaan
- Tanggal Pemeriksaan
: Ny. N
: Perempuan
: 34 tahun
: Linggajaya, Mangkubumi
: Islam
: Menikah
: Ibu rumah tangga
: 6 Febuari 2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kedua hidung sering tersumbat sejak 1 tahun.
III.
Riwayat Alergi
Ada, jika mengkonsumsi udang kulit terasa gatal
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mengobati penyakitnya
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
o Keadaan Umum : Baik
o Kesadaran
: Compos Mentis
o Vital Sign
:
- TD
: 135/80 mmHg
- Nadi : 82x/menit
o
o
o
o
o
o
Kepala
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstrremitas
Neurologi
- Respirasi : 20 x/ menit
- Suhu
: 36,90C
: DBN
: DBN
: DBN
: DBN
: DBN
: DBN
Status lokalis
o Telinga
Bagian
Preauricula
Auricula
Kelainan
Kelainan
Radang dan tumor
Trauma
Kelainan
Radang dan tumor
Auris
Dekstra
-
Sinistra
-
Retroauricula
Canalis
Acusticus
Eksternus
Membran
Timpani
Trauma
Nyeri tekan tragus
Edema
Hiperemis
Nyeri tekan
Sikatriks
Fistula
Fluktuasi
Kelainan kongenital
Kulit
Sekret
Serumen
Edema
Jaringan granulasi
Massa
Kolesteatoma
DBN
-
DBN
-
Warna
Putih Mutiara
Putih Mutiara
Intak
Utuh
Utuh
Arah jam 5
Arah jam 7
Cahaya
Tes Pendengaran
Pemeriksaan
Auris
Dekstra
Sinistra
(+)
(+)
Tidak ada lateralisasi
Tes Rinne
Tes Webber
Kesimpulan tes pendengaran :
Nares
Dekstra
DBN
Livid
Sinistra
DBN
Livid
Rhinoskopi
Anterior
Rhinoskopi
Posterior
Sekret
Krusta
Concha Inferior
Septum
Polip/Tumor
Pasase udara
Mukosa
Khoana
Sekret
Torus tubarius
Fossa rosenmuller
Adenoid
+ (serosa)
Livid
DBN
+
+ (serosa)
Livid
DBN
+
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
o Tenggorok
Bagian
Kelainan
Keterangan
Mukosa mulut
Lidah
Palatum molle
Gigi Geligi
Mulut
Uvula
Halitosis
Mukosa
Besar
Kripta
Dentritus
Perlengketan
Tonsil
Faring
Mukosa
Granulasi
Post nasal drip
Epiglotis
Kartilago aritenoid
Plika ariepiglotika
Plika vestibularis
Plika vokalis
Rima glotis
Trakea
Laring
Merah muda
DBN
DBN
87654321
12345678
DBN
DBN
DBN
Merah muda
Merah muda
T1
T1
Tidak melebar Tidak melebar
-
Merah muda
(+)
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Maksilofasial :
Bentuk
: DBN
Parese N. Kranial
:-
Leher
: DBN
IV.
RESUME
a. Anamnesa
:
Hidung tersumbat (+) sejak 1 tahun, hilang timbul
Gatal di hidung kanan dan kiri (+)
Allergic salute (+)
Bersin > 5x (+)
Rhinore dextra et sinistra (+) encer, jernih, tidak berbau
Sumbatan berpindah tergantung posisi (+)
Sulit bernafas melalui hidung (+)
Hiposmia (+)
Epistaksis (-)
Nyeri (-)
Keluhan di telinga (-)
Keluhan di tenggorok (-)
Sakit di bagian pipi kanan dan kiri (+)
Demam (-)
Batuk pilek (-)
b. Pemeriksaan Fisik
- Status generalis :
o KU
: Baik
o Kesadaran
: Compos mentis
-
V.
VI.
VII.
Status lokalis
:
o ADS : DBN
o CN
: Mukosa concha inferior dextra et sinistra livid
o NPOP : Post nasal drip (+)
o MF
: DBN
o Leher : DBN
DIAGNOSIS BANDING
- Rhinitis Kronis Alergi Persisten Sedang + Sinusitis maksilaris bilateral
- Rhinitis Kronis Vasomotor + Sinusitis maksilaris bilateral
DIAGNOSIS KERJA
Rhinitis Kronis Alergi Persisten Sedang + Sinusitis maksilaris bilateral
USULAN PEMERIKSAAN
- Hitung eosinofil darah tepi
- Pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST atau ELISA
7
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Umum
:
- Hindari faktor pencetus dengan cara:
o Menggunakan masker jika melakukan kegiatan yang
memungkinkan untuk terpapar debu
o Menggunakan masker saat bepergian untuk mencegah asap
kendaraan
o Menggunakan pakaian tebal dan mengkondisikan ruangan yang
hangat saat cuaca dingin
IX.
b. Medikamentosa :
- Antihistamin
- Kortikosteroid
Loratadin 10 mg 1x1
Budesonide
PROGNOSIS
a. Quo ad vitam
b. Quo ad functional
: ad Bonam
: Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Hidung
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi
kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu
dinding medial, lateral, inferior dan superior.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares
anterior, disebut sebagai vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang
memiliki banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut dengan
vibrise.
Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh
tulang rawan, dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium
pada bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa hidung.
Bagian tulang terdiri dari:
1. Lamina perpendikularis os etmoid
2. Os Vomer
3. Kartilago Septum Nasi
Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh permukaan dalam prosesus
frontsalis os maksila, os lakrimalis, konka inferior dan konka media yang
merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularius os
palatum, dan lamina pterigoides medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah
konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian
9
yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior,
sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya
rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os
maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema
merupakan bagian dari labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral
hidung terdapat rongga sempit yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari
letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Dinding
inferior merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh prosesus palatina os maksila
dan prosesus horizontal os palatum.
Dinding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan
inferior, os nasi, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os
sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui
filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial
konka superior.
10
Perdarahan Hidung :
Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina
yang merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari arteri karotis eksterna).
Septum bagian antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang
dari arteri maksilaris) yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis
superior (cabang dari arteri fasialis) memperdarahi septum bagian anterior
mengadakan anastomose membentuk pleksus Kiesselbach yang terletak lebih
superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Littles area yang
merupakan sumber perdarahan pada epistaksis.
Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui
arteri etmoidalis anterior dan superior.
Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri
maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri
sfenopalatina
yang
keluar
dari
foramen
sfenopalatina
bersama
nervus
11
Persarafan Hidung:
Bagian antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori dari
nervus etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang
berasal dari nervus oftalmikus (n.V1). Sebagian kecil septum nasi pada anteroinferior mendapatkan persarafan sensori dari nervus alveolaris cabang anterosuperior. Sebagian besar septum nasi lainnya mendapatkan persarafan sensori dari
cabang maksilaris nervus trigeminus (n.V2). Nervus nasopalatina mempersarafi
septum bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui foramen sfenopalatina
berjalan berjalan ke septum bagian superior, selanjutnya kebagian antero-inferior
dan mencapai palatum durum melalui kanalis insisivus.
Sistem limfatik:
Aliran limfatik hidung berjalan secara paralel dengan aliran vena. Aliran
limfatik yang berjalan di sepanjang vena fasialis anterior berakhir pada limfe
submaksilaris.
12
B. Rhinitis
1. Definisi Rhinitis
Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran di mukosa
hidung.
2. Klasifikasi Rhinitis
Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran
mukosa hidung dan sinus-sinus aksesorius yang disebabkan oleh suatu
virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada
suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insiden
tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa
yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena
rhinitis vasomotor.
Rhinitis berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Rhinitis Alergi
b. Rhinitis Non-Alergi
Rhinitis hipertrofi
Rhinitis sika
Rhinitis spesifik
o Rhinitis difteri
o Rhinitis atrofi
o Rhinitis sifilis
o Rhinitis tuberkulosa
o Rhinitis lepra
o Rhinitis jamur
Rhinitis vasomotor
Rhinitis medikamentosa
C.
Rhinitis Alergi
1. Definisi
Suatu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika paparan ulangan dengan alergen
spesifik tersebut (Von Pirquet).
13
Penyakit umum yang paling banyak diderita oleh perempuan dan laki-laki
yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang
disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari
yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rhinitis
alergi harus dianggap penyakit yang serius karena mempengaruhi kualitas hidup
penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang
akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit
ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis. Rhinitis alergi adalah istilah
umum digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat
terjadi bertahun-tahun atau musiman.
2. Klasifikasi
Berdasarkan waktunya rhinitis alergi dapat digolongkan menjadi :
a. Rhinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan
allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang
menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau
asap.
b. Rhinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu (serangan yang terjadi
sepanjang masa) diakibatkan karena kontak dengan alergen yang sering
berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan
serta bau-bauan yang menyengat.
Saat ini digunakan klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan rekomendasi
dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and Impact on Asthma) tahun
2001, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi:
14
15
3. Patofisiologi
Patofisiologi rhinitis alergi dapat dibedakan ke dalam fase sensitisasi dan
elisitasi. Fase elisitasi dibedakan atas tahap aktivasi dan tahap efektor. Fase
sensitisasi diawali dengan paparan alergen yang menempel dimukosa hidung
bersama udara pernapasan. Alergen tersebut ditangkap kemudian dipecah oleh
sel penyaji antigen (APC) seperti sel Langerhans, sel dendritik dan
makrofag menjadi peptida rantai pendek. Hasil pemecahan alergen ini akan
dipresentasikan di
permukaan
APC
melalui
molekul
kompleks
histokompatibilitas mayor kelas II (MHC kelas II). Ikatan antara sel penyaji
antigen dan sel Th 0 (sel T helper) melalui MHC-II dan reseptornya (TcRCD4) memicu deferensiasi Sel Th0 menjadi sel Th2. Beberapa sitokin
yaitu IL3, IL4, IL5, IL9,IL10, IL13 dan granulocyte-macrophage colonystimulating factor (GMCSF) akan dilepaskan.
IL-4 dan IL-13 selanjutnya berikatan dengan reseptornya di permukaan
sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi
imunoglobulin E (IgE) yang akan dilepaskan di sirkulasi darah dan jaringan
sekitarnya. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan berikatan dengan
reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator membentuk
ikatan IgE-sel mast. Individu yang mengandung komplek tersebut disebut
16
17
penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil,
basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3,
IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF)
dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau
hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator
inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),
Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan
Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen),
iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok,
bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad)
dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga
pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan
infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.
Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan
serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terusmenerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi
perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan
hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.
Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang
secara garis besar terdiri dari :
a.
Respon primer
18
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat
non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil
seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.
b. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan
ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan.
Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih
ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi
c.
4. Diagnosis
Diagnosis rhinitis alergi ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
Anamnesa sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi
dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesis
saja. Gejala rhinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin
berulang. Gejala lain ialah keluar ingus yang encer dan banyak, hidung
19
tersunbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak
air mata keluar. Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada
anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama
atau satusatunya gejala yang diutarakan oleh pasien
b. Pemeriksaan fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau
livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa
inferior tampak hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila
fasilitas tersedia.
Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah
mata yang terjadi karena statis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala
ini disebut allergic shiner. Sering juga tampak anak menggosok-gosokan
hidung, karena gatal, dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai
allergic salute. Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan
mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga
bawah, yang disebut allergic crease.
Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga
akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi. Dinding postrior faring
tampak granuler dan edema, serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak
seperti gambaran peta.
c. Pemeriksaan Penunjang
In vitro :
Hitung eosinofil darah tepi
Pemeriksaan IgE total
Pemeriksaan IgE dengan RAST atau ELISA
In vivo :
20
5. Penatalaksanaan
Hindari kontak dengan alergen.
Antihistamin
Generasi 1, lipofilik, menembus sawar darah otak dan plasenta, punya
efek kolinergik (difenhidramin, klorfrniramin, prometasin).
Generasi 2, lipofobik, efek SSP minimal, tidak punya efek kolinergik dan
21
22
6. Komplikasi
a. Polip hidung
Beberapa peneliti, mendapatkan bahwa alergi hidung merupakan salah satu
faktor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.
b. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.
c. Sinusitis paranasal.
D.
23
Rhinitis non alergi disebabkan oleh infeksi saluran napas (rhinitis viral dan
bakterial, masuknya benda asing ke dalam hidung, deformitas struktural,
neoplasma, dan masa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan
kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.
Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut:
1. Rhinitis Hipertrofi
Etiologi
Rhinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus,
atau sebagai lanjutan dari rhinitis alergi dan vasomotor.
Gambaran Klinis :
Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen
dan sering ada keluhan nyeri kepala. Konka inferior hipertrofi, permukaannya
berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga hipertrofi.
Terapi
24
2. Rhinitis sika
Etiologi
Penyakit ini biasanya ditemukan pada orang tua dan pada orang yang bekerja
di lingkungan yang berdebu, panas dan kering. Juga pada pasien dengan anemia,
peminum alkohol, dan gizi buruk.
Gambaran Klinis :
Pada rhinitis sika mukosa hidung kering, krusta biasanya sedikit atau tidak ada.
Pasien mengeluh rasa iritasi atau rasa kering di hidung dan kadang kadang
disertai epitaksis.
Terapi
3. Rhinitis spesifik
Yang termasuk ke dalam rhinitis spesifik adalah:
25
a. Rhinitis Difteri
Etiologi
Terapi
Terapi rhinitis difteri kronis adalah ADS (anti difteri serum), penisilin lokal
dan intramuskuler.
b. Rhinitis Atrofi
Etiologi
:
Ada beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab rhinitis atrofi, yaitu
infeksi kuman Klebsiela, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis
kronis, kelainan hormonal dan penyakit kolagen.
Gambaran Klinis
26
Rhinitis atrofi ditandai dengan adanya atrofi progresif mukosa dan tulang
hidung. Mukosa hidung menghasilkan sekret kental dan cepat mengering,
sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Keluhan biasanya nafas
berbau, ingus kental berwarna hijau, ada krusta hijau, gangguan penghidu,
sakit kepala dan hidung tersumbat.
Terapi
c. Rhinitis Sifilis
Etiologi
27
Gejala rhinitis sifilis yang primer dan sekunder serupa dengan rhinitis akut
lainnya. Hanya pada rhinitis sifilis terdapat bercak pada mukosa.
Sedangkan pada rhinitis sifilis tertier ditemukan gumma atau ulkus yang
dapat mengakibatkan perforasi septum. Sekret yang dihasilkan merupakan
sekret mukopurulen yang berbau.
Terapi
28
e. Rhinitis Lepra
Etiologi
Gangguan hidung terjadi pada 97% penderita lepra. Gejala yang timbul
diantaranya adalah hidung tersumbat, gangguan bau, dan produksi sekret
yang sangat infeksius. Deformitas dapat terjadi karena adanya destruksi
tulang dan kartilago hidung.
Terapi
:
rhinitis
menyebabkan
jamur,
aspergilosis,
diantaranya
Rhizopus
adalah
oryzae
Aspergillus
yang
yang
menyebabkan
29
Terapi
Untuk terapinya diberikan obat anti jamur, yaitu amfoterisin B dan obat
cuci hidung.
4. Rhinitis Vasomotor
Etiologi
30
tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani, dsb. Pada pasien
rhinitis vasomotor, saraf parasimpatis cenderung lebih aktif.
Gambaran Klinis
vasokonstriktor
topikal
dari
golongan
simpatomimetik
akan
menyebabkan siklus nasal terganggu dan dakan berfungsi kembali bila pemakaian
31
dihentikan. Pemakaian vasokontriktor topical yang berulang dan waktu lama akan
menyebabkan terjadinya fase dilatasi ulang (rebound dilatation) setelah
vasokontriksi, sehingga timbul obstruksi. Bila pemakaian obat diteruskan maka
akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan, perttambahan mukosa jaringan dan
rangsangan sel-sel mukoid sehingga sumbatan akan menetap dan produksi sekret
berlebihan.
Selain vasokontriktor topikal, obat-obatan yang dapat menyebabkan edema
mukosa diantaranya adalah asam salisilat, kontrasepsi oral, hydantoin, estrogen,
fenotiazin, dan guanetidin. Sedangkan obat-obatan yang menyebabkan kekeringan
pada mukosa hidung adalah atropin, beladona, kortikosteroid dan derivat
katekolamin.
Gambaran Klinis
Pada rhinitis medikamentosa terdapat gejala hidung tersumbat terus
menerus, berair, edema konka.
Terapi
32
Rhinitis alergi
Belasan tahun
Rhinitis vasomotor
Dekade 3-4
Sekret Hidung
Peningkatan eosinofil
Eosinofil darah
IgE darah
Neurektomi N.
Vidianus
Meningkat
Meningkat
Reaksi neurovascular
terhadap beberapa
rangsangan mekanis
atau kimia,
psikologis.
Tidak menonjol
Eosinofil tidak
meningkat
Normal
Tidak meningkat
Tidak membantu
Membantu
Etiologi
Reaksi Ag-Ab
terhadap rangsangan
spesifik
Menonjol
+
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke
enam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 135-142.
2. ARIA -World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact
on asthma. J allergy clinical immunology : S147-S276.
3. Becker, W., Naumann, H., Pfaltz, C., 1994. Ear, Nose, and Throat Disease.
Edisi kedua. Thieme. New York: 242-260.
4. Benjamini E., Coico R., Sunshine G., 2000. Immunology: A Short Course.
4th ed. John Wiley & sons. Available from: URL http:// www.wiley.com.
[Accessed 01 March 2010].
33
34