PENDAHULUAN
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada
seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.
Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya
akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Terhentinya suplai
oksigen bisa juga menjadi penyebab kematian. Hal ini disebabkan karena hambatan
masuknya oksigen ke dalam sistem respirasi sehingga kadarnya oksigen berkurang
dalam darah dan jaringan (hipoksia). Hambatan ini juga akan berakibat terganggunya
pengeluaran karbon dioksida dari tubuh sehingga kadarnya dalam darah meningkat
(hiperkapnea).1,2
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
2
respirasi tidak dapat dibuang sehingga metabolisme lanjutan tidak dapat
berlangsung.
Tidak ada dari tanda-tanda tersebut yang bersifat spesifik untuk asfiksia. Hal tersebut
dapat juga ditemukan pada penyakit lain (seperti pada pasien yang meninggal karena
gagal jantung kongestif). Peteki, kongesti, dan edema terjadi karena peningkatan
tekanan intravaskular di dalam pembuluh darah di kepala/leher yang menyebabkan
ruptur atau peningkatan permeabilitas kapiler. Sianosis terjadi karena pembentukan
hemoglobin tereduksi dan dapat ditemukan terutama pada daerah dengan sirkulasi
yang lebih banyak seperti bibir, lidah, telinga. Kongesti dan peteki jantung kanan
terjadi karena obstruksi jalan napas yang menyebabkan peningkatan tekanan
intrathorax sehingga tekanan hidrostatik yang harus dilawan oleh ventrikel kanan
3
juga meningkat. Dapat juga ditemukan Tardieu spot (peteki subpleural atau
subperikardial) meskipun tanda ini tidak lagi dianggap spesifik untuk asfiksia. 3, 4
Pada orang yang selamat dari episode asfiksia, dapat ditemukan tanda berikut bila
dilakukan pemeriksaan klinis yang seksama3:
Secara medicolegal, asfiksia terbagi menjadi dua, yaitu asfiksia mekanik dan
asfiksia non-mekanik. Asfiksia mekanik terjadi apabila terdapat hambatan aliran
udara ke dalam tubuh melalui halangan fisik. Asfiksia non-mekanik terjadi apabila
terjadi hambatan secara fisiologis.
4
Gambar 1. Asfiksia mekanik
1. Pembekapan (smothering)
5
kepala yang menyumbat udara sehingga tidak dapat masuk melalui hidung dan
mulut. 4,5
A. Homicidal smothering
Dibutuhkan perbedaan kekuatan yang besar antara pelaku dan korban untuk dapat
melakukan pembunuhan melalui pembekapan; atau korban dalam keadaan tidak
berdaya karena penyakit, usia, obat-obatan, atau alkohol. Pembunuhan dapat juga
terjadi apabila terdapat banyak jumlah pelaku. Korban umumnya wanita yang
gemuk, orang tua yang lemah, di bawah pengaruh obat/alkohol, atau anak-anak.
4,5
B. Suicidal smothering
Dapat terjadi dengan membenamkan wajah ke dalam matras atau berbaring
terhadap pakaian, terutama pada orang di bawah pengaruh alkohol, obat-obatan,
atau orang dengan gangguan jiwa.4,5
C. Accidental smothering
Keadaan dapat bervariasi tergantung usia: (1) bayi, terutama prematur, dapat
terbekap secara tidak sengaja bila kain/bantal di tempat tidur menutupi hidung dan
mulut; (2) anak-anak dapat secara tidak sengaja terbekap bila sedang bermain
dengan menutupi kepala dengan kantongan plastik dan terjadi muatan listrik
statik; (3) penderita epilepsi dapat terbekap apabila membenamkan wajah ke
dalam matras/bantal saat terjadi serangan; (4) pekerja yang jatuh dan terbenam ke
dalam benda semi-solid (seperti pasir, katun, lumpur, wol, tepung) ketika bekerja;
(5) pada kegiatan auto-erotik dimana terjadinya hipoksia parsial yang terjadi
memperjelas sensasi seksual pada kegiatan auto-erotik. 4,5
Temuan yang berkaitan dengan pembekapan: 3,4,5
Tanda asfiksia secara umum seperti kongesti, edema, peteki, emfisema, sianosis.
Apabila pembekapan dilakukan dengan menggunakan tangan, tanda kekerasan
berupa luka lecet (nail scratch abrasion), luka memar (terutama memar berpola
ujung jari/fingertip bruises), maupun laserasi pada bagian wajah yang lunak.
Bibir, gusi, dan lidah dapat memperlihatkan luka memar atau laserasi. Luka
memar dan lecet dapat pula menyebar ke dahi, pipi, rahang, tengkuk; terutama
bila telah terjadi perlawanan. Tanda yang penting adalah memar pada bibir
6
bagian dalam karena tekanan terhadap gigi, dengan atau tanpa memar pada gusi
dan lidah.
Apabila pembekapan dilakukan dengan menggunakan benda halus, pakaian, atau
bantal, mungkin tidak ditemukan tanda kekerasan. Pada keadaan seperti ini,
bukti medis yang ada tidak dapat membuktikan lebih lanjut mekanisme kematian
selain karena asfiksia. Memar atau laserasi masih dapat ditemukan pada bibir
bagian dalam. Kadang-kadang ditemukan juga daerah pucat (pallor) pada wajah
yang menandakan benda yang digunakan.
Keberadaan pasir, debu, lumpur, katun, tepung, dll. di dalam mulut dan rongga
hidung merupakan temuan yang signifikan. Sebaliknya, ditemukannya saliva
pada alat pembekap dapat menjadi petunjuk terjadinya pembekapan, terutama
bila dilakukan uji DNA.
2. Penyumpalan (gagging)
Penyumpalan terjadi bila suatu bantalan atau kain dimasukkan ke dalam mulut.
Hal ini biasanya dilakukan untuk mencegah agar korban tidak berteriak meminta
tolong, sehingga kematian biasanya tidak dimaksudkan. Penyumpalan dapat juga
bersifat homicidal (pembunuhan), terutama bila korban merupakan bayi atau orang di
bawah pengaruh alkohol/obat-obatan, orang tua, orang sakit, dll.
Apabila sumbatan telah dikeluarkan, dapat ditemukan luka memar, lecet, atau
laserasi pada mukosa bibir, palatum molle, atau di dalam pharynx. Dapat pula
ditemukan sisa benda sumbatan di dalam mulut atau di antara gigi.
Pada alat penyumpal dapat ditemukan sel epitel buccal. Saliva normal
mengandung antara 200 hingga 2000 sel epitel buccal per mm3, sehingga apabila
benda tertentu mengalami kontak dengan saliva, dapat ditemukan sel epitel buccal. 3
7
3. Choking
Fase terjadinya sumbatan jalan nafas terdiri dari penetrasi benda kejalan
nafas, sumbatan jalan nafas, dan gagalnya mengeluarkan benda yang
menyumbat.Tanda yang dijumpai yaitu tanda-tanda sumbatan jalan nafas atas
(stridor, distress pernafasan, batuk, choking) dan tidak mampu berbicara.Kemudian
diikuti dengan nafas yang panjang menyebabkan objek untuk makin masuk.
Terjadilah laringospasme. Terjadi rangsangan vagal, menyebabkan aritmia dan
apnoe, terjadi kematian.6
Choking sering terjadi secara tidak sengaja pada anak-anak kurang dari satu
tahun. Sebanyak 90% kematian terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 5
tahun.Bunuh diri jarang terjadi kecuali pada pasien gangguan jiwa atau tahanan
dalam penjara. Jika pembunuhan maka akan dijumpai adanya tanda-tanda
perlawanan.6
Penyebab Kematian
8
Pemeriksaan Luar 6,7
Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang
digunakan untuk menekan.
Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan adalah luka lecet jenis tekan atau
geser, jejas bekas jari/kuku di sekitar wajah, dagu, pinggir rahang, hidung, lidah
dan gusi, yang mungkin terjadi akibat korban melawan.
Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/ permukaan dalam bibir
akibat bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi, dan lidah
Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal, maka
pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
Memar atau luka masih dapat ditemukan pada bibir bagian dalam. Pada
pembekapan dengan menggunakan bantal, bila tekanan yang dipergunakan
cukup besar, dan orang yang dibekap kebetulan memakai lipstick, maka pada
bantal tersebut akan tercetak bentuk bibir yang berlipstick tadi, yang tidak
jarang sampai merembes ke bagian yang lebih dalam, yaitu ke bantalnya sendiri.
Pada asfiksia traumatik mungkin dapat dilihat adanya fraktur pada iga, mata
yang berlinang, bola mata yang menonjol dan konjungtiva kongesti, petechi, dan
lidah akan keluar.
Pada anak-anak oleh karena tenaga untuk melakukan pembekapan tersebut tidak
terlalu besar, kelainannya bisa minimal: yaitu luka lecet atau memar pada bibir
bagian dalam yang berhadapan dengan gigi dan rahang.
9
Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan
kepala korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada kasus pencekikan
dengan satu tangan; maka dapat ditemukan adanya lecet atau memar pada otot
leher bagian belakang, yang untuk membuktikannya kadang-kadang harus
dilakukan sayatan untuk melihat otot bagian dalamnya, atau membuka seluruh
kulit yang menutupi daerah tersebut.
Bisa didapatkan luka memar atau lecet pada bagian belakang tubuh korban.
Selanjutnya ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun
pada pembedahan jenazah. Perlu dilakukan pemerikssan kerokan bawah kuku
korban, adakah darah atau epitel kulit si pelaku.
10
aurikuloventrikular, subpleura viscelar paru terutama di lobus bawah pars
diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama
daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis.
Bisa juga didapatkan busa halus dalam saluran nafas
Dapat juga ditemukan benda asing seperti koin, lumpur, dan sebagainya pada
mulut, kerongkongan, dan trakea.
4. Penggantungan (Hanging)
Tipe-tipe penggantungan 9
11
orang dewasa yaitu ketika melampiaskan nafsu sexual yang menyimpang
( Autoerotic Hanging).
c. Homicidal Hanging ( Pembunuhan)
Pembunuhan yang dilakukan dengan metode menggantung korban.
Biasanya dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang dewasa yang
kondisi nya lemah baik oleh karena penyakit atau dibawah pengaruh obat,
alcohol, atau korban sedang tidur. Sering ditemukan kejadian
penggantungan tetapi bukan kasus bunuh diri, namun kejadian diatur
sedemikian rupa hingga menyerupai kasus penggantungan bunuh diri.
Banyak alasan yang menyebabkan pembunuhan terjadi mulai dari
masalah social dan ekonomi.
2. Berdasarkan Posisi Korban 6,7
a. Penggantungan lengkap ( Complete Hanging)
Dikatakan penggantungan lengkap apabila tubuh
korban tergantung diatas lantai, keduakaki tidak
menyentuh lantai.
Gambar 6.
incomplete
atypical hanging
dengan kaki
menyentuk
tanah dan ikatan
berlokasi di
sebelah kanan
leher18
12
6,7
3. Berdasarkan letak jeratan
a. Typical Hanging
Yaitu bila titik penggantungan ditenmukan didaerah occipital dan tekanan
pada a.karotis paling besar
b. Atypical Hanging
Jika titik penggantungan terletak disamping, sehinnga leher sangat miring
(Flexi lateral), yang mengakibatkan hambatan pada arteri karotisdan
a.vertebralis. saat arteri terhambat, korban segeratidak sadar.
Patomekanisme Hanging
Pada setiap kasus penggantungan beberapa kondisi dibawah akan terjadi :6,7
1. Arteri karotis tersumbat
2. Vena jugularis tersumbat
3. Memicu reflex karotis
4. Fraktur vertebra servikal
5. Menutupnya jalan nafas
13
Hal ini sukar dipastikan. Sebagai tambahan reflex karotis juga dapat dimunculkan
biarpun tanpa penggantungan. 3
Obstruksi arteri karotis terjadi akibat penekanan yang lebih besar. Hal ini
karena secara anatomis, arteri karotis berada lebih dalam dari vena jugularis. Karena
itu, obstruksi arteri karotis jarang ditemukan pada kasus bunuh diri dengan
penggantunga. Biasanya korban mati karena tekanan yang lebih besar, misalnya
dicekik atau pada penjeratan. Pada pemeriksaan dalam turut ditemukan jejas pada
jaringan lunak sekitar arteri karotis akibat tekanan yang besar ini. Tekanan ini
menyebabkan aliran darah ke otak tersumbat. Kurangnya suplai darah ke otak
emneyebabkan korban tidak sadarkan diri dan depresi pusat nafas sehingga kematian
terjadi. Pada mekanisme ini hanya ditemukan wajah yang sianosis tapi tidaka da
petekia. 3,7
14
Fraktur vertebra servikal dapat menimbulkan kematian pada penggantungan
dengan mekanisme asfiksia atau dekapitasi. Kejadian ini biasa terjadi pada hukuman
gantung atau korban penggantungan yang dilepaskan dari tempat tinggi. Sering
terjadi fraktur atau cedera pada vertebra servikal 1 dan 2 ( aksis dan atlas) atau lebih
dikenal sebagai “ hangman fracture”. Fraktur atau diskolasi vertebra servikal akan
menekan medulla oblongata sehingga terjadi depresi pusat nafas dan korban
meninggal karena henti nafas. 10
Asfiksia bisa juga terjadi akibat tertutupnya jalan nafas. Kondisi ini terjadi
setelah korban tidak sadar dan tidak ada usaha untuk bernafas. Akhirnya korban
mati.
Pemeriksaan Luar5
i. Kepala
Muka sianotik (vena terjepit) atau muka pucat (vena dan arteri terjepit)
Tanda penjeratan pada leher
Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan
kecil dibandingkan jika menggunakan tali yang besar. Bila alat
penjerat mempunyai permukaan yang luas, yang berarti tekanan
yang ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi cukup menekan
pembuluh balik, maka muka korban tampak sembab, mata
menonjol, wajah berwarna merah kebiruan dan lidah atau air liur
dapat keluar tergantung dari letak alat penjerat. Jika permukaan
alat penjerat kecil, yang berarti tekanan yang ditimbulkan besar
dan dapat menekan baik pembuluh balik maupun pembuluh nadi;
maka korban tampak pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.
Alur jerat : bentuk penjeratannya berjalan miring (oblik atau
berbentuk V) pada bagian depan leher, dimulai pada leher bagian
atas di antara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring
sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga.
Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.
Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya luka lecet
akibat tekanan alat jerat yang berwarna merah kecoklatan atau
15
coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan berkilat. Pada
perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut
tanda parchmentisasi, dan sering ditemukan adanya vesikel pada
tepi jejas jerat tersebut dan tidak jarang jejas jerat membentuk
cetakan sesuai bentuk permukaan dari alat jerat.
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian
bawah telinga, tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.
Pinggiran berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi
disekitarnya. Asphyxial deaths 341
Jumlah
and cause tandaof the
vagal inhibition penjeratan.
heart causingKadang-kadang pada leher terlihat 2
it to stop.
buah atau
5. Fracture dislocation lebihvertebral,
of cervical bekas penjeratan.
leading Hal ini menunjukkan bahwa tali
to injury to the spinal cord, as a result there is
ascendingdijeratkan ke leher
edema that affects sebanyak
the vital centers 2 kali.
in the medulla.
17
terjadi pada korban hukuman gantung.
Dada dan perut
Perdarahan pada pleura, perikard, atau peritoneum
Organ-organ dapat mengalami kongesti atau bendungan
Darah
Darah dalam jantung gelap dan lebih cair.
Perbedaan Antara Penggantungan Antemortem Dan Postmortem 3,9
2 Tanda jejas jeratan miring, berupa Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk
lingkaran terputus (non- continuous) lingkaran uruh dalam ( continuous), aga
dan letaknya pada leher bagian atas sirkuler dan letaknya pada bagian leher
tidak begitu tinggi
3 Simpul tali biasanya tunggal, Simpul tali biasanya lebih dari satu,
terdapat pada sisi leher diikatkan dengan kuat dan diletakan
pada bagian depan leher
4 Ekimosis tampak jelas pada salah Ekimosis pada salah satu sisi jejas
satu sisi dari jejas penjeratan. Lebam penjeratan tidak ada atau tidak jelas .
mayatb tampak diatas jejas jerat dan lebam mayat terdapat pada bagian
pada tungkai bawah tubuh yang menggantung sesuai dengan
posisi mayat setelah meninggal
5 Pada kulit ditempat jejas penjeratan Tanda pasrchmentisasi tidak ada atau
teraba seperti perabaan kertas
18
perkamen, yaitu tanda parchmentisasi tidak jelas
6 Sianosis pada wajah, bibir, telinga, Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan
dan lain-lain sangat jelas terlihat lain-lain tergantung dari penyebab
terutama jika kematian karena kematian.
asfiksia
7 Wajah membengkak dan mata Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
mengalami kongesti dan agak ada kecuali jika penyebab kematian
menonjol, disertai dengan gambaran adalah pencekikan atau sufokasi
pembuluh darah vena yang jelas pada
bagian kening dan dahi
8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali kematian karena pencekikan
9 Penis. Ereksi penis disertai dengan Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
keluarnya cairan sperma sering tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak
terjadi pada korban pria. Demikian ada
juga sering ditemukan keluarnya
feses
10 Air liur. Ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan menetes pada
sudut mulut, dengan arah yang kasus selain kasus penggantung.
vertical menuju dada. Hal ini
merupakan tanda pasti
penggantungan antemortem
1 Usia. Gantung diri lebih sering Tidak mengenal batas usia, karena
terjadi pada remaja dan orang tindakan pembunuhan dilakukan oleh
19
dewasa. Anak-anak dibawah usia 10 musuh korban yang tidak bergantung
tahun atau orang dewasa diatas 50 pada usia
tahun jarang melakukan gantung diri
3 Simpul tali biasanya hanya satu Simpul tali baisanya lebih dari satu pada
simpul yang letaknya pada bagian bagian depan leher dan simpul tali itu
samping leher terikat kuat
7 Tangan tidak dalam keadaan terikat, Tangan yang dalam keadaan terikat
karena sulit untuk gantung diri mengarahkan dugaan pada kasus
20
dalam keadaan tangan terikat pembunuhan
5. Penjeratan (Strangulation)
Menggantung dan strangulasi adalah sebuah kategori kematian asphyxial
ditandai dengan tekanan eksternal pada leher yang menekan jalan napas dan/atau
pembuluh darah yang mengalir darah ke kepala. Arteri karotis dikompresi dengan
gaya diterapkan pada leher dan permukaan anterior keras dari tulang servikal.
Gantung melibatkan kompresi struktur leher dengan pengikat yang ditempatkan di
sekitar leher yang mengerut dengan bantuan seluruh atau sebagian dari berat badan.
Meskipun sebagian besar kasus gantung adalah kasus bunuh diri, kita tidak harus
berharap untuk menemukan catatan bunuh diri, karena mereka hadir dalam waktu
kurang dari 50 persen kasus.1
Strangulasi melibatkan kompresi struktur leher oleh kekuatan lain selain berat
tubuh sendiri dengan meremas secara manual atau dengan penerapan ligatur.
21
Strangulasi adalah biasanya dalam kasus pembunuhan. Salah satu faktor asfiksia
tambahan ditemukan kasus gantung dan strangulasi adalah obstruksi dari inlet laring
oleh pergeseran lidah dan faring ke atas yang disebabkan oleh gaya konstriksi sekitar
leher.1
22
Hal ini yang berbeda dengan penggantungan, di mana ada lebih kemungkinan
kompresi lengkap, dan berkepanjangan dari kedua arteri karotis dan vena jugularis.
Dengan kompresi baik arteri dan vena leher, tidak ada perbedaan tekanan
intravaskular yang signifikan, dan pembentukan petekie cephalic tidak didapatkan.1
Strangulasi ligatur mungkin pembunuhan, bunuh diri atau disengaja dan
melibatkan penerapan tekanan ke leher oleh item yang mampu konstriksi leher,
seperti syal, dasi, kaus kaki atau kabel telepon dan lain- lain. Ada yang sering
demarkasi yang jelas dari kongesti, sianosis dan peteckie pada batas konstriksi dari
ligature, dan biasanya ada 'tanda pengikat'pada leher di lokasi penyempitan. Tanda
ini mungkin dibentuk oleh kombinasi dari kompresi dan abrasi kulit, dan mungkin
mencerminkan sifat ligatur sendiri, mereplikasi pola anyaman ligatur, misalnya.2
Pengikat yang lembut dan permukaan luas, namun, dapat meninggalkan
bukti yang sedikit dari kompresi pada leher, atau bahkan cedera yang mendasari
struktur. Tanda-tanda pada leher yang distrangulasi dengan pengikat mungkin
melingkari leher secara horizontal, meskipun pakaian, atau rambut, dapat sela antara
pengikat dan kulit, sehingga tanda pengikat diskontinuitas.2
6. Chest Compression
a. Asfiksia mekanikal adalah istilah yang dipakai untuk situasi asfiksia dimana
tubuh korban di posisi yang funsi respirasinya tidak maksimal seperti pada
positional asphyxia atau dengan penekanan sejumlah beban yang cukup berat
ditempatkan pada dada, leher atau didaerah tubuh yang dapat mengganggu
fungsi respirasi yang maksimal. Dalam beberapa kasus asfiksia mekanikal
boleh juga dipakai untuk kompres leher yang mengganggu suplai darah ke
otak dan mengganggu respirasi.1
b. Pada burking yang merupakan kombinasi pembekapan dan tekanan dari luar
pada dada atau perut korban dengan cara diduduki atau berlutut didada
korban dengan satu tangan menutup lubang hidung dan mulut korban, tangan
lain menekan rahang bawah korban kearah atas.14
c. Asfiksia riot crush adalah asfiksia akibat dihimpit orang dapat terjadi ketika
seseorang berada ditempat orang berkerumun seperti dalam satu kumpulan
dan tiba-tiba terjadi kekacauan yang menyebabkan orang akan saling
23
mendorong karena mencoba melarikan diri. Dalam keadaan ini, ada yang
jatuh terinjak-injak, dan ada pula yang terdorong serta terhimpit beberapa
lama sehingga akhirnya mati karena asfiksia. 2
d. Asfiksia traumatic, dalam kasus kompresi dada oleh beban yang sangat berat,
istilah asfiksia traumatic digunakan. Asfiksia traumatic terjadi karena
kejatuhan sesuatu seperti kendaraan berat yang menekan dada atau bagian
abdomen atas, menyebabkan korban tidak dapat bernafas. 1
Apabila dalam keadaan berdiri atau duduk tegak, otot-otot intercostal dan diafragma
bekerja maksimal untuk melakukan proses respirasi. Namun apabila sesorang dalam
posisi berbaring telungkup atau berbaring posis biasa proses pernapasan hanya
dicapai dengan pergerakan diafragma. 13
Bila korban dalam posisi prone (telungkup) korban harus mengangkat dan
melepaskan tubuhnya dari permukaan. Jika kompresi dalam posisi begini korban
hanya boleh menggunakan otot-otot abdomen dan hanya sedikit udara yang keluar
masuk melalui saluran pernapasan. Aktivitas respirasi dalam posisi ini memerlukan
tenaga fisik yang lebih besar berbanding dalam posisi normal. 13
24
Daerah dada dapat terpapar dengan berbagai jenis cedera termasuk trauma
tumpul, kompresi, dan penetrasi. Asfiksia traumatic adalah penekanan pada daerah
dada unutk suatu dalam jangka waktu yang cukup lama dengan suatu beban sehingga
membatasi pergerakan respirasi. 3
Luka trauma tumpul adalah luka yang disebabkan oleh gangguan continuitas
jaringan yang dihasilkan oleh tenaga mekanik dari luar tubuh. Luka akibat trauma
tumpul adalah luka pada mana-mana bagian tubuh yang terjadi akibat kontak antara
objek dan permukaan tumpul. Kontak ini biasanya melibatkan pergerakan dan impact
sehingga terjadi transfer tenaga kinetic. Pergerakan objek ini boleh dalam bentuk
jatuhan objek. Jenis-jenis trauma tumpul adalah luka lecet (abration), memar
(bruises), dan luka robek (laseration). 14
Fraktur kosta dapat terjadi akibat trauma yang datang nya dari arah depan,
samping, ataupun dari belakang. Apabila terjadi trauma tajam dan trauma tumpul
dengan kekuatan yang cukup besar saja yang mampu menimbulkan cedera pada
organ dalam yang vital yang ada di dalamnya. Cedera pada organ tersebut tergantung
pada bagian tulang iga yang mana mengalami fraktur.
25
jantung dapat mengakibatkan temponade jantung dengan tertimbunnya darah dalam
rongga perikardium yang akan mampu meredam aktivitas diastolik jantung. 15
a. Pemeriksaan Luar
Didapatkan :
1. Kongesti pada wajah, leher dan bagian atas daerah yang tidak tertekan
oleh beban. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran
pembuluh darah, konjunctiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase
kejang. Akibatdari peningkatan tekanan dalam pembuluh darah
meningkat terutama dalam vena, venola, dan kapiler.
2. Peteki pada konjunctiva dan kulit sekitar kelopak mata. Kapiler pada
jaringan ikat longgar ini lebih mudah pecah. Contoh jaringan ikat longgar
adalah konjuntiva bulbi, palpebral dan subserosalain. Kadang-kadang
dijumpai pula di kulit wajah. 12
3. Peteki atau ekimosis disertai lebam pada daerah yang tertekan dengan
beban. 12
26
4. Warna lebam mayat merah kebiruan gelap dan terbentuk lebih
cepat.distribusi lebam mayat lebih luas akibat kadar karbon dioksida yang
tinggi. 12
5. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding
kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik
perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot. 12
6. Asfiksia chest compression akan tampak luka akibat trauma tumpul pada
bagian dada, yaitu luka lecet (abration), memar (bruises), atau luka robek
(laseration). Pada pemeriksaan luar, akan tampak luka dari bahan yang
mengkompresi tubuh korban namun tidak selamanya penakan ini
memberikan gambaran luka. Trace evidence dari permukaan impak pada
tubuh dapat digunakan nuntuk identifikasi dan menyesuaikan
(identification and matching) dengan objek yang menyebabkan impak.
Impak tangensial antar objek dan tubuh akan menghasilkan graze atau
scratch. Jika pergerakan objek adalah 90ͦ kea rah tubuh menghasilkan luka
lecet crush yang meninggalkan bekas pada permukaan tubuh sama dengan
permukaan yang meninggi korban. Padaluka memar tidak akan terjadi
perubahan selepas kematian tapi sulit ditentukan jika pada mayat sudah
terjadi dekomposisi atau perubahan livid. Pada pemeriksaan miksorkopik
didapatkan reaksi inflamasi maka luka memar tersebut terjadi dalam
tempo waktu beberapa jam sebelum kematian. Namun luka memar tidak
dapat menentukan dengan jelas bentuk dari ebban yang menindih korban
karena luka memar cepat berubah bentuk.14
b. Periksa dalam
1. Jika terjadi fraktur costa sehingga terjadi flail chest, metode yang paling
baik untuk mendiagnosis pneumothoraks adalah pemeriksaan radiologi.
Tapi jika radiologi tidak dapat dilakukan, metode yang paling mudah
adalah dengan membuka rongga dada dalam wadah takungan air.
Intercostal spase kemudian di pungsi dengan mengguanakn scalpel
hasilnya positif kalau terdapat gelembung udara keluar dari tempat
27
pungsi. Namun jika sudah terdapat bukaan antar pleura dan ronkhi tidak
aka nada peningkatan tekanan yang boleh mendorong udara keluar. 3
2. Berwarna lebih gelap. 12
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga
menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak
mengeluarkan darah. 12
4. Petekia dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada
bagian belakang jantung belakang daerah auriculoventikular, subpleura
viseralis paru terutama dilobus bawah pars diafragmatika dan fisura
interlobaris, kulit pada sebelah dalam tertutama daerah otot temporal,
mukosa epiglottis dan daerah subglotis. 12
7. Tenggelam (drowning)
Pada peristiwa tenggelam, seluruh tubuh tidak harus tenggelam didalam air.
Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal tersebut
sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam.Berdasarkan pengertian
tersebut maka peristiwa tenggelam tidak hanya terjadi dilaut atau sungai tetapi dapat
juga di wastafel atau ember berisi air.Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat
mematikan jika dihirup oleh paru – paru sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30
– 40 mililiter untuk bayi.1,7,16
2. Wet drowning adalah mati tenggelam dimana cairan masuk ke dalam saluran
nafas.
Sebab Kematian
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh :1,2,7
1. Refleks vagal
28
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karna refleks vagal disebut
tenggelam tipe I. Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan pos
mortem tidak ditemukan tanda – tanda asfiksia maupun air di dalam paru –
paru sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning).
2. Spasme laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat h]jarang
sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan rangsangan air yang masuk ke
laring.Pada pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia, tetapi
paru – parunya tidak didapati adanya air atau benda – benda air.Tenggelam
jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.
3. Pengaruh air yang masuk paru – paru
a. Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai
gangguan elektrolit. Perlu diketahui bahwa masuknya air tawar didalam paru
– paru akan mengakibatkan hemodilusi dan hemolysis. Dengan pecahnya
eritrosit maka ion kalium intrasel akan terlepas sehingga menimbulkan
hyperkalemia yang akan mempengaruhi kerja jantung (terjadi fibrilasi
ventrikel). Pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia, kadar
NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda
air pada paru – paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A.
b. Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibtakan terjadinya anoksia
dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit.
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B. Dibandingkan dengan tipe II
A maka kematian pada tipe II B terjadi lebih lambat.
Pemeriksaan pos mortem ditemukan adanya tanda – tanda asfiksia, kadar NaCl
pada Jantung kiri lebih tinggi daripada jantung kanan dan ditemukan buih serta
benda – benda air pada paru – paru.
1. Pemeriksaan Luar.1,16
- Pakaian basah, kadang – kadang bercampur lumpur
- Kulit basah, keriput, dan terkadang seperti kulit angsa (cutis anserina)
29
- Kulit tangan dan kaki terkadang menyerupai washer woman skin
- Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
- Terkadang ditemukan cadaveric spasm
- Tanda khas pemeriksaan luar pada kasus tenggelam adalah ditemukannya buih
halus yang terbentuk akibat acute pulmonary edema, berwarna putih, dan
persisten. Buih menjadi banyak jika dada ditekan
2. Pemeriksaan Dalam.1,16
- Saluran nafas, trakea dan bronkus, ditemukan adanya buih halus
- Paru – paru membesar dan pucat seperti layaknya paru – paru penderita asma
tetapi lebih berat dan basah. Dibanyak bagian terdapat gambaran marmer, bila
permukaannya ditekan meninggalkan lekukan dan bila diiris terlihat buih
berair. Kondisi ini disebut emfisema aquosum yang merupakan petunjuk kuat
terjadinya peristiwa tenggelam
- Lambung dan esophagus berisi air dengan butir – butir pasir dan alga
- Bila terjadinya hemolisis maka akan terlihat adanya bercak hemolisis pada
dinding aorta
Tes Konfirmasi
30
3. Tes Diatome Jaringan
Tes ini dapat dilakukan untuk menemukan adanya diatome pada jaringan tubuh.
Jika pada hati, otak, sumsum tulang ditemukan diatome maka hal ini dapat
dijadikan bukti kuat terjadinya peristiwa tenggelam.Pada mayat yang sudah
membusuk, dimana kelainan-kelainan yang dapat memberi petunjuk tenggelam
sulit ditemukan maka pemeriksaan ini menjadi sangat bermanfaat.
31
BAB III
KESIMPULAN
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan
menjadi 4 fase, yaitu: fase dispneu, fase konvulsi, fase apneu dan fase akhir. Masa
dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya
berkisar antara 4-5 menit. Fase dispneu dan fase konvulsi berlangsung kurang lebih
3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalanhan oksigen, bila tidak 100% maka
waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas.
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-
ujung jari dan kuku. Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung
kanan, merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna lebam mayat
kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat, terdapat busa halus pada hidung dan mulut,
dan tampak pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah,
konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase konvulsi.
32
langsung dan tidak langsung, perdarahan faring terutama yang berhubungan dengan
kekerasan.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology - Principles and Practice.
Elsevier Academic Press; 2005. p. 201-34.
2. Dikshit PC. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology. New Delhi: Peepee
Publishers and Distributors. p. 334-65.
3. Payne-James J, Jones R, Karch SB, Manlove J. 2011. Simpson’s Forensic
Medicine, 13th Edition. London, United Kingdom: Hodder Arnold.
4. Vij K. 2011. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology: Principles and
Practice, 5th Edition. New Delhi, India: Elsevier.
5. Idries AM. 2009. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Tangerang, Indonesia:
Binarupa Aksara.
6. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology Of Trauma - Common Problems
for The Pathologist. New Jersey: Humana Press; 2007. p. 65-155.
7. DiMaio VJ, DiMaio Dominick. Forensic Pathology. 2nd ed. USA: CRC Press;
2001. p. 246-73, 416-23.
8. Bardale Rajesh. Principles of Forensic Medicine and Toxicology. India : Jaypee
Brothers Medical Publisher. 2011. Page 288
9. Oehmichen M, Auer R.N, Konig H.G Forensic Neurophatology and associated
Neurology. Berlin Heidelberg : Springer –Verlag, 2006 : 297-300
10. Hangman’s Fracture. Available on
http://en.m.wikipedia.org/wiki/hangman’s_fracture
11. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam
Proses Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto; 2011. p. 65-9.
12. Berkeley RP, et al. Know the Sign and Symptoms of Traumatic Asphyxia.
Available from : http://jems.com/articles/print/volume-35/issue-9/departements-
columns/case-of-the-month/know-signs-and-symptomps-trauma.html
13. Miyashi S, Yoshitome K, Yamamoto Y, et al. Case report : Negligent Homicide
by Traumatic Asphyxia. Interntional Journal of Legal Medicines. 2004.
14. Pounder D. Chapter 1 Blunt Force Injuries. In : Lecture Notes in Forensic. P.1-4,
University Of Dundee. United Kingdom
34
15. Melendez SL. Rib Fracture. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/825981-overview#a4
16. Dix Jay. Color Atlas of Forensic Pathology. USA: CRC Press; 2000. p. 98, 102,
104, 108.
17. Thandalam, Chennai, Tamil Nadu. 2015. Forensic Medicine and Toxicology
(Theory and Practical). India : Jaypee Brothers Medical Publisher.
18. Kumar B, Suresh. Atlas Of Forensic Pathology. India : Jaypee Brothers Medical
Publisher. 2014
35