Anda di halaman 1dari 28

TUGAS REFERAT 30 JANUARI 2018

“STANDAR PROSEDUR KONSUL FORENSIK MEDIKOLEGAL”

DISUSUN OLEH :

Nurfiriyana R. Hamka N 111 17 143


UnunBudiarti M. Gusti Talombo N 111 17 122
Muhammad Aqsha Mahmud N 111 17 157

PEMBIMBING
Dr. dr. Annisa Anwar Muthaher, S.H, M.Kes, Sp.F

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT KABELOTA DONGGALA
PALU
2018
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang


bersangkutan sebagai berikut:

Nama:

Nurfiriyana R. Hamka N 111 17 143

UnunBudiarti M. GustiTalombo N 111 17 122

Muhammad Aqsha Mahmud N 111 17 157

Judul Referat: STANDAR PROSEDUR KONSUL FORENSIK


MEDIKOLEGAL

Telah menyelesaikan tugas referat ini sebagai tugas kepaniteraan klinik


pada Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

Palu, Januari 2018

Mengetahui

Pembimbing
iii

(Dr. dr. Annisa Anwar Muthaher., S.H, M.Kes, Sp.F)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang................................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


iv

A. Definisi.........................................................................................................3
1. Pengertian Ilmu Kedokteran Forensik...................................................3
2. Pengertian Dokter..................................................................................3
B. Lingkup Pelayanan.......................................................................................4
C. Prosedur Medikolegal..................................................................................5
D. Visum et Repertum......................................................................................5
E. Penjabaran Kompetensi Dokter di Bidang Kedokteran Forensik................5
1. Area Komunikasi Efektif......................................................................5
2. Area Ketrampilan Klinis ......................................................................7
3. Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran...............................................9
4. Area Pengelolaan Masalah Kedokteran dan Hukum...........................10
5. Area Pengelolaan Informasi................................................................11
6. Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri.........................................12
7. Area Etika, Moral, Medikolegal, dan Profesionalisme serta
Keselamatan Pasien.............................................................................13

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan...................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17


BAB I
PENDAHULUAN

Peranan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada


masyarakat sering dihadapkan pada kenyataan bahwa bantuan mereka juga
diperlukan oleh kalangan penegak hukum dalam memeriksa korban maupun
memberikan keterangan untuk kepentingan hukum dan peradilan. Diperlukan
bantuan dokter untuk memastikan sebab, cara, dan waktu kematian pada
peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau
kematian yang mencurigakan. Pada korban yang tidak dikenal diperlukan
pemeriksaan untuk mengetahui identitasnya. Begitu pula pada korban
penganiayaan, pemerkosaan, pengguguran kandungan dan peracunan diperlukan
pemeriksaan oleh dokter untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi secara medis.
Hasil pemeriksaan dan laporan tertulis akan digunakan sebagai petunjuk atau
pedoman dan alat bukti dalam menyidik, menuntut dan mengadili perkara pidana
maupun perdata. Pada tahap penyidikan dipergunakan sebagai alat bukti dan
petunjuk oleh para penyidik dan di sidang pengadilan dipergunakan oleh jaksa,
hakim dan pembela sebagai alat bukti yang sah.1
Praktik kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh
siapa saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional
kedokteran tertentu yang memiliki kompetensi yang memenuhi standar tertentu,
diberi kewenangan oleh institusi yang berwenang di bidang itu dan bekerja sesuai
dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan oleh organisasi profesinya.
Secara teoritis-konseptual, antara masyarakat profesi dengan masyarakat umum
terjadi suatu kontrak (mengacu kepada doktrin social-contract), yang memberi
masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating (otonomi profesi) dengan
kewajiban memberikan jaminan bahwa profesional yang berpraktek hanyalah
profesional yang kompeten dan yang melaksanakan praktek profesinya sesuai
dengan standar.
2

Sikap profesionalisme adalah sikap yang bertanggungjawab, dalam arti


sikap dan perilaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat profesi
maupun masyarakat luas. Beberapa ciri profesionalisme tersebut merupakan ciri
profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu “sesuai dengan
tempat dan waktu”, sikap yang etis sesuai dengan etika profesinya, bekerja sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya, dan khusus untuk profesi
kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban). Uraian dari ciri-ciri
tersebutlah yang kiranya harus dapat dihayati dan diamalkan agar profesionalisme
tersebut dapat terwujud.2
Profesi dokter mempunyai tugas lain yang tidak kalah penting dari
sekedar memberikan pelayanan medis klinis kepada masyarakat,  yaitu
memberikan bantuan terhadap penegakan hukum dan keadilan (medical for law).
Seperti juga hak kehidupan, kesehatan, kesembuhan maka keadilan dan
perlindungan hukum merupakan hak asasi manusia yang wajib dipenuhi dan
dilindungi oleh negara. Salah satu cabang ilmu kedokteran yang begitu akrab
dengan permasalahan penegakan hukum dan keadilan adalah ilmu kedokteran
forensik. Penegakan hukum di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran
kedokteran forensik. Hal ini tampak dari berbagai macam bantuan yang dapat
diberikan oleh kedokteran forensik dalam mengungkap suatu tindak pelanggaran
hukum. Kata ”Forensik” berasal dari ”Forum” yang berarti pasar. Pada zaman
Romawi kuno pasar digunakan sebagai tempat pengadilan. Dari istilah ini
kemudian berkembang pengertian bahwa ilmu kedokteran forensik merupakan
cabang ilmu kedokteran yang mempergunakan ilmu pengetahuan dan
teknologinya untuk membantu penegakan hukum dan keadilan.3
Peranan dari kedokteran forensik dalam penyelesaian perkara pidana di
Pengadilan adalah membantu hakim dalam menemukan dan membuktikan unsur-
unsur yang di dakwakan dalam pasal yang diajukan oleh penuntut. Serta
memberikan gambaran bagi hakim mengenai hubungan kausalitas antara korban
dan pelaku kejahatan dengan mengetahui laporan dalam visum et repertum.
Disamping itu, diperoleh hasil bahwa dalam setiap praktek persidangan yang
memerlukan keterangan dari kedokteran forensik, tidak pernah menghadirkan ahli
3

dalam bidang ini untuk diajukan di sidang pengadilan sebagai alat bukti saksi.
Implikasi teoritis persoalan ini adalah bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan
suatu perkara yang memerlukan keterangan dokter forensik, hanya memerlukan
keterangan yang berupa visum et repertum tanpa perlu menghadirkan dokter yang
bersangkutan di sidang pengadilan. Sedangkan implikasi praktisnya bahwa hal ini
dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam menangani perkara yang
memerlukan peran dari kedokteran forensik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1. Pengertian Ilmu Kedokteran Forensik
Ada beberapa pengertiaan yang dikemukakan oleh ahli kedokteran
forensik, diantaranya :
a) Sidney Smith mendefinisikan ”Forensic medicine may be
defined as the body of medical and paramedical scientific
knowledge which may services in the adminitration of the
law”, yang maksudnya ilmu kedokteran forensik merupakan
kumpulan ilmu pengetahuan medis yang menunjang
pelaksanaan penegakan hukum.
b) Prof. Dr. Amri Amir, Sp.F (2007) mendefinisikan Ilmu
Kedokteran Forensik sebagai penggunaan pengetahuan dan
keterampilan di bidang kedokteran untuk kepentingan hukum
dan peradilan.1
c) Sedangkan menurut Prof. Dr. Budi Sampurna, Sp.F (2009)
mendefinisikan Ilmu Kedokteran Forensik adalah salah satu
cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan
ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum,
keadilan dan memecahkan masalah-masalah di bidang
hukum.6
2. Pengertian Dokter
Dokter adalah dokter lulusan pendidikan kedokteran baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.Institusi Pendidikan (Profesi Dokter) adalah institusi
yang melaksanakan pendidikan profesi dokter baik dalam bentuk
fakultas, jurusan atau program studi yang merupakan pendidikan
universitas.
5

Profesi Kedokteran adalah suatu pekerjaan kedokteran yang


dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan dan kompetensi yang
diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, serta kode etik
yang bersifat melayani masyarakat sesuai UU No. 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran. Standar Profesi Dokter adalah standar
keilmuan dan keterampilan minimal yang harus dikuasai dokter
dalam menjalankan praktek kedokteran.Standar Kompetensi
adalah kualifikasi yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (PP 19/2005).7
Berdasarkan pengertian diatas standar prosedur konsul
dokter di bidang kedokteran forensik dapat kita definisikan
sebagai standar keilmuan dan keterampilan minimal yang harus
dikuasai seorang dokter dalam mengunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran untuk membantu penegakan hukum,
keadilan, dan memecahkan masalah-masalah hukum.
6

B. Lingkup Pelayanan
Pelayanan di bidang Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
dalam beberapa kasus masih diperlukan disiplin ilmu lain. Di bidang
kesehatan bantuan tersebut dapat mencakup Patologi Forensik, Psikiatri
Forensik, Toksikologi Forensik, Antopologi Forensik, Odontologi
Forensik dan Radiologi Forensik. Jurusan Biologi yang dekat dengan ilmu
kedokteran yatiu Entomologi Forensik yang dalam dua decade ini
menunjukkan peranan yang meningkat. Patologi forensik adalah
pengetahuan tentang pemeriksaan kelainan pada jaringan tubuh oleh
karena kekerasan atau mati tiba-tiba untuk kepentingan pengadilan.
Psikiatri Forensik tentang pembuktian adanya kelainan jiwa pada
tersangka.
Toksikologi Forensik adalah peristiwa keracunan yang
berhubungan dengan peristiwa pidana. Radiologi Forensik yang sudah
lama berperan adalah cabang ilmu kedokteran yang sudah banyak
membantu dalam pemeriksaan korban dan jaringan tubuh menggunakan
pengetahuan dan teknologi radiologi. Odontologi forensik penggunaan
pengetahuan ilmu kedokteran gigi untuk kepentingan hukum dan peradilan
terutama dalam identifikasi. Entomologi Forensik adalah pengetahuan
tentang serangga yang berguna untuk masalah forensik.1
Kedokteran forensik sebenarnya suatu ilmu yang dimiliki oleh
setiap dokter karena tanpa terkecuali semua dokter pernah mendapatkan
pengetahuan ilmu kedokteran forensik diwaktu perkuliahan. Jadi
sebenarnya tidak ada alasan bagi dokter untuk tidak memberikan bantuan
dalam penegakan hukum dan keadilan. 3
7

Satu lagi yang harus diingat bahwa dokter juga dapat menerima
sanksi bila tidak memberikan bantuan tersebut seperti tercantum dalam
pasal 224 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP): Barang siapa
yang dipanggil menurut undang-undang menjadi saksi ahli atau juru
bahasa dengan sengaja atau tidak menjalankan suatu kewajiban menurut
undangundang yang harus dijalankannya dalam kedudukan tersebut di
atas, dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya 9 bulan dan untuk perkara lain dihukum dengan hukuman
selama-lamanya 6 bulan.3
Menurut Prof. Dr. Budi Permana, Sp.F pelayanan di bidang
forensik mencakup kriminalistik yaitu pusat laboratorium Polri dan
laboratorium lain, kedokteran forensik cs yaitu termasuk di rumah
sakit,fakultas kedokteran negeri, Ladokpol, Polri, Patologi forensik,
Forensik klinik yang mencakup penganiayaan fisik, kekerasan seksual,
peracunan, prinsip kerja kedokteran forensik berdasarkan sumpah dokter,
etika, dan standar kebebasan profesi yang mempertimbangkan aspek
obyektifitas ilmiah, impartial, komperhensif, menyeluruh dan sesuai
prosedural.6

Tugas pokok seorang dokter dalam bidang forensik adalah


membantu pembuktian melalui pembuktian ilmiah termasuk dokumentasi
informasi/prosedur, dokumentasi fakta, dokumentasi temuan, analisis dan
kesimpulan, presentasi (sertifikasi).

C. Prosedur Medikolegal
Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur
penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan pelayanan
kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur
medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada
sumpah dokter dan etika kedokteran. Ruang lingkup prosedur
medikolegal adalah pengadaan visum et repertum, pemberian
8

keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian


keterangan ahli di dalam persidangan, kaitan visum et repertum dengan
rahasia kedokteran, penerbitan surat kematian dan surat keterangan
medik, pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka (psikiatri forensik),
dan kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik.2

D. Visum et Repertum (VeR)


Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter
atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan
medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau
diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan
dibawah sumpah, untuk kepentingan pengadilan.
.Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian
suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et
Repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik
yang tertuang didalam bagian Pemberitaan, yang karenanya dapat
dianggap sebagai pengganti benda bukti.
Dengan konsep visum et repertum diatas, dikenal beberapa jenis
visum et repertum, yaitu :
a. Visum et Repertum perlukaan (termasuk keracunan)
b. Visum et Repertum kejahatan susila
c. Visum et Repertum jenasah
d. Visum et Repertum psikiatrik.10.

E. Penjabaran Kompetensi Dokter di Bidang Kedokteran Forensik


1. Area Komunikasi efektif8
- Kompetensi Inti
Seorang dokter dituntut mampu menggali dan bertukar
informasi secara verbal dan non verbal dengan pasien (korban
hidup) pada semua usia, anggota keluarga (pada korban
meninggal), masyarakat, kolega dan profesi lain.
9

Komunikasi antara dokter dan korban/pasien atau dengan


keluarganya harus dilakukan seefektif mungkin oleh dokter
agar pasien atau keluarga pasien bersedia dilakukan
pemeriksaan walaupun secara hukum untuk pemeriksaan
forensik dokter tidak perlu izin keluarga melainkan kewajiban
penyidik untuk memberitahu korban atau keluarga korban
(meninggal). Hal ini sesuai pasal 134 KUHAP 1, yaitu :
1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan
pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari,
penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga korban.
2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib
menjelaskan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan
tujuan dilakukan pembedahan tersebut.
3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan
apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberi tahu
tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-
undang.
Ditinjau dari area komunikasi efektif di bidang
kedokteran forensik,seorang lulusan dokter harus mampu:
1) Berkomunikasi efektif dengan Korban atau dengan
keluarga korban
- Berkomunikasi dengan korban serta anggota
keluarganya, dengan cara memberi penjelasan apa
tujuan dilakukan pemeriksaan, cara dan prosedur
pemeriksaan, kemungkinan timbulnya rasa tidak
nyaman saat dokter melakukan pemeriksaan, dan
informasi lainnya sesuai etika klinis.
- Bersambung rasa dengan korban dan keluarganya,
seorang dokter saat melakukan pemeriksaan forensik
10

harus menunjukkan rasa simpati dengan kejadian


yang meninpa korban, menunjukkan rasa empati dan
dapat dipercaya.
- Memberikan situasi yang nyaman bagi korban dengan
menjaga privasi pasien, Aktif dan mendengarkan
dengan penuh perhatian dan memberi waktu yang
cukup pada pasien untuk menyampaikan keluhannya
dan menggali permasalahan pasien serta kronologis
kejadiaan.
2) Berkomunikasi dengan sejawat
- Memberi informasi yang tepat kepada sejawat tentang
kondisi pasien baik secara lisan, tertulis, atau
elektronik pada saat yang diperlukan demi
kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran.
- Menulis surat rujukan dan laporan penanganan pasien
dengan benar, demi kepentingan pasien maupun ilmu
kedokteran. Seorang dokter umum harus merujuk
korban apabila apa yang dimintakan penyidik bukan
kompetensi dokter umum. Misalnya, identifikasi
tulang, identifikasi gigi (odontologi), pemeriksaan
DNA, dan lain-lain.
- Melakukan presentasi laporan kasus secara efektif dan
jelas, demi kepentingan pasien maupun ilmu
kedokteran.
3) Berkomunikasi dengan masyarakat
- Menggunakan bahasa yang dipahami oleh
masyarakat, menggali masalah kronologis kejadian
menurut persepsi masyarakat.
- Menggunakan teknik komunikasi langsung yang
efektif agar masyarakat memahami bahwa
11

pemeriksaan forensik demi penegakan keadilan


sebagai hak asasi manusia.
- Melibatkan tokoh masyarakat dalam mempromosikan
kesehatan secara professional.
4) Berkomunikasi dengan profesi lain
- Mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberi
waktu cukup kepada profesi lain untuk
menyampaikan pendapatnya. Memberi informasi
yang tepat waktu dan sesuai kondisi yang sebenarnya
ke perusahaan jasa asuransi kesehatan untuk
pemprosesan klaim demi kepentingan hukum.
- Memberikan informasi yang relevan kepada penegak
hukum atau sebagai saksi ahli di pengadilan (jika
diperlukan), termasuk pembuatan visum et repertum
atas permintaan penyidik, pemeriksaan korban mati
mendadak, tanda-tanda kematiaan dan lain
sebagainya.
- Melakukan negosiasi dengan pihak terkait dalam
rangka pemecahan masalah yang harus dipecahkan
secara hukum.
2. Area Keterampilan Klinis
a) Kompetensi Inti
Seorang dokter umum harus mampu melakukan prosedur
pemeriksaan forensik klinis sesuai masalah, kebutuhan korban
dan sesuai kewenangannya. Kaitannya dengan kedokteran
forensik adalah seorang dokter umum harus mampu:
- Memeriksa dan membuat Visum et Repertum korban luka
karena kecelakaan lalu lintas.
- Memeriksa dan membuat Visum et Repertum luka karena
penganiayaan.
12

- Memeriksa dan membuat Visum et Repertum Kekerasan


dalam rumah tangga (KDRT).
- Melakukan pemeriksaan luar korban meninggal.
Pemeriksaan luar meliputi pemeriksaan label, benda di
samping mayat, pakaian, ciri identitas fisik, ciri tanatologis,
perlukaan dan patah tulang.
Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli,
sebagai saksi ahli pemeriksa , menjelaskan visum et repertum,
menjelaskan kaitan temuan VeR dengan temuan ilmiah alat
bukti sah lainnya. Dokter juga berperan menjelaskan segala
sesuatu yang belum jelas dari sisi ilmiah. (Pasal 224 KUHP)
Hukum dengan tegas memberikan wewenang “utama”
pemeriksaan forensik kepada dokter forensik. Namum, karena
ketidaktersediaan dokter forensik hukum memberi peluang
kepada dokter (umum dan spesialis apasaja) sebagai
pemeriksa, hal ini merujuk pada pasal 133 KUHAP.
Kurikulum pendidikan profesi dokter mengharuskan
seorang dokter umum pada waktu pendidikan harus
mempelajari patologi forensik dan forensik klinik, maka dokter
umum berwenang melakukan pemeriksaan forensik.
b) Keterampilan Dokter di Bidang Forensik
Menurut Standar Kompetensi Dokter keterampilan
adalah kegiatan mental dan atau fisik yang terorganisasi
serta memiliki bagian-bagian kegiatan yang saling
bergantung dari awal hingga akhir. Dalam melaksanakan
praktik dokter di bidang forensik, lulusan dokter perlu
menguasai keterampilan klinis yang akan digunakan dalam
mendiagnosis, menjawab permintaan Visum et Repertum,
maupun menjelaskan suatu perkara hukum menurut
keahliannya di bidang kedokteran. Keterampilan ini perlu
dilatihkan sejak awal pendidikan dokter secara
13

berkesinambungan hingga akhir pendidikan dokter. Berikut


ini pembagian tingkat kemampuan menurut Piramid Miller :
- Tingkat kemampuan 1
Mengetahui dan Menjelaskan Lulusan dokter memiliki
pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini, sehingga
dapat menjelaskan kepada teman sejawat, pasien maupun
klien tentang konsep, teori, prinsip maupun indikasi, serta
cara melakukan, komplikasi yang timbul, dan sebagainya.
Contoh keterampilan ini adalah Pemeriksaan DNA untuk
identifikasi.
- Tingkat kemampuan 2
Pernah Melihat atau pernah didemonstrasikan Lulusan
dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai
keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip maupun
indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya).
Selain itu, selama pendidikan pernah melihat atau pernah
didemonstrasikan keterampilan ini. Contohnya autopsi,
exhumasi, identifikasi tulang dan gigi.
- Tingkat kemampuan 3
Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah
supervisi Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis
mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip
maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan
sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau
pernah didemonstrasikan keterampilan ini, dan pernah.
menerapkan keterampilan ini beberapa kali di bawah
supervisi. Contohnya: Pemeriksaan luar Jenazah,
termasuk label mayat, sebab-sebab kematian,
tanatologi,menentukan lama kematian dan lain sebgainya.

- Tingkat kemampuan 4
14

Mampu melakukan secara mandiri Lulusan dokter


memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini
(baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara
melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selama
pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan
ketrampilan ini, dan pernah menerapkan keterampilan ini
beberapa kali di bawah supervisi serta memiliki
pengalaman untuk menggunakan dan menerapkan
keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara
mandiri. Contohnya dokter harus mampu memeriksa
korban hidup dan membuat Visum et Repertum korban
kecelakaan lalu lintas penganiyaan, kekerasan dalam
rumah tangga, dan lain sebagainya.
3. Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
1) Kompetensi Inti
Dokter umum harus mampu mengidentifikasi, menjelaskan
dan merancang penyelesaian masalah kesehatan dan hukum
secara ilmiah menurut ilmu kedokteran kesehatan mutakhir
untuk mendapat hasil yang optimum dan dalam upaya
maksimal menghadirkan keadilan seobyektif mungkin.
2) Kemampuan lulusan dokter
Ditinjau dari segi landasan ilmiah seorang dokter dituntut
mampu:
a) Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu
biomedik, klinik, perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat
sesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat primer prinsip-
prinsip ilmu kedokteran dasar yang berhubungan dengan
terjadinya masalah hukum sesuai pandangan ilmu
kesehatan, beserta patogenesis dan patofisiologinya.
b) Menjelaskan kaitan masalah hukum dan temuan
pemeriksaan forensik baik secara molekular maupun
15

selular melalui pemahaman mekanisme normal dalam


tubuh.
c) Menjelaskan faktor-faktor non biologis yang berpengaruh
terhadap masalah hukum dan kesehatan.
d) Menjelaskan berbagai pilihan yang mungkin dilakukan
dalam jenis pemeriksaan forensik.
e) Menjelaskan secara rasional dan ilmiah dalam menentukan
kaitan temuan pemeriksaan forensik dengan kasus yang
diusut penyidik baik peran dokter sebagai ahli, atau
melakukan pemeriksaan dan memberi keterangan tertulis.
4. Area Pengelolaan Masalah Kedokteran dan Hukum
- Kompetensi Inti
Dokter harus mampu mengelola masalah-masalah yang
sering ditemukan dalam ilmu kedokteran forensik secara
komprehensif, holistik, berkesinambungan, koordinatif, dan
kolaboratif dalam konteks memberikan pelayanan bantuan
hukum terbaik kepada masyarakat.
Dilihat dari segi pengelolaan masalah kedokteran dan
hukum maka lulusan dokter diharapkan mampu:
a) Menginterpretasi data klinis dan temuan hasil pemeriksaan
forensik untuk merumuskannya menjadi bukti sah
penegakan hukum.
b) Menjelaskan penyebab, patogenesis, patofisiologi, dan
perubahan-perubahan klinis yang didapatkan dari korban
suatu pelanggaran hukum.
c) Mengidentifikasi berbagai pilihan pengelolaan korban
sesuai kondisi korban atau penanganan lanjutan terhadap
korban.
d) Melakukan konsultasi mengenai korban bila diperlukan,
contohnya pada pemeriksaan korban pemerkosaan bisa
meminta konsultasi dokter ahli kandungan.
16

e) Merujuk ke sejawat lain sesuai dengan Standar Pelayanan


Medis yang berlaku, tanpa atau sesudah pemeriksaan.
f) Mengidentifikasi keluarga, lingkungan sosial sebagai faktor
yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit serta
sebagai faktor yang mungkin berpengaruh terhadap
perubahan kondisi korban.
g) Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran hukum dan memotivasi
masyarakat agar tidak keberatan dilakukan pemeriksaan
forensik pada diri maupun keluarganya demi penegakan
hukum dan keadilan.
h) Mengenali keterkaitan yang kompleks antara faktor
psikologis, kultur, sosial, ekonomi, kebijakan, dan faktor
lingkungan yang berpengaruh pada suatu masalah kesehatan
yang melibatkan korban dalam masalah hukum.
i) Mengelola sumber daya manusia dan sarana – prasarana
secara efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan primer
dengan pendekatan kedokteran forensik.
j) Menjalankan fungsi managerial (berperan sebagai
pemimpin, pemberi informasi, dan pengambil keputusan)
dalam upaya memberikan pelayanan terbaik dalam masalah
hukum.
5. Area Pengelolaan Informasi
- Kompetensi Inti
Dokter harus mampu mengakses, mengelola, menilai secara
kritis kesahihan dan kemamputerapan informasi untuk
menjelaskan dan menyelesaikan masalah, atau mengambil
keputusan dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan di bidang
kedokteran forensik di tingkat primer.
Berdasarkan tinjauan pengelolaan informasi maka lulusan
dokter harus mampu:
17

a) Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk


membantu penegakan diagnosis, sebab perubahan kondisi
tubuh korban, sebab-seban kematian, tindakan pencegahan
dan promosi hukum kesehatan, serta penjagaan, dan
pemantauan status korban.
b) Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi
(internet) dengan baik.
c) Menggunakan data dan bukti pengkajian ilmiah untuk
menilai relevansi dan validitas data-data forensik dengan
masalah hukum.
d) Menerapkan metode riset dan statistik untuk menilai
kesahihan informasi ilmiah.
e) Menerapkan keterampilan dasar pengelolaan informasi
untuk menghimpun data relevan menjadi arsip pribadi.
f) Menerapkan keterampilan dasar dalam menilai data untuk
melakukan validasi informasi ilmiah secara sistematik.
g) Meningkatkan kemampuan secara terus menerus dalam
merangkum dan menyimpan arsip .
h) Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi.
i) Menerapkan prinsip teori teknologi informasi dan
komunikasi untuk membantu penggunaannya, dengan
memperhatikan secara khusus potensi untuk berkembang
dan keterbatasannya.
j) Memanfaatkan informasi kesehatan dan menemukan
database dalam praktik kedokteran secara efisien.
k) Menjawab pertanyaan yang terkait dengan praktik
kedokteran dan peranannya dalam penegakan hukum
dengan menganalisis arsipnya dan rekam medis untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di bidang
kedokteran forensik.
6. Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri
18

- Kompetensi Inti
Dokter harus melakukan praktik kedokteran dengan penuh
kesadaran atas kemampuan dan keterbatasannya, mengatasi
masalah emosional, personal, kesehatan, dan kesejahteraan yang
dapat mempengaruhi kemampuan profesinya. Dokter harus
belajar sepanjang hayat dan mampu merencanakan, menerapkan
dan memantau perkembangan profesi secara berkesinambungan.
Berdasarkan kompetensi area mawas diri dan
pengembangan diri, maka lulusan dokter harus mampu:
a) Menerapkan prinsip mawas diri, menilai kemampuan dan
keterbatasan diri berkaitan dengan praktik kedokterannya
dan berkonsultasi bila diperlukan.
b) Mengenali dan mengatasi masalah emosional, personal dan
masalah yang berkaitan dengan kesehatannya yang dapat
mempengaruhi kemampuan profesinya
c) Menyesuaikan diri dengan tekanan yang dialami selama
pendidikan dan praktik kedokteran.
d) Menyadari peran hubungan interpersonal dalam lingkungan
profesi dan pribadi.
e) Mendengarkan secara akurat dan bereaksi sewajarnya atas
kritik yang membangun dari pasien/korban, keluarga
korban, sejawat, instruktur, dan masyarakat.
f) Mengenali nilai dan keyakinan diri yang sesuai dengan
praktik kedokteran.
g) Mempraktikkan belajar sepanjang hayat.
h) Mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan yang baru.
i) Berperan aktif dalam Program Pendidikan dan Pelatihan
Kedokteran Berkelanjutan (PPPKB) dan pengalaman
belajar lainnya.
j) Menunjukkan sikap kritis terhadap praktik kedokteran
berbasis bukti (EvidenceBased Medicine).
19

k) Mengambil keputusan apakah akan memanfaatkan


informasi atau evidence untuk penanganan korban dan
justifikasi alasan keputusan yang diambil secara literatur
kedokteran.
l) Menyadari kinerja professionalitas diri dan mengidentifikasi
kebutuhan belajarnya.
m)Mengidentifikasi kesenjangan dari ilmu pengetahuan yang
sudah ada dan mengembangkannya menjadi pertanyaan
penelitian yang tepat,
n) Merancang, mengimplementasikan penelitian untuk
menemukan jawaban dari pertanyaan penelitian.
o) Menuliskan hasil penelitian sesuai dengan kaidah artikel
ilmiah.
p) Membuat presentasi ilmiah dari hasil penelitiannya.
7. Area Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta
Keselamatan Pasien
- Kompetensi Inti
Di dalam praktik kedokteran seorang dokter mempunyai
kewajiban antara lain:
a) Berperilaku professional dan mendukung kebijakan
kesehatan.
b) Bermoral dan beretika serta memahami isu-isu etik maupun
aspek medikolegal dalam praktik kedokteran.
c) Menerapkan program keselamatan pasien/korban.
Ditinjau dari segi etika, moral, medikolegal, dan
Professionalisme serta keselamatan pasien/korban seorang
lulusan Dokter diharapkan mampu:
1) Memiliki Sikap profesional
- Menunjukkan sikap yang sesuai dengan Kode Etik
Dokter Indonesia.
- Menjaga kerahasiaan dan kepercayaan pasien.
20

- Menunjukkan kepercayaan dan saling menghormati


dalam hubungan dokter pasien.
- Menunjukkan rasa empati dengan pendekatan yang
menyeluruh.
- Mempertimbangkan masalah pembiayaan dan hambatan
lain dalam memberikan pelayanan kesehatan serta
dampaknya.
- Mempertimbangkan aspek etis dalam penanganan pasien
sesuai standar profesi.
- Mengenal alternatif dalam menghadapi pilihan etik yang
sulit.
- Menganalisis secara sistematik dan mempertahankan
pilihan etik dalam pemeriksaan/pengobatan setiap
individu pasien/korban.
2) Berperilaku profesional dalam bekerja sama
- Menghormati setiap orang tanpa membedakan status
social.
- Menunjukkan pengakuan bahwa tiap individu
mempunyai kontribusi dan peran yang berharga, tanpa
memandang status sosial.
- Berperan serta dalam kegiatan yang memerlukan kerja
sama dengan para petugas kesehatan lainnya.
- Mengenali dan berusaha menjadi penengah ketika terjadi
konflik.
- Memberikan tanggapan secara konstruktif terhadap
masukan dari orang lain.
- Mempertimbangkan aspek etis dan moral dalam
hubungan dengan petugas kesehatan lain, serta bertindak
secara professional.
- Mengenali dan bertindak sewajarnya saat kolega
melakukan suatu tindakan yang tidak professional.
21

- Berperan sebagai anggota Tim Pelayanan Kesehatan


yang Profesional dalam masalah pasien dan menerapkan
nilai-nilai profesionalisme
3) Bekerja dalam berbagai tim pelayanan kesehatan secara
efektif
- Menghargai peran dan pendapat berbagai profesi
kesehatan
- Berperan sebagai manager baik dalam praktik pribadi
maupun dalam sistem pelayanan kesehatan.
- Menyadari profesi medis yang mempunyai peran di
masyarakat dan dapat melakukan suatu perubahan.
- Mampu mengatasi perilaku yang tidak profesional dari
anggota tim pelayanan kesehatan lain.
- Melakukan praktik kedokteran dalam masyarakat
multikultural di Indonesia.
- Menghargai perbedaan karakter individu, gaya hidup,
dan budaya dari pasien dan sejawat.
- Memahami heterogenitas persepsi yang berkaitan
dengan usia, gender, orientasi seksual, etnis, kecacatan
dan status sosial ekonomi.
BAB III
KESIMPULAN

Ilmu Kedokteran forensik adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang


mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk
kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Sasarannya adalah Korban
luka, keracunan atau mati karena tindak pidana (Pasal 133 KUHAP).

Medikolegal adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari


aspek-aspek hukum tindakan kedokteran untuk kepentingan pelayanan
kesehatan. Medikolegal adalah kejadian, masalah, kasus medis atau non
medis yang dapat berpotensi menjadi masalah hukum, dalam bentuk
kasus pidana atau perdata.

Standar profesi dokter di bidang kedokteran forensik dapat kita


definisikan sebagai standar keilmuan dan keterampilan minimal yang
harus dikuasai seorang dokter dalam mengunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran untuk membantu penegakan hukum, keadilan, dan
memecahkan masalah-masalah hukum.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal harus dipelajari dan


diketahui dengan baik oleh semua dokter karena hal ini diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan di Indonesia, antara lain Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 133 ayat 1 KUHAP
dinyatakan bahwa: Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani korban baik luka, keracunan ataupun mati karena tindak
pidana, ia berwenang mengajukan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. Selain itu, dokter
juga harus mengingat bahwa ia dapat menerima sanksi bila tidak
memberikan bantuan tersebut seperti tercantum dalam pasal 224 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP): Barang siapa yang dipanggil
menurut undang-undang menjadi saksi ahli atau juru bahasa dengan
sengaja atau tidak menjalankan suatu kewajiban menurut undang-
23

undang yang harus dijalankannya dalam kedudukan tersebut di atas,


dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya 9 bulan dan untuk perkara lain dihukum dengan hukuman
selamalamanya 6 bulan.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit terhadap publik bukan hanya


menyembuhkan namun mencakup pelayanan untuk kepentingan hukum
(Kedokteran Forensik, Medikolegal, Bio-Etik, Human Right). Dengan
adanya Profesi kedokteran forensik dan medikolegal dapat
mensosialisasi aspek-aspek hukum dalam pelayanan kesehatan sehingga
pelayanan buruk, malpraktik dan tuntutan pasien dapat dihindari.

Peran dokter umum dalam pelayanan kedokteran forensik diberi


wewenang oleh undang-undang yaitu tercantum dalam pasal 133
KUHAP. Sesuai standar pendidikan profesi dokter, dokter umum selama
pendidikan sudah mempelajar forensik klinik dan patologi forensik,
maka dokter umum berwenang memberikan pelayanan forensik berupa
pemeriksaan korban hidup karena kecelakaan lalu lintas, kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT), kasus penganiayaan, dan pemeriksaan
luar korban meninggal meliputi pemeriksaan label, benda di samping
mayat, pakaian, ciri identitas fisik, ciri tanatologis, perlukaan dan patah
tulang.

Peranan dokter forensik adalah pengemban tugas criminal justicia


system, pemberi keterangan ahli dan akta medikolegal, manajer SMF
Kedokteran forensik dan pemulasaraan jenazah, konsultan medikolegal,
health law.

Apapun masalah hukum dan keadilan yang dihadapi masyarakat


sepanjang menyangkut kedokteran adalah koridor pelayanan kedokteran
forensik dan medikolegal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir,Amri. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Medan:Bagian Ilmu


Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran USU.
2. Sampurna,Budi. 2009. Malpraktek Kedokteran Pemahaman Dari Segi
Kedokteran dan Hukum.
3. Suryadi,Taufik. 2009. Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Buku Penuntun Kepaniteraan Klinik Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Banda Aceh: FK Unsyiah/RSUDZA.
4. Mulyo,R Cahyono Adi. 2006. Perananan Dokter dalam Proses Penegakan
Hukum Kesehatan. Universitas Negeri Semarang.
5. Aji,Jati Pulung. 2008. Peranan Dokter Forensik dalam Praktek Peradilan
Perkara Pidana. Purworejo.
6. Sampurna,Budi. 2009. Kedokteran Forensik Ilmu dan Profesi. Universitas
Indonesia.
7. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Pendidikan Profesi Dokter.
Jakarta.
8. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Forensik Indonesia. 2008. Buku Panduan
Pelaksanaan Program P2KB untuk Dokter Spesialis Forensik. Jakarta.
10. Budiyanto, Ari, dkk. 2009. Ilmu Kedokteran Forensik. Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai