MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kedokteran Kehakiman
Dosen Pengampu: Dr. Muchammad Fauzan Mukhlis, M.H.Kes.
FAKULTAS HUKUM
2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Kedokteran Kehakiman dengan judul “Aspek Medikolegal Forensik” dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kedokteran
Kehakiman. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
penjelasan singkat aspek medikolegal forensik beserta contoh kasus yang pernah terjadi.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca guna menambah pengetahuan dan
pengalaman. Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan, oleh karena itu
penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
COVER
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia, profesi seorang Dokter selain sebagai tenaga medis, juga memiliki
kewajiban untuk memberikan bantuan kepada penegak hukum. Ada spesialis tertentu dalam
hal ini yang dikenal sebagai Dokter Spesialis Forensik. Forensik adalah bidang ilmu
pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses
penerapan ilmu sains. Tugas ilmu kedokteran forensik adalah menentukan hubungan kausal
dalam suatu tindak pidana yang menyebabkan kecederaan atau gangguan kesehatan dan sama
sekali tidak bertujuan untuk menyembuhkan1. Dokter Forensik memiliki cara berpikir dan
cara bertindak yang berbeda dengan Dokter Umum atau Dokter Spesialis lain, dikarenakan
Dokter Forensik memiliki keahlian yang tidak berhubungan dengan masalah penyembuhan
penyakit.
1
Herkutanto, Visum et Repertum dan Pelaksanaannya, Ghalia, Jakarta, 2006, hlm. 18.
1
2
memegang peranan yang cukup penting dan dapat dijadikan pertimbangan Hakim dalam
memutuskan perkara.
Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua aspek ilmu yaitu medico
yang berarti Ilmu Kedokteran dan Legal yang berarti Ilmu Hukum. medikolegal berpusat
pada standar pelayanan medis dan standar pelayanan operasional dalam bidang Kedokteran
dan hukum-hukum yang berlaku pada umumnya dan hukum-hukum yang bersifat khusus
seperti kedokteran dan kesehatan pada khususnya.
2
Hermien Hadiati Koeswadji, 1992, Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik, PT Chitra Aditya Bakti, hlm.
139.
3
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang akan dibahas,
yaitu:
1. Apa pengertian Medikolegal Forensik dan Aspek Medikolegal Forensik?
2. Apa hak dan kewajiban Dokter Forensik?
3. Apa saja prosedur Medikolegal Pidana dalam KUHP/KUHAP?
4. Apa itu pelanggaran HAM Forensik?
5. Apa contoh kasus pelanggaran HAM Medikolegal Forensik?
1. Manfaat Teoritis
a. Secara teoritis, hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi atau
masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
b. Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penulisan yang lain sesuai dengan
bidang penelitian yang diteliti.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat yang
berhubungan dengan Aspek Medikolegal.
b. Diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengetahui tentang aspek
medikolegal beserta aturannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua aspek ilmu yaitu medico
yang berarti ilmu kedokteran dan legal yang berarti ilmu hukum. Medikolegal berpusat pada
standar pelayanan medis dan standar pelayanan operasional dalam bidang kedokteran dan
hukum-hukum yang berlaku pada umumnya dan hukum-hukum yang bersifat khusus seperti
kedokteran dan kesehatan pada khususnya
3
Ibid.
4
5
4. Sistem dan prosedur menjamin hak dan kewajiban serta menjamin tindakan yang
dilaksanakan di rumah sakit dapat diadakan evaluasinya;
5. Hak dan kewajiban pemilik dan pengelola.
4. Fungsi Rekam Medik sebagai dokumen hukum sebagai alat bukti berdasarkan
undang-undang yang bernilai sebagai keterangan saksi atau ahli. Rekam medik yang
secara tertulis merupakan kunci dalam suatu proses peradilan baik perdata maupun
pidana.
5. Para pihak dalam YANKES beserta hak dan kewajiban menurut etik dan hukum
meningkatnya kasus-kasus yang dihadapi oleh profesi medik ini telah memperluas
yurisdiksi peradilan, sehingga tidak jarang peradilan dihadapkan tidak saja dengan
putusan yang diperlukan oleh para pihak, tetapi juga perdamaian melalui negosiasi
para pihak.
6. Hak pasien yang merupakan hak dasar bagi bertumpunya hukum medik antara dokter
dan pasien karena transaksi terapeutik tersebut telah melahirkan hak dan kewajiban
tersebut secara timbal balik, dan apabila hak dan kewajiban ini tidak dipenuhi oleh
salah satu pihak, wajarlah apabila pihak yang lain terutama yang mersa dirugikan
menggugat atau menuntut.
7. Aspek medikolegal hubungan para pihak dalam pelayanan kesehatan tidak dapat
dilepaskan dari tanggungjawab para pihak dalam hubungan pelayanan kesehatan
tersebut.
Mekanisme kontrol dilaksanakan melalui kode etik disusun oleh lembaga profesi yang
kemudian diterima sebagai pedoman sikap dan prilaku bagi pelaksanaan profesi4. Hubungan
antara dokter dengan pasien dalam transaksi “terapeutik” didasari oleh dua macam hak asasi
manusia, dengan demikian keberadaan hubungan antara dokter dengan pasien, baik ditinjau
dari sudut hukum maupun aspek pelayanan kesehatan, tidak terlepas dari hak asasi manusia
yang melekat dalam diri manusia, khususnya hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak
untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Tindakan medis tertentu yang dilakukan oleh dokter tidak dapat dijatuhi sanksi pidana,
apabila memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
1. Ada indikasi medis yang dilakukan untuk mencapai tujuan konkret tertentu;
2. Tindakan medis dilakukan menurut aturan dalam ilmu kedokteran;
3. Mendapatkan persetujuan dari pasien terlebih dahulu.
Jika terjadi kesalahan yang dilakukan oleh dokter, maka perbuatan tersebut tidak
menghilangkan sifat melawan hukum dalam hukum pidana. Kesalahan dokter tersebut tetap
4
Sofwan Dahlan. 2000. Hukum Kesehatan Rambu-Rambu Bagi Profesi Dokter. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang. Hlm. 21
7
bisa dimintai pertanggungjawaban, meskipun tindakan medis yang dilakukan oleh dokter
telah disetujui oleh pasien atau keluarga pasien. Aspek hukum administrasi dalam melakukan
tindakan medis berhubungan dengan kewenangan dokter secara yuridis yang didasarkan pada
syarat yang harus dipenuhi yaitu untuk memiliki izin praktek dokter yang sah. Perjanjian
terapeutik merupakan inspaning verbintenis, bahwa secara berhati-hati, teliti, dan terampil
sesuai dengan ilmu pengetahuannya serta pengalamannya untuk menyembuhkan pasien.
Hal yang terpenting dalam perjanjian terapeutik adanya informasi dari kedua belah
pihak yang merupakan hak dan kewajiban masing-masing sebagai landasan untuk
melaksanakan tindakan medis. Dasar hukum perjanjian terapeutik Pasal 1233 KUHPer Dasar
Hukum hubungan dokter dengan pasien dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Karena kontrak (perjanjian terapeutik)
2. Karena undang-undang
5. Bertindak sebagai pengajar dan pengawas di bidang forensik, etika, dan medikolegal
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Berperan serta secara aktif dalam mengembangkan ilmu kedokteran khususnya
bidang forensik, etika dan medikolegal melalui kepenulisan karya ilmiah yang
dipresentasikan serta disajikan ke dalam hasil penelitian.
Seorang dokter forensik telah dilatih secara khusus untuk melakukan hal-hal berikut:
1. Melakukan autopsi untuk menentukan ada atau tidaknya penyakit, cedera, atau
keracunan;
2. Mengumpulkan bukti medis, seperti bukti jejak dan sekresi, untuk
mendokumentasikan kekerasan dan untuk merekonstruksi bagaimana seseorang
menerima cedera;
3. Mengevaluasi informasi dari investigasi historis dan penegakan hukum yang
berkaitan dengan cara kematian seseorang.
Dokter forensik sangat mungkin dilibatkan ke dalam suatu kasus hukum, misalnya
kasus pidana, melalui permintaan resmi dari polisi atau jaksa untuk melakukan autopsi dan
memberikan informasi soal hasil tersebut. Selain itu, dokter forensik juga membantu proses
penyelidikan sebagai seorang ahli medis. Peranan ini akan terus berjalan selama proses
penegakan hukum, termasuk proses di dalam sidang pengadilan, atas permintaan pengadilan
dan/atau salah satu pihak terkait.
Paling tidak ada tiga kewajiban yang harus dilakukan oleh negara dalam hak asasi
manusia, yaitu menghormati, melindungi, dan memenuhi. Ketiga hal ini wajib dilakukan oleh
setiap negara agar negara tidak dianggap sebagai negara yang mengabaikan hak asasi
manusia. Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada diri setiap orang. Hak ini
harus dilindungi oleh negara. Perlindungan yang diberikan oleh negara sejatinya merupakan
bagian dari penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Seperti yang tertuang
dalam Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, ”semua manusia dilahirkan bebas dan
sama dalam hak dan martabat. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani, dan harus
bersikap terhadap satu sama lain dalam semangat persaudaraan.” Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia diproklamirkan sebagai standar umum pencapaian kesejahteraan bagi semua
orang dan semua bangsa.
12
Dalam perkembangan saat ini negara tidak hanya dituntut untuk menjaga keamanan,
ketertiban, dan perdamaian dunia tetapi juga keamanan bagi manusia (human security) di
manapun manusia berada. Keamanan terhadap manusia merupakan bentuk penghormatan
terhadap hak asasi manusia akan harkat dan martabatnya sehingga manusia berhak untuk
hidup dalam kebebasannya, berhak untuk mendapat perlindungan, bebas dari rasa takut,
ancaman, penyiksaan, diskriminasi, dan lain sebagainya (Anggriani, 2017: 319). Hak asasi
manusia memberikan jaminan moral dan hukum kepada individu-individu setiap manusia
untuk melakukan kontrol dan mendorong aturan-aturan dan praktik-praktik kekuasaan yang
menghormati, memastikan adanya kebebasan individu dalam berhubungan dengan negara
dan meminta negara untuk melakukan pemenuhan hak-hak dasar individu dalam
yurisdiksinya (Syafi‟i, 2012: 684).
Pelanggaran hak asasi manusia sudah banyak terjadi diberbagai negara, namun hingga
saat ini tidak terdapat pengertian tunggal mengenai konsep pelanggaran hak asasi manusia.
Sekalipun dikalangan para ahli terdapat semacam kesepakatan umum bahwa pelanggaran hak
asasi manusia dimaknai sebagai pelanggaran terhadap kewajiban negara yang lahir dari
instrumen-instrumen internasional hak asasi manusia. Pelanggaran terhadap hak asasi
manusia dapat berupa tindakan (by commission) dan karena pembiaran (by omission).
Dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia disebutkan pelanggaran hak asasi manusia adalah “setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian
yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan/atau mencabut hak
asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan
tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang
adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.” Untuk membedakan
pelanggaran hak asasi manusia berat dan yang bukan didasarkan pada sifat dari kejahatan
tersebut, yaitu sistematis (systematic) dan sifat meluas (widespread). Sistematis
dikonstruksikan sebagai suatu kebijakan atau rangkaian tindakan yang telah direncanakan.
Sementara meluas merujuk pada akibat dari tindakan yang menimbulkan banyak korban dan
kerusakan yang parah secara luas.
Pelanggaran Hak Asasi Manusi berat termasuk dalam jenis perkara ilmu kedokteran
forensik. Forensik berasal dari bahasa latin „forensis‟ yang berarti dari luar, dan serumpun
dengan kata „forum‟ yang berarti tempat umum. Forensik adalah bidang ilmu pengetahuan
13
yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu
atau sains. Dalam kelompok ilmu-ilmu forensik ini dikenal antara lain ilmu fisika forensik,
ilmu kimia forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu kedokteran forensik, ilmu toksikologi
forensik, ilmu psikiatri forensik, komputer forensik, dan sebagainya.
Aturan pelanggaran dokter forensik sudah diatur dalam Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI) yang merupakan pedoman bagi dokter Indonesia anggota Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) dalam melaksanakan praktek kedokteran. Dalam KODEKI telah diatur
Perbuatan atau tindakan yang termasuk kategori pelanggaran itu dapat dibedakan menjadi
dua, yakni pelanggaran yang bersifat etika murni dan pelanggaran yang bersifat etikolegal.
Pelanggaran yang bersifat etika murni adalah perbuatan atau tindakan yang hanya melanggar
norma etika seperti yang diatur dalam KODEKI. Adapun pelanggaran yang bersifat
etikolegal adalah tindak atau perbuatan yang melanggar norma etika dan sekaligus memenuhi
unsur pelanggaran hukum. Di samping itu, setiap pelanggaran yang memenuhi unsur
pelanggaran hukum secara otomatis tergolong juga sebagai pelanggaran etika, tetapi sesuatu
pelanggaran etika, belum tentu melanggar hukum.
Pelanggaran etikolegal:
1. Pelayanan dokter di bawah standar
2. Menerbitkan surat keterangan palsu (Pasal 263 dan 267 KUHP)
3. Memberikan atau menjual obat palsu (Pasal 286 KUHP)
14
Penanganan pelanggaran etik yang dilakukan oleh seorang dokter, dimulai setelah
adanya aduan yang diajukan pada pada MKEK. Pengaduan dapat disampaikan melalui IDI
cabang atau wilayah atau langsung ke MKEK cabang atau wilayah tempat kejadian perkara
kasus aduan tersebut. Pengaduan diajukan secara tertulis dan sekurang-kurangnya harus
memuat:
1. Identitas pengadu;
2. Nama dan alamat tempat praktik dokter dan waktu tindakan dilakukan;
3. Alasan sah pengaduan;
4. Bukti-bukti atau keterangan saksi atau petunjuk yang menunjang dugaan pelanggaran
etika tersebut.
oleh dua prinsip perilaku pokok, yaitu kesungguhan untuk berbuat demi kebaikan pasien, dan
tidak ada niat untuk menyakiti, mencederai, dan merugikan pasien.
Kondisi ketika Yosua diautopsi pertama terungkap lewat foto-foto yang diambil oleh
adiknya, Brigadir Polisi Dua Mahareza Hutabarat, di Rumah Sakit Polri pada Jumat, 8 Juli
2022, malam hari. Dari keterangan sebelumnya, dalam foto-foto itu tampak luka segar
berwarna kemerahan pada hidung Yosua. Ada pula luka di kantong mata sebelah kanan, pipi
kanan, serta luka berwarna kehitaman pada bibir Yosua. Wajah Yosua yang dinyatakan
meninggal hari itu pukul 17.00 WIB terlihat kuning langsat, belum tampak pucat. Dalam
terminologi ilmu kedokteran, autopsi atau bedah mayat sendiri adalah suatu penyelidikan atau
pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat atau organ tubuh dan susunanya pada bagian
dalam setelah dilakukan pembedahan dengan tujuan menentukan sebab kematian seseorang,
baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri suatu tindak kriminal5.
Menurut versi polisi, hasil autopsi Yosua menunjukkan ia tewas dengan tujuh luka
tembakan. Itu ketika Yosua masih disebut tewas akibat adu tembak dengan Bharada Richard
Eliezer Pudihang Lumiu di rumah dinas Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Tujuh luka itu
berasal dari lima tembakan balasan yang dilesakkan Eliezer. Sebagian peluru meninggalkan
dua luka di jari Yosua, sehingga dihitung menjadi tujuh luka. Sedangkan keluarga, yang
melihat jenazah Yosua saat dikirimkan ke rumah duka di Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jambi,
menemukan luka pada leher dan betis. Ada juga luka sayat di bawah mata, hidung, bibir, dan
bagian belakang telinga. Pundak Yosua disebut hancur, dagunya bergeser, kedua tulang
5
M. Soekry Erfan Kusuma,dkk, Ilmu kedokteran Forensik dan Medikolegal, (Surabaya: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga,2012), hal. 200
16
rusuknya memar. Temuan lainnya adalah adanya bekas peluru di tangan dan dada Yosua,
serta dua jari tangannya juga putus.
Setelah menemukan aneka kejanggalan pada luka di tubuh Yosua, keluarga mendesak
agar dilakukan autopsi ulang oleh tim independen di luar Kepolisian. Atas dasar itu, penyidik
menunjuk dokter forensik Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Ade Firmansyah
Sugiharto untuk memimpin autopsi ulang. Autopsi kedua itu di RSUD Sungai Bahar, Muaro
Jambi, pada Rabu, 27 Juli 2022. Tim forensik ini merupakan gabungan dari tim forensik Polri,
TNI, Ikatan Dokter Forensik Indonesia (IDFI), dan perguruan tinggi. Hampir enam jam
lamanya tim tersebut melakukan autopsi ulang.
Empat pekan kemudian, tim forensik gabungan menyerahkan hasil autopsi ulang
jasad Brigadir J tersebut kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, tepatnya pada
Senin, 22 Agustus 2022 lalu. Hasilnya cukup berbeda dengan versi pertama polisi dan
keluarga Yosua. Menurut dokter forensik Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo Ade
Firmansyah, dalam keterangannya menyebut dari hasil autopsi ulang yang dilakukan kepada
Bareskrim Polri, bahwa tidak ditemukan luka selain akibat tembakan senjata api.
Dr. Ade juga mengatakan ada lima luka tembak masuk ke tubuh Yosua dan empat
luka tembakan keluar. Satu tembakan bersarang, yaitu di tulang belakang tubuhnya. Padahal,
dalam hasil autopsi sebelumnya, disebutkan ada luka tujuh tembakan pada jasad Yosua. Dr.
Ade menjelaskan ada dua jari Yosua di tangan kiri yang patah, yaitu di kelingking dan jari
manis, yang diakibat alur lintasan peluru. Di mana peluru yang ditembakkan tersebut keluar
mengenai jarinya
Tim forensik sendiri memastikan tidak benar kabar yang mengatakan bahwa kuku
Yosua dicabut. Kabar otak pindah ke dada dan ada korban tubuh yang hilang juga dibantah
oleh Ade. Semua organ tubuh Yosua sudah dikembalikan ke tubuhnya. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa ketika autopsi dilakukan, tak ada alasan saintifik tertentu untuk
menempatkan setiap organ untuk kembali ke posisi anatomi semula. Ditambah pada kondisi
17
kematian, tak ada yang dapat menahan posisi setiap organ. Penyebabnya, organ sudah tak lagi
terhubung dengan jaringan. Jadi sangat memungkinkan organ-organ tubuh bergeser, bahkan
tercampur. Otak yang dibungkus plastik justru membantu untuk mencegah lapisan otak yang
akan luber. Tim yang mengautopsi ulang juga menjumpai tingkat kesulitan tinggi. Sebab,
kondisi jenazah Yosua sudah diformalin, membusuk, serta sulit mengidentifikasi penyebab
luka.
Selain itu, menurut Dr. Ade, kondisi jenazah pasca kematian tentu akan mengalami
perubahan-perubahan, seperti lebam, yang menandakan proses pembusukan, serta tanda
kemerahan akibat pembusukan sel darah merah. Jadi perubahan kondisi jenazah setelah
kematian, yang kadang dianggap oleh orang awam sebagai luka sebelum kematian
merupakan hal yang keliru. Dr. Ade mencontohkan memar pada bagian bawah kelopak mata
bagian kanan jenazah Yosua itu terdapat dua kemungkinan, yakni resapan darah yang
diakibatkan oleh luka tembak atau memar akibat benda tumpul.
Perbedaan hasil autopsi atau visum et repertum pertama dan kedua bisa saja terjadi
karena ada interpretasi yang berbeda, khususnya tentang lintasan anak peluru yang masuk ke
tubuh. menurut ahli kedokteran forensik Medikolegal, Dr. Budi Suhendar, dijelaskan bahwa
ada perbedaan interpretasi terkait lintasan anak peluru yang masuk ke tubuh. Kemungkinan
pada pemeriksaan pertama ada yang diinterpretasikan sebagai luka tembak masuk lain, tapi di
tempat yang sama pada pemeriksaan kedua diinterpretasikan sebagai satu kesatuan lintasan
anak peluru.
Dr. Budi juga menerangkan, kewenangan pihak penyidik untuk menetapkan yang
mana pada hasil autopsi yang paling sesuai dengan alat bukti yang ditemukan. Dia menduga,
tidak adanya luka selain luka tembakan itu maksudnya adalah luka-luka dan sebab kematian
yang ditemukan terkait peristiwa pidana saat itu. Namun terdapat kesamaan keterangan
terkait hasil autopsi pada pemeriksaan pertama dan kedua yaitu pada luka-luka di jasad
Brigadir J adalah hasil tembakan, bukan disebabkan hal lain seperti bekas penyiksaan. Terkait
tudingan keluarga Yosua yang menyebutkan ada penyiksaan sebelum korban tewas ditembak,
Budi menyebut, sudah masuk dalam ranah hukum. Penyidik akan mengkonstruksikan kasus
itu sesuai dengan temuan pemeriksaan dan alat bukti lainnya.
Hingga saat ini, Polri telah menetapkan lima tersangka pembunuhan berencana
terhadap Brigadir Yosua yang diancam pasal pembunuhan berencana, yang hukuman
maksimalnya 20 tahun penjara, seumur hidup, atau hukuman mati. Para tersangka tersebut
18
adalah Ferdy Sambo, istrinya Putri Candrawathi, Bharada Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan
Kuat Ma'ruf.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal merupakan salah satu cabang ilmu
kedokteran yang memberikan pelayanan kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum.
Forensik umumnya lebih meliputi sesuatu atau metode-metode yang bersifat ilmiah
(keilmuan) dan juga aturan-aturan yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai kejadian, untuk
melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti fisik (contohnya mayat, bangkai, dan
sebagainya).
Studi Medikolegal merupakan proses pembelajaran dan penerapan metode medis dan
ilmiah yang digunakan sebagai bukti dalam kasus hukum sehingga Medikolegal disebut juga
sebagai “Kedokteran Hukum” atau “Yurisprudensi Medis”. Sedangkan medikolegal adalah
istilah yang mengacu pada medis (kedokteran) dan legal (hukum). Kata Medikolegal
ditambahkan pada Ilmu Kedokteran Forensik karena memasukan bahasan hukum medis
(medical law) yakni cabang hukum yang mengatur praktik medis yang benar.
3.2 Saran
Penegak Hukum dalam menjalankan tugasnya khususnya untuk kasus yang berkenaan
dengan tubuh seperti kasus mutilasi, luka tubuh, penganiayaan yang menyebabkan kematian
dan sejenisnya harus dapat lebih bersinergi dengan Ahli Forensik sehingga Penegak Hukum
tersebut dapat memperoleh informasi dan fakta yang lengkap atas penyebab kematian atau
luka seseorang, serta dapat membuka kebenaran atas terjadinya suatu tindak pidana.
19
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, LB Putra dan Sagung Putri M.E.P. 2018. Aspek Medikolegal Dalam Pelayanan
Masyarakat. Bali: Universitas Udayana.
Baety. 2018. “Daftar Kewenangan Klinis Dokter Spesialis Forensik,” SCRIBD Online;
https://id.scribd.com/doc/293263458/Daftar-Kewenangan-Klinis-Dokter-Spesialis-
Forensik (Diakses pada 28 Agustus 2022).
Dahlan, Sofwan. 2000. Hukum Kesehatan Rambu-Rambu Bagi Profesi Dokter. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Koeswadji, Hermien Hadiati. 1992. Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik. Bandung:
PT Chitra Aditya Bakti.
Kusuma, M. Soekry Erfan, dkk. 2012. Ilmu kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Maramis, Marchel R. 2015. Peran Ilmu Forensik Dalam Penyelesaian Kasus Kejahatan
Seksual Dalam Dunia Maya (Internet). Jurnal Ilmu Hukum Volume II Nomor 7 Juli-
Desember 2015.
Ohoiwutun, Triana Y.A. 2008. Bunga Rampai Hukum Kedokteran (Tinjauan dari Berbagai
Peraturan Perundang-undangan dan Undang-Undang Praktik Kedokteran). Malang:
Bayumedia Publishing.
Ohoiwutun, Triana Y.A. 2017. Ilmu Kedokteran Forensik (Interaksi dan Dependensi Hukum
pada Ilmu Kedokteran). Jember: Universitas Jember.
Pambudi, Luthfi A.R dan Heri Purwanto. 2020. Peran Bantuan Ahli Ilmu Kedokteran
Forensik Dalam Pembuktian Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Pada Tahap
Penyidikan. Media of Law and Sharia Volume 1 Nomor 2, 2020. Yogyakarta:
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Resna, Nenti. 2021. “Seputar Kedokteran Forensik dan Medikolegal serta Jenis
Pelayanannya,” SehatQ Online; https://www.google.com/amp/s/www.sehatq.com/
artikel/seputar-kedokteran-forensik-dan-medikolegal-serta-jenis-pelayanannya/amp
(Diakses pada 28 Agustus 2022).
Rizal, M. 2022. “Autopsi Tak Redam Kontroversi,” DetikX Online;
https://news.detik.com/x/detail/crimestory/20220825/Autopsi-Yang-Tak-Redam-
Kontroversi/ (diakses pada 29 Agustus 2022)
Wajdi, Farid dan Imran. 2021. Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Tanggung Jawab
Negara Terhadap Korban, Kajian Putusan Nomor 46-K/PM II-11/AD/VI/2013. Jurnal
Yudisial Volume 14 Nomor 2 Agustus 2021.