Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PRINSIP-PRINSIP LEGAL DALAM

PRAKTIK

DISUSUN OLEH KELOMPOK V :

MUSDALIFAH.K (K.21.01.025)

PUTU PEGI ARIYANTI (K.21.01.35)

DEA PUTRI DWIYANI (K.21.01.006)

ZULFITA ANGRAINI IRWAN (K.21.01.043)

FITRI ANDIYANI ASMAN (K.21.01.015)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “PRINSIP-PRINSIP
LEGAL DALAM KEPERAWATAN”. Makalah ini disusun

Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah KONSEP DASAR KEPERAWATAN, Program Studi
Keperawatan.

Dalam menyusun makalah ini, kami banyak memperoleh bantuan dari berbagai PIHAK. Oleh
karena itu, kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palopo, 16 November 2021


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS .............................................................................................................. 3

2.1 Konsep Legal Etik ................................................................................................................. 3

2.2 Isi Dari Prinsip-prinsip Legal dan Etis ................................................................................... 4

2.3 Masalah Legal Dalam Keperawatan ...................................................................................... 5

2.4 Landasan Legal Dalam Keperawatan ..................................................................................... 6

2.5 Aplikasi Legal Dalam Keperawatan ...................................................................................... 7

BAB 3 KASUS DAN PEMBAHASAN ................................................................................................ 8

3.1 Kasus ..................................................................................................................................... 8

3.2 Pemecahan Kasus dilemma Etik ............................................................................................ 9

BAB IV PENUTUP ................................................................................................................................. 12

4.1 Kesimpulan ............................................................................................................................ 12

4.2 Saran ...................................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................. 13


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan tindakan yang
manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya pemberi pelayanan kesehatan dapat
memberi pelayanan yang aman, efektif dan ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi,
maka masyarakat akan menempuh jalur hukum untuk membelahak-haknya.

Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan
persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan. Institusi telah membentuk berbagai
komite etik untuk meninjau praktik profesional dan memberi pedoman bila hak-hak klien terancam.
Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin
bersungguh-sungguh untuk tetap memberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung
jawab terhadap tindakan yang dilakukan.

Selain dari pada itu penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang
diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat,
perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi. Terjadinya pergeseran paradigma dalam
pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis
penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala
sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996), maka perawat berada pada posisi
kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di
rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg dan Swansburg, 1999) dan
hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di rumah sakit maupun di
tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat. Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan
PPNI tentang kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan
adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes,
1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

 Tujuan Umum

 Mahasiswa mampu memahami konsep legal etik keperawatan.

 Tujuan Khusus

 Mahasiswa mampu mengetahu dan memahami difinisi etika

 Mahasiswa mampu mengetahu dan memahami Isi dari prinsip–prinsip legal dan etis

 Mahasiswa mampu mengetahu dan memahami Masalah Legal Dalam Keperawatan

 Mahasiswa mampu mengetahu dan memahami Landasan Aspek Legal Keperawatan

 Mahasiswa mampu mengetahu dan memahami Aplikasi Aspek Legal Dalam


Keperawatan

 Mahasiswa mampu mengetahu dan memahami contoh kasus terkait dengan etik dan
legal beserta penyelesaiannya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Legal Etik

Pengertian Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat
seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan.

Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan,
termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan.

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan
manusia. Perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja
membutuhkan kesabaran. Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalah-masalah kesehatan tentu
harus juga bisa diandalkan.

International Council of Nurses (ICN) mengeluarkan kerangka kerja kompetensi bagi perawat yang
mencakup tiga bidang, yaitu bidang Professional, Ethical and Legal Practice, bidang Care Provision
and Management dan bidang Professional Development “Setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga
syarat utama, yaitu kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual
yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada
masyarakat”. (Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan UI 2006)

Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang ada dalam
praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan, pemahaman tentang implikasi hukum dapat
mendukung pemikiran kristis perawat. Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi hak
kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum
sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari penyelenggara pelayanan
keperawatan yang profesional.
2.2 Isi dari Prinsip – Prinsip Legal dan Etis adalah: 

a. Autonomi ( Otonomi )

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai
oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan
tentang perawatan dirinya.

b. Beneficience ( Berbuat Baik )

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan


pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang,dalam situasi pelayanan kesehatan,
terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

c. Justice ( Keadilan )

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai inidirefleksikan dalam prkatek
profesional ketika perawat bekerja untuk terapiyang benar sesuai hukum, standar praktek dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

d. Nonmal eficience ( Tidak Merugikan )

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.

e. Veracity ( Kejujuran )

Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh pemberi pelayanan
kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa
klien sangat mengerti. Prinsip ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran.

f. Fidellity (Menepati Janji)

Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang
lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien.

g. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien.
Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam
rangka pengobatan klien.

h. Accountability ( Akuntabilitas )

Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat
dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

i. Informed Consent

“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat
penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi
izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah
mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai
persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.

2.3 Masalah Legal Dalam Keperawatan

Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga negara. Setiap
orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum untuk menanggung denda atau
hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu dihindari seorang perawat :

a) Kelalaian

Seorang perawat bersalah karena kelalaian jika mencederai pasien dengan cara tidak
melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan ataupun tidak melakukan tugas dengan
hati-hati sehingga mengakibatkan pasien jatuh dan cedera.

b) Pencurian

Mengambil sesuatu yang bukan milik anda membuat anda bersalah karena mencuri. Jika
anda tertangkap, anda akan dihukum. Mengambil barang yang tidak berharga sekalipun dapat
dianggap sebagai pencurian.

c) Fitnah

Jika anda membuat pernyataan palsu tentang seseorang dan merugikan orang tersebut,
anda bersalah karena melakukan fitnah. Hal ini benar jika anda menyatakan secara verbal atau
tertulis.

d) False imprisonment

Menahan tindakan seseorang tanpa otorisasi yang tepat merupakan pelanggaran hukum
atau false imprisonment. Menggunakan restrein fisik atau bahkan mengancam akan
melakukannya agar pasien mau bekerja sama bisa juga termasuk dalam false imprisonment.
Penyokong dan restrein harus digunakan sesuai dengan perintah dokter.

e) Penyerangan dan pemukulan

Penyerangan artinya dengan sengaja berusahan untuk menyentuh tubuh orang lain atau
bahkan mengancam untuk melakukannya. Pemukulan berarti secara nyata menyentuh orang
lain tanpa ijin.Perawatan yang kita berikan selalu atas ijin pasien atau informed consent. Ini
berarti pasien harus mengetahui dan menyetujui apa yang kita rencanakan dan kita lakukan.

f) Pelanggaran privasi

Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan pribadinya. Pelanggaran
terhadap kerahasiaan adalah pelanggaran privasi dan itu adalah tindakan yang melawan hukum.

g) Penganiayaan

Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda terikat secara hukum
untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik meminta perawat untuk tidak melakukan
sesuatu yang membahayakan pasien. Setiap orang dapat dianiaya, tetapi hanya orang tua dan
anak-anaklah yang paling rentan. Biasanya, pemberi layanan atau keluargalah yang
bertanggung jawab terhadap penganiayaan ini. Mungkin sulit dimengerti mengapa seseorang
menganiaya orang lain yang lemah atau rapuh, tetapi hal ini terjadi. Beberapa orang merasa
puas bisa mengendalikan orang lain. Tetapi hampir semua penganiayaan berawal dari perasaan
frustasi dan kelelahan dan sebagai seorang perawat perlu menjaga keamanan dan keselamatan
pasiennya.

2.4 Landasan Aspek Legal Keperawatan

Landasan aspek legal keperawatan adalah undang-undang keperawatan.

Aspek legal Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang memberikan
kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat yaitu Surat Ijin
Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila
bekerja secara perorangan atau berkelompok.

Kewenangan itu, hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan. Namun,
memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan yang
didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga berjenjang.

Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu
yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui. Dalam profesi kesehatan hanya
kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai
penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan
yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada
profesi masing- masing.

2.5 Aplikasi Aspek Legal Dalam Keperawatan 

Hukum mengatur perilaku hubungan antar manusia sebagai subjek hukum yang melahirkan
hak dan kewajiban. Dalam kehidupan manusia, baik secara perorangan maupun berkelompok,
hukum mengatur perilaku hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lain, antar
kelompok manusia, maupun antara manusia dengan kelompok manusia. Hukum dalam
interaksi manusia merupakan suatu keniscayaan (Praptianingsih, S., 2006).

Berhubungan dengan pasal 1 ayat 6 UU no 36/2009 tentang kesehatan berbunyi : “Tenaga


kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.”

Begitupun dalam pasal 63 ayat 4 UU no 36/2009 berbunyi “Pelaksanaan pengobatan


dan/atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu”. Yang mana
berdasarkan pasal ini keperawatan merupakan salah satu profesi/tenaga. kesehatan yang
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada pasien yang membutuhkan Pelayanan
keperawatan di rumah sakit meliputi : proses pemberian asuhan keperawatan, penelitian dan
pendidikan berkelanjutan. Dalam hal ini proses pemberian asuhan keperawatan sebagai inti dari
kegiatan yang dilakukan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian-penelitian yang
menunjang terhadap asuhan keperawatan, juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan
serta sikap yang diperoleh melalui pendidikan dimana hal ini semua bertujuan untuk
keamanaan pemberian asuhan bagi pemberi pelayanan dan juga pasien selaku penerima asuhan.

Berdasarkan undang-undang kesehatan yang diturunkan dalam Kepmenkes 1239 dan


Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010, terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan
kegiatan keperawatan. Adapun kegiatan yang secara langsung dapat berhubungan dengan aspek
legalisasi keperawatan :

1) Proses Keperawatan

2) Tindakan keperawatan

3) Informed Consent

Untuk melindungi tenaga perawat akan adanya tuntutan dari klien/pasien perlu ditetapkan
dengan jelas apa hak, kewajiban serta kewenangan perawat agar tidak terjadi kesalahan dalam
melakukan tugasnya serta memberikan suatu kepastian hukum, perlindungan tenaga perawat.
Hak dan kewajiban perawat ditentukan dalam Kepmenkes 1239/2001 dan Keputusan Direktur
Jenderal Pelayanan Medik Nomor Y.M.00.03.2.6.956
BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Kasus :

Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan metastase yang
telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi dibawa ke IGD karena jatuh dari
kamar mandi dan menyebabkan robekan di kepala.  laki-laki  tersebut mengalami nyeri
abdomen dan tulang  dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi
denganpemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika
istirahat dan nyeri bertambah hebat saat laki-laki itu mengubah posisinya. Walapun klien
tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik. Kondisi klien semakin
melemah dan mengalami sesak yang tersengal-sengal sehingga mutlak membutuhkan bantuan
oksigen dan berdasar diagnosa dokter, klien maksimal hanya dapat bertahan beberapa hari
saja.

Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi dari dokter,
keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui euthanasia pasif
dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan lain dan dengan
keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesilalist onkologi yang ditelp pada saat itu
memberikan advist dosis morfin yang rendah dan tidak bersedia menaikan dosis yang
adakarena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU yang ada. Apa yang
seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat yang berdinas di IGD saat itu menghadapi
desakan keluarga yang terus dilakukan?.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik  (ethical dilemma). Dilema
etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau
suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam
dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang
harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan
dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan /
pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).

Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut :

1. Mengembangkan data dasar

2. Mengidentifikasi konflik
3. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat
5. Mendefinisikan kewajiban perawat
6. Membuat keputusan
3.2 Pemecahan Kasus Dilema Etik

1. Mengembangkan data dasar :

Mengembangkan data dasar disini adalah dengan mencari lebih lanjut informasi yang ada
mengenai dilema etik yang sedang dihadapi. Mengembangkan data dasar melalui :

a) Menggali informasi lebih dalam terhadap pihak pihak yang terlibat meliputi : Klien, keluarga
dokter, dan perawat.
b) Identifikasi mengenai tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan keluarga untuk
melepas alat bantu nafas atau juga untuk memberikan penambahan dosis morphin.
c) Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien dan tidak melanggar
peraturan yang berlaku.
d) Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak menuruti keluarga untuk melepas alat
bantu nafas dan tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya
menyalahkan perawat karena dianggap membiarkan pasien menderita dan apabila keluarga
klien kecewa terhadap pelayanan di IGD mereka bisa menuntut ke rumah sakit.
2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut :
Penderitaan klien dengan kanker colon yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri
yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Keluarga meminta
penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya dan
memutuskan untuk tidak memberikan alat bantu apapun termasuk oksigen, Keluarga
mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :

a) Tidak memberikan Oksigen dan penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat
kematian klien yang berarti melanggar prinsip etik Beneficience- Nonmaleficience.
b) Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien yang dapat
melanggar nilai autonomy.
3. Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan
tersebut
a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri dan
melepaskan oksigen
Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian klien.
2) Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya.
3) Tidak melanggar peraturan mengenai pemberian morfin.
4) Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung.
5) Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri.
6) Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut.
b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri.
Konsekuensi :

1) Tidak mempercepat kematian pasien.


2) Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang
nyeri).
3) Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi.
c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila
diperlukan. .

Konsekuensi :

1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi.


2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup
beristirahat.
3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.
5) Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.
d. Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam proses berdukanya

Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian klien.
2) Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya.
3) Keluarga tidak menginginkan dilakuakn euthanasia terhadap pasien.
4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat :

Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang
secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu
didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan
dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat
keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan
keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme
koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga serta sistem
berduka keluarga dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat


1) Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri yang sesuai.
2) Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri.
3) Mengoptimalkan sistem dukungan keluarga untuk pasien.
4) Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan keyakinannya.
5) Membantu Keluarga untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap
masalah yang sedang dihadapi.
6) Memfasilitasi sistem berduka keluarga dengan memberikan support.
6. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-
masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling
menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu
dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau
meditasi) beserta perbaikan terhadap sistem berduka keluarga dan kemudian dievaluasi
efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak
efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya
akan dilaksanakan.
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan
pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan.

Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang ada
dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan, pemahaman tentang implikasi
hukum dapat mendukung pemikiran kristis perawat. Perawat perlu memahami hukum untuk
melindungi hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum,
tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan
dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional.

3.2 Saran

1. Perlunya kehatian-hatian seseorang tentunya keperawatan dalam melakukan suatu tindakan


agar tidak terjadi sesuatu yang dapat menyababkan kejadian yang fatal akibatnya.

2. Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan partisipatif semua
pihak (Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran Praktik Keperawatan berorientasi
kepada pelayanan yang bermutu.

3. Perlu adanya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang diselenggarakan


oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap mendidik sekaligus bersifat
menghukum yang mudah dipahami dan dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik
keperawatan menyangkut berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya bersifat proaktif
dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.

4. Setelah mengatahui perkembangan UU yang mengatur tentang praktek keper awatan,


sebagai calon perawat atau mahasiswa keperawatan harus meningkatkan mutu belajar agar
memiliki kemampuan berpikir rasional dalam menyalankan tugas sebagai perawat
profesional.
DAFTAR PUSTAKA

 Ismani, Nila. 2001. Etika  Keperawatan. Jakarta : Widya Medika

 Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta

 Roper, nancy. 1996. Prinsip-prinsip keperawatan. Yogyakarta : Abdi Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai