Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

OBAT TBC (TUBERKULOSIS)


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah “Farmakologi Keperawatan”

Dosen Pengampuh : Dr. Hj. NILAWATI ULY, S.Si,.Apt.,M.Kes

Disusun Oleh :

Musdalifah K (K.21.01.025)

Wika Fitriani M.N. Saing (K.21.01.041)

Izza (K.21.01.021)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO

GENAP T.A 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Obat TBC (Tuberkulosis)” ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Farmakologi Keperawatan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Obat TBC (Tuberkulosisi) bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hj. NILAWATI ULY, S.Si,.Apt.,M.Kes selaku
dosen Farmakologi Keperawatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kami. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran dan
kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para mahasiswa keperawatan.

Palopo, 14 Juni 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

A. Definisi................................................................................................................. 3
B. Patofisiologi ........................................................................................................ 3
C. Patogenesis .......................................................................................................... 3
D. Klasifikasi Penyakit ............................................................................................ 4
E. Farmakoterapi ..................................................................................................... 4
F. Penggolongan Obat ............................................................................................. 5
G. FDC (Fixed Dose Combination) ......................................................................... 8
H. Pengaruh Makanan Terhadap Obat ..................................................................... 9
I. Gejala .................................................................................................................. 9
J. Pencegahan .......................................................................................................... 10

BAB III PENUTUPAN ...................................................................................................... 12

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (80%) terjadi di paru- paru.
Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam dengan pertumbuhan sangat lamban, yakni
Mycobacterium tubercolusis. Penyakit TBC tersebar di seluruh dunia, dengan sepertiganya telah
terinfeksi, di samping banyak kasus baru (insidensi) kurang lebih 8 juta  per tahun dengan angka
kematian meningkat 2-3 juta manusia per tahun. Dilaporkan bahwa diseluruh dunia setiap 18 detik
ada seseorang yang meninggal karena penyakit ini. penyakit ini. TBC merupakan penyakit infeksi
yang paling mematikan dan penyebab kematin nomor dua akibat  penyakit infeksi tunggal, setelah
penyakit jantung.
Prevalensinya sangat besar di Negara-negara Asia dan Afrika, yang 60-80% dari anak-anak
dibawah usia 14 tahun sudah terinfeksi. Di negra-negara berkembang pada umumnya, infeksi
timbul pada masa kanak-kanak. Di Indonesi dengan prevalensi TBC positif 0,22% (laporan WHO
1998), penyakit ini merupakan penyakit rakyat penting yang tiap tahun mengambil banyak korban.
Jumlah  penderita di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar setelah India dan Cina, dengan
angka kematian sebesar 175.000 per tahun dan kasus baru 450 per tahun (berita Depkes RI).
Menurut WHO di Indonesia setiap 4 menit satu orang meninggal akibat TBC.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Obseved Treatment Shortcourse)
penanggulangan Tuberkulosis sejak tahun 1995. Bank dunia menyatakan strategi DOTS sebagai
salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif (DepKes RI, 2008). Akan tetapi, banyaknya obat
yang harus diminum dan toksisitas serta efek samping obat dapat menjadi penghambat dalam
penyelesaian terapi pasien Tuberkulosis (WHO, 2003).

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu TBC (Tuberkulosis)?


2. Bagaimana Patofisiologi dari Penyakit TBC (Tuberkulosis)?
3. Bagaimana Patogenesis dari Penyakit TBC (Tuberkulosis)?
4. Apa Saja Klasifikasi Penyakit TBC (Tuberkulosis)?
5. Bagaimana Farmakoterapi Penyakit TBC (Tuberkulosis)?
6. Apa Saja Penggolongan Obat TBC (Tuberkulosis)?
7. Bagaimana FDC (Fixed Dose Combination) Obat TBC (Tuberkulosis)?
8. Bagaimana Pengaruh Makanan Terhadap Obat
9. Apa Saja Gejala dari Penyakit TBC (Tuberkulosis)?

1
10. Bagaimana Cara Pencegahan dari Penyakit TBC (Tuberkulosis)?

C. Tujuan
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan apa itu TBC (Tuberkulosis)
2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Patofisiologi dari TBC (Tuberkulosis)
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Patogenesis TBC (Tuberkulosis)
4. Mahasiswa Mampu Mengetahui Klasifikasi TBC (Tuberkulosis)
5. Mahasiswa Mampu Mengetahui Farmakoterapi TBC (Tuberkulosis)
6. Mahasiswa Mampu Mengetahui Penggolongan Obat TBC(Tuberkulosis)
7. Mahasiswa Mampu Mengetahui FDC (Fixed Dose Combination)
8. Mahasiswa Mampu Mengetahui Pengaruh Makanan Terhadap Obat
9. Mahasiswa Mampu Mengetahui Gejala Penyakit TBC (Tuberkulosis)
10. Mahasiswa Mampu Mengetahui Cara Pencegahan Penyakit TBC (Tuberkulosis)

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang menular langsung yang di sebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. Kuman TBC berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam. Oleh Karena itu di sebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat
mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur lama selama
beberapa tahun.

B. Patofisiologi
Penyebab TBC adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh bakteri Mycrobacterium
Tuberculosi. Bakteri ini pertama kali di temukan oleh Robert Koch pada tahun 1882, sehingga
untuk mengenang jasanya bakteri tersebut di beri nama basil Koch. Bahkan penyakit TBC pada
paru-paru kadang di sebut sebagai Koch pulmonun (KP).

Infeksi primer diinisiasi oleh implantasi organisme di alveolar melalui doplet nuklei yang
sangat kecil (1-5mm) untuk menghindari sel epithelial siliari dari saluran pernafasan atas. Bila
terinplantasi M. tuberculosis melalui saluran nafas, mikroorganisme akan membelah diri dan
dicerna oleh makrofak pulmoner, dimana pembelahan diri akan terus berlangsung walaupun lebih
pelan. Nekrosis jaringan dan klasifikasi pada daerah yang terinfeksi dan nodus limfe regional dapat
terjadi, menghasilkan pembentukan radiodense area menjadi kompleks Ghon. Makrofag yang
teratikvasi dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah yang ditumbuhi M. tuberculosis yang
padat seperti keju sabagai bagian dari imunitas yang dimediasi oleh sel. Hipersensitivitas tipe
tertunda juga berkmbang melalui aktivasi dan perbanyakan limfosit T. mkrofak membentuk
granuloma yang mengandung organism. Biasanya penyebaran organisme melalui darah
menyebabkan pertumbuhan cepat, penyebaran penyakit secara luas dan pembentukan granuloma
yang dikenal sebagai tuberculosis miliari.

C. Patogenesis
Sumber penularan adalah penderita Tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet terhirup dalam saluran pernafasan. Jadi penularan Tuberkolusis tidak terjadi
melalui perlengkapan makan, baju dan perlengkapan tidur.

3
Setelah kuman Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman
Tuberkolusis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui system peredaran
darah, system saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan 4 dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasil pemeriksaan negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap
tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (DepKes RI, 2005)

D. Klasifikasi penyakit
Tuberkulosis diklasifikasikan menjadi Tuberkulosis paru-paru dan Tuberkulosis ekstra paru-
paru, adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :

1. Tuberkulosis paru-paru
Tuberkulosis paru-paru adalah Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-paru.
Tuberkulosis paru-paru dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :
a. Tuberkulosis paru-paru BTA positif (sangat menular)
1) Pada Tuberkulosis paru-paru BTA positif penderita telah melakukan
pemeriksaan sekurang-kurangnya 2 dari 3 kali pemeriksaan dahak
dan memberikan hasil yang positif.
2) kali pemeriksaan dahak yang memberikan hasil yang positif dan
foto rontgen dada yang menunjukan Tuberkulosis aktif.
b. TBC paru-paru BTA negative
Penderita paru-paru BTA negatif, yaitu apabila pada pemeriksaan
dahak dan foto rontgen menunjukkan TBC aktif, tetapi hasilnya
meragukan kerena jumlah kuman (bakteri) yang ditemukan pada waktu
pemeriksaan belum memenuhi syarat positif.

2. TBC ekstra paru


Tuberkulosis Ekstra parum adalah TBC yang menyerang organ tubuh lain selain
paruparu, misal selaput paru, selaput otak, selaput jantung, kelenjar getah bening, tulang,
persendian kulit, usus, ginjal, saluran kencing, dan lain-lain (Anggraeni, 2011).

E. Farmakoterapi

Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh. Tujuan pengobatan TBC ialah
memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya  pengobatan
dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik pada uji dahak maupun
biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya.
Dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Terdiri dari 5
komponen:
1. Komitmen politis

4
2. Pemeriksaan dahak mikroskopik  
3. Pengobatan jangka pendek dan Pengawasan langsung pengobatan
 
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu
5. Sistem pencatatan penilaian hasil pengobatan
 
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan  pada
tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan
DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka
pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.

F. Penggolongan obat TB

1. Lini pertama
 
a. Isoniazid
 Isoniazid bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat, aktif terhadap
kuman yang berada Intraseluler dalam makrofag maupun diluar sel (ekstraseluler).
 
1) Mekanisme kerja
Dengan menghambat biosintesis asam mikolat (micolic acid)
yang merupakan unsur  penting dingding sel mikrobakterium.
2) Efek samping
Mengakibatkan gatal-gatal dan ikterus juga polyneuritis, yakni radang saraf dengan
gejala kejang dan gangguan penglihatan, perasaan tidak sehat, letih dan lemah serta
anoreksia.
3) Farmakokinetik
Dari usus sangat cepat difusinya ke dalam jaringan dan cairan tubuh, di dalam hati,
INH diasetilasi oleh enzim asetiltransferase menjadi metabolit inaktif. PP-nya ringan
sekali, plasma-t ½ nya antara 1 dan 4 jam tergantung pada kecepatan asetilasi.
Eksresinya terutama melalui ginjal dan sebagian besar sebagai asetilisoniazid.

b. Rifampisin

Antibiotikum ini adalah derivat semi sintetis dari rifampisin B (1965) yang dihasilkan
oleh Streptomyces mediterranei. Rifampisin berkhasiat bakterisid luas, baik yang berada
diluar maupun di dalam sel (ekstra-intraseluler).

1) Mekanisme kerja
Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri RNA polymerase,
sehingga sintesa RNA terganggu
2) Efek samping
Penyakit kuning (icterus), terutama bila dikombinasikan dengan INH yang juga agak
toksis bagi hati. Rifampisin juga dapat menyebabkan gangguan saluran cerna seperti
5
mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut dan diare, begitu pula gejala gangguan
SSP dan reaksi hipersensitasi.
3) Farmakokinetik
Reabsorpsinya di usus sangat tinggi, distribusi ke jaringan dan cairan tubuh juga
baik. Plasma-t½ nya berkisar antara 1,5 sampai 5 jam. Ekskresinya khusus melalui
empedu, sedangkan melalui ginjal berlangsung secara fakultatif.

c. Etambutol

Etambutol bersifat bakteriostatik. Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman


tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin.

1) Mekanisme kerja
Etambutol bekerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan sel mati.
2) Efek samping
Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15 mg/kg BB
menimbulkan efek toksis yang minimal. Pada dosis ini kurang 2% pasien akan
mengalami efek samping yaitu penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit dan
demam.
3) Farmakokinetik Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol di serap dari saluran
cerna. Kadar puncak dari plasma di capai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian.
Dosis tunggal 15 mg/kg BB menghasilkan kadar plasma sekitar 5 ml pada 2-4 jam.

d. Pirazinamid

Analogon pirazin dari nikotinamida ini (1952) bekerja bakterisid pada suasana asam
atau bakteriostatik, tergantung pada pH dan kadarnya di dalam darah. Spektrum kerjanya
sangat sempit dan hanya meliputi M.tuberculosis.

1) Mekanisme kerja
Berdasarkan pengubahannya menjadi asam pirazinat oleh enzim pyrazinamidase
yang berasal dari basil TBC. Begitu pH dalam makrofag di turunkan, maka kuman
yang berada di “sarang” infeksi yang menjadi asam akan mati .
2) Efek samping
Kerusakan hati dengan ikterus (hepatotoksis) terutama pada dosis diatas 2 g sehari.
Dapat pula menimbulkan serangan encok (gout) juga gangguan pada lambung-usus,
fotosensibilisasi, artralgia, demam, malaise dan anemia, juga menurunkan kadar gula
darah.
3) Famakokinetik
Reabsorpsinya cepat & sempurna, kadar maksimal dalam plasma dicapai dalam
waktu 1-2 jam . Distribusinya ke jaringan dan cairan serebrospinal baik. Kurang
lebih 70% pirazinamida diekskresikan lewat urin.

6
e. Streptomisin

Suatu aminoglikosida, diperoleh dari Streptomyces griseus (1944), senyawa ini bersifat
bakterisid terhadap banyak kuman Gram negatif dan Gram positif.

1) Mekanisme kerja
Berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada
RNA ribosomal. Antibiotik ini toksis untuk organ pendengaran dan keseimbangan.
2) Efek samping
Gangguan penglihatan berupa Neuritis optica (radang saraf mata) dan bersifat
reversible bila pengobatan dihentikan. Sebaiknya jangan diberikan pada anak kecil,
karena kemungkinan gangguan penglihatan (visus) sulit di deteksi.
3) Farmakokinetik Reabsorpsinya baik (75-80%) , plasma-t½ nya 3-4 jam .Ekskresinya
lewat ginjal (80%).

2. Lini Kedua
a.Ofloxacin

Suatu senyawa antibakteri sintetik dari golongan kuinolon yang bersifat bakterisida.
Ofloksasin aktif terhadap bakteri aerobik gram positif termasuk penghasil penisilinase

1) Mekanisme kerja
Menghambat DNA girase, suatu enzim essensial yang merupakan katalitas penting
dalam duplikasi dan transkripsi DNA bakteri.
2) Efek samping
Mual, muntah, diare, sakit kepala, ruam dan gatal

b.Levofloxacin

Levofloxacin memiliki spectrum antibakteri yang luas, yang aktif terhadap bakteri gram
positif dan gram negative.

1) Mekanisme kerja
Dengan cara menghambat replikasi dan transkripsi DNA bakteri
2) Efek samping Mual, muntah, diare, konstipasi, sakit kepala, insomnia, mengantuk,
gatal, keringat berlebih dan lelah.
3) Farmakokinetik Pada pemberian oral, levofloxacin diabsorpsi secara cepat dan
hamper sempurna. Konsentrasi plasma tertinggi biasanya dicapai 1-2 jam setelah
minum obat. Penetrasi levofloxacin pada jaringan paru sangat baik

c. Ciprofloxacin

7
Ciprofloxacin merupakan suatu anti infeksi sintetik golongan quinolon, ciprofloxacin
efektif terhadap bakteri gram-negatif dan gram-positif.

1) Mekanisme kerja
Dengan cara menghambat DNA topoisomerase yang biasa disebut DNA girase.
2) Efek samping
Mual, muntah, diare, sakit kepala, letih, gangguan penglihatan dan anemia.
3) Farmakinetik
Ciprofloxacin diabsorpsi dengan baik oleh saluran pencernaan. Ciprofloxacin dan
metabolitnya di eksresikan melalui urin dan feses.

G. FDC (Fixed Dose Combination)


FDC juga dapat di sebut sebagai KDT (kombinasi dosis tetap) yang berarti gabungan
antara beberapa obat anti tuberculosis dalam satu macam obat. Pengobatan Tuberulosis
diberikan dalam dua tahap, yaitu :

1. Tahap intensif
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intesif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien Tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2. Tahap lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.

1. FDC kategori 1

Tahap intensif terdiri dari 2RHZE (Rifampisin, Isoniazid, Pyrazinamid, Etambutol).


Obat-obat tersebut di berikan setiap hari selama 2 bulan Kemudian di teruskan dengan tahap
intermiten (lanjut) yang terdiri dari 4RH3 (Rifampisin dan Isoniazid), di berikan tiga kali
dalam seminggu selama 4 bulan, di berikan untuk :

a. Pasien Baru TB paru BTA


b. Pasien Paru BTA (-) ronsen (+)
c. Pasien TB Ekstra Paru
2. FDC kategori 2

8
Tahap intensif terdiri dari 2RHEZS (Rifampisin, Isoniazid, Ethambutol, Pirazinamid,
Streptomisin). Dan obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan, kemudian
diteruskan dengan RHEZ (Rifampisin, Isoniazid, Ethambutol, pirazinamid) yang diberikan
setiap hari selama satu bulan. Tahap lanjutan terdiri dari 5R3H3E3 (Rifampisin, Isoniazid,
Ethambutol) yang diberikan tiga kali seminggu dalam waktu 5 bulan. Paduan OAT ini di
berikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya :
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah default(terputus)
c. FDC kategori anak
Tahap intensif terdiri dari 2RHZ (Rifampicin, Isoniazid, pirazinamid) yang di berikan
setiap hari selama 2 bulan. Tahap lanjutan terdiri dari 4RH (Rifampisin, Isoniazid) yang
diberikan 3 kali seminggu selama 4 bulan.

H. Pengaruh Makanan Terhadap Obat


1. Susu: kalsium pada susu dapat mengurangi penyerapan Tetrasiklin pada obat terutama pada
obat infeksi pernapasan
2. Kafein: kafein yang terdapat pada kopi dan teh akan mempertinggi resiko overdosis
antibiotic, (tremor, keringat dingin, halusinasi), sedangkan TBC membutuhkan banyak
antibiotic
3. Jus jeruk: menghambat enzim yang terlibat dalam metabolism obat sehingga obat diserap
lebih dari yang diharapkan, misal obat antiinflamasi+jeruk akan mempertinggi penyerapan
bahan aktif sehingga merusak otot dan perut akan panas.

I. Gejala Tuberkulosis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak 11 terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik (Werdhani, 2009)

1. Gejala sistemik atau umum:


a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Terkadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah

2. Gejala khusus:

9
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatansebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanankelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,suara nafas melemah yang
disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertaidengan
keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada muara
ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dandisebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demamtinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang. Keluhan-keluhan seorang penderita TBC sangat
bervariasi, mulai dari sama sekali tak ada keluhan sampai dengan adanya keluhan-
keluhan yang serba 12 lengkap.

Keluhan umum yang sering terjadi adalah malaise (lemas), anorexia, mengurus dan cepat
lelah. Keluhan karena infeksi kronik adalah panas badan yang tak tinggi (subfebril) dan keringat
malam (keringat yang muncul pada jam-jam 02.30-05.00). Keluhan karena ada proses patologik
di parudan/atau pleura adalah batuk dengan atau tanpa dahak, batuk darah, sesak, dan nyeri dada.
Makin banyak keluhan-keluhan ini dirasakan, makin besar kemungkinan TBC. Departemen
Kesehatan dalam pemberantasan TBC di Indonesia menentukan anamnesis resmi lima keluhan
utama yaitu batuk-batuk lama (lebih dari 2 minggu), batuk darah, sesak, panas badan, dan nyeri
dada (Danusantoso, 2013)

J. Pencegahan tuberculosis
Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderitaan, masayarakat dan petugas kesehatan.

1. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan


a. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
b. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi
harus diberikan vaksinasi BCG (Bacillus Calmete Guerin).
c. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit
TBC yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
d. Isolasi, pemeriksaan kepada orang–orang yang terinfeksi, pengobatan khusus
TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori
berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena
alasan – alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan
jalan.
e. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga keberhasilan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, tempat tidur, pakaian)
ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
f. Imunisasi orang–orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang–orang
sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya
yang terindikasinya dengan vaksi BCG dan tindak lanjut bagi yang positif
tertular.

10
g. Penyelidikan orang–orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota
keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara–cara ini
negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu
penyelidikan intensif.
h. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat
obat–obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter di minum dengan
tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya
kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaaan penyelidikan oleh dokter.

b. Tindakan pencegahan.
a. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti
kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
b. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau suspect
gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita,
kontak, suspect, perawatan.
c. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap
penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH (Isoniazid) sebagai
pencegahan.
d. BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi
ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat
tersebut berupa tempat pencegahan.
e. Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi dan
pasteurisasi air susu sapi
f. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang
tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru.
a. Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko tinggi,
seperti para emigrant, orang–orang kontak dengan penderita, petugas dirumah
sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
b. Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari hasil
pemeriksaan tuberculin tes (Hiswani, 2004).

11
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Tuberkulosis adalah penyakit yang menular langsung yang di sebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. TBC paru tergolong penyakit air borne infection masuk ke dalam
tubuh manusia melalui udara pernapasan ke dalam paru-paru.

Tuberkulosis menjadi masalah kesehatan dunia saaat ini serta menjadi penyebab kematian
utama di Negara-negara berkembang. Tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat di Indonesia.

B. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan yaitu :

1. Bagi pasien TBC hendaknya meningkatkan motivasinya dalam pengobatan TB, seperti selalu
mengingatkan pasien agar patuh berobat. Hal ini karenakan proses pengobatan TB berjaslan
lama dan dapat menyebabkan kebosanan pada pasien TB.

2. Bagi masyarakat Masyarakat hendaknya juga senantiasa memperhatikan konsisi lingkungan


sekitar, baik terhadap informasi adanya warga masyarakat yang mengalami tanda dan gejala TB,
sehingga deteksi pasien TB dapat ditemukan dan pengobatan segera dilaksanakan.

3. Bagi petugas kesehatan Petugas kesehatan dapat melakukan upaya-upaya seperti meningkatkan
pengetahuan pasien mengenai pencegahan, penularan tuberculosis secara maksimal untuk
meningkatkan kesadaran pasien TB dalam mematuhi pengobatan TB.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anon
Pspk.Fkunissula.Ac.Id, 2022, https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/KULAIH%20RESPI.pdf.
Accessed 14 Juni 2022.

Anon
Eprints.Umm.Ac.Id, 2022, https://eprints.umm.ac.id/46896/3/bab%20II.pdf. Diakses14 Juni 2022.

Kenali Gejala Penyakit TBC sejak Awal


Kenali Gejala Penyakit TBC sejak Awal. (2020). Diambil 14 June 2022, dari
https://www.alodokter.com/kenali-gejala-penyakit-tbc-sejak-awal

TBC (Tuberkulosis)
TBC (Tuberkulosis). (2014). Diambil 14 Juni 2022, dari https://www.alodokter.com/tuberkulosis

13
PERTANYAAN :

1. Kelompok 1
Putu Pegi Arianti (K.21.01.034)
“Jelaskan maksud dari Obat Lini pertama dan lini kedua dan penggunaanya seperti apa”

2. Kelompok 12
Rysda Upa ( K.21.01.38)
“Bagaimana Dosis obat TBC pada dewaasa dan Anak

3. Kelompok 11
Nurwinda (K.21.01.031)
“Bagaimana status kuman Tb di dalam tubuh apabila seseorang yang putus Obat”

14

Anda mungkin juga menyukai