Anda di halaman 1dari 24

Keperawatan Medikal Bedah pada penyakit

Tuberkulosis( TB Paru)
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kasus

Mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pengampu :

Ns.Santi Herlina,M.Kep,Sp.Kep.MB

Disusun oleh:

Alyadin Rahmat Hidayat 1810701004

Dimas Zuhrul Anam 1810701023

UNIVERSITAS PEMBANGUNA NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN 2019

1
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melipahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya. Tanpa
pertolong-Nya tentu kami tidak akan sanggup menyelesaikan karya tulis ini
dengan baik.

Karya tulis yang berjudul Keperawatan Medikal Bedah pada penyakit


Tuberkulosis( TB Paru) untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Antropologi Kesehatan.Karya Tulis ini menjelaskan pengertian,gejala,proses
patofisiologis dan keperawatannya pada konsep medical bedah.

Karya tulis ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Selain itu kami juga sadar bahwa pada karya tulis kami ini dapat ditemukan
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, dibutuhakan kritik
dan saran pembaca untuk menjadikan makalah ini lebih baik ke depannya.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga dapat memberikan


manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Jakarta, 20 Agustus 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................... 1
a. Tujuan Umum........................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
ISI ............................................................................................................................ 2
2.1 Pengertian ................................................................................................. 2
a. Pengertian TB paru ................................................................................... 2
b. Klasifikasi ............................................................................................. 2
c. Pravelensi ................................................................................................. 5
2.2 Etiologi ..................................................................................................... 5
2.3 Patofisiologi............................................. Error! Bookmark not defined.
2.4 Tanda dan Gejala ...................................................................................... 8
2.5 Komplikasi ............................................................................................... 9
2.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 9
2.7 Penatalaksanaan Medis ........................................................................... 10
2.8 Asuhan Keperawatan .............................................................................. 11
2.9 Proses Proses pada TB paru ................................................................... 13
a. Proses Terjadinya Sesak ......................................................................... 13
b. Proses Terjadinya Sputum .................................................................. 14
c. Proses Terjadinya Batuk Berdarah ......................................................... 14
d. Nyeri Dada .......................................................................................... 14
e. Mudah Lelah ........................................................................................... 15
f. Demam ................................................................................................... 15
g. Mual dan Tidak Nafsu Makan ............................................................ 15
BAB III ................................................................................................................. 19
PENUTUP ............................................................................................................. 19
7.1 KESIMPULAN ...................................................................................... 19
7.2 SARAN .................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan
bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir
ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC
merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas),
angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya.
Dengan lokasi tropis dan penduduknya yang lebih dari 200 juta orang,tidak
menutup kemungkinan Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki
penderita TBC terbanyak.
Berhubungan dengan hal tersebut perlu adanya pengetahuan atau
referensi tambahan bagi tim kesehatan khususnya perawat untuk mengetahui
pengertian,proses patofisiologi,prevalensi,dan asuhan keperawatan yang perlu
dilakukan terhadap penderita TBC dan sebagai pedoman untuk diadakannya
pencegahan terhadap penyakit tersebut.

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengidentifikasi penyakit TB paru.

1
BAB II

ISI
2.1 Pengertian
a. Pengertian TB paru
TB atau Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak.
Tuberkulosis bukan penyakit keturunan atau kutukan dan dapat disembuhkan
dengan pengobatan teratur, diawasi oleh Pengawasan Minum Obat (PMO).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB. Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi bisa juga organ tubuh
lainnya(Depkes RI:2007)
Tuberkulosis adalah jenis penyakit yang menyerang paru-paru,ditandai dengan
pembentukan granuloma dan timbulnya nekrosis jaringan. Penyakit
Tuberkulosis ini bersifat menahun dan bisa menular dari si penderita.(Santa
dkk :2009)
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang menyerang parenkim paru.Agen
infeksiusnya adalah Mycrobacterium tuberculosis yang merupkan batang
aerobic yng tahan asam,timbulnya lambagt dan agak sensitive dengan panas
dan sinar ultraviolet.Penyakit tuberculosis bisa ditularkan ke bagian tubuh
lainnya seperti meninges,tulang,ginjal,dan nodus limfe.(Brumer dan Suddarth
: 2001)

b. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu
“definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:

1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif
atau BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:


1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan

Beberapa istilah dalam definisi kasus:

2
1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau
didiagnosis
oleh dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk
Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat


diperlukan untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah
timbulnya resistensi
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. Mengurangi efek samping

A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:


1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk
pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru


Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada


TB Paru:

1) Tuberkulosis paru BTA positif


a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif


Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

3
C. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit.
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan
umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.

D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapa
tipe pasien, yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus Kambuh (Relaps)


Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)


Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.

4) Kasus Gagal (Failure)


Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In)


Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya
.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.

4
c. Pravelensi
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017
(data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC
tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada
perempuan.Dengan jumlah penderita laki-laki sebanyak 245.298 dan penderita
perempuan 175.696.Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis
prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan.Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain.Hal ini terjadi
kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko TBC misalnya
merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini menemukan
bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan
hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok.

2.2 Etiologi
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan
asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA) 4 . Sumber
penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau
bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak) . Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamarselama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang
terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut4,5 .
 Faktor Risiko TB Paru
1. Pendidikan
pendidikan berhubungan dengan kejadian TB pada usia produktif. Semakin
rendah pendidikan seseorang maka semakin besar risiko untuk menderita TB
paru.Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan yang nantinya berhubungan
dengan upaya pencarian pengobatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh

5
tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus (predisposing) yang
berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku
sehat.10 Semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan tentang TB
semakin baik sehingga pengendalian agar tidak tertular dan upaya pengobatan
bila terinfeksi juga maksimal.
2. Indeks Kepemilikan
Indeks kepemilikan menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pendapatan
seseorang maka semakin besar risiko untuk menderita TB paru. Indeks
kepemilikan berhubungan erat dengan kondisi rumah, kepadatan hunian, dan
lingkungan perumahan. Pendapatan keluarga yang kecil tidak memungkinkan
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal. Menurut Ahmad
(2008), perbaikan social ekonomi, peningkatan taraf hidup dan lingkungan
serta kemajuan ekonomi banyak membawa perubahan. Di negara-negara maju
jauh sebelum ditemukan obat anti TB (tuberculostatika dan tuberculosoid)
berkat perbaikan sosial ekonomi, jumlah penderita menurun 10-15% per tahun,
artinya bahwa TB dapat hilang dengan sendirinya bila ada perbaikan
ekonomi.14 Penyakit TB paru selalu dikaitkan dengan kemiskinan. Menurut
WHO (2003), 90% penderita TB di dunia menyerang kelompok dengan sosial
ekonomi lemah atau miskin dan hubungan keduanya bersifat timbal balik,
dimana penyakit TB merupakan penyebab kemiskinan dan karena
kemiskinanmaka manusia menderita TB.10 Keluarga yang mempunyai
pendapatan lebih tinggi akan lebih mampu untuk menjaga kebersihan
lingkungan rumah tangganya, menyediakan air minum yang baik, membeli
makanan yang jumlah dan kualitasnya memadai bagi keluarga mereka, serta
mampu membiayai pemeliharaan kesehatan yang mereka perlukan.14
Sedangkan masyarakat dengan sosial ekonomi rendah mengakibatkan kondisi
gizi yang buruk, perumahan yang tidak sehat dan rendahnya akses terhadap
pelayanan kesehatan.10
3. Bahan Bakar Memasak
Bahan bakar memasak berhubungan dengan kejadian TB paru, namun hasilnya
berbanding terbalik dengan asumsi awal, dimana masyarakat yang
menggunakan bahan bakar memasak yang baik justru merupakan faktor risiko.
Hal ini dapat terjadi karena faktor lainnya yang ikut mempengaruhi, seperti
penggunaan dapur yang terpisah dengan rumah, rumah yang luas, tidak padat
penghuni, serta ketersediaan ventilasi yang memadai. Selain itu pencemaran
udara dalam ruangan yang berasal dari dapur sangat ditentukan oleh letak dan
konstruksi dapur. Jenis bahan bakar untuk memasak berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya “indoors air pollution”. Zat-zat yang terkandung
dalam asap biomassa antara lain partikel, karbon monoksida, oksida nitrat,
sulfur oksida, formaldehyde dan benzopyrene. Zat ini dapat menyebabkan
iritasi bronkial, peradangan, peningkatan reaktifitas, mengurangi respon
makrofag dan menurunkan imunitas sehingga rentan terhadap infeksi bakteri
dan virus.19

6
4. Kondisi Ruangan
Kondisi ruangan berhubungan dengan kejadian TB paru dimana masyarakat
dengan kondisi ruangan yang tidak memenuhi syarat mempunyai peluang 1,18
kali untuk tertular TB paru dibandingkan dengan rumah dengan kondisi
ruangan yang memenuhi syarat. Kondisi ruangan memenuhi syarat jika
tersedia ventilasi 10% luas lantai, jendela dibuka setiap hari, pencahayaan
cukup baik di ruang tidur, dapur maupun ruang keluarga. Rumah dengan
pencahayaan dan ventilasi yang baik akan menyulitkan pertumbuhan kuman,
karena sinar ultraviolet dapat mematikan kuman dan ventilasi yang baik
menyebabkan pertukaran udara sehingga mengurangi kosentrasi kuman.
Penelitian Ahmad Dahlan (2001) menunjukkan bahwa rumah dengan ventilasi
rumah < 10% dari luas lantai mempunyai peluang menderita TB 4,56 kali
dibandingkan dengan yang mempunyai rumah dengan ventilasi > 10% luas
lantai, sedangkan sumber penerangan yang tidak sehat mempunyai risiko
menderita TB sebesar 1,8 kali dibandingkan dengan yang menggunakan
penerangan yang sehat.10
5. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya penyakit
kardiovaskular serta penyebab utama lain dari kematian di seluruh dunia yaitu
serebrovaskulr, infeksi saluran napas bawah, PPOK, TB, dan kanker saluran
napas. Hubungan antara merokok dan TB pertama kali dilaporkan pada tahun
1918.4 Pada penelitian ini diperoleh bahwa perokok mempunyai risiko lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok perokok pasif maupun bukan perokok.
Penelitian di India juga menunjukkan hal yang sama dimana perokok
mempunyai risiko lebih tinggi untuk terinfeksi TB paru dibandingkan dengan
bukan perokok.20,17 Merokok dan TB merupakan dua masalah besar
kesehatan di dunia, walaupun TB lebih banyak ditemukan di negara
berkembang. Penggunaan tembakau khususnya merokok, secara luas telah
diakui sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama dan menjadi
penyebab kematian yang penting di dunia, yaitu sekitar 1,7 juta pada tahun
1985, 3 juta pada tahun 1990 dan telah diproyeksikan meningkat menjadi 8,4
juta pada 2020. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan
Indonesia sebagai negara dengan konsumsi rokok terbesar ke-3 setelah Cina
dan India dan diikuti Rusia dan Amerika. Padahal dari jumlah penduduk,
Indonesia berada di posisi ke-4 setelah Cina, India dan Amerika. Berbeda
dengan jumlah perokok Amerika yang cenderung menurun, jumlah perokok
Indonesia justru bertambah dalam 9 tahun terakhir.
4 Asap
rokok mengandung lebih dari 4.500 bahan kimia yang memiliki berbagai efek
racun,mutagenik dan karsinogenik. Asap rokok menghasilkan berbagai
komponen baik dikompartemen seluler dan ekstraseluler, mulai dari partikel
yang larut dalam air dan gas. Banyak zat yang bersifat karsinogenik dan

7
beracun terhadap sel namun tar dan nikotin telah terbukti imunosupresif
dengan mempengaruhi respons kekebalan tubuh bawaan dari pejamu dan
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Semakin tinggi kadar tar dan
nikotin efek terhadap sistem imun juga bertambah besar. Risiko TB dapat
dikurangi dengan hampir dua pertiga jika seseorang berhenti merokok.

2.3 Tanda dan Gejala


DS :
1. Pasien mengatakan sesak
2. Pasien mengatakan nyeri dada
3. Pasien mengatakan mudah lelah
4. Pasien mengatakan mual dan tidak nafsu makan
DO :
1. Pasien terlihat nyeri
2. Pasien sulit mengeluarkan sputum
3. Pasien tampak batuk berdarah
4. Auskultasi ronkhi (+)
5. TD = 120/90 mmHg, N = 110 x/menit, R = 28 x/menit, S = 38 C
6. Hasil pemeriksaan rontgen thorax menunjukan bercak TB paru pada bagian
apical paru, BTA (+) Gejala – gejala penyakit TBC dapat dibedakan pada orang
dewasa dan anak – anak.
Orang Dewasa
1. Batuk terus menerus dengan dahak selama tiga minggu atau lebih
2. Kadang – kadang dahak yang keluar bercampur dengan darah
3. Sesak napas dan rasa nyeri di dada
4. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun
Anak – anak
1. Berat badan menurun selama tiga bulan berturut – turut tanpa sebab yang
jelas
2. Berat badan anak tidak bertambah (anak kecil/kurus terus)
3. Tidak ada nafsu makan
4. Demam lama dan berulang

8
5. Muncul benjolan didaerah leher, ketiak, dan lipat paha.

Gejala Paru
1. Dispnea
2. Batuk Nonproduktif atau produktif
3. Hemoptisis
4. Nyeri dada
5. Sesak di dada
Gejala Umum
1. Rasa lelah
2. Anoreksia (hilang nafsu makan)
3. Kehilangan berat badan
4. Demam

2.4 Komplikasi
Berdasarkan data pengkajian, potensial komplikasi dapat mencakup:
1. Maternitas
2. Efek samping terapi obat-obatan: Hepatitis, perubahan neurologis (ketulian
atau neuritis), ruam kulit, gangguan GI
3. Resistensi banyak obat
4. Penyebaran infeksi TB (TB Miliaris)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Untuk mendeteksi TBC (tuberkulosis), pertama-tama dokter akan menanyakan
keluhan dan penyakit yang pernah diderita. Kemudian dokter akan melakukan
pemeriksaan fisik,terutama dengan mendengarkan suara napas di paru-paru
menggunakan stetoskop. Dokter juga akan memeriksa ada tidaknya
pembesaran kelenjar, bila dicurigai adanya TBC kelenjar.Jika pasien diduga
mengalami TBC, dokter akan meminta pasien melakukan pemeriksaan dahak
yang disebut pemeriksaan BTA. Pemeriksaan BTA juga dapat dilakukan
menggunakan sampel selain dahak, untuk kasus TBC yang terjadi bukan di
paru-paru. Jika dokter membutuhkan hasil yang lebih spesifik, dokter akan
menganjurkan pemeriksaan kultur BTA, yang juga menggunakan sampel
dahak penderita. Tes kultur BTA dapat mengetahui efektif atau tidaknya obat
TBC yang akan digunakan dalam membunuh kuman. Namun, tes ini memakan

9
waktu yang lebih lama.Selain pemeriksaan BTA, dokter dap at melakukan
serangkaian pemeriksaan lain sebagai pendukung diagnosis, meliputi:
 Foto Rontgen
 Pemeriksaan Sputum
 Tes kulit Mantoux atau Tuberculin skin test

2.6 Penatalaksanaan Medis


1. Penatalaksanaan keperawatan TB Paru diantaranya dapat dilakukan sebagai
berikut
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa ituTBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TB, cara
penularan, cara pencegahan, dan faktor resiko.
3. Mensosialisasikan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinisasi BCG
2. Penggunaan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke puskesmas?rumah sakit, agar dapat
diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan TB paru secara medik:
a. Jangka Pendek
Dengan tata cara pengobatan dengan jangka waktu 1-3 bulan
 Streptomisin injeksi 750 mg
 Pas10 mg
 Ethambutol 1000mg
 Isoniazid 400mg
b. Jangka Panjang
Tata cara pengobatan setiap 2x seminggu, selama 13-18 bulan tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB paru dapat dilakukan
dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis: INH, Rifampicin,
dan Ethambutol. Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan mwenjadi 6-9 bulan.

10
c. Dengan menggunakan obat program Tbparu kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksaan sputum BTA (+) dengan kombinasi obat: Rifampicin,
Isoniazid (INH), Ethambutol, dan Pyridoxin. Tujuan pengobatan pada
penderita TB paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah
kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai
penularan. Pengobatan Tb terdiri dari dari dua fase, yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Ppaduan obat yang digunakan terdiri atas
obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang diberikan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampicin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisi,
dan Etambutol (Depkes RI, 2004). Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat
batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi TB, berat ringannya penyakit,
hasil pemeriksaan bakteriologi, apusan sputum, dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Di samping itu, perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short
Course(DOTCS). DOTCS yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas 5
komponen, yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,
sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologi dan
kulturdapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki saran tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dibawah pengawasan
langsung oleh Pengawas Penelan Obat (PMO), khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinasmbungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

2.7 Asuhan Keperawatan


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas klien
Tn x usia 31 tahun dirawat di ruang isolasi dengan diaknosa TB paru b.
Identitas penanggung jawab
2. Keluhan Utama
Pasien megatakan mual dan tidak nafsu makan
3. Riwayat Ksehatan Sekarang
a. Pasien dirawat di rumah sakit ruang isolasi dengan keluhan sesak. Hasil
pengkajian : pasien sulit mengeluarkan sekutum , tampak batuk darah disertai

11
nyeri dada, mudah lelah, auskultasi ronkhi (+) . TD : 120/90 mmhg, nadi 110x/
menit ,28x/menit , suhu 38˚C. Hasil pemeriksaan rontegn thorax menunjukan
bercak TB paru pada bagian apical paru , BTA (+).
4. Riwayat kesehatan dahulu
-
5. . Riwayat kesehatan keluarga
-
B. ANALISA DATA
1. Ds :- Pasien mengatakan sulit mengeluarkan sputum
- Pasien mengatakan sesak
Do :- Tampak batuk berdarah
- Auskultrasi ronkhi (+)
- R:28 x/menit S:38ᵒC
- Hasil rontgen thorax bercak TB paru pada bagian apical paru (+)

Masalah: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas


Etiologi: Infeksi
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien
dengan masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas teratasi dengan kriteria
hasil sebagai berikut :
- Frekuensi fernapasan di pertahan kan pada skala 2 dan di tingkatkan ke
skala 5
- Suara nafas tambahan di pertahan kan pada skala 2 dan di tingkatkan pada
skala 5
- Batuk di pertahan kan pada skala 1 dan di tingkatkan pada skala 5

Intervensi:
- Auskultasi suara nafas , dan adanya suara tambahan
- Posisikan untuk meringankan sesak nafas
- Monitor status pernafasan dan oksigenasi

12
- Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau
menyedot lender
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2. Ds : -Pasien mengeluh nyeri dada dan mudah lelah


-Pasien mengatakan mual dan tidak napsu makan
Do: - ekspresi wajah pasien tampak nyeri
Masalah: Nyeri akut
Etiologi: Agens cedera biologis
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien
dengan masalah nyeri akut teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
- Nyeri yang di laporkan di pertahan kan pada skala 2 dan di tingkatkan pada
skala 5
- Kehilangan nafsu makan di pertahan kan pada skala 3 dan di tingkatkan pada
skala 5

Intervensi:
- Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi
- Obserpasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidak nyamanan
- Kurangi / eliminasi faktor-faktor yang dapat mencetus / meningkatkan
nyeri
- Ajarkan prinsip-prinsip managemen nyeri
- Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainya

2.8 Proses Proses pada TB paru


a. Proses Terjadinya Sesak
Sesak nafas dapat disebabkan oleh faktor yaitu, abnormalitas gas pernafasan
dalam cairan tubuh, akibat hiperkapnia dan hipoksia, ketidakmampuan otot-
otot pernafasan menyediakan ventilasi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Seseorang dapat mengalami sesak nafas apabila terdapat kelebihan
penumpukan CO2 dalam tubuh. Orang yang mengalami sesak pada penyakit

13
TB paru disebabkan karena ruang rugi fisiologisnya meningkat. Dikarenakan
bakteri Mycobacterium Tuberculosis menyerang paru-paru dan menempati
ruang-ruang yang ada pada paru-paru dan bisa juga bakteri tersebut menyerang
otot-otot pada paru-paru. Menyebabkan tejadinya pembendungan saluran
pernafasan dan pembuluh darah pada paru-paru. Akibatnya kebutuhan O2
meningkat dan proses eliminasi CO2 tidak dapat dikeluarkan semestinya
karena tidak terjadi kesempurnaan pertukaran gas di Alveolus.Pada orang yang
mempunyai sedikit alveoli atau tidak berfungsinya alveoli menyebabkan
meningkatnya ruang rugi fisologi sebanyak 10x dari ruang rugi
anatomi.Karena hal tersebut terjadi pembendungan yang banyak pada saluran
pernafasan dan pembuluh darah pada paru-paru menyebabkan keditaklenturan
otot-otot pleura pada paru-paru. Sehingga tidak dapat menyebabkan pasien TB
paru mengalami sesak dan melalukan inspirasilebih banyak dan lebih dalam
dibandingkan dengan ekspirasinya.
b. Proses Terjadinya Sputum
Orang dewasa normal bisa memproduksi mucus sejumlah 100 ml dalam
saluran napas setiap hari. Mucus ini digiring ke faring dengan mekanisme
pembersihan silia dari epitel yang melapisi saluran pernapasan. Keadaan
abnormal produksi mucus yang berlebihan (karena gangguan fisik, kimiawi
atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses
pembersihan tidak berjalan secara normal sehingga mucus ini banyak
tertimbun. Bila hal ini terjadi, membran mukosa akan terangsang dan mucus
akan di keluarkan dengan tekanan intra thorakal dan intra abdominal yang
tinggi, dibatukan udara keluar dengan akselerasi yang cepat beserta membawa
sekret mucus yang tertimbun tadi. Mukus tersebut akan keluar sebagai sputum.
Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi
sumber, warna, volume dan konsistensinya, kondisi sputum biasanya
memperlihatkan secara spesifik proses kejadian patologi pada pembentukan
sputum itu sendiri (Sylvia, 2011).

c. Proses Terjadinya Batuk Berdarah


Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya
batuk darah yang timbul bergantung pada besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada
dinding kavitas, tapi juga dapat terjadi karena uselasi pada mukosa bronkus
(Yunus, 1992).Batuk darah pada TB Paru terjadi pada kavitas tetapi dapat juga
terjadi pada ulkus dinding bronkus.Batuk darah yang dikeluarkan klien
mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah dan gumpalan-gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah banyak.

d. Nyeri Dada
TBC atau Tuberkulosis adalah penyakit menular paru-paru yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuerculosis. Penderita TB memang terkadang merasakan
nyeri pada dadanya akibat infeksi dari kuman TB itu sendiri yang dapat
menimbulkan jaringan parut pada paru-paru sehingga merasa sesak dan sakit

14
di dada.Bila pasien TB paru terdapat gejala nyeri dada, maka nyeri ini timbul
jika infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (selaput paru) sehingga
menimbulkan pleuritis. Terjadinya gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik dan melepaskan nafas akan menimbulkan rasa nyeri di dada.

e. Mudah Lelah
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai
parenkim paru,biasanya disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Yang
dapat menyebar hamper setiap kebagian tubuh termasuk meninges , ginjal
,tulang dan nodus limfe. Infeksi berlangsung 2-10 minggu setelah pajanan,
kemudian dapat membentuk penyakit aktif karena respon sistem imun
menurun atau tidak adekuat. Lalu respon tubuh terlihat seperti munculnya
demam, sesak nafas,anoreksia dan beberapa reaksi lainnya. Jadi proses
terjadinya mudah lelah pada pasien TBC yaitu karena pada metabolism tubuh
lebih tinggi dari orang normal, jadi mayoritas energi ditubuhnya terpakai untuk
melawan bakteri TBC. Sehingga energi yang tersisa untuk aktivitas jadi
berkurang dan energi tinggal sedikit maka munculah respon seperti cepat lelah.
Dari hasil proses terjadinya lelah pada pasien TBC dikarenakan bakteri
Mycobacterium Tuberculosis yang menyerang paru-paru sehingga
menyebabkan paru-paru menjadi rusak. Pada pernafasan paru-paru lah
merupakan organ utama jika paru-paru rusak maka kerja paru-paru tersebut
menjadi tidak efisien sehingga tarikan nafas atau inspirasi akan lebih sedikit
untuk pertukaran dialveolus, sehingga harus lebih banyak untuk menarik nafas
dan bisa terjadi karena adanya asupan nutrisi yang kurang juga.

f. Demam
g. Mual dan Tidak Nafsu Makan
Mual yaitu rasa ingin muntah yang dapat disebabkan oleh impuls iritasi yang
datang dari traktus gastrointestinal, impuls yang berasal dari otak bawah yang
berhubungan dengan motion sickness,maupun impuls yang berasal dari korteks
serebri untuk memulai muntah.
Mekanisme mual:
- Di dalam tubuh kita terjadi peradangan lambung akibat kita makan-makanan
yang mengandung alcohol, aspirin, steroid, dan kafein sehingga menebabkan
terjadi iritasi pada lambung dan menyebabkan peradangan di lambung yang
diakibatkan oleh tingginya asam lambung
- Setelah terjadi peradangan lambung maka tubuh akan merangsang
pengeluaranzat yang disebut vas aktif menyebabkan permeabilitas kapiler
pembuluh darah naik
- Sehingga menyebabkan lambung menjadi edema (bengkak) dan merangsang
reseptor tegangan dan merangsang hypothalamus untuk mual

15
Nafsu makan berkurang umumnya disebabkan oleh faktor psikologis, seperti
stres atau depresi. Saat stres , tubuh memberi sinyal seakan sedang dalam
bahaya. Otak kemudian melepaskan hormon adrenalin yang membuat jantung
berdetak lebih cepat dan pencernaan melambat. Hal inilah yang membuat nafsu
makan berkurang.
 Efek samping pengobatan
Obat-obatan tertentu memiliki efek samping mual dan kantuk. Efek samping
tersebut dapat membuat nafsu makan berkurang. Obat-obatan yang diketahui
menyebabkan efek samping ini antara lain adalah antibiotik , obat penurun
tekanan darah, obat tidur, obat batuk kodein, diuretik, dan steroid anabolik.
 Tuberkulosis (TB)
Leptin adalah salah satu hormon yang fungsinya mengatur nafsu makan.
Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa kadar leptin pada
penderita tuberkulosis (TB) menurun karena peradangan yang
berkepanjangan. Kondisi inilah yang membuat nafsu makan penderita TB
berkurang dan berat badannya turun.

16
Pathway TB Paru

17
18
BAB III

PENUTUP
7.1 KESIMPULAN
TB atau Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak.
Tuberkulosis bukan penyakit keturunan atau kutukan dan dapat disembuhkan
dengan pengobatan teratur, diawasi oleh Pengawasan Minum Obat (PMO).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB. Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi bisa juga organ tubuh
lainnya.

7.2 SARAN
Penyakit tuberculosis adalah penyakit tropis yang berbahaya.Dengan data
statistic penderita penyakit TB Paru di Indonesia tersebut bisa dilihat bahwa
pada masyarakat belum adanya tindakan pencegahan yang
kompleks.Diharapkan dengan adanya tulisan ini, seluruh petugas kesehatan
khususnya profesi perawat mulai ada rasa peduli dengan memberikan edukasi
kepada masyarakat sebagai tindakan preventif dan lebih memperbaharui
asuhan keperawatan sebagai tindakan kuratif.

19
DAFTAR PUSTAKA

Sumber : Laban, Yoannes. 2012. Penyakit TBC Dan Cara Pencegahannya.


Yogyakarta:Kansius.
Black J.M., Hawks J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen
Klinis untuk hasil yang diharapkan (3-vol set). Edisi Bahasa Indonesia 8.
Elsevier Pte. Ltd
Bunner & amp; Suddarth. 2013.Keperawatan Medikal-Bedah Edisi12.Jakarta
:EGC
Black, J.M., & Hawk, J.H. (2005). Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcomes.
(7th Ed), St. Louis, Missouri : Elsevier Saunders.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Di Indonesia.;
Vilcheze, C. Kremer, L. (2017). Acid-Fast Positive and Acid-Fast Negative
Mycobacterium tuberculosis: The Koch Paradox. Microbiol Spectrum 5(2), pp.
1-14.
Riello, F. et. al. (2016). Diagnosis of Mycobacterial Infections Based on Acid-
Fast Bacilli Test and Bacterial
Growth Time and Implications on Treatment and Disease Outcome. BMC
Infect Dis. 16, pp. 142.
Campbell, I. Bah-Sow, O. (2006). Pulmonary Tuberculosis: Diagnosis and
Treatment. BMJ. 332(7551),pp.1194–1197.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2003). Artikel. Perlu
Keterpaduan untuk PemberantasanTuberkulosis.
World Health Organization WHO (2018). Fact Sheets: Tuberculosis.
World Health Organization WHO (2016). Global Tuberculosis Report 2016.
NHS Choices UK (2016). Health A-Z. Tuberculosis (TBC).
Mayo Clinic (2017). Diseases and Conditions. Tuberculosis.

20
Nall, R. Healthline (2018). Tuberculosis. Herchline, T. Medscape (2017)
Tuberculosis (TBC) Workup.
http://respitory.unimus.ac.id/1873/4/12.%20BAB%20II.pdf
Nanda internasional. (2014). Nursing diagnosis 2018-2020. Defii dan
klarifikasi(nanda internasional). Philadelphia: whiler backwell
Moorehead s., Johnson m., masa m.l. Sansoe e. (2013). Nursing outcome
clarification (NOC): measurement of health outcome. Edisi. Mosby: Elsevier
inc.

21

Anda mungkin juga menyukai