Anda di halaman 1dari 24

Lab.

Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok REFERAT


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

“HERPES ZOSTER OTIKUS”

Disusun Oleh:
Radin Aslaam Asqhalani
2010017019
Yayuk Bulam Sarifati
2010017031

Pembimbing:
dr. Selvianti, Sp.THT-KL

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


SMF/Lab Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas hikmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini yang berjudul
“Herpes Zoster Otikus”. Laporan kasus ini disusun untuk melengkapi tugas
Kepaniteraan Klinik Laboratorium Ilmu Kedokteran Telinga Hidung Tenggorok
Universitas Mulawarman Samarinda.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Selvianti, S.THT-KL yang telah
membimbing dan membantu dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun
laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan masukan
dengan tangan terbuka.

Samarinda, Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan 2

1.3. Manfaat 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Anatomi Telinga 3

2.3 Herpes Zoster Otikus 11

BAB 3 KESIMPULAN 19

DAFTAR PUSTAKA 20

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Telinga merupakan organ yang penting dalam kehidupan manusia sehari hari.
Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus pusat keseimbangan, Sehingga jika
terjadi gangguan pada telinga akan menyebabkan gangguan pada fungsi pendengaran,
fungsi keseimbangan, ataupun keduanya dimana hal tersebut pasti akan menyebabkan
ketidaknyamanan pada pasien[1].

Salah satu keluhan yang sering didapatkan akibat gangguan di telinga adalah
otalgia (nyeri telinga). Otalgia dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu primer
dan sekunder. Otalgia primer merupkan otalgia yang timbul dari telinga itu sendiri
sedangkan otalgia sekunder merupkan otalgia yang disebabkan sumber selain dari
telinga[2].

Salah satu penyakit yang dapat menyebabkan keluhan otalgia adalah herpes zoster
otikus. Herpes zoster otikus merupakan infeksi virus varicella zoster yang mengenai
telinga luar, tengah, dan dalam dimana infeksi tersebut berasal dari reaktivasi virus
varisella zoster yang mengenai nervus yang mensarafi telinga. Insidensi herpes zoster
otikus pada pria dan wanita memiliki insidensi yang sama dan insidensi herpes zoster
otikus meningkat signifikan pada pasien dengan umur diatas 60 tahun. Sindroma
ramsay-hunt mencakup 12% dari seluruh kasus yang mengakibatkan paralisis nervus
facialis dan secara umum memiliki gejala dan prognosis yang lebih parah jika
dibandingkan dengan bell palsy[3]

Menurut standar kompetensi dokter indonesia (SKDI), herpes zoster otikus


merupakan penyakit dengan kompetensi 3A. Hal ini berarti seorang dokter umum
mesti dapat menentukan diagnosis dan memberikan penatalaksanaan awal. Oleh
karena hal hal yang telah dijelaskan diatas maka penulis berminat menulis referat
mengenai herpes zoster otikus[4].

1
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan mengenai definisi hingga tatalaksana dari herpes zoster otikus.

1.3. Manfaat
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis dan pembaca mengenai
herpes zoster otikus.

2
BAB 2
Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi Telinga


2.1.1 Telinga

Gambar 2.1 Anatomi Telinga[5]

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan
dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3
cm[6].

3
Gambar 2.2 Telinga Luar2

Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjer serumen
(kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjer keringat terdapat pada seluruh kulit liang
telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjer serumen. [1]

Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam[7].

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut


sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani
kanan[7].

4
Gambar 2.3 Membran Tympani[5]

Telinga tengah terdiri dari suatu ruang yang terletak diantara membrane timpani
dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta
penunjangnya, tuba eustachius dan system sel-sel udara mastoid[5].

Telinga tengah berbentuk kubus dengan [7]:

- Batas luar : membran timpani


- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis
sermisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli[7].

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lingkap dan


memebentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani disebelah bawah dan skala media (duktus

5
koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di dalam perilimfa
berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada
membrane ini terletak organ corti. [7]

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane
tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti. [7]

Gambar 2.4 Labirin [5]

2.2. Persyarafan Telinga dan Fisiologi Pendengaran

6
Persarafan telinga luar bervariasi berupa tumpang tindih antara saraf-saraf
kutaneus dan kranial. Cabang aurikular temporalis dari bagian ketiga saraf trigeminus
(N.V) mempersarafi permukaan anterolateral permukaan telinga, dinding anterior dan
superior liang telinga dan segmen depan membrana timpani. Permukaan
posteromedial daun telinga dan lobulus dipersarafi oleh fleksus servikal saraf
aurikularis mayor. Cabang aurikularis dari saraf fasialis (N.VII), glossofaringeus
(N.IX) dan vagus (N.X) menyebar ke daerah konka dan cabang-cabang saraf ini
mempersarafi dinding posterior dan inferior liang telinga dan segmen posterior dan
inferior membrana timpani[8].

Gambar 2.5 Persarafan sensoris telinga[8]

7
Gambar 2.6 Persarafan aurikula

Persarafan telinga tengah sama dengan telinga luar dengan tambahan plexus
tympanicus, cabang N. Petrosus minor, dan N. VII (N. Facialis) dan chorda tympani
ke dinding lateral dan medial cavum tympani. (Gray, 2009) Inervasi sensoris
membran timpani bagian luar merupakan terusan dari inervasi sensoris kulit liang
telinga. Nervus aurikulotemporalis menginervasi bagian posterior dan inferior
membran timpani, sedangkan bagian anterior dan superior oleh cabang aurikularis n.
vagus. Inervasi sensoris permukaan mukosa membran timpani diinervasi oleh n.
Jacobson yaitu cabang n. glosofaringeus. Penginervasian membran timpani melalui
pleksus timpanikus pada promontorium mengandung cabang-cabang saraf cranial V,
VII, IX, dan X. Kelainan di daerah-daerah anatomis yang diinervasi oleh saraf-saraf
ini (temasuk gigi, lidah, tonsil, dan laring) dapat menimbulkan nyeri alih ke telinga[8].

Persarafan telinga dalam diperankan oleh N. Vestibulocochlearis (N. VIII).


Saraf ini terdiri dari dua bagian yang berbeda, yaitu nervus vestibularis dan nervus
cochlearis, yang berperan untuk transmisi informasi aferen dari telinga dalam menuju
susunan saraf pusat. Nervus vestibularis dari utriculus dan sacculus menghantarkan

8
impuls saraf mengenai posisi kepala, juga menghantarkan impuls dari canalis
semicircularis mengenai gerakan kepala. Di dalam nervus akustikus internus ada
ganglion vestibularis yang merupakan serabut-serabut nervi vestibularis. Serabut-
serabut ini memasuki depan batang otak di antara tepi bawah pons dan bagian atas
medulla oblongata. Ketika masuk ke nucleus vestibularis serabut-serabut ini terbagi
menjadi serabut ascendens pendek dan serabut descendens panjang. Beberapa
diantaranya berjalan menuju cerebellum melalui pedunculus cereberallis inferior
tanpa melewati nuclei vestibularis[9].

Fisiologis Pendengaran

Rangsangan pendengaran dan keseimbangan pada tubuh manusia dihantarkan


oleh saraf otak kedelapan terdiri dari 2 berkas saraf yang menyalurkan dua macam
impuls. Yang pertama ialah, nervus koklearis yang menhantarkan impuls
pendengaran. Dan yang kedua ialah nervus vestibularis yang menyalurkan impuls
keseimbangan[10].

Alat penangkap rangsang pendengaran dan keseimbangan serabut kedua bagian


nervus oktavus berasal merupakan juga satu bangunan yang terdiri dari dua bagian.
Bangunan tersebut ialah labirin. Ia terdiri dari bagian koklea dan vestibula[10].

Baik rangsangan pendengaran maupun rangsang keseimbangan bersifat


gelombang. Gelombang suara diteruskan oleh gendang telinga, tulang maleus, inkus
dan stapes melalui fenestra vestibularis ke perilimfe. Perilimfe ini ialah cairan yang
merupakan bantalan bagi labirinus membranikus. Endolimfe ialah cairan yang
terkandung oleh labirintus membranikus. Dengan demikian di bagian koklea terdapat
tiga ruangan. Ruang vestibular atau skala vestibule, ruang koklear atau duktus
koklear, dan ruang timpani atau skala timpani. Dinding diantara ketiga skala itu
dibentuk oleh membrane vestibule (membrane Reissner) dan membrane basilaris.
Gelombang suara membangkitkan goncangan di perilimfe didalam skala vestibule.
Kejadian tersebut menggerakkan membrane Reissner yang membangkitkan
timbulnya gelombang di dalam endolimfe. Gelombang ini merangsang organ korti.

9
Disitu membrane tektoria seolah-olah bertindak sebagai pecut yang menggalakkan
sel-sel yang bersambung dengan serabut aferen sel ganglion spirale. Impuls yang
dicetuskan oleh sel-sel tersebut tadi ialah impuls pendengaran. Suara bernada tinggi
menggalakkan sel di basis dan yang bernada rendah di bagian puncak. Serabut eferen
ganglion spirale menyusun nervus koklearis[10].

Bagian vestibula dari labirinitus membranikus terdiri dari kanalis


semisirkularis, utrikulus dan sakulus. Bangunan tersebut mengandung endolimfe
juga. Kanalis semisirkularis berjumlah tiga. Tiap kanalis mempunyai bagian yang
mengembung dan dinamakan ampula. Disitu terdapat segundukan sel yang
mempunyai juluran-juluran halus. Sel-sel siliaris itu merupakan alat penangkap
rangsang keseimbangan. Segundukan sel semacam itu juga terdapat di utrikulus dan
sakulus. Dan juga merupakan alat penangkap rangsang keseimbangan, atau makula.
Karena gerakan badan dan kepala timbul akselerasi endolimfe ketiga alat vestibule
itu. Akselerasi angular merangsang makula kanalis semisirkularis. Gerakan kepala
terutama merangsang utrikulus sedangkan vibrasi merangsang makula sakulus[10].

Makula bersambung dengan juluran sel yang berkumpul di pangkal makula.


Juluran eferen sel itu menyusun nervus vestibularis. Di dalam meatus akustikus
internus vestibularis menggabungkan diri pada nervus koklearis. Impuls yang
dicetuskan oleh makula dari kanalis semisirkularis menuju ke inti di pons dan dari
situ kemudian dikirim ke inti-inti saraf okular. Impuls yang dicetuskan oleh makula
utrikulus dihantarkan ke inti pons juga, tetapi tujuan akhirnya ialah korteks serebri di
bagian belakang girus temporalis. Selain korteks lobus temporalis dan inti-inti saraf
okular, impuls keseimbangan diterima juga oleh serebelum melalui serabut aferen inti
vestibular dan substansia retikularis serta medulla spinalis. Impuls keseimbangan
yang dipancarkan ke serebelum terutama diproyeksikan kepada lobus
flokulonodularis ipsilateral. Dan sel-sel di medulla spinalis yang menerima impuls
dari inti vestibular ialah sel-sel di kornu anterior terutama di bagian servikal. [10]

10
Gambar 2.7 Nervus Vestibulokoklearis

2.3 Herpes Zoster Otikus


2.3.1 Definisi
Herpes zoster oticus (HZ oticus) adalah infeksi virus pada telinga
bagian alam, tengah, dan luar. HZ oticus bermanifestasi sebagai otalgia berat
dan berhubungan dengan erupsi vesikular kutaneus, biasanya pada kanalis
eksterna dan pinna. Bila terjadi kelumpuhan wajah, infeksi ini disebut
sindrom Ramsay Hunt[11].

2.3.2 Epidemiologi
Lebih dari 95% individu imunokompeten berusia minimal 50 tahun
seropositif terhadap virus varicella zoster (VVZ). Imunitas yang diperantarai
sel spesifik VVZ menurun seiring bertambahnya usia seiring dengan
meningkatnya insiden HZ dan komplikasinya yang terjadi pada usia sekitar 50
tahun. HZ oticus muncul pada 10-15% dari total keseluruhan kasus HZ,
sekitar setengan dari pasien mengalami komplikasi HZ oticus[12,13].

11
2.3.3 Etiologi
Herpes zoster (HZ) oticus disebabkan oleh reaktivasi virus varicella-
zoster laten (VZV) yang tetap tidak aktif dalam ganglia sensorik (umumnya
ganglion geniculate) dari N.facialis. Individu dengan penurunan imunitas
yang diperantarai sel akibat karsinoma, terapi radiasi, kemoterapi, atau infeksi
HIV memiliki risiko lebih besar mengalami reaktivasi VZV laten. Stres fisik
dan stres emosional sering disebut sebagai faktor pencetus terjadinya
reaktivitas virus ini[11].

2.3.4 Patofisiologi
Reaktivasi virus Varicella zoster (VZV) di sepanjang distribusi saraf
sensorik yang mempersarafi telinga, yang biasanya mencakup ganglion
genikulatum, bertanggung jawab atas terjadinya infeksi herpes zoster (HZ)
oticus. HZ oticus disebut simdrom Ramsay-Hunt bila terdapat kelumpuhan
nervus fasialis, otalgia dan terdapat vesikel herpes di telinga dan/atau mukosa
mulut. Gejala terkait seperti gangguan pendengaran dan vertigo diperkirakan
terjadi sebagai akibat dari transmisi virus melalui kedekatan langsung saraf
kranial N. VIII ke N.VII pada sudut serebelopontin atau melalui vasa vasorum
yang berjalan dari N.VII ke saraf kranial di dekatnya. Teori lain mengenai
patofisiologi polineuropati saraf kranial adalah bahwa VZV dapat menyebar
ke SSP lain melalui jalur refleks batang otak melalui transmisi intersinaptik
dalam arah anterograde[11,14].
Studi patologis menunjukkan adanya infiltrasi limfositik perineural,
intraneural, dan perivaskular dari nervus fasialis dan pada beberapa kasus di
korda timpani, saraf pendengaran dan vestibular, modiolus dan organo Cortii
di koklea, serta di kulit meatus auditorius eksterna. Infiltrasi limfositik juga
ditemukan menyebar pada ganglion genikulatum, namun sebagian besar
neuron di ganglion masih terpelihara dengan baik . Penelitian menunjukkan
DNA virus varicella zoster tidak hanya ditemukan di neuron, tetapi juga di sel
satelit perineuronal dan sel non-neuronal ganglia[15].

12
2.3.5 Gejala Klinis
Biasanya, pasien datang dengan otalgia berat. Keluhan tersebut antara
lain sebagai berikut[11]:
a. Lepuh di dalam dan di sekitar telinga, di wajah, di mulut, dan/atau di lidah
b. Vertigo, mual, muntah
c. Gangguan pendengaran, hiperakusis, tinitus
d. Nyeri mata, lakrimasi
e. Onset nyeri dapat mendahului ruam beberapa jam atau hari. Pada pasien
dengan sindrom Ramsay Hunt, vesikel dapat muncul sebelum, selama,
atau setelah kelumpuhan wajah (zoster sine herpete).

Gambar 2.8 Herpes zoster oticus (HZ Oticus), melibatkan saraf kranial ke
VII dan VIII. Panah menunjukkan lesi herpes. A.Inspeksi auricular
memperlihatkan ruam vesikular di fossa triangular dan cymba conchae.
B. Mikro-otoskopi telinga kanan menunjukkan lesi vesikular di kuadran
posteroinferior membrana timpani[16]

13
2.3.6 Diagnosis
A. Anamnesis
Ketika dilakukan anamnesis, pasien mungkin mengingat riwayat
penyakit terdahulu, mungkin cacar air (varicella) di masa kanak-kanak[11].

B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menunjukkan eksantema vesikular, biasanya pada
kanalis auditorius eksternus, concha, dan pinna. Ruam juga dapat muncul
pada kulit postauricular, dinding hidung lateral, langit-langit lunak, dan lidah
anterolateral[11].
Vertigo dan gangguan pendengaran dapat diperhatikan, paralisis
n.facial yang tampak seperti Bell palsy mungkin ditemukan.
Temuan terkait termasuk[11] :
1. Dysgeusia
2. Ketidakmampuan untuk menutup mata ipsilateral sepenuhnya, yang
kadang-kadang dapat menyebabkan kornea menjadi kering dan iritasi.

Standardized assessment of facial function


Skala penilaian House-Brackmann:

14
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Diagnosis didasarkan terutama pada riwayat dan temuan fisik. Dalam
kebanyakan kasus, mengkonfirmasi diagnosis melalui tes laboratorium tidak
memiliki kegunaan. Namun, pada populasi pasien tertentu khususnya pasien
immunocompromised presentasinya bisa atipikal dan mungkin memerlukan
tes tambahan. Secara umum, pemeriksaan PCR dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya VVZ di saliva, air mata, cairan telinga tengah dan sel
darah mononuklear[3].
Herpes zoster oticus (HZ oticus) terutama merupakan diagnosis klinis
di UGD. Sebelum memulai pengobatan dengan asiklovir, pertimbangkan
serangkaian pemeriksaan laboratorium berikut ini[11]:
- Blood Urea Nitrogen (BUN)
- Kreatinin
- Hitung sel darah
- Elektrolit
- Skrining antibodi anti-VZV (IgM dan IgA) harus dipertimbangkan pada
pasien immunocompromised yang berisiko.

2. Imaging
Jika diagnosis sindrom Ramsay Hunt tidak ditegakkan dengan
pemeriksaan fisik saja, pertimbangkan CT scan kepala untuk mencari etiologi
lain dari paralisis facial[11].

3. Audiometri
Pada audiometri biasanya didapatkan gangguan pendengaran
sensorineural dalam rentang frekuensi tinggi[17].

15
4. Tympanometri
Timpanometri merupakan alat pengukur tak langsung dari kelenturan
(gerakan) membrana timpani dan sistem osikular dalam berbagai kondisi
tekanan positif, normal atau negatif. Energi akustik tinggi dihantarkan pada
telinga melalui suatu tabung bersumbat ; sebagian diabsorbsi dan sisanya
dipantulkan kembali ke kanalis dan dikumpulkan oleh saluran kedua dari
tabung tersebut[18].
Suatu penelitian yang dilakukan terhadap 15 sampel dengan sindrom ramsay-
hunt didapatkan bahwa tympanogram terhadap semua sampel adalah tipe A,
yang berarti fungsi telinga tengah normal[19].

5. Refleks Akustik
Irngkung refleks akustik bcrupa suatu jaras langsung yang terdiri dari
tiga sampai empat neuron. Lengkung ini mcnghubungkau saraf akustikus
dengan kcdua neuron motorik stapedius. Refleks timbul bilateral sekalipun
sinyal pencetus hanya dibcrikan pada satu telinga. Kontraksi otot stapedius,
yang berinsersi pada kaput stapes menyebabkan kekakuan sistem timpano-
osikular. Akibatnya adalah peningkatan hambatan yang bcmanifestasi scbagai
peningkatan energi pantulan dari nada yang dihantarkan melalui tuba telinga.
Kckuatan sinyal yang dapat mencetuskan refleks ini pada individu normal
berkisar antara tingkat pendengaran 70 hingga 90 dB dengan suatu stimulus
nada murni. Hilangnya refleks akustik dapat dikaitkan dengan berbagai faktor
termasuk tuli sensorineural yang cukup bermakna pada telinga yang
dirangsang, lesi retrokoklear pada telinga yang dirangsang, keterlibatan saraf
fasialis pada sisi telinga yang disumbat (dirangsang), tidak adanya otot
stapedius kongenital, pengangkatan stapes, dan tuli konduktif sedang atau
lebih berat pada telinga[18].

16
2.3.7 Tatalaksana
Pengobatan Herpes Zoster Oticus
Selama bertahun-tahun, terapi untuk herpes zoster (HZ) oticus
umumnya suportif, termasuk kompres hangat, analgesik narkotik, dan
antibiotik untuk infeksi bakteri sekunder. Namun, banyak agen antivirus telah
membuktikan efikasi dalam membatasi keparahan dan durasi gejala dan harus
digunakan untuk mengobati penyakit ini[11].

Agen antivirus
Agen antivirus jelas berperan dalam membatasi keparahan dan durasi
gejala jika diberikan di awal perjalanan penyakit. Pemberian awal (<72 jam)
asiklovir menunjukkan peningkatan tingkat pemulihan fungsi nervus fasialis
dan mencegah degenerasi saraf lebih lanjut. Selanjutnya, penggunaan
antivirus telah terbukti menurunkan insiden dan keparahan neuralgia
postherpetik[11].
Penelitian telah menunjukkan tidak ada perbedaan antara asiklovir oral
dan IV pada pasien imunokompeten dengan kelumpuhan nervus fasialis.
Valacyclovir dan famciclovir telah terbukti lebih efektif daripada asiklovir
dalam mengurangi nyeri dengan penyembuhan lesi dan profil keamanan yang
sebanding. Kepatuhan pasien cenderung lebih tinggi dengan valasiklovir dan
famsiklovir karena masing-masing memiliki regimen dosis yang lebih mudah
(3 kali per hari) dibandingkan dengan asiklovir (5 kali per hari). Bila
dilakukan kontrol kepatuhan dan skor House-Brackman, tingkat pemulihan
lengkap secara keseluruhan secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang
diobati dengan famsiklovir daripada mereka yang diobati dengan asiklovir[11].

Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik digunakan untuk meredakan nyeri akut,
mengurangi vertigo, dan membatasi terjadinya neuralgia postherpetik.
Pemberian asiklovir bersama dengan prednison memiliki efek yang lebih

17
efektif terhadap fungsi nervus fasialis dan mencegah degenerasi saraf daripada
pengobatan dengan prednison saja, namun, tinjauan baru-baru ini menemukan
sangat sedikit data untuk mendukung atau meniadakan teori ini[11].

2.3.8 Prognosis
Kelumpuhan wajah yang berkepanjangan atau permanen mungkin
terjadi. Kebanyakan pasien dengan kelumpuhan parsial sembuh total namun
banyak dengan gejala berat yang tersisa dengan defisit parsial.
Pasien dengan HZ oticus memiliki prognosis yang lebih buruk
daripada pasien dengan Bell palsy. HZ oticus dapat mengakibatkan tidak
hanya kelumpuhan nervus facialis unilateral permanen, tetapi juga sebagai
neuropati polikranial[11].
Komplikasi seperti diplopia dan gangguan menelan adalah gejala yang
jarang terjadi, adanya keluhan ini menunjukkan kecenderungan prognosis
yang lebih buruk. Temuan ini menunjukkan polineuropati herpes yang lebih
luas dengan kemungkinan keterlibatan batang otak oleh virus zoster[11].
Pasien dengan diabetes mellitus memiliki prognosis yang buruk yang
mungkin lebih diperparah dengan adanya neuropati diabetik. Kegagalan
mikrosirkulasi vasa nervosum pada pasien dengan hipertensi dan diabetes
dapat melemahkan efek antivirus pada pasien dengan komorbiditas ini.

18
BAB 3

KESIMPULAN

Herpes zoster otikus adalah infeksi virus dari telinga luar, tengah dan dalam
yang muncul akibat reaktivasi virus varisella zoster yang dorman dan mengenai
nervus yang mensarafi telinga. Ketika disertai dengan paralisa wajah keadaan ini
disebut dengan sindroma Ramsay Hunt. Herpes zoster ostikus bermanifestasi sebagai
lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga bahkan
meatus autikus eksterna, otalgia dan terkadang disertai paralisis otot ajah. Pada
keadaan yang berat ditemukan gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural.
Diagnosis utama ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, terutama
bila adanya riwayat infeksi VVZ sebelumnya. Terapi umumnya bersifat suportif dan
simtomatik. Biasanya penyakit ini berlangsung singkat dan penyembuhan terjadi
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Namun nyeri dapat menetap sampai
berbulan, bulan.

19
DAFTAR PUSTAKA

[1] de Nava ASL, Lasrado S. Physiology, Ear. Pubmed 2020.


https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31082036/ (accessed June 10, 2021).

[2] Coulter J, Kwon E. Otalgia. StatPearls 2020.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549830/?
report=reader#_NBK549830_pubdet_ (accessed June 10, 2021).

[3] Gondivkar S, Parikh V, Parikh R. Herpes zoster oticus: A rare clinical entity.
Contemp Clin Dent 2010;1:127. https://doi.org/10.4103/0976-237x.68588.

[4] Indonesia KK. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil


Kedokteran Indonesia; 2012.

[5] Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Jakarta: Binarupa Aksara Publisher; 1997.

[6] Soetirto I. Gangguan Pendengaran (Tuli). Buku Ajar Ilmu Kesehat. Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher, Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2012.

[7] Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan Kelainan


Telinga. Buku Ajar Ilmu Kesehat. Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. 7th ed., Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012, p. 10–22.

[8] Gray H. Gray’s Anatomy: With original illustrations by Henry Carter. Arcturus
Publishing; 2009.

[9] Sherwood L. Human physiology: from cells to systems 2015.

[10] Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2009.

[11] Bloem C. Herpes Zoster Oticus Overview of Herpes Zoster Oticus


Pathophysiology of Herpes Zoster Oticus. Medscape 2018:2018.

[12] Johnson RW, Alvarez-Pasquin M-J, Bijl M, Franco E, Gaillat J, Clara JG, et al.
Herpes zoster epidemiology, management, and disease and economic burden in
Europe: a multidisciplinary perspective. Ther Adv Vaccines 2015;3:109–20.

20
https://doi.org/10.1177/2051013615599151.

[13] Janniger CK. Herpes zoster. Medscape 2021.


https://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview#a5.

[14] Ciufelli MA, Cavazza EA, Genovese E, Monzani D, Presutti L. Herpes zoster
oticus: A clinical model for a transynaptic, reflex pathways, viral transmission
hypoteses. Neurosci Res 2012;74:7–9.

[15] Lanska DJ. Herpes Zoster Oticus. Medlinkneurology 2020.


https://www.medlink.com/articles/herpes-zoster-oticus (accessed June 15,
2021).

[16] Bakrac JP, Bakrac AP, Terkes V, Baraka I. Cranial polyneuropathy caused by
herpes zoster infection: a retrospective single-center analysis. Eur Arch
Otorhinolayngology 2021;278:517–23.

[17] Muengtaweepongsa S. Ramsay Hunt Syndrome Differential Diagnoses.


Medscape 2018. https://emedicine.medscape.com/article/1166804-
differential#1 (accessed June 16, 2021).

[18] Adams GL, Boeis LR, Higler PA. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997.

[19] Kaberos A, Balatsouras DG, Korres SG, Kandiloros D, Economou C.


Audiological Assessment in Ramsay Hunt Syndrome. Ann Otol Rhinol
Laryngol SAGE Journals 2002;111.

21

Anda mungkin juga menyukai