Anda di halaman 1dari 46

CRS (Clinical Report Session)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A219088


**Pembimbing dr. Nelila Pasmah Fitriani Siregar, Sp.PD

DM Tipe 2 Overweight Tidak Terkontrol dengan Ketosis + Ulkus


Diabetikum

Vanesa Oktaria, S. Ked*


dr. Nelila Pasmah Fitriani Siregar, Sp.PD**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
HALAMAN PENGESAHAN

CRS (Clinical Report Session)

DM Tipe 2 Overweight Tidak Terkontrol dengan Ketosis + Ulkus


Diabetikum
Oleh

Vanesa Oktaria, S.Ked


G1A219088

Sebagai Syarat Dalam Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, November 2020

Pembimbing

dr. Nelila Pasmah Fitriani Siregar, Sp.PD

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan CRS
(Clinical Report Session) ini dengan judul “DM Tipe 2 Overweight Tidak
Terkontrol dengan Ketosis+ Ulkus Diabetikum”. Laporan ini merupakan
bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Nelila Pasmah Fitriani Siregar, Sp.PD selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan sehingga laporan CRS (Clinical Report Session) ini dapat
terselesaikan dengan baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai
penutup semoga kiranya laporan Case Report Session ini dapat bermanfaat bagi
kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, November 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ................................................................i


Kata Pengantar.........................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................1
BAB II STATUS PASIEN.....................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................13
BAB IV ANALISIS KASUS................................................32
BAB V KESIMPULAN........................................................44
DAFTAR PUSTAKA...........................................................45

3
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan sekumpulan sindrom metabolik yang
ditandai dengan adanya peningkatan gula darah di atas normal. Berdasarkan
etiologi dari DM, faktor yang menyebabkan hiperglikemia adalah penurunan
sekresi insulin, peningkatan resistensi insulin, dan penurunan utilisasi glukosa.1
World Health Organization  ( WHO) memperkirakan, prevalensi
global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang menjadi
366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan indonesia menduduki
ranking ke 4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah
china, india dan amerika serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita
diabetes mencapai 3,0 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah
penderita diabetes diindonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya
50% dari penderita diabetes di indonesia menyadari bahwa mereka
menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan
pemeriksaan secara teratur.1
Selain komplikasi akut, komplikasi kronik dari diabetes melitus salah
satunya adalah ulkus diabetikum. Ulkus diabetikum adalah luka yang dialami oleh
penderita diabetes mellitus pada area kaki dengan kondisi luka mulai dari luka
superficial, nekrosis kulit, sampai luka dengan ketebalan penuh, yang dapat
meluas ke jaringan lain seperti tendon, tulang dan persendian, jika ulkus dibiarkan
tanpa penatalaksanaan yang baik akan mengakibatkan infeksi atau gangren. 3

4
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTIFIKASI PASIEN


Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 47 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
MRS : 16 November 2020

2.2 ANAMNESIS
2.2.1 Keluhan Utama
Pasien perempuan datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan
lemas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar dengan keluhan lemas sejak + 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Lemas dirasakan seluruh tubuh dan terasa terus menerus.
+ 15 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami luka pada kaki
sebelah kanan. Awalnya hanya terkena goresan, lama kelamaan goresan
tersebut menjadi bengkak dan meluas, kemudian bernanah dan terasa nyeri.
Lalu pasien dibawa ke bidan oleh keluarga untuk dibersihkan lukanya.
Namun setelah dibersihkan luka tetap bengkak dan bernanah. Selain luka
dikaki, pasien juga mengeluhkan nyeri pinggang sebelah kanan. Nyeri tidak
menjalar dan hilang timbul, kemudian pasien merasakan nyeri saat mau
buang air kecil. Pasien buang air kecil sehari Cuma 2x sehari. Pasien
memiliki riwayat diabetes melitus sejak 2 tahun yang lalu dan tidak rutin
mengkomsumsi obat. Obat dimakan jika pasien merasa mulai lemas saja.
Obat yang sering dimakan pasien metformin. Pasien sering dirawat dirumah
sakit karena keluhan lemas.
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

5
1. Riwayat penyakit dengan keluhan serupa (-)
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
1. Ayah pasien mengalami diabetes melitus
2. Riwayat hipertensi (-)
2.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama anak dan suaminya, bekerja sebagai
seorang ibu rumah tangga.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
2.3.1 Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis GCS : E4V5M6
Vital Sign :
- TD : 110/80 mmHg
- HR : 100x/menit
- RR : 24x/menit
- Suhu : 36,2°C
- SpO2 : 98 %
Status Gizi : BB : 80 kg TB : 155 cm ( IMT: obesitas)
2.3.2 Kepala
- Bentuk Kepala : Normocephaly
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Simetris Muka : Simetris
- Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), pupil isokor
2.3.3 Mulut
- Bibir : kering (+), sianosis (-), Faring Tonsil T1/T1
2.3.4 Leher
- KGB : ada/tidak ada pembesaran KGB leher
- JVP :
- Papul (-)
2.3.5 Jantung
- Inspeksi

6
o Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi
Teraba 2 jari di ICS V linea midclavicula sinistra
- Perkusi
Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicula sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
- Auskultasi
o Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), Gallop (-)
2.3.6 Paru
Anterior
- Inspeksi
o Simetris Kanan dan Kiri
- Palpasi
o Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan=kiri
- Perkusi
o Kiri dan Kanan (Sonor)
- Auskultasi
o Vesikuler(+/+), Rhonki(-/-), Wheezing (-/-)
Posterior
- Inspeksi
o Simetris kiri dan kanan,
- Palpasi
o Fremitus kiri sama dengan kanan
- Perkusi
o Kiri dan kanan
- Auskultas
o Vesikuler(+/+), Rhonki(-/-), Wheezing (-/-)
2.3.7 Abdomen
- Inspeksi

7
o Datar, luka bekas operasi (-), sikatrik (-)
- Palpasi
o Supel, nyeri tekan kuadran epigastrium dan umbilicus (-),
hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi
o Pekak alih /sifting dullness (-)
- Auskultasi
o Bising usus (+)
2.3.8 Ekstremitas
- Superior
o Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
- Inferior
o Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
o Ekstremitas Inferior dextra :
- akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (+), refleks fisiologis(+), reflex
patologi (-), pitting edema (+), a. dorsalis pedis dan a. tibialis posterior
tidak teraba. Status lokalis : terdapat ulkus di pedis dextra, bentuk
ireguler, ukuran panjang 20 cm dan lebar 10 cm, batas tidak jelas, warna
merah, distribusi regional, permukaan ditutupi pus dan jaringan nekrotik.
Kalus (+) di digiti 1-2 dan digiti 2-3
- Pemeriksaan sensoris : DBN
- Pemeriksaan motoric : 5-5
- Deformitas (-)
o

8
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium dari IGD (16/11/2020)
Jenis Pemeriksaan Hasil Harga Normal
WBC 15.7 (4-10,0 103/mm3)
RBC 3.57 (3,5-5,5 106/mm3)
HGB 10,3 (11,0-16 g/dl)
HCT 31,1 (34,5-54 %)
PLT 383. (100-300 103/mm3)
MCV 87 (80-100 fl)
MCH 2.50 (3,5-5,5 106/mm3)
MCHC 33.3 (32-36 106/mm3)
NEUTROFIL % 13.1 50-70%
LYMFOSIT % 1.31 18-42
MONOSIT % 1.12 2-11
EOSINOFIL % 0.182 1-3
BASOFIL % 1.03 0-2
Kesan : Leukositosis, Trombositosis, Anemia
 Elektrolit (16/11/2020)
Parameter Hasil Harga Normal
Natrium (Na) 128.3 (135-148) mmol/L
Kalium (K) 5,87 (3,5-5,3) mmol/L
Chlorida (Cl) 97,1 (98-110) mmol/L
Kesan : Imbalance Elektrolit
 Kimia Darah (16/11/2020)
GULA DARAH
GDS 403 < 200 mg/ dl
Kesan : Ureum Kreatinin >> , Hiperglikemi
 Pemeriksaan Urinalisa(16/10/2020)
PARAMETER HASIL HARGA NORMAL
Warna Kuning Kuning muda
Kejernihan keruh jernih
protein +2 negative
Glukosa +3 negative
Keton +2 negative
Leukosit 8-10 0-3
Kesan : Ketosis
2. Gambar ulkus

9
10
3. Pemeriksaan Radiografi
- Rontgen Pedis Dextra

 Kesan pemeriksaan
-Tampak destruksi distal metatarsal 3,4,5 dan palang 2,3,4,5
-Jaringan lunak menebal
 Kesan pemeriksaan Pedis Dextra
- Osteomyelitis pedis dextra
2.5 DIAGNOSIS KERJA
- Diagnosis Primer : DM Tipe 2 Overweight Tidak Terkontrol dengan

11
Ketosis+ Ulkus Diabetikum
- Diagnosis Sekunder : Elektrolit Imbalance
2.6 DIAGNOSIS BANDING
KAD
HHS
2.7 PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu setiap hari
2. Cek ulang elektrolit (evaluasi)
3. EKG
4. Rontgen Thorax
5. Hba1c
6. Analisis gas darah
7. Kultur pus
8. Konsultasi bagian bedah

2.8 TATALAKSANA
Non-Farmakologi
Non farmakologis :
 Tirah baring
 Pantau TTV dan KU
 Memberikan Diet terapi DM sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi.
BBI : 49,5 kg
Kebutuhan kalori : 1.500 kal.
BBI =(TB - 100) – 10%
= (155 – 100) – 10%
= 49,5
Kalori basal = BBI x 25
= 49,5 x 25
= 1237,5
Koreksi :

12
Umur = -5%
Aktifitas Fisik (bedrest) = +10%
Berat Badan lebih = -10%
Stres metabolik = +30%
Total kebutuhan = 1237,5 x 25%
= 309,375 + 1237,5
= 1.546,87 = 1500 kkal

Karbohidrat : 45-65% total asupan energi


Lemak : 20-25% kebutuhan kalori
Protein : 10 – 20% total asupan energi.

 Edukasi pasien dan keluarga


a. perjalanan penyakit DM.
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
c. Penyulit DM dan risikonya.
d. Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
e. Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
f. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa
darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah
mandiri tidak tersedia).
g. Pentingnya latihan jasmani yang teratur. Dilakukan secara
secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-
45 menit, dengan total 150 menit perminggu..
h. Pentingnya perawatan kaki.

Farmakologis :
 IVFD NaCL 0,9% 20 tpm

13
 Inj. Ceftriaxone 1 x 2 g
 Po Metronidazol 3 x 500 mg
 Inj levemir 1 x 16 UI
 Inj Novorapid 3 x 8 UI

2.9 PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
- Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

14
2.10 FOLLOW UP
No Hari/ Tanggal S O A P
1 17-11-2020 - badan lemas GCS: 15 DM tipe 2 + ulkus diabetikum  IVFD NaCL 0,9% 20 tpm
Vital sign:  Inj. Ceftriaxone 1 x 2 g
TD:110/80
 Po Metronidazol 3 x 500
RR:24x/i
mg
N:100x/i
Suhu: 36,2 C  Inj levemir 1 x 16 IU
Spo2: 98%  Inj Novorapid 3 x 8 IU
-GDS : 184  Ulkus pedis di konsul kan
ke bagian bedah
2 18-11-2020 -tubuh terasa lemas -GCS 15 DM tipe 2 + ulkus diabetikum
 IVFD NaCL 0,9% 20 tpm
Vital sign
 Inj. Ceftriaxone 1 x 2 g
TD:80/60
N:110x/i  Po Metronidazol 3 x 500
Suhu: 37,4 C mg
RR: 22  Inj levemir 1 x 16 IU
GDS : 208  Inj Novorapid 3 x 8 IU
 Pantau Vital sign

1
- Tubuh terasa lemas -GCS 15 DM tipe 2 + ulkus diabetikum  IVFD NaCL 0,9% 20 tpm
3. 18-11-2020 - Nyeri kaki Vital sign  Inj. Ceftriaxone 1 x 2 g
TD:80/60
 Po Metronidazol 3 x 500
N:110x/i
mg
Suhu: 37,4 C
RR: 26x/i  Inj levemir 1 x 16 IU
-GDS :215  Inj Novorapid 3 x 8 IU
 Pantau Vital Sign

4. 19-10-2020 - muntah GCS 15 DM tipe 2 + ulkus diabetikum


 IVFD NaCl 0.9 % ~ 20
- mual Vital sign
tpm
TD:110/70
 Inj Novorapid 3 x 8 IU
N:88x/i
Suhu: 36,3 C  Inj.levemir 1 x 16 IU
RR: 20x/i  Injeksi omeprazole
-GDS(14.00) : 211 2x40mg
 Inj Ondansentron 2x 4mg
IV
 Ceftriaxone 2 g x1
 IVFD NaCl 0,9 %
5. 20-11-2020 - Lemas GCS 15 DM tipe 2 + ulkus diabetikum

2
Vital sign  Inj. Lantus 1x 14 UI
TD: 120/80  Inj. Novorapid 3x8 UI
N:88x/i  Inj. Ceftriaxone 1 x 2 g
Suhu: 36,3 C
 Po Metronidazol 3 x 500
RR: 20x/i
 Cek HbA1C, kreatinin,
ureum
 Cek albumin

6. 21-11-2020 lemas GCS 15 DM tipe 2 + ulkus diabetikum  IVFD NaCl 0,9 %

Vital sign  Inj. Lantus 1x 14 UI


TD: 140/80  Inj. Novorapid 3x8 UI
N:107x/i  Inj. Ceftriaxone 1 x 2 g
Suhu: 36,3 C  Po Metronidazol 3 x 500
RR: 20x/i
HbA1c :14,0
Keton : negatif
Albumin : 1,5

3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


2.1.1 Definisi
Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang
dikarakteristikan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan
sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya. hiperglikemia kronis
pada diabetes melitus akan disertai dengan kerusakan,ganguan fungsi
beberapa organ tubuh khususnya mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah. Walaupun pada diabetes melitus ditemukan ganguan
metabolisme semua sumber makanan tubuh kita, kelainan
metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme
karbohidarat. Oleh karena itu diagnosis diabetes melitus selalu
berdasarkan tinginya kadar glukosa dalam plasma darah.5
Diabetes Melitus tipe 2, disebabkan insulin yang ada tidak dapat
bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan
meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak
ada atau kurang. karena insulin tetap dihasilkan oleh sel/sel beta
pankreas, maka diabetes mellitus tipe 2 dianggap sebagai non insulin
dependent diabetes mellitus. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi
sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type 2 ini
dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah
usia 30 tahun.6
2.1.2 Epidemiologi
Prevalensi World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi
global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000
menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki
ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India
dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4

13
juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia
akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.5
2.1.3 Patofisiologi
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B pancreas
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun
karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara
normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin
banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta
penuaan.Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi
glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B
langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi
insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak
absolut. Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada
perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan
sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan
defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada
penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor
tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.5
2.1.4 Faktor Resiko
Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan
dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko
yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut American Diabetes Association
(ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah
meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree relative), umur ≥45 tahun,
etnik, riwayat melahirkan bayi dengan badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat

23
pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah.
Faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2
atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya
aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak sehat.
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic
ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolikmemiliki riwatyat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau
peripheral rrterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol,faktor stres, kebiasaan
merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan kafein.
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada
derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah menjadi 200mg%.
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam
tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang
bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes
Mellitus.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin
dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah
> 45 tahun. 6. Riwayat persalinan Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi
cacat atau berat badan bayi > 4000gram

33
9. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit
ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko
emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali
lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami penyakitini.
10. Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan
frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan
dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik, faktor-
faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional
kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam
konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe 2.
Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita
DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan
tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila
mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml
proof wiski, 240 ml wine atau 720 ml. Faktor resiko penyakit tidak menular,
termasuk DM Tipe 2, dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor
risiko yang tidak dapat berubah misalnya umur, faktor genetik, pola makan
yang tidak seimbang jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan,
pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa
Tubuh.
2.1.5 Diagnosis
Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik Gejala akut
diabetes melitus yaitu : Poliphagia (banyak makan) polidipsia (banyak
minum), Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan
bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu), mudah lelah. Gejala kronik diabetes melitus yaitu : Kesemutan, kulit
terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram,
kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan
mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi

43
impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi
glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.
Sekurang- kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas
hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat
badan yang menurun cepat .
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45 tahun, berat badan lebih,
hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi >
4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji
diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring. Pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi
glukosa oral (TTGO) standar.2
2.1.6 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan
Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :
Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan

53
darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik
dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing individu. Pada
penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan
adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-
70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi,
dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau
Body Mass Index (BMI) merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk
memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat
dihitung dengan rumus berikut:
IMT = BeratBadan (Kg)
Tinggi Badan (m)Xtinggi Badan (m)
2. Exercise (latihan fisik/olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive,
Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai
contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
3. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan
pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi.
Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM.
Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada
pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun.

63
4. Obat : oral hipoglikemik, insulin Jika pasien telah melakukan pengaturan makan
dan latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka
dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik

Obat – Obat Diabetes Melitus


a. Antidiabetik oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah
dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan
gejala,optimalisasi parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi
pasien DM tipe 1 penggunaan insulin adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik
oral terutama ditujukan untuk penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai
sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan
karbohidrat serta olah raga. Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8
minggu upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200
mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet,
melainkan membantunya. Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat
menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan
antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi.
Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan
pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea,
biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing.
b. Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia.
Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang
dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua
rantai tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian
hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat efektif.
Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan.
Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total
menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi

73
metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi
insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian
besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan
pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen,
menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.
2.2 Ulkus Diabetikum
2.2.1 Definisi
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus
berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian
jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit
karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan,
dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun
anaerob.6
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari penderita
Dm. di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih merupakan masalah
besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait dengan ulkus diabetika. Angka
kematian dan angka amputasi masih tinggi,masing-masig sebesar 32,5% dan 23,5%.
Nasib penderita DM paska amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun
pasca amputasi6
2.2.3. Etiologi
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetikum meliputi
neuropati,penyakit arterial,tekanan dan deformitas kaki. Faktor risiko terjadi ulkus
diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip
oleh Riyanto dkk.terdiri atas :7
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur ≥ 60 tahun.
2) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk

83
kebiasaan dan gaya hidup)
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2) Obesitas.
3) Hipertensi.
4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
6) Insusifiensi Vaskuler karena adanya
Aterosklerosis yang disebabkan :
a) Kolesterol Total tidak terkontrol.
b) Kolesterol HDL tidak terkontrol.
c) Trigliserida tidak terkontrol.
7) Ketidakpatuhan Diet DM.
2.2.4 Patogenesis
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi
komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena
adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang,
penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat
berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetis tidak hati-hati dapat terjadi
trauma yang akan menjadi ulkus diabetika.8
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah
dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya
proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun
yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis,
tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai
dari ujung kaki atau tungkai.8

93
Gambar 2.4 Patogenesis Ulkus Diabtikum

Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit


karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di
kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga
mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat
mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika.9
Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama
kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian
timbul ulkus diabetika.9
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C
yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh
eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan
dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul
ulkus diabetika.9
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit
menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi
lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang
akan mengganggu sirkulasi darah.9

103
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan
abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu,
demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi
mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-bakterisid intra
selluler.9
Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya
glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur.
Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus
atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium
novy, dan Clostridium septikum.9
2.2.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ulkus diabetika adalah :
a. Sering kesemutan
b. Nyeri kaki saat istirahat
c. Sensari rasa berkurang
d. Kerusakan jaringan (nekrosis)
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis,tibialis,dan popliteal
f. Kaki menjadi atrofi, dingin kuku menebal
g. Kulit kering
Klasifikasi Ulkus Diabetikum
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner,
terdiri dari 6 tingkatan :
0 = Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1 = Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2 = Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3 = Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4 = Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki,
bagian depan kaki atau tumit.
5 = Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

113
Gambar 2.5 Ilustrasi klasifikasi diabetic ulcer
Sedangkan klasifikasi untuk kedalaman luka dan luasnya daerah iskemik
menurut Brodsky:
 Berdasarkan kedalaman luka/ ulserasi
0 : Pre dan post ulserasi
1 : luka superfisial yang mencapai epidermis atau dermis atau
okeduanya, tapi belum menembus tendon, kapsul sendi atau tulang.
2 : luka memembus tendon atau tulang tetapi belum mencapai tulang
atau sendi
3 : tulang menembus tulang atau sendi
 Berdasarkan luas daerah iskemia
A : Tanpa iskemia
B : iskemia tanpa gangrene
C : partial gangrene
D : Complete foot gangrene

2.2.6 Pemeriksaan Ulkus Diabetikum


Apabila kita menemukan pasien yang dicurigai atau memang mempunyai
ulkus diabetikum,ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menentukan
status luka, yaitu:
 Pengkajian luka:
a. Tentukan lokasi dan letak luka
Tentukan letak keberadaan luka berada dibagian tubuh mana hal ini
dapat berguna sebagai indicator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya

123
luka, sehingga dapat meminimalisir kejadian terulang dengan menghilangkan
penyebabnya
b.Tentukan stadium luka
Tentukan stadium luka berdasarkan klasifikasi stadium ulkus
diabetikum dari wagner, berdasarkan kedalaman dari lukanya juga tingkat
keparahan iskemia dari ulkus
c. Warna pada dasar luka
Apabila warna pada dasar luka adalah merah , maka luka bersih dan
banyak vaskularisasinya. Jika berwarna kuning maka dapat diartikan bahwa
jaringan sudah terinfeksi. Jika berwarna hitam maka jaringan sudah nekrosis
dan avaskularisasi
d. Bentuk dan ukuran luka
Kaji ukuran luka, dari panjang ,lebar, dan kedalaman luka.
e. Status vaskuler
i. Subjective : apakah pasien merasa nyeri terhadap lukanya
ii. Objective : observasi warna kulit apakah pucat atau sianosis pada bagian
distal luka
iii. Palpasi :
1.Apakah ada perubahan pada suhu ujung kaki ( menjadi lebih dingin)
2.Palpasi tekanan nadi , pada bagian distal luka terapa atau tidak
 Pemeriksaan Ankle Brachial Indeks (ABI)
Ankle Brachial Index adalah tes skrining vascular non invasive untuk
mengidentifikasi pembesaran pembuluh darah , perifer vascular disease dengan
cara membandingkan tekanan darah systolic di ankle dengan tekanan darah
sistolik di daerah brakial dimana dapat diperkirakan tekanan darah sistolik
sentralnya. ABI diukur dengan menggunakan alat yaitu continuous wave
doppler, sebuah sphygmomanometer, dan sebuah pressure cuffs untuk mengukur
tekanan sistolik di brachial dan ankle. ABI mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi dalam mendiagnosis lower extremity arterial disease.
Apabila ABI bernilai kurang dari 0.9 mengindikasikan adanya kelaian lower
extremity arterial disease.8

133
INDIKASI
-Intermittent claudication
-Mendiagnosis pasien dengan suspek lower extremity arterial disease yang
memiliki luka pada ekstremitas bawah
-Orang yang berumur >70 tahun
-Orang yang berumur > 50 tahun dengan riwayat penggunaan rokok dan diabetes
-Untuk menentukan aliran darah arteri di extremitas bawah untuk menentukan
proses terapi kompresi, atau debridement luka.
-Untuk menentukan potensi penyembuhan luka.
KONTRAINDIKASI
-Nyeri yang berat pada kaki
-Adanya deep vein thrombosis
-Nyeri yang berat yang dihubungkan dengan luka pada ekstremitas bawah
KETERBATASAN ABI
-ABI adalah tes indirek untuk mengetahui lokasi anatomic sebuah oklusi atau
stenosis. Lokasi pasti dari oklusi atau stenosis tidak dapat diketahui hanya dari
ABI saja.
PEMERIKSAAN ABI

Gambar 2.6 Pemeriksaan ABI13

143
Cara pemeriksaan ABI adalah sebagai berikut :
 Baringkan pasien kurang lebih selama 20 menit.
 Pastikan area kaki tidak ada sumbatan atau hambatan dari pakaian ataupun
posisi.
 Tutup area luka dengan lapisan melindungi cuff yang menekan.
 Tempatkan cuff di atas ankle.
 Doppler probe letakkan di dorsalis pedis dan anterior tibial pulse (dengan
konekting gel). Arah probe Doppler 450
 Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang
 Tekan cuff perlahan untuk menurunkan tekanan sampai terdengar bunyi pulse
lagi. Point ini disebut tekanan sistolik ankle.
 Pindahkan cuff ke lengan di sisi yang sama dengan ekstremitas bawah.
 Cari pulse brachial dengan dopler probe ( konekting gel).
 Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang
 Turunkan tekanan perlahan hingga terdengar bunyi pulse lagi, point ini disebut
tekanan sistolik brachial.
 Hitung ABPI dengan membagi hasil sistolik ankle dengan hasil sistolik
brachial.
Perhitungan
ABI Perfusion Status

>1.3 Elevated, incompressible vessels

>1.0 Normal

<0.9 Lower Extremity Arterial Disease

<0.6 to 0.8 Borderline

<0.5 Severe Ischemia

<0.4 Critical Ischemia, limb threatened

Tabel 2.2 Interpretasi ABI

153
2.2.7 Penatalaksanaan
Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut adalah :14
a Memperbaiki kelainan vaskuler.
b. Memperbaiki sirkulasi.
c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).
d. Edukasi perawatan kaki.
e. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium
lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun
menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
f. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
g. Menghentikan kebiasaan merokok.
h. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :
1) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
2) Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman
dipakai.
3) Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada
batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka
terhadap kulit.
4) Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki)
dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.
5 ) Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.
6) Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.
7) Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan
sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.
8) Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.
j. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis,
yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.
k. Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya adrenalin,
nikotin.
l. Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap kontrol

163
walaupun ulkus diabetik sudah sembuh.
Terapi yang diberikan pada ulkus diabetikum adalah :
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan
luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis,
callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi
luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor
pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka.
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik,
enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia
hanya membuang jaringan nekrosis (debridement selektif), sedangkan metode
mekanis membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridement non
selektif).14
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu
komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area
telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang
ideal untuk mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan. Pemberian
antibiotic untuk mencegah infeksi lebih lanjut dan terapi oksigen hiperbarik dan
mempercepat proses penyembuhan luka.14

173
BAB IV
ANALISA KASUS
4.1 Analisa Kasus
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan
metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh
defek sekresi insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Salah satu
komplikasi dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat
mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki,
yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik.1
Menurut International Diabetes Federation (IDF) dan World Health
Organization (WHO), terdapat 382 juta orang yang hidup dengan DM di dunia
pada tahun 2013. Diperkirakan juga, 175 juta diantaranya belum terdiagnosis
sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi yang salah
satunya menjadi ulkus/gangrene diabetik.1,5
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus/gangren diabetik meliputi
neuropati, penyakit arterial, tekanan dan deformitas kaki. 4,6 Neuropati
disebabkan karena peningkatan kadar gula darah yang lama sehingga
menyebabkan kelainan vaskuler dan metabolik. 6 Secara keseluruhan,
pendeerita diabetes mempunyai kemungkinan besar menderita atherosclerosis,
terjadi penebalan membrane basalis kapiler, hialinosis arteriolar, dan
proliferasi endotel. dijelaskan bahwa patogenesis ulkus DM yang hilangnya
sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan
fraktur, kelainan struktur kaki, tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya
terjadi kerusakan membrane basalis kapiler, hialinosis arteriolar, dan
proliferasi endotel. Dijelaskan bahwa patogenesis ulkus DM yang hilangnya
sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan
fraktur, kelainan struktur kaki, tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya
terjadi kerusakan jaringan lunak.6-8
Telah dilaporkan kasus Ny. S usia 47 tahun dengan diagnosis DM Tipe
2 Overweight Tidak Terkontrol, Ulkus Diabetik Regio Pedis Dextra, Ketosis,
Imbalance Elektrolit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

183
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
ANAMNESIS
Dari anamnesis didapatkan Pasien datang diantar dengan keluhan lemas
sejak + 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas dirasakan seluruh tubuh dan
terasa terus menerus. + 15 hari sebelu masuk rumah sakit pasien mengalami luka
pada kaki sebelah kanan. Awalnya hanya terkena goresan, lama kelamaan
goresan tersebut menjadi bengkak dan meluas, kemudian bernanah dan terasa
nyeri. Lalu pasien dibawa ke bidan oleh keluarga untuk dibersihkan lukanya.
Namun setelah dibersihkan luka tetap bengkak dan bernanah.. Pasien memiliki
riwayat diabetes melitus sejak 2 tahun yang lalu dan tidak rutin mengkomsumsi
obat. Obat dimakan jika pasien merasa mulai lemas saja. Obat yang sering
dimakan pasien metformin. Pasien sering dirawat dirumah sakit karena keluhan
lemas.
Hal ini sesuai dengan teori Peningkatan kadar gula darah akibat hormon
insulin yang tidak cukup (misalnya pada diabetes tipe 1) atau karena kerja insulin
yang tidak baik (misalnya pada diabetes tipe 2) mengakibatkan sel-sel tubuh
tidak mendapatkan cukup zat gula yang digunakan untuk menghasilkan energi,
akibatknya orang tersebut akan merasa lemas atau lemah. Proses perubahan
glukosa menjadi energi ini melibatkan proses metabolisme karbohidrat. Ketika
seseorang mengalami kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemi), terutama pada
orang yang sudah tua, ia akan mengalami dehidrasi. Hal ini terjadi akibat sifat
glukosa yang menarik air dan meningkatkan frekuensi buang air kecil. Hal inilah
yang juga mengakibatkan orang yang mengalami hiperglikemi cenderung
merasakan keluhan lemas atau lemah badan. Selain itu, misalnya pada penderita
diabetes yang mengaami kondisi hiperglikemi, biasanya terjadi gangguan fungsi
organ lain, seperti pada ginjal. Gangguan fungsi ginjal ini juga berkontribusi
terhadap terjadinya lemas atau lemah tubuh. 
Keluhan pasien adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan adanya
riwayat DM dapat mengindikasikan adanya ulkus diabetic. Dimana ini
merupakan salah satu komplikasi kronik dari DM. Ulkus diabetic terjadi karena
adanya kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik

193
neuropati sensorik maupun motoric dan autonomic akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian akan menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan infeksi akan mudah merebak menjadi infeksi yang luas, seperti
yang dialami pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Artinya pasien dapat berorientasi dengan baik dan tidak ada penurunan kesadaran
Vital Sign
- TD : 110/80 mmHg
- HR : 100x/menit
- RR : 24x/menit
- Suhu : 36,2°C
- SpO2 : 98 %
Status Gizi
BB : 80 Kg
TB :155 cm
IMT : 33,7 (Obesitas II)
Dari status gizi didapatkan IMT pasien 33,7 yang dikategorikan sebagai obesitas II,
dimana hal ini merupakan salah satu faktor resiko terjadinya DM. Diabetes melitus
berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah dan dapat diubah. Faktor
resiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan diabetes melitus
(first degree relative), usia ≥ 45 tahun, dan riwayat melahirkan bayi dengan berat
badan lahir bayi > 4000 gram atau riwayat menderita DM gestasional. Faktor risiko
yang dapat diubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥ 25 kg/m2 atau lingkar perut ≥
80 cm pada wanita dan ≥ 90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,
dislipidemi dan pola makan.11
Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-), Motorik (1/1), refleks
fisiologis(+/+), reflex patologis (-/-)

203
Inferior dextra : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-), motorik (1/1), refleks
fisiologis(+/+), reflex patologi (-/-)
Inferior sinistra : Edem (+), pitting edema (+), a. dorsalis pedis dan a. tibialis
posterior tidak teraba. Status lokalis : terdapat ulkus di pedis dextra
Dari pemeriksaan fisik ekstremitas didapatkan terdapat ulkus di pedis dextra yang
merupakan manifestasi klinis dari ulkus diabetikum.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Dari pemeriksaan darah rutin : leukositosis.

- Pemeriksaan Elektrolit : Hyponatremia, hiperkalium, Hypokloromia

- Pemeriksaan Faal Hati : hypoalbuminemia

- Pemeriksaan kimia darah: hiperglikemia

Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis dimana merupakan


penanda adanya infeksi. Serta pada pemeriksaan elektrolit dididapatkan
hyponatremia, hypokloromia yang menandakan terjadinya imbalance elektrolit. Serta
pada pemeriksaan elektrolit dididapatkan hyponatremia, hiperkalium, hypokloromia
yang menandakan terjadinya imbalance elektrolit. Hiperglikemi yang tidak terkontrol
akan menyebabkan hiperosmolaritas, hiperosmolaritas menstimulasi proses diuresis
osmotik dalam tubuh, sehingga cairan dan elektrolit intra sel keluar ke extra sel,
perpindahan ini menyebabkan sel mengalami penurunan komposisi cairan tubuh dan
menyebabkan dehidrasi Pada pemeriksaan faal hati didapatkan hypoalbuminemia
merupakan penanda adanya kebocoran albumin melalui kapiler dan pada ulkus
diabetic terdapat kondisi inflamasi, dimana dalam kondisi inflamasi perpindahan
albumin transkapiler dapat meningkat beberapa kali lipat.12,13,14

Didapatkan juga pasien mengalami hiperglikemia dimana glukosa darah


sewaktu 403 mg/dl dan nilai HbA1c pada pasien 14,0 %(>6,5%) yang menjadi dasar
penegakan diagnosis DM pada pasien dimana kriteria penegakan diagnosis DM
adalah :

213
 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.2

Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis DM


Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Pada penderita DM terjadi peningkatan HbA1c eritrosit yang menyebabkan


deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu,
sehingga terjadi penyumbatan yang mengganggu sirkulasi jaringan dan kekurangan
oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus.

TATALAKSANA
Non farmakologis :
 Tirah baring
 Pantau TTV dan KU
 Memberikan Diet terapi DM sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi.
BBI : 49,5 kg
Kebutuhan kalori : 1.500 kal.
BBI =(TB - 100) – 10%
= (155 – 100) – 10%
= 49,5
Kalori basal = BBI x 25
= 49,5 x 25
= 1237,5

223
Koreksi :
Umur = -5%
Aktifitas Fisik (bedrest) = +10%
Berat Badan lebih = -10%
Stres metabolik = +30%
Total kebutuhan = 1237,5 x 25%
= 309,375 + 1237,5
= 1.546,87 = 1500 kkal
Karbohidrat : 45-65% total asupan energi
Lemak : 20-25% kebutuhan kalori
Protein : 10 – 20% total asupan energi.
 Edukasi pasien dan keluarga
a. perjalanan penyakit DM.
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
c. Penyulit DM dan risikonya.
d. Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
e. Interaksi antara asupan makanan, aktivitasfisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
f. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa
darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah
mandiri tidak tersedia).
g. Pentingnya latihan jasmani yang teratur. Dilakukan secara secara
teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit,
dengan total 150 menit perminggu..
h. Pentingnya perawatan kaki.
Farmakologis :
 IVFD NaCL 0,9% 20 tpm
 IVFD albumin 20% 1 kolf 40 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1 x 2 g

233
 Po Metronidazol 3 x 500 mg
 Inj levemir 1 x 16 UI
 Inj Novorapid 3 x 8 UI

Penatalaksanaan pada pasien secara non farmakologis yaitu tirah baring


dilakukan sebagai pengendalian tekanan (pressure control) untuk mencegah
perburukan dari ulkus pada kaki pasien. Kemudian juga dilakukan perawatan dan
pembersihan luka untuk mencegah infeksi lebih lanjut
Pasien dan keluarga diedukasi tentang penyakit DM, faktor risiko DM pada
pasien yaitu adanya kelebihan berat badan, dan perjalanan penyakit DM. pasien dan
keluarga juga diedukasi mengenai kondisi luka pasien saat ini, rencana diagnosis,
penyulit yang mungkin timbul, serta bagaimana prognosis selanjutnya.
Diet DM 1300kkal didapatkan dari perhitungan kebutuhan kalori pada pasien
dengan menggunakan Berat Badan Ideal (BBI), dimana BBI pada pasien jumlah
kebutuhan tersebut dtambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu :
jenis kelamin,umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain.
Penatalaksanaan awal yang diberikan utamanya bertujuan untuk mencegah
infeksi lebih lanjut pada kaki, mengontrol kadar gula darah, menurunkan tekanan
darah. Pemberian cairan IVFD Nacl 0,9% 20 tpm untuk memenuhi kebutuhan cairan
pasien selama tirah baring dan untuk memperbaiki imbalance elektrolitnya.
Pengendalian infeksi, berkaitan erat dengan pemberian antibiotik yang tepat dan
sesuai dengan kultur. Namun, jika hasil kultur belum ada, maka yang dilakukan di
lapangan adalah pemberian antibiotic spectrum luas, yang dapat mencegah
berkembangnya bakteri Gram positif, Gram negatif (seperti misalnya golongan
sefalosporin), maupun bakteri anaerob (seperti misalnya metronidazole). Pemberian
kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai pengobatan awal sementara menunggu
hasil kultur pus dan sensitivitas antibiotik yang dilakukan. Terapi ini bersifat agresif
sebab pada penderita kaki diabetik terdapat vaskulopati dan hiperglikemi yang
merupakan lingkungan kondusif bagi bakteri untuk berkembang biak dan
memperlambat sembuhnya luka.
Adapun untuk kontrol gula darahnya, pasien ini diberikan terapi insulin yang

243
terdiri atas long-acting insulin dan rapid-acting insulin, sebab selain terdapat infeksi
pada kaki, juga akan dilakukan tindakan debridement dan penanganan luka sehingga
kadar gula darah perlu diturunkan secara cepat. Adapun untuk hypoalbuminemianya,
pasien ini diberikan IVFD albumin 20% sebanyak 1 kolf.

Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri atas penanganan komplikasi, pencegahan


timbulnya luka, dan penurunan berat badan. Edukasi pasien mengenai pemakaian
pelindung kaki dan (jika memungkinkan) pemilihan sepatu khusus untuk
mendistribusikan tekanan secara merata pada seluruh permukaan telapak kaki.
Penurunan berat badan dan pengaturan diet dianjurkan untuk mengurangi risiko
timbulnya berbagai komplikasi seperti penyakit jantung koroner, stroke, dan lain-
lain.

253
BAB V
KESIMPULAN

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan


metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek
sekresi insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Ulkus kaki diabetic merupakan
komplikasi akibat gejala neuropati yang menyebabkan hilang atau berkurangnya rasa
nyeri di kaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak
merasakan nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ulkus pada pasien diabetes adalah
neuropati perifer, kelainan vaskuler, kontrol gula yang buruk, trauma berulang, dan
kelainan struktur anatomi kaki. Neuropati perifer dan angiopati perifer akan
menimbulkan trauma ringan yang pada akhirnya dapat menyebabkan ulkus pada
pasien diabetes melitus. Ketidaktahuan klien dan keluarga menambah ulkus
bertambah parah dan dapat menjadi gangren. Perawatan kaki pada pasien diabetes
melitus perlu dilakukan dengan baik, karena jika kaki dibiarkan akan berisiko
terjadinya ulkus. Terjadinya ulkus pada pasien diabetes melitus berisiko untuk
berlanjut pada tindakan amputasi. Risiko amputasi 15-40 kali lebih sering pada
penderita diabetes dibanding dengan non diabetes. Penatalaksanaan ulkus kaki
diabetik harus dilakukan dengan segera meliputi kendali metabolik, kendali vaskular,
kendali infeksi, kendali luka, kendali tekanan, dan penyuluhan.

263
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Diabetes mellitus [internet]. World Health
Organization; 2011 [diakses tanggal 17 november 2020]. Tersedia dari:
http://www.who.int/topics/diabetes_mellit us/en/
2. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe-2 di
Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2015.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III. Edisi ke-IV. Jakarta: Interna Publishing; 2007.
4. Soetjahjo A. Peranan neuropati diabetik. Dalam: Tjokroprawiro A, Tandra H,
editor. Naskah lengkap simposium nasional diabetes & lipid, pusat diabetes
dan nutrisi RSUD Dr. Sutomo. Surabaya: FK UNAIR; 1994. hlm. 125-139.
5. Kemenkes RI. Situasi dan analisis diabetes. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI; 2014.
6. Frykberg RG. Diabetic foot ulcer: pathogenesis and management. Am Fam
Physician. 2002;66(9):1655-62.
7. Mathes. Plastic surgery. Trunk and lower extremity. Edisi ke-2. Philadelphia:
Elsevier; 2005.
8. Amstrong DG, Lavery LA. Diabetic foot ulcer: prevention, diagnosis and
classification. Am Fam Physician. 2008;57(6):1337-8.
9. Gupta A, Haq M, Singh M. Management option in diabetic foot according to
Wagners classification: An observational study. JK Science. 2012; 18(1): 35-
38. 11.
10. Lipsky BA, Berendt AR, Cornia PB. Infectious diseases society of america
clinical practice guideline for the diagnosis and treatment of diabetic foot
infections. Clinical Infectious Disease. 2012;54(12):132–173.
11. Fatimah, R. N. Diabetes Melitus Tipe 2. J Major. (2015).

273
12. Ballmer PE. Causes and mechanisms of hypoalbuminaemia. Clinical
Nutrition.2001;20(3):271-3
13. Nicholson JP, Wolmarans MR, GR. The role of albumin in critical illness. BR
J Anaesth. 200 Oct;85(4):599-610
14. Sun JH,Tsai JS, Huang CH, Lina CH, Yang HM, Chanc Ys,et al. Risk factors
for lower extremity amputation in diabetic foot disease categorized by Wagner
classification. Diabetes Research and Clinical Practice.2012;95:358-63

283

Anda mungkin juga menyukai