PENDAHULUAN
Diabetes mellitus adalah kondisi seumur hidup yang merupakan salah satu
penyebab utama kematian di dunia, dan merupakan masalah kesehatan yang perlu
ditangani dengan seksama 1. Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, indonesia
telah memasuki epidemi diabetes melitus tipe 2. Perubahan gaya hidup dan
urbanisasi nampaknya merupakan penyebab penting masalah ini dan terus
menerus meningkat pada milenium baru ini.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemiologi
C. Patofisiologi
2
anggur yang membentuk kantung yang dikenal sebagai asinus, yang
berhubungan dengan duktus yang akhirnya bermuara di duodenum.
Bagian endokrin yang lebih kecil terdiri daari pulau-pulau jaringan
endokrin terisolasi, pulau-pulau langerhans, yang tersebar diseluruh
pankreas. Hormon-hormon terpenting yang disekresikan oleh sel pulau-
pulau langerhans adalah insulin dan glukagon. Pankreas eksokrin dan
endokrin berasal dari jaringan berbeda selama perkembangan. Meskipun
sama-sama terlibat dalam metabolisme molekul nutrien namun keduanya
memiliki fungsi berbeda dibawah kontrol mekanisme regulatorik yang
berlainan6.
3
negatif untuk mengerem kecepatan pencernaan dan penyerapan makanan
sehingga kadar nurtrien dalam plasma tidak berlebihan. Somatostatin
pankreas juga berperan parakrin dalam mengatur sekresi hormon pankreas.
Keberadaan lokal somatostatin mengurangi sekresi insulin, glukagon dan
somatostatin itu sendiri6.
4
4. Insulin juga menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan
menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi
glukosa dihati. Insulin melakukannya dengan mengurangi jumlah asam
amino di darah yang tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis dan
dengan menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk
mengubah asam amino menjadi glukosa6.
5
1. Insulin mendorong tranfor aktif asam amino dari darah kedalam otot
dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah
dan menyediakan bahan-bahan untuk membentuk protein didalam sel.
2. Insulin meningkatkan laju inkosporasi asam amino menjadi protein
oleh perangkat pembentuk protein yang ada di sel.
3. Insulin menghambat penguraian insulin6.
6
insulin, membuktikan bahwa obesitas bukan merupakan penyebab
resistensi satu-satunya. Defek sekresi insulin dan resistensi insulin
merupakan ciri khar NIDDM. Individu yang sangat obes dengan resistensi
insulin yang nyata dapat mempunyai toleransi toleransi glukosa normal7.
D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala klasik DM seperti dibawah ini:
- Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelakan sebabnya
- Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, dan disfungsi ereksi pada pria , serta pruritus vulvae pada
wanita 8.
E. Diagnosis
7
perubahan suhu, dan kelainan lokal diekstremitas. Pemeriksaan kulit
dilakukan dengan mengamati tektur, turgor dan warna, kulit kering,
adanya kallus atau fissura, ulkus , gangren, infeksi, atau dermopati lain9.
8
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199
mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L)
dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL2.
F. Penatalaksanaan
Terdapat empat pilar dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus
yakni Edukasi, Terapi gizi Medis, Latihan jasmani dan Intervensi
farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar
glukosa darah belum encapai sasaran , dilakukan intervensi farmakologis
dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada
keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi
9
metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang
menurun dengan cepat, dan adanya ketonuriam insulin dapat segera
diberikan.
1. Edukasi
DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku
sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku dibutuhkan
edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Berbagai
hal tentang edukasi dibahas lebih mendalam di bagian promosi
perilaku sehat. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan
kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan
secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus 2.
10
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total <130g/hari tidak dianjurkan, dan
sebaiknya makanan mengandung karbohidrat yang utamanya berserat
tinggi. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan
kalori.tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak
jenuh <7% kebutuhan kalori, dan lemak tidak jenuh ganda <10% ,
selebihnya dari lemk tidak jenuh tunggal.anjuran asupan natrium
untuk penyadang DM sam dengan anjuran untuk masyarakat umum
aitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok
teh) garam dapur, untuk yang hipertensi dilakukan pembatasan
natrium sampai 2400 mg, untuk serat, seperti halnya orang sehat,
pasien DM dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-
kacangan buah, dan sayuran , sekitar 25g./hari.2
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,berkebun harus tetap
dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga
11
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat
dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalasmalasan 2.
4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan
pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat
ini ada antara lain:
12
Peningkat sensitivitas insulin:
Biguanid
Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah
Metformin. Metformin menurunkan glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal
reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati. Obat ini
merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai
dislipidemia,dan disertai resistensi insulin.
Tiazolidindion
Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan
glukosa perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal
jantung karena meningkatkan retensi cairan.
Penghambat glukoneogenesis:
Biguanid (Metformin).
Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga
mengurangi produksi glukosa hati. Metformin dikontraindikasikan
pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin serum > 1,5 mg/dL,
gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia seperti pada sepsis. Metformin tidak mempunyai efek
sampinng hipoglikemia seperti golongan sulfonylurea. Metformin
mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa
diatasi dengan pemberian sesudah makan.
13
saluran cerna yaitu kembung dan flatulens. Penghambat dipeptidyl
peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan
suatu hormone peptide yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus.
Peptida ini disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1
merupakan perangsang kuat bagi insulin dan penghamba glukagon.
Namun GLP-1 secara cepat diubah menjadi metabolit yang tidak
aktif oleh enzim DPP-4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan
penglepasan insulin dan menghambat penglepasan glukagon.
b. Obat Suntikan
Insulin
Penemuan insulin dimulai dari jenis yang belum dapat
dibuat dengan murni, kemudian insulin manusia yang di buat
dengan rekayasa genetika, sampai insulin analog dengan
farmakokinetik menyerupai insulin endogen10.
14
kerja cepat atau sangat cepat dengan insulin kerja
menengah (disebut juga premixed insulin) 10.
15
Terapi insulin untuk pasien diabetes melitus rawat jalan
A. Indikasi terapi insulin untuk pasien diabetes melitus
rawat jalan
Pasien DMT 2 yang memiliki kontrol
glukosa darah yang tidak baik dengan penggunaan
obat antidiabetik oral perlu dipertimbangkan untuk
penambahan insulin sebagai terapi kombinasi
dengan obat oral atau insulin tunggal. Insulin yang
diberikan lebih dini dan lebih agresif menunjukkan
hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan
dengan masalah glukotoksisitas. Hal tersebut
diperlihatkan oleh perbaikan fungsi sel beta
pankreas. Insulin juga memiliki efek lain yang
menguntungkan dalam kaitannya dengan
komplikasi DM. Terapi insulin dapat mencegah
kerusakan endotel, menekan proses inflamasi,
mengurangi kejadian apoptosis, dan memperbaiki
profil lipid. Insulin, terutama insulin analog,
merupakan jenis yang baik karena memiliki profil
sekresi yang sangat mendekati pola sekresi insulin
normal atau fisiologis
Terapi insulin pada pasien DMT2 dapat
dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan
terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk
(A1c>7,5 % atau kadar glukosa darah puasa >250
mg/dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi
pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah
yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat
penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan
penyandang DM lebih dari 10 tahun12.
16
B. Memulai dan alur pemberian insulin
Ada beberapa cara untuk memulai dan
menyesuaikan dosis terapi insulin untuk pasien
DMT2. Salah satu cara yang paling mutakhir dan
dapat dipakai sebagai acuan adalah hasil Konsensus
PERKENI 2006 dan Konsensus ADA - EASD
tahun 2006 Sebagai pegangan, jika kadar glukosa
darah tidak terkontrol dengan baik (A1C > 6.5%)
dalam jangka waktu 3 bulan dengan 2 obat oral,
maka sudah ada indikasi untuk memulai terapi
kombinasi obat antidiabetik oral dan insulin13,14.
17
tersebut, maka telah dipahami bahwa hakikat
pengobatan DM adalah menurunkan kadar glukosa
darah baik puasa maupun setelah makan. Dalam
rangka mencapai sasaran pengobatan yang baik,
maka diperlukan insulin dengan karakteristik
menyerupai orang sehat, yaitu kadar insulin yang
sesuai dengan kebutuhan basal dan prandial13,14.
18
Gambar 2.7 IP, insulin prandial (reguler, lispro, aspart,
glulisine); IB, insulin basal (NPH, glargine, detemir)15.
19
makan pagi dan sebelum makan malam. Atau hanya
diberikan satu kali sehari dengan insulin basal yang
diberikan pada malam hari dengan kombinasi obat
oral. Misalnya, metformin yang diberikan sebagai
tambahan terapi insulin dapat memperbaiki glukosa
darah dan lipid serum lebih baik dibandingkan
hanya meningkatkan dosis insulin. Demikian juga
efek sampingnya seperti hipoglikemia dan
penambahan berat badan menjadi berkurang.
20
C. Kombinasi terapi insulin dan obat antidiabetik oral
Terapi insulin sering dikombinasikan dengan
obar antidiabetik oral pada pasien DMT2 atau
DMT1 yang memiliki resistensi insulin dengan
kebutuhan insulin > 40 U per harinya. Pada pasien
dengan kegagalan sekunder sulfonilurea dini,
penambahan insulin sebelum tidur cukup untuk
mencapai sasaran glikemi yang diinginkan.
Rejimen kombinasi antara insulin sebelum tidur dan
obat antidiabetik oral siang hari terbukti berhasil
diterapkan pada banyak pasien DMT2.
21
Pemakaian semprit dan jarum cukup
fleksibel serta me-mungkinkan kita untuk mengatur
dosis dan membuat berbagai formula campuran
insulin untuk mengurangi jumlah injeksi per hari.
Keterbatasannya adalah memerlukan penglihatan
yang baik dan ketrampilan yang cukup untuk
menarik dosis insulin yang tepat. Pen insulin kini
lebih popular dibandingkan semprit dan jarum.
Cara penggunaannya lebih mudah dan nyaman,
serta dapat dibawa kemana-mana. Kelemahannya
adalah kita tidak dapat mencampur dua jenis insulin
menjadi berbagai kombinasi, kecuali yang sudah
tersedia dalam sediaan tetap (insulin premixed).
22
ruang biasa umumnya tidak memerlukan terapi insulin
infus intravena. Terapi untuk pasien ini cukup dengan
pemberian subkutan atau dengan pompa insulin (CSII).
Bahkan pada kasus yang ringan, terapi dengan obat
antidiabetik oral masih dapat diberikan untuk pasien
DM, terutama pasien DMT2.
23
adalah membuat insulin eksogen yang diberikan
sedemikian rupa sehingga menyerupai pola sekresi
insulin endogen atau fisiologis. Sekresi insulin
dapat dibagi menjadi sekresi insulin basal (saat
puasa atau sebelum makan) dan insulin prandial
(setelah makan). Insulin basal adalah jumlah insulin
eksogen per unit waktu yang diperlukan untuk
mencegah hiperglikemia puasa akibat
glukoneogenesis serta mencegah ketogenesis yang
tidak terdeteksi.
24
Catatan tambahan: Menghitung karbohidrat
(carbohydrate counting)
25
persalinan, pasien yang mendapat terapi
glukokortikoid dosis tinggi, dan pasien pada
periode perioperatif. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah adanya strategi untuk
mencapai dosis yang tepat sebelum konversi
dari terapi insulin infus intravena ke terapi
insulin subkutan. Selain itu, hal yang juga perlu
diperhatikan adalah derajat bukti manfaat
penggunaan insulin infus intravena.
Gambar 2.11Kisaran sasaran kadat glukosa darah11,17
26
cc/jam. Dapat pula diberikan 125 RI dalam 250
ml larutan NaCl 0,9%, yang berarti setiap 2 cc
NaCl = 1 unit RI. Bila tidak tersedia syringe
pump, dapat digunakan botol infus 500 cc
larutan NaCl 0,9%. Masukkan 12 unit RI (dapat
juga 6 unit atau angka lain, sebab nantinya akan
diperhitungkan dalam tetesan) ke dalam botol
infus 500 cc larutan NaCl 0.9%. Bila
dibutuhkan 1 unit insulin/jam, maka dalam botol
infus yang berisi 12 unit RI, diatur kecepatan
tetesan 12 jam/botol, sehingga 12 unit RI akan
habis dalam 12 jam. Bila dibutuhkan 2 unit
perjam, kecepatan tetesan infus diatur menjadi 6
jam/botol, karena 12 unit RI akan habis dalam 6
jam, demikian seterusnya, tetesan diatur sesuai
permintaan. Sebagai patokan tetesan, 1 cc cairan
infus = 20 tetesan makro = 60 tetesan mikro.
27
pemberian insulin subkutan. Kebutuhan insulin
subkutan dihitung berdasarkan total kebutuhan
insulin infus intravena dalam 24 jam. Dosis total
harian insulin subkutan adalah 80% dari dosis
total insulin infus intravena selama 24 jam.
Dosis total harian tersebut dibagi menjadi dosis
insulin basal dan insulin bolus subkutan. Dosis
insulin basal adalah sebesar 50% dari dosis
harian total.
28
Gambar 2.13 Catatan: Kategori yang pasling baik/dianjurkan
adalah pada level A 11.
Gambar 2.14 Protokol terapi insulin infus intravena18.
2. Insulin subkutan
Walaupun penggunaan terapi obat
antidiabetik oral masih memungkinkan untuk
diberikan pada pasien diabetes melitus yang dirawat
di rumah sakit, tapi bagi pasien yang akan
29
menjalani pembedahan atau memiliki penyakit
berat sebaiknya digunakan terapi insulin.’ Ada
beberapa bentuk pemberian insulin subkutan pada
pasien yang dirawat di rumah sakit, antara lain
insulin terjadwal (scheduled atau programmed
insulin) dan insulin koreksi. Program pemberian
insulin terjadwal terbagi atas kebutuhan insulin
basal dan insulin prandial. Insulin basal dapat
diberikan dengan menggunakan pompa insulin
(CSII), insulin kerja intermediate (NPH atau
premixed) 2-4 kali sehari, atau insulin analog kerja
panjang. Sementara itu, kebutuhan insulin prandial
dapat dipenuhi dengan insulin kerja cepat (insulin
regular atau rapid acting insulin analog). Insulin
tersebut diberikan sebelum makan atau setelah
makan (hanya untuk penggunaan rapid acting
insulin analog) apabila jadwal dan jumlah asupan
makanan tidak pasti.
Gambar 2.16 Protokol terapi insulin subkutan19.
30
Komplikasi Terapi Insulin
A. Hipoglikemia
Komplikasi terapi insulin yang paling penting
adalah hipoglikemia. Terapi insulin intensif untuk
mencapai sasaran kendali glukosa darah yang normal
atau mendekati normal cenderung meningkatkan risiko
hipoglikemia. Edukasi terhadap pasien dan penggunaan
rejimen terapi insulin yang mendekati fisiologis dapat
mengurangi frekuensi hipoglikemia.
C. Edema insulin
Edema dapat muncul pada pasien yang memiliki
kendali glukosa darah buruk (termasuk pasien KAD)
akibat retensi garam dan air yang akut. Edema dapat
menghilang secara spontan dalam beberapa hari.
Kadang-kadang dibutuhkan terapi diuretika untuk
menatalaksana hal tersebut.
31
D. Reaksi lokal terhadap suntikan insulin
Lipohipertrofi merupakan pertumbuhan jaringan
lemak yang berlebihan akibat pengaruh lipogenik dan
growth-promoting dari kadar insulin yang tinggi di
tempat penyuntikan. Hal itu dapat muncul pada pasien
yang menjalani beberapa kali penyuntikan dalam sehari
dan tidak melakukan rotasi tempat penyuntikan.
Lipoatrofi adalah hilangnya jaringan lemak pada
tempat penyuntikan. Saat ini, dengan penggunaan
sediaan insulin yang sangat murni, lipoatrofi sudah
sangat jarang terjadi.
E. Alergi
Saat ini, dengan penggunaan sediaan insulin yang
sangat murni, alergi insulin sudah sangat jarang terjadi.
G. Prognosis
Prognosis penyakit diabetes mellitus tipe 2 tergantung pada jenis
keparahan penyakit dan komplikasinya9.
32
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 51 tahun
Pekerjaan : Guru
Alamat :-
Pendidikan : S1
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 09 November 2017
Ruangan : Pav. Flamboyan Kelas IA RSUD Undata Palu
B. Anamnesis
a. Keluhan utama: Rasa panas dan kram pada kedua kaki
b. Riwayat penyakit sekarang: Pasien MRS dengan keluhan rasa panas
disertai kram pada kedua kaki sejak 4 hari SMRS dan memberat 1 hari
SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus dan berkurang dengan
kompresi air dingin. Rasa panas dan kram dirasakan seperti ditusuk-
tusuk dan disertai rasa panas terbakar dari ujung jari-jari kaki hingga
dibagian bawah pusat. Pasien menyangkal adanya jatuh sebelumnya
ataupun rasa kelemahan pada kedua tungkai. Pasien mengeluh rasa
lemas 1 hari SMRS sehingga sulit beraktivitas. Pasien mengaku sering
makan karena tidak merasa kenyang walaupun sudah makan, sering
minum dan sering BAK terutama pada malam hari sering terbangun
untuk BAK dengan frekuensi >8 kali/hari. Pasien mengaku mengalami
penurunan BB dari 55 kg sekarang hanya 42 kg. Pasien juga
mengeluhkan rasa gatal dan kemerahan pada sekitar kemaluan
terutama pada ujung kemaluan. Pasien mengaku sering merasa gatal
33
dan kemerahan pada area lipat paha dan bokong tetapi mudah sembuh
dengan obat cina yang di oleskan. Pasien mengeluh sering merasakan
nyeri dada terasa panas terbakar pada dada kiri menjalar ke lengan
tetapi hilang timbul, hilang dengan istirahat dan muncul saat
beraktivitas berat. Pasien menyangkal penglihatan kabur, nyeri
pinggang tidak ada, saat ini pasien rajin kontrol ke RS dan
mengkonsumsi obat anti hiperglikemik yaitu Glukodex. Pasien juga
mengeluh nyeri pada sendi siku 1 hari SMRS. Nyeri hanya dirasakan
pada satu sisi dan saat perawatan hari ke 2 di RS muncul bengkak dan
kemerahan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum. Sebelumnya pasien
pernah mengeluhkan nyeri pada jari kaki dan pernah membengkak ±2
tahun lalu. Pasien mengaku saat ada rasa nyeri sendi disertai demam
dan belum ada obat yang diminum untuk meredakan nyeri. Pasien
menyangkal nyeri dan kaku pada pagi hari. BAB biasa, BAK lancar,
tidak nyeri, tidak seperti teh maupun berpasir.
c. Riwayat penyakit terdahulu: Pada tahun 2004 pasien pernah
didiagnosis dengan DM tipe II, hiperurisemia dan disiplidemia. Pasien
pernah dirawat di RSUD Undata 5 tahun yang lalu dengan penyakit
diabetes mellitus tipe II. Riwayat penyakit jantung koroner dan
hipertensi disangkal.
d. Riwayat penyakit dalam keluarga: ayah pasien memiliki riwayat
penyakit asam urat sedangkan keluarga yang lain tidak diketahui.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
SP: Sakit Sedang/Compos Mentis/Gizi Kurang
BB: 42 kg
TB: 165 cm
IMT: 15,44 kg/m2
Vital sign
34
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 37,20C
Kepala
Wajah : Simetris bilateral,massa (-) exopthalmus (-), Ptosis
(-), kulit : xantelasma (-), xantomata (-)
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal
Mata
Cowong : -/-
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera :Ikterik -/-
Pupil : Isokor diameter ±2,5 cm/±2,5 cm, RCL +/+ RCTL +/+
Mulut : Tidak sianosis, lidah kotor (-), bibir kering warna merah
muda
Leher
Kelenjar GB : Tidak ada pembesaran
Tiroid : Tidak ada pembesaran
JVP : Tidak ada peninggian, 5+2 cm H2O
Massa lain : Tidak ada
Dada
Paru-paru
Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi interkosta tidak ada
Palpasi : Ekspansi paru normal, vocal fremitus paru kanan dan kiri
sama
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi :Bunyi vesikular diseluruh lapang paru, Rh -/-, Wh -/-
35
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba SIC V Linea mid claviculasinistra
Perkusi
Batas atas :SIC III linea parasternal sinistra
Batas kanan : SIC V linea midclavicula dextra
Batas kiri : SIC VI linea midclavicula midclavicula
dextra
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, murmur sistolik katup aorta (+)
Perut
Inspeksi : tampak datar, tidak ada luka.
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Timpani keempat kuadran (+). Shifting dulness (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) massa (-) hepatomegali (-) splenomegali (-)
Anggota gerak
Atas : Akral hangat(+/+), edema (-/-)
Pemeriksaan sendi siku:
Look: bengkak kemerahan
Feel: lunak, nodul (-), tofi(-), hangat (+)
Move: Krepitasi (-) gerak bebas.
Bawah : Akral hangat(+/+), edema(-/-)
36
D. Resume
Pasien laki-laki usia 51 tahun MRS dengan keluhan parastesia pada
ekstremitas inferior sejak 4 hari SMRS yang menjalar dari L4-T10. Pasien
mengeluh fatigue 1 hari SMRS terdapat gejala polidipsi, poliuri, polifagi
dan penurunan BB. Pasien mengekuh nyeri pada elbow joint seperti
ditusuk jarum dan terjadi swelling serta tampak kemerahan yang terjadi
pada perawatan hari ke II di RS. Pasien mengaku saat ada rasa nyeri
timbul demam. BAB biasa, BAK lancar. Riwayat DM tipe II (+),
hiperurisemia (+) dan disiplidemia (+). Pemeriksaan Fisik: Kesadaran:
Composmentis, Vital sign: Tekanan Darah 110/70 mmHg, Nadi:
82x/menit, Pernapasan 20x/menit, Suhu: 37,20C, Kepala dan leher dalam
batas normal, thoraks auskultasi jantung BJ I/II murni reguler, murmur
sistolik katup aorta (+), abdomen dalam batas normal, anggota gerak atas:
Akral hangat(+/+), edema (-/-), Pemeriksaan sendi siku Look: bengkak
kemerahan, Feel: lunak, nodul (-), tofi(-), hangat (+), Move: Krepitasi (-)
gerak bebas. Anggota gerak bawah: Akral hangat(+/+), edema(-/-).
Pemeriksaan Khusus: Turgor kulit: normal. Pemeriksaan neurologis dalam
batas normal.
E. Diagnosis kerja
Diabetes Melitus tipe II + gout arthritis + polineuropati diabetik
F. Diagnosis banding
Rheumatoid arthritis
pseudoarthritis
37
- HbA1C
- GDS Ureum dan creatinin
- Urinalisis
- Asam urat darah
H. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
- Diet nutrisi protein dan lemak yang cukup
- Melakukan aktivitas fisik ringan
- Hindari konsumsi daging merah kacang-kacangan, dan sayur hijau yang
banyak
- Istirahat cukup
- Minum air cukup
Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Insulin inj. Novorapid inj. 8-8-8
- Indometasin tab 150mg 2x1
- Gabapentin tab 300mg 2x1
- Neurodex tab 2x1
38
GDS 422 mg/dL H
Creatinin 1,35 mg/dL H
Urea 29.4 mg/dL
HbA1C : 14%
Urinalisis
Glukosa +4 H
Asam Urat 7,0 mg/dl
J. Diagnosis akhir
Diabetes Melitus tipe II + gout arthritis + polineuropati diabetik
K. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad funcionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
39
BAB IV
PEMBAHASAN
40
media glukosa itu menyebabkan pertumbuhan bakteri yang subur, maka terjadilah
infeksi pada luka yang sulit sembuh1.
Gangguan vaskularisasi dapat juga terjadi pada pasien ini, dimana pada
keadaan ini makanan yang mengandung lemak melalui proses pencernaan di
organ lain, kemudian diserap dan masuk ke pembuluh darah untuk kemudia
diserap di organ-organ tergetnya masing-masing. Namun, akibat kelainan pada
insulin (produksinya berkurang atau sensitifitas selnya yang kurang) lemak yang
seharusnya disimpan diadiposit malah tidak tersimpan secara baik, sehingga
tertumpuk di pembuluh darah maka terjadilah aterosklerosis atau dengan kata lain
vaskularisasi darah yang terganggu menjadi salah satu faktor terjadinya penyakit-
penyakit pada beberapa organ-organ vital seperti jantung1.
Pilar penatalaksanaan DM tipe 2 pada kasus ini adalah edukasi, terapi gizi
medis, latihan jasmani, intervensi farmakologis. Edukasi yang didapat pasien
tentang penyakitnya sudah cukup banyak karena pasien hidup dilingkungan
medis. Mulai dari komplikasi-komplikasi DM, efek samping, prognosis, dan
berbagai informasi penting yang harus didapatkan oleh pasien ini20.
Pola makan pasien yang tidak teratur dengan frekuensi dan jumlah yang
banyak merupakan faktor utama yang menyebabkan pasien menderita DM,
kadang makan 3 sampai 5 kali sehari dengan jumlah yang tidak menentu dan tidak
41
mengikuti prinsip pengaturan makanpada penyandang diabetes. Makanan hampir
sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan
makan dalam hal jadwal makan, jeins, dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin, hal ini yang
menyebabkan pasien ketika diukur glukosa darah sewaktunya 422 mg/dL. Pada
umunya jumlah asupan makanan yang dianjurkan adalah karbohidrat 45-65%,
lemak 20-25%, protein 10-20% dari jumlah kebutuhan kalori20.
Latihan jasmani pada pasien-pasien diabetes harus rutin dan teratur (3-4
kali dalam seminggu selama kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2, pasien yang berprofesi sebagai buruh bangunan
melakukan kegiatan yang berat setiap hari sehingga pasien terpenuhi kegiatan
fisik standar dalam aktivitas penderita diabetes20.
Injeksi insulin harus segera diberikan karena pada paien ini telah
mengalami kenaikan insulin yang signifikan. Insulin yang diberikan terdiri dari 1
jenis insulin prandial (rapid acting) dan dosisnya 3x8 unit/ hari kerja insulin ini
meniru kerja insulin pankreas yang prandial yang efeknya cepat20.
42
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum berbagai keuntungan terapi insulin sudah banyak diketahui.
Pada pasien yang dirawat di rumah sakit, terapi insulin dapat menyelamatkan
jiwa. Namun demikian, bila cara pemberian dan pemantauan kurang memadai,
hal itu dapat mengancam jiwa pasien. Kesalahan terapi insulin cukup sering
ditemukan dan menjadi masalah klinis yang penting. Bahkan terapi insulin
termasuk dalam lima besar “pengobatan berisiko tinggi (high-risk medication)”
bagi pasien di rumah sakit. Sebagian besar kesalahan tersebut terkait dengan
kondisi hiperglikemia dan sebagian lagi akibat hipoglikemia.
B. Saran
Untuk menghindari bahaya-bahaya di atas, terapi insulin hendaknya
diberikan sesuai dengan protokol yang telah ditetapkan. Selain itu, perlu
dilakukan pemantauan yang memadai. Sebagai contoh, terapi insulin intensif
dengan cara infus intravena hanya dapat diberikan pada pasien khusus serta
dilakukan di ruang intensif.
43