PENDAHULUAN
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal akut
(GGA, acute renal failure [ARF]) merupakan salah satu sindrom dalam bidang nefrologi
yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan insidens. Beberapa laporan dunia
menunjukkan insidens yang bervariasi antara 0,5-0,9% pada komunitas, 0,7-18% pada
pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 20% pada pasien yang dirawat di unit
perawatan intensif (ICU), dengan angka kematian yang dilaporkan dari seluruh dunia
berkisar 25% hingga 80%.
Insidens di negara berkembang, khususnya di komunitas, sulit didapatkan karena
tidak semua pasien AKI datang ke rumah sakit. Diperkirakan bahwa insidens nyata pada
komunitas jauh melebihi angka yang tercatat. Peningkatan insidens AKI antara lain
dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang
lebih ringan dapat terdiagnosis. Selain itu, juga disebabkan oleh peningkatan nyata kasus
AKI akibat meningkatnya populasi usia lanjut dengan penyakit komorbid yang beragam,
meningkatnya jumlah prosedur transplantasi organ selain ginjal, intervensi diagnostik dan
terapeutik yang lebih agresif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunan urine output (UO) yang seringkali
mendahului peningkatan Cr serum; (4) penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr
serum, UO dan LFG mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker) penurunan
fungsi ginjal yang mudah dan dapat dilakukan di mana saja. ADQI mengeluarkan sistem
klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kategori (berdasarkan
peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan
beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis
gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007
Peningkatan kadar
Kategori
Penurunan LFG
Kriteria UO
Cr serum
< 0,5 mL/kg/jam,
Risk
1,5 kali nilai dasar
> 25% nilai dasar
6 jam
< 0,5 mL/kg/jam,
Injury
2,0 kali nilai dasar
> 50% nilai dasar
12 jam
3,0 kali nilai dasar
< 0,3 mL/kg/jam,
atau 4 mg/dL
Failure
> 75% nilai dasar
24 jam atau anuria
dengan kenaikan
12 jam
akut 0,5 mg/dL
Loss
Penurunan fungsi finjal menetap selama lebih dari 4 minggu
End stage
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan
Kriteria RIFLE sudah diuji dalam berbagai penelitian dan menunjukkan kegunaaan dalam
aspek diagnosis, klasifikasi berat penyakit, pemantauan perjalanan penyakit dan prediksi
mortalitas.
Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah kolaborasi
nefrolog dan intensivis internasional, mengajukan modifikasi atas kriteria RIFLE. AKIN
mengupayakan peningkatan sensitivitas klasifikasi dengan merekomendasikan (1)
kenaikan kadar Cr serum sebesar >0,3 mg/dL sebagai ambang definisi AKI karena dengan
kenaikan tersebut telah didapatkan peningkatan angka kematian 4 kali lebih besar
3
(OR=4,1; CI=3,1-5,5); (2) penetapan batasan waktu terjadinya penurunan fungsi ginjal
secara akut, disepakati selama maksimal 48 jam (bandingkan dengan 1 minggu dalam
kriteria RIFLE) untuk melakukan observasi dan mengulang pemeriksaan kadar Cr serum;
(3) semua pasien yang menjalani terapi pengganti ginjal (TPG) diklasifikasikan dalam AKI
tahap 3; (4) pertimbangan terhadap penggunaan LFG sebagai patokan klasifikasi karena
penggunaannya tidak mudah dilakukan pada pasien dalam keadaan kritis. Dengan
beberapa modifikasi, kategori R, I, dan F pada kriteria RIFLE secara berurutan adalah
sesuai dengan kriteria AKIN tahap 1, 2, dan 3. Kategori LE pada kriteria RIFLE
menggambarkan hasil klinis (outcome) sehingga tidak dimasukkan dalam tahapan.
Klasifikasi AKI menurut AKIN dapat dilihat pada tabel 2. Sebuah penelitian yang
bertujuan membandingkan kemanfaatan modifikasi yang dilakukan oleh AKIN terhadap
kriteria RIFLE gagal menunjukkan peningkatan sensitivitas, dan kemampuan prediksi
klasifikasi AKIN dibandingkan dengan kriteria RIFLE.
Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN, 2005.
Tahap Peningkatan kadar Cr serum
1
1,5 kali nilai dasar atau peningkatan 0,3
mg/dL
2
2,0 kali nilai dasar
3
3,0 kali nilai dasar atau 4 mg/dL dengan
kenaikan akut 0,5 mg/dL atau inisiasi terapi
pengganti ginjal
Kriteria UO
< 0,5 mL/kg/jam, 6 jam
< 0,5 mL/kg/jam, 12 jam
< 0,3 mL/kg/jam, 24 jam
atau anuria 12 jam
penyebab AKI sangat tergantung dari tempat terjadinya AKI. Salah satu cara klasifikasi
etiologi AKI dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi Penyebab AKI (Dimodifikasi)
AKI Prarenal
I. Hipovolemia
- Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular
Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia, obstruksi usus
- Kehilangan darah
- Kehilangan cairan ke luar tubuh
Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui saluran kemih (diuretik,
hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit (luka bakar)
II. Penurunan curah jantung
- Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
- Penyebab perikard: tamponade
- Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
- Aritmia
- Penyebab katup jantung
III.
Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik
- Penurunan resistensi vaskular perifer
Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan (contoh: barbiturat),
vasodilator (nitrat, antihipertesi)
- Vasokonstriksi ginjal
Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus, amphotericin B
- Hipoperfusi ginjal lokal
Stenosis a. Renalis, hipertensi maligna
IV.Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
- Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen
Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi kronik, PGK (penyakit
ginjal kronik), hipertensi maligna), penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS,
COX-2 inhibitor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia, sindrom
hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)
- Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen
- Penggunaan penyekat ACE, ARB
- Stenosis a. renalis
V. Sindrom hiperviskositas
- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia
AKI Renal/intrinsik
I. Obstruksi renovaskular
- Obstruksi a. Renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli, diseksi aneurisma,
vaskulitis), obstruksi v. Renalis (trombosis, kompresi)
II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
- Glomerulonefritis, vaskulitis
III.
Nekrosis tubular akut (Acute Tuular Necrosis, ATN)
- Iskemia (serupa AKI prarenal)
- Toksin
5
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi
autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal.
Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi
baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistem saraf simpatis, sistem
rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung
serta perfusi
serebral. Pada
keadaan
ini mekanisme
otoregulasi
ginjal akan
mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi
arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide
(NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II
dan ET-1.
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan
terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial
dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal
akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal.
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal
menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat
seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar
serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah
terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal
jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan keadaan yang
merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit
renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian
terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya
arteri renalis.
Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis
tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular Pada kelainan
vaskuler terjadi:
1. Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan
sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi.
2. Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel
vaskular ginjal, yang mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan
prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang bearasal dari endotelial NOsintase.
3. Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18,
yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1
dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang
terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas
oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama menyebabkan
vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.
terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin,
hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic
(tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal,
fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra
(striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli buli dan
ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah
ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh
prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal
dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap
meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh
aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam
beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2
minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator
inflamasi dan faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.
10
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang telah
dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut memang
merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK. Beberapa patokan umum
yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat
etiologi penyebab AKI, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan
penyakit (pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya
dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula
berukuran normal bahkan membesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal
polikistik. Upaya pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada penentuan etiologi,
tahap AKI, dan penentuan komplikasi.
II. 4.1 Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO
dan berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan
OAINS, penyekat ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda
hipotensi ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP),
penurunan turgor kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi
portal, tanda gagal jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi
tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI.
Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat
nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam urat).
Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda yang
menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi
maligna. AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau
suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih.
Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi
11
ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan
pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya obstruksi
akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan
pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom.
II. 4.2 Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi
glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prarenal,
sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan.
AKI pascarenal juga menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria
dan piuria dapat ditemukan pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI
renal akan menunjukkan berbagai cast yang dapat mengarahkan pada penyebab
AKI, antara lain pigmented muddy brown granular cast, cast yang mengandung
epitel tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada kerusakan
glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented muddy
brown granular cast pada nefritis interstitial. Hasil pemeriksaan biokimiawi darah
(kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin)
secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe AKI, seperti yang terlihat
pada tabel 4).
Tabel 4. Kelainan Analisis urin
Indeks diagnosis
Urinalisis
Gravitasi spesifik
Osmolalitas urin (mmol/kgH2O)
Kadar natrium urin (mmol/L)
Fraksi ekskresi natrium (%)
Fraksi ekskresi urea (%)
Rasio Cr urin/ Cr plasma
Rasio urea urin/ urea plasma
AKI prarenal
Silinder hialin
>1,020
>500
<10 (<20)
<1
<35
>40
>8
AKI renal
Abnormal
~1010
~300
>20 (>40)
>1
>35
<20
<3
12
14
penyebab AKI; NGAL, IL-18, GST- , dan -GST merupakan penanda potensial
diagnosis dini AKI; NAG, KIM-1 dan IL-18 merupakan penanda potensial prediksi
kematian setelah AKI. Tampaknya untuk mendapatkan penanda biologis yang
ideal, dibutuhkan panel pemeriksaan beberapa penanda biologis. Sampai saat ini
belum ada penanda biologis yang beredar di Indonesia.
II. 5 Tatalaksana
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab AKI dan pada
tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi (kriteria RIFLE
R dan I), upaya yang dapat dilakukan adalah tata laksana optimal penyakit dasar untuk
mencegah pasien jatuh pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila
penyebab AKI adalah prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik,
koreksi obstruksi pascarenal, dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan
asupan dan pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin. Selama tahap poliuria (tahap
pemeliharaan dan awal perbaikan), beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang
cukup berarti, sehingga pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan
elektrolit harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat
dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urin dan serum.
Contoh keadaan
klinis
Dialisis
Rute pemberian
nutrisi
Rekomendasi
energi
Ringan
Toksik karena
obat
Jarang
Oral
20-25 kkal/
kgBB/hari
Sumber energi
Glukosa 3-5g/
kgBB/hari
Kebutuhan protein
0,6-1g/kgBB/hari
Pemberian nutrisi
Makanan
Sedang
Pembedahan +/infeksi
Sesuai kebutuhan
Enteral +/parenteral
25-30 kkal/
kgBB/hari
Glukosa 3-5g/
kgBB/hari
Lemak 0,5-1g/
kgBB/hari
0,8-1,2g/kgBB/
hari
Formula enteral
Glukosa 50-70%
Lemak 10-20%
AA 6,5-10%
Mikronutrien
Berat
Sepsis, ARDS,
MODS
Sering
Enteral +/parenteral
25-30 kkal/
kgBB/hari
Glukosa 3-5g/
kgBB/hari
Lemak 0,8-1,2g/
kgBB/hari
1,0-1,5g/kgBB/
hari
Formula enteral
Glukosa 50-70%
Lemak 10-20%
AA 6,5-10%
Mikronutrien
16
17
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Hiperurisemia
Nutrisi
II. 6 Prognosis
Mortalitas bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu diperhatikan
faktor usia, makin tua makin jelek prognosisnya, adanya infeksi yang menyertai,
perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosis. Penyebab
kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%),
jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi,
septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan AKI yang menjalani dialysis angka
kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu
ditekankan.
20
BAB III
KESIMPULAN
Istilah gangguan ginjal akut/ acute kidney injury sebaiknya menggantikan istilah
gagal ginjal akut/ARF. Istilah gangguan ginjal akut memberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai proses GGA dengan dibuatnya kriteria RIFLE/AKIN.
Kriteria RIFLE dan AKIN memberikan cara berpikir baru dalam memahami GGA,
pentahapan dari GGA, standardisasi dalam definisi sehingga ada keseragaman dalam
mendeskripsikan GGA. Keseragaman ini akan mendorong upaya pencegahan, pengobatan,
dan penelitian yang seragam.
Hasil akhir yang diharapkan adalah tatalaksana atau penanganan GGA yang lebih
baik.
21
DAFTAR PUSTAKA
Stein,Jay H. Kelainan ginjal dan elektrolit. panduan klinik ilmu penyakit dalam.edisi
ke-3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.
Dennis L. Kasper, Eugene Braunwald, Anthony Fauci. Harrison's Principles of Internal
Medicine 16th Edition. USA : McGraw-Hill, 2004.
Markum,M.H.S. Gagal Ginjal Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editors. Buku Ajar:
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.
Nissenson. Epidemiology and pathogenesis of acute renal failure in the ICU. Kidney
International 1998; 53; 7-10.
Dong-Min Kim, 1 Dae Woong Kang, 1 Jong O Kim. Acute Renal Failure due to Acute
Tubular Necrosis caused by Direct Invasion of Orientia tsutsugamushi. J. Clin.
Microbiol 2007; 1128.
Stapleton FB, Jones DP, Green RS. Acute renal failure in neonates: Incidence, etiology
and outcome. Pediatr Nephrol 1987; 1; 314-320.
Altntepe, Gezgin, Tonbul. Etiology and prognosis in 36 acute renal failure cases
related to pregnancy in central anatolia. Eur J Gen Med 2005; 2(3): 110-113.
Boediwarsono.Gagal ginjal akut. segi praktis pengobatan penyakit dalam.Surabaya :
Penerbit PT Bina Indra Kar
ya 1985.
Takaoka, Kuro, Matsumura. Role of endothelin in the pathogenesis of acute renal
failure. Drug News Perspect 2000, 13(3): 141.
Yagil, Myers, Jamison. Course and pathogenesis of postischemic acute renal failure in
the rat. Am J Physiol Renal Physiol 1988; 255.
Jacob. Acute renal failure. Indian J Anaesth 2003; 47(5):367-372
22
REFERAT
(Periode 5 Januari 15 Maret 2015)
ACUTE KIDNEY INJURY
Disusun oleh :
Dicha Oseanni Andriswari
1102010076
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Pasar Rebo
Pembimbing :
dr. Ariadi Humardhani Sp. PD