TINJAUAN PUSTAKA
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal
untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan / tanpa gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Pasien Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang
beranggotakan para nefrolog dan intensives di Amerika pada tahun 2002 sepakat
mengganti istilah ARF menjadi AKI.
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri
dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau
kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang
menggambarkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada
7
Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE
3 Kenaikan cr serum > 300% ( >3x lipat) dari Kurang dari 0,3 ml/kg
nilai dasar /jam lebih dari 24 jam
atau anuria 12 jam
AKI Prarenal
I. Hipovolemia
Vasokonstriksi ginjal
V. Sindrom hiperviskositas
I. Obstruksi renovaskular
Glomerulonefritis, vaskulitis
Toksin
10
Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi (bakteri, viral, jamur),
infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis), idiopatik.
AKI Pascarenal
I. Obstruksi ureter
Pada sebuah studi di ICU sebuah rumah sakit di Bandung selama pengamatan
tahun 2005-2006, didapatkanpenyebab AKI (dengan dialisis) terbanyak adalah
sepsis(42%), disusul dengan gagal jantung (28%), AKI padapenyakit ginjal kronik (PGK)
(8%), luka bakar dan gastroenteritis akut (masing-masing 3%).
1.3. Patofisiologi
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan
volume(hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi
(sepsis atau anafilaksis) dan gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung
kongestif atau syok kardiogenik).
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan dan
infeksi serta agens nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan
berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan
pembahasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika terjadi
cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemia atau keduanya. Reaksi tranfusi yang parah
juga menyebabkan gagal intrarenal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme
11
hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi
faktor pencetus terbentuknya hemoglobin. Faktor penyebab lain adalah pemakaian obat-
obat anti inflamasi nonsteroid (NSADID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini
mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal,
menyebabkan iskemia ginjal. Pascarenal yang menyebabkan gagal ginjal akut dan
oliguria belum diketahui, namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab.
Beberapa faktor mungkin reversibel jika diidentifikasi dan ditangani dengan tepat,
sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi berikut menyebabkan pengurangan
aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal :
a) Hipovolemia
b) Hipotensi
c) Penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif
d) Obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor,
bekuan darah atau gangguan ginjal
e) Obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal
Jika kondisi ini tidak ditangani dan diperbaiki sebelum rusak secara permanen,
peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan ginjal akut
dapat dikurangi. Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut, periode awal,
periode oliguria, periode diuresis dan periode perbaikan. Pada tahap awal dengan awitan
awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria. Periode oliguria (volume urin kurang dari
400 ml / 24 jam) disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang
biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat dan kation intraseluler-
kalium dan magnesium). Jumlah urin minimal yang diperlukan untuk membersihkan
produk sampah normal tubuh adalah 400ml.
Pada tahap ini gejala uremik untuk pertama kalinya muncul, dan kondisi yang
mengencam jiwa seperti hiperkalemia terjadi. Pada banyak pasien hal ini dapat
merupakan penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan retensi nitrogen, namun pasien
masih mengekskresikan urin sebanyak 2 liter atau lebih setiap hari. Hal ini merupakan
bentuk nonoligurik dari gagal ginjal dan terjadi terutama setelah antibiotik nefrotoksik
diberikan diberikan pada pasien, dapat juga terjadi pada kondisi terbakar, cedera
traumatik dan penggunaan anestesi halogen. Pada tahap ketiga, periode diuresis, pasien
menunjukan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi
glomerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Meskipun
haluran urin mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap
12
normal. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan
keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya
dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama
3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun terdapat reduksi
laju filtrasi glomerulus permanen sekitar 1 3 %, tatapi hal ini sacara klinin tidak
signifikan. (Smeltzer, 2002).
13
1.4. Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang telah
dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut memang
merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK. Beberapa patokan umum
yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat
etiologi penyebab AKI, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan
14
penyakit (pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya
dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula
berukuran normal bahkan membesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal
polikistik. Upaya pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada penentuan etiologi,
tahap AKI, dan penentuan komplikasi.
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO dan
berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS,
penyekat ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi
ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor
kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal
jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan
status hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan
dengan data klinis penggunaan zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya
mioglobin, hemoglobin, asam urat)
Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda yang
menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi maligna. AKI
pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut costovertebra atau suprapubik akibat
distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang kolik
yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut.
Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran
prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran
prostat.Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan
temuan disfungsi saraf otonom.
15
Hal yang sama juga berlaku untuk pasien dengan PGK tahap lanjut yang telah
mengalami adaptasi kronik dengan pengurangan LFG. Meskipun demikian, pada
beberapa keadaan spesifik seperti ARF renal akibat radio kontras dan mioglobinuria,
terjadi vasokonstriksi berat pembuluh darah ginjal secara dini dengan fungsi tubulus
ginjal yang masih baik sehingga FENa dapat pula menunjukkan hasil kurang dari 1%.
Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI pascarenal adalah
pemeriksaan urin residu pasca berkemih. Jika volume urin residu kurang dari 50 cc,
didukung dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan adanya dilatasi
pelviokalises, kecil kemungkinan penyebabAKI adalah pascarenal.
Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto polos abdomen, CT-scan, MRI, dan
angiografi ginjaldapat dilakukan sesuai indikasi. Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan
pada pasien dengan penyebab renal yang belum jelas, namun penyebab pra- dan
pascarenal sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan tersebut terutama dianjurkan pada
dugaan AKI renal nonATN yang memiliki tata laksana spesifik, seperti glomerulonefritis,
vaskulitis, dan lain lain.
1.7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab AKI dan pada
tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi (kriteria
RIFLE R dan I), upaya yang dapat dilakukan adalah tata laksana optimal penyakit dasar
untuk mencegah pasien jatuh pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi
bila penyebab AKI adalah prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat
nefrotoksik, koreksi obstruksi pascarenal, dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik.
16
Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin. Selama
tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal perbaikan), beberapa pasien dapat
mengalami defisit cairan yang cukup berarti, sehingga pemantauan ketat serta pengaturan
keseimbangan cairan dan elektrolit harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus
diawasi secara ketat dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta
elektrolit urin dan serum.
Terapi Farmakologi
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan diuretik sebagai bagian
dari tata laksana AKI adalah:
a Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikanpasien tidak dalam keadaan
dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes cairan dengan
pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15-30 menit. Bila jumlah urin
bertambah, lakukan rehidrasi terlebih dahulu.
b Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI
pascarenal. Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal (keadaan
oligouria kurang dari 12 jam).
Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40mg. Jika manfaat tidak
terlihat, dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6
jam atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha
tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk meningkatkan
translokasi cairan ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya
pada 8-22% kasus), harus dipikirkan terapi lain.
17
jauh karena bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan menurunkan
kecepatan aliran darah. Efek negatif tersebut muncul pada pemberian manitol lebih dari
250 mg/kg tiap 4 jam. Penelitian lain menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan
produksi urin, pemberian manitol tidak memperbaiki prognosis pasien.
Respons dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang
meliputi status volume pasien serta abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi,
diabetes mellitus, aterosklerosis), sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya
dalam dunia nyata tidak ada dopamin dosis renal seperti yang tertulis pada literatur.
Dalam penelitian dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis rendah tidak terbukti
bermanfaat bahkan terkait dengan efek samping serius seperti iskemia miokard,
takiaritmia, iskemia mukosa saluran cerna, gangrene digiti, dan lain-lain. Jika tetap
hendak digunakan, pemberian dopamin dapat dicoba dengan pemantauan respons selama
6 jam. Jika tidak terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar menghentikan
penggunaannya untuk menghindari toksisitas.
Dopamin tetap dapat digunakan untuk pengobatan penyakit dasar seperti syok,
sepsis (sesuai indikasi) untuk memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal. Obat-obatan
lain seperti agonis selektif DA1 (fenoldopam) dalam proses pembuktian lanjut dengan uji
klinis multisenter untuk penggunaannya dalam tata laksana AKI.
18
Tabel 3. Tata Laksana dengan AKI
1.9. Pencegahan
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal
tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma,
gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Penyakit Hipertensi atau yang lebih
dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang
adalah140 mm Hg (tekanan sistolik) dan atau
Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure VII, 2003 (Novian, 2013).
19
The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation,
tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua
mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS)
<120 mm Hg dan tekanan darah diastolik (TDD) <80 mm Hg. Prehipertensi tidak
20
tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan
datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi dan semua pasien pada kategori ini
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di
Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
21
mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric
2006).
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
2006).
timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah faktor risiko seperti diet dan
asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis, sistem saraf simpatis (tonus
vasokontriksi, serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem
22
dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular
daripada yang tekanan darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari
50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg yang merupakan faktor risiko yang
lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah
mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg. Risiko penyakit
kardiovaskular ini bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko
lainnya, serta individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam
millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah
sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama
kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung
diisi. Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial
a. Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan atau variasi
psikososial
23
e. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi
natriuretik
i. Diabetes mellitus
j. Resistensi insulin
k. Obesitas
karakteristik inotropik dari jantung dan tonus vaskular (Depkes, R.I., 2006).
menimbulkan gejala seperti sakit kepala, nafas pendek, pusing, nyeri dada,
bukan merupakan tolak ukur keparahan dari penyakit hipertensi (WHO, 2013).
24
2.5.2 Diagnosis Hipertensi
hidup dan faktor risiko kardiovaskular lainnya atau bersamaan gangguan yang
penyebab tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan target
1. Riwayat penyakit
b. Pola hidup
2. Pemeriksaan fisik
d. Pemeriksaan funduskopi
f. Refleks saraf
25
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisa
4. Pemeriksaan tambahan
b. EKG 12 lead
c. Mikroalbuminuria
d. Ekokardiografi
akurat adalah awal yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua kali dan
untuk diastolik. Menurut JNC 7, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg atau
kurang. Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 samapi 139/89 mmHg. Hipertensi
stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 sampai 159 mmHg atau tekanan darah
sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 100 mmHg (Cohen, 2008).
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
26
(stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi
bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer dan gagal jantung
organ target (seperti kardiovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Target
tekanan darah adalah <140/90 mmHg untuk hipertensi tanpa komplikasi dan
<130/80 mmHg untuk pasien diabetes melitus dan gagal ginjal kronis (Chobanian,
2004).
hidup seperti menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan dengan
menjaganya pada kisar body mass index (BMI) yaitu 18,5-24,9; mengadopsi pola
buah, sayur, dan produk susu rendah lemak; mengurangi konsumsi garam yaitu
tidak lebih dari 100 meq/L; melakukan aktivitas fisik dengan teratur seperti jalan
kaki 30 menit/hari; serta membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 kali/hari
pada pria dan 1 kali/hari pada wanita (Chobanian, 2004). Selain itu, pasien juga
27
disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok. Modifikasi pola hidup dapat
b. Terapi farmakologis
antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obat ini baik
dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini.
Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium)
mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam
mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa, agonis alfa
terbaik yang ada dalam mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar,
kerusakan target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau sekadar
menurunkan tekanan darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai dalam
28
(ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis
dijumpai, tetapi kontrol tekanan darah masih buruk. Kebanyakan pasien dengan
hipertensi tekanan darah diastoliknya sudah tercapai tetapi tekanan darah sistolik
masih tinggi. Diperkirakan dari populasi pasien hipertensi yang diobati tetapi
diastolik yang diinginkan akan tercapai apabila tekanan darah sistolik yang
darah sistolik harus digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan
Modifikasi gaya hidup saja bisa dianggap cukup untuk pasien dengan
prehipertensi, tetapi tidak cukup untuk pasien-pasien dengan hipertensi atau untuk
ginjal). Pemilihan obat tergantung berapa tingginya tekanan darah dan adanya
darah lebih tinggi (hipertensi tingkat 2), disarankan kombinasi terapi obat, dengan
salah satunya diuretik tipe tiazid. Algoritma untuk pengobatan hipertensi dapat
29
Perubahan gaya hidup
Optimalisasi dosis atau tambahkan obat lain sampai target tekanan darah
tercapai. Pertimbangkan untuk konsultasi pada spesialis hipertensi.
30
obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal
dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah
dengan dua obat. Yang harus diperhatikan adalah resiko untuk hipotensi
memungkinkan sebagai terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien, baik sendiri
atau dikombinasi dengan salah satu dari kelas lain (ACEI, ARB, penyekat beta,
CCB). Diuretik tipe thiazide sudah menjadi terapi utama antihipertensi pada
kebanyakan trial. Pada trial ini, termasuk yang baru diterbitkan Antihypertensive
Kecuali pada the Second Australian National Blood Pressure Trial; dimana
dilaporkan hasil lebih baik dengan ACEI dibanding dengan diuretik pada laki-laki
obat, berguna dalam mengontrol tekanan darah dan harganya lebih dapat
2.8 Kepatuhan
dalam dan perilaku yang disarankan. Pengertian dari kepatuhan adalah menuruti
suatu perintah atau suatu aturan. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam
31
melaksanakan perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat,
pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh tenaga kesehatan (Smet, 1994).
kerusakan organ yang parah. Jadi, terapi ditujukan untuk menghindari akibat sisa dari
penyakit (yang biasa terjadi kemudian), bukan mengobati kelainan pada pasien
waktu itu. Efek samping obat yang ada hubungan dengan terapi antihipertensi dapat
menurunkan libido dan impoten pada pria terutama pada umur menengah dan lansia.
Gangguan fungsi seksual akibat obat ini dapat menimbulkan penghentian terapi dari
pasien. Jadi, perlu peningkatan kepatuhan dengan meneliti obat-obat atau regimen,
32
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 55 tahun
Alamat : Solok
KELUHAN UTAMA : nyeri perut sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu SMRS
- Nyeri perut sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri perut yang dirasakan seperti ditusuk tusuk. Nyeri dirasakan terus menerus.
- Pasien mengeluhkan nyeri pinggang. Nyeri pinggang dirasakan sejak 1 minggu yang
lalu. Nyeri pinggang dirasakan pada bagian pinggang sebelah kiri dan kanan. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk tusuk dan timbulnya mendadak. Nyeri pinggang ini
dirasakan bertambah sakit jika pasien beraktivitas dan berkurang jika pasien tidur
terlentang.
- Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri ulu hati ini
dirasakan menetap dan disertai dengan rasa mual.
- Pasien mengeluhkan bengkak pada keempat anggota gerak. Bengkak pada keempat
anggota gerak ini dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Sebelumnya pasien merasakan
sakit pada persendian anggota gerak.
- Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan. Penurunan nafsu makan dirasakan
sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
- Pasien mengeluhkan mual sejak 1 minggu yang lalu. Mual yang dirasakan tidak
disertai dengan muntah.
- Keluhan pasien ini tidak disertai dengan demam, sesak nafas, nyeri dada, BAB hitam
dan muntah darah.
- Pasien pernah dirawat di RST pada bulan Agustus 2016 dengan keluhan yang sama
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : di sangkal
33
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama dengan pasien : disangkal
RIWAYAT PSIKOSOSIAL :
Pasien seorang laki laki berumur 55 tahun yang bekerja sebagai petani
mempunyai 4 orang anak. Pasien tinggal bersama keluarga. Pasien tidak mempunyai
kebiasaan merokok dan minum kopi.
PEMERIKSAAN FISIK :
Status Generalisata
Kepala : Normochepal, rambut hitam dengan sedikit beruban dan rambut tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-)
Sklera ikterik (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm
Refleks Cahaya (+/+)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : JVP 5-2 cmH2O
34
Tidak ada pembesaran KGB
Thorak :
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas kiri : RIC VI linea midaxilaris sinistra
Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Irama murni, BJ 1 = BJ 2 murni regular, S1> S2, M1<M2,
murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan keadaan statis dan dinamis, tidak ada
gerakan dinding dada yang tertinggal.
Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Suara sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit, venektasi (-), sikatrik (-).
Palpasi : Dinding perut supel, nyeri tekan (+) pada epigastrium, nyeri lepas
(-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior
Inspeksi : Edema(+/+), sianosis (-/-)
Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi arteri kuat angkat
Tes sensibilitas : Sensibilitas halus (+), sensibilitas kasar (+)
Inferior
Inspeksi : Edema (+/+), sianosis (-/-)
35
Palpasi : perabaan hangat, pulsasi A. Femoralis, A. Dorsalis pedis, A. Tibialis
posterior dan A. Poplitea kuat angkat
Tes sensibilitas : sensibilitas halus (+), sensibilitas kasar (+)
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hb : 8,0 gr/dl (L)
Ht : 25,4 % (L)
Leukosit : 19.450 /ul (N)
Trombosit : 162.000/ul (N)
Faal Ginjal
Ureum : 77,4 mg/dl (H)
Creatinin : 3,43 mg/dl (H)
GDR : 101 mg% (N)
a. Oliguria
c. Retensi urine
36
I. PENATALAKSANAAN
IVFD RL 8 jam/kolf
Domperidone
III. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Follow up
37
Hari / Subject Object Assesment Plan danAnjuran
Tanggal
- furosemid 1x1 mg
- domperidone 3x1 mg
- domperidone 3x1 mg
38
Kamis - Perut terasa KU : sakitsedang acute kidney Terapi:
29/12/2016 sakit injury
TTV : -istirahat
- Badan mudah
- hipertensi
lelah Kesadaran: CMC - IVFD NaCL 0,9% 8
stage 2
- mual (+) jam/kolf
Tek.darah:150/100 mmHg
- muntah (-)
- ceftriaxone 2x2 gr
- kaki terasa kaku Nadi : 80 x/menitreguler
- BAB (-) -lasix 2x1 amp iv
Nafas : 168x/menit
- candesartan 1x 16 mg
Suhu : 36.5 C
-asam folat 3x1 mg
- furosemid 1x1 mg
- domperidone 3x1 mg
39
Jumat - Sesak nafas KU : sakitsedang acute kidney Terapi :
30/12/2016 - Sakit menelan injury
TTV : istirahat
- Perut terasa
- hipertensi
sakit Kesadaran: CMC - IVFD NaCL 0,9% 8
stage 2
jam/kolf
Tek.darah:160/100 mmHg
- ceftriaxone 2x2 gr
Nadi : 86x/menitreguler
-lasix 2x1 amp iv
Nafas : 22 x/menit
- vit k 3x1 mg
Suhu : 36.8 C
-asam folat 3x1 mg
- furosemid 1x1 mg
- domperidone 3x1 mg
40
BAB IV
KESIMPULAN
Acute kidney injury merupakan salah satu sindrom dalam bidang nefrologi dengan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Diagnosis AKI ditegakkan berdasarkan
klasifikasi RIFLE/AKIN, yang selain menggambarkan berat penyakit juga dapat
menggambarkan prognosis kematian dan prognosis kebutuhan terapi pengganti ginjal.
Diagnosis dini yang meliputi diagnosis etiologi, tahap penyakit, dan komplikasi AKI
mutlak diperlukan. Tata laksana AKI
mencakup upaya tata laksana etiologi, pencegahan penurunan fungsi ginjal lebih jauh,
terapi cairan dan nutrisi, serta tata laksana komplikasi.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
43
44
45