Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG ACUTE KIDNEY INJURY

DI RUANG PICU DI RUMAH SAKIT UMUM ZAINAL ABIDIN

BANDA ACEH TAHUN 2022

DI

OLEH :

RABIATUL HADAWIYAH S.Kep

21175029

KEPANITRAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Ikterik Neonatorum

Gangguan ginjal akut (GGA) atau Acute kidney injury (AKI) yang sebelumnya
diknal dengan ARF adalah penurunan fungsi ginjal yang di tandai dengan peningkatan
kadar kreatinin serum dibanding dengan kadar sebelumnya atau penurunan urine output
(UO)(Balqis, Noormartany, Gondodiputra, & Rita, 2016). Acute kidney injury (AKI)
adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang
umumnya berlangsung reversible, diiikuti kegagalann ginjal untuk mengekskresi sisa
metabolisme nitrogen dengan / tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Acute kidney injury (AKI) adalah gangguan klinis yang kompleks. AKI merupakan
sindrom AKI yang paling umum di intensive care unit (ICU) dan terjadi pada sekitar
setengah dari pasien kritis yang dirawat di ICU. AKI pada pasien ktitis terjadi akibat
kombinasi antara paparan dan kerentanan tubuh pasien. Penyebab utama AKI dibagi
menjadi tiga kategori: prerenal, renal dan postrenal. Definisi dan staging AKI awalnya
didasarkan pada kriteria risk injury failure loss and end stage (RIFLE) dan kriteria acute
kidney injury network (AKIN). Diagnosis terbaru berdasarkan pada guideline kidney
disease improving global outcome (KDIGO) dengan berdasarkan pengukuran produksi urin
dan kreatinin serum. Namun, beberapa biomarker dan terutama biomarker penarik siklus
sel dapat diperiksa. Pasien dengan AKI berada pada peningkatan risiko kematian dan
gangguan ginjal.
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai
penurunan cepat dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya
ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan
konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat
konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal
adalah penurunan produksi urin.3

B. Etiologi

Menurut Sinto & Nainggolan (2010), etiologi Acute Kidney Injury dibagi menjadi 3 kelompok
utama berdasarkan patogenesis Acute Kidney Injury, yakni penyakit yang menyebabkan hipo
perfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (Acute Kidney Injury prare
nal 55%); penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (Acut
e Kidney Injury renal 40%); penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (Acute Kidn
ey Injury pascarenal 5%). Angka kejadian penyebab Acute Kidney Injury sangat tergantung da
ri tempat terjadinya Acute Kidney Injury.
1) Hipovolemia
(1) Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskuler kerusakan jaringan
(pankreatitis), hypoalbuminemia obstruksi usus.
(2) Kehilangan darah
(3) Kehilangan cairan keluar tubuh melalui saluran cerna (muntah, diare,
drainase), melalui saluran kemih (diuretic, hipoadrenal, diuresis osmotik),
melalui kulit (luka bakar).
2) Penurunan curah jantung
(1) Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
(2) Penyebab perikard: tamponade
(3) Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
(4) Aritmia
(5) Penyebab katup jantung
3) Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik
(1) Penurunan resistensi vaskular perifer sepsis sindrom hepatorenal obat dalam
dosis berlebihan (contoh: barbiturate), vasodilator (nitrat, antihipertensi)
(2) Vasokontriksi ginjal hiperkalsemia, norepinephrine, epinefrin, siklosporin,
takrolimus, amphotericin, a-1 antitripsin.
(3) Hipoperfusi ginjal lokal stenosis renalis, hipertensi maligna
4) Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
(1) Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen perubahan struktural (usia
lanjut, aterosklerosis, hipertensi kronik, penyakit ginjal kronik, hipertensi maligna, penuruna
n prostaglandin (penggunaan inhibitor), vasokonstriksi
arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia sindrom hepatorenal, siklosporin,
takrolimus, radiokontras).
(2) Kegagalan peningkatan resistensi arterial eferen
(3) Penggunaan penyekat ACE,ARB
(4) Stenosis renalis

C. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2013), patofisiologi dari Acute Kidney Injury yaitu, hilangnya fungsi
ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renang atau disfungsi tubular
dan glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau volume urine normal. Anuria (kura
ng dari 50 mg perhari) dan normal haluaran urin tidak seperti oliguria. Oliguria (urin kurang dari 400
ml per hari) adalah situasi klinis yang umum dijumpai pada gagal ginjal akut. Meskipun patogenesis p
asti dari gagal ginjal akut dan oliguria belum diketahui, namun terdapat masalah mendasar yang men
jadi penyebab. Beberapa faktor mungkin reversibel jika diidentifikasi dan ditangani dengan tepat seb
elum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi berikut menyebabkan pengurangan aliran darah rena
l dan gangguan fungsi ginjal: hipovolemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kon
gestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau batu ginjal dan
obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi ini ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusa
k secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda yang lain berhubungan dengan gagal
ginjal akut dapat dikurangi. Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut; periode awal, perio
de oliguria, periode diuresis dan periode perbaikan .

Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan kejadian oliguria. Periode olig
uria (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan peningkatan konsentrasi seru
m dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat dan katio
n interseluler- kalium dan magnesium). Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk membe
rsihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pert
ama kalinya muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi. Pada ba
nyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan retensi nitrog
en. Namun, pasien masih mengeksresikan urin sebanyak 2 liter atau lebih setiap hari. Hal ini
merupakan bentuk non oligurik dari gagal ginjal dan terjadi trauma setelah antibiotik nefroto
ksik diberikan kepada pasien; dapat juga terjadi pada kondisi terbakar, cedera traumatik dan
penggunaan anestesi halogen.

Pada tahap ketiga, periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine s
ecara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus nilai laboratorium berhenti meni
ngkat dan akhirnya menurut. Meskipun haluaran urin mencapai keadaan normal atau menin
gkat fungsi, renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin masih ada sehingga penata
laksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau dengan ketat ak
an adanya dehidrasi selama tahap ini jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 s
ampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal, meskipun terdapat reduksi laju filtr
asi glomerulus permainan sekitar 1% sampai 3%.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer & Bare (2013), hampir semua sistem tubuh dipengaruhi ketika terjadi keg
agalan mekanisme pengaturan ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan letargi dis
ertai mual persisten, muntah dan diare. Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi d
an napas mungkin berbau urin (fetor uremik). Manifestasi sistem saraf pusat mencakup rasa
lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang. Manifestasi klinis Acute Kidney Injury yaitu:
2.1.5.1 Perubahan Haluaran Urin
Haluaran urin sedikit, dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya
rendah.
2.1.5.2 Peningkatan BUN dan Kadar Kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya bergantung pada ting
kat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kreatinin m
eningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantuan f
ungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
2.1.5.3 Hiperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu
mengeksresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan kalium seluler kedala
m cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K+ tinggi). Hiperkalemia me
nyebabkan disritmia dan henti jantung. Sumber kalium mencakup katabolisme jaringan nor
mal; masukkan diet, darah disaluran gastrointestinal; atau transfusi darah dan sumber-sumb
er (infus intravena,penisilin kalium dan pertukaran ekstraseluler sebagai respons terdapat ad
anya
asidosis metabolik).
2.1.5.4 Asidosis Metabolik
Pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam
yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turu
n. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH d
arah. Sehingga, asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
2.1.5.5 Abnormalitas Ca++ dan PO4
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi; serum kalsium
mungkin menurun sebagai respons terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebaga
i mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
2.1.5.6 Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak
dapat dielakan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal ure
mik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya saluran gastrointestina
l. Adanya bentuk eritropoetin (epogen) yang sekarang banyak tersedia, menyebabkan anemi
a tidak lagi menjadi masalah utama dibanding sebelumnya.

F. Pemeriksaan Penunjang

Manjemen AKI prerenal dapat dilakukan dengan : mengoptimalisasi hemodinamika dan


buat pemantauan yang tepat termasuk monitor invasif bila sesuai, resusitasi cairan (seca
ra umum resusitasi berbasis kristaloid diberikan sesuai kebutuhan, dimana larutan gara
m lebih diutamakan pada awalnya. Pada pasien dengan syok septik dan hypoalbuminemi
a, suplemen albumin mungkin memiliki efek yang lebih baik), mengelola tekanan darah d
engan target tekanan arteri rata-rata/mean arterial pressure (MAP) dari 65 sampai 80 m
mHg pada pasien yang memiliki riwayat hipertensi kronis.14 Penggunaan diuretik, manin
tol, dan dopamin dosis-ginjal belum menunjukkan adanya hasil terapi yang bermanfaat
(namun diuretik dapat digunakan untuk mengatur volume pada kondisi hipervolemia).
Untuk penyebab seperti sindroma hepato- ginjal,dapatdilakukantransplantasihati.Apabil
a ditemukan hipertensi intra-abdomen/sindroma kompartemenabdomen,terapinyameli
putianestesi dalam, blokade neuromuskular, paracentesis, dekompresi nasogastrik dan r
ektum, meminimalkan/koreksi keseimbangan cairan positif (termasuk ultrafiltrasi/hemo
dialisis), vasopressor (dengan target abdominal perfussion pressure (APP)> 60 mmHg). P
ada kasus cardio renal syndrome, dapat dilakukan tindakan seperti: mengoptimalkan cur
ah/perfu

G. Penatalaksanaan

Menurut definisi, AKI prerenal adalah reversibel pada koreksi kelainan utama hemodinamik,
dan AKI postrenal dengan menghilangkan obstruksi. Sampai saat ini, tidak ada terapi khusus untuk
mendirikan AKI intrinsik renal karena iskemia atau nefrotoksisitas. Manajemen gangguan ini harus fo
kus pada penghapusan hemodinamik kelainan penyebab atau toksin, menghindari gejala tambahan,
dan pencegahan dan pengobatan komplikasi. Pengobatan khusus dari penyebab lain dari AKI renal te
rgantung pada patologi yang mendasari. 13

AKI Prarenal

Komposisi cairan pengganti untuk pengobatan GGA prerenal akibat hipovolemia harus disesuaikan s
esuai dengan komposisi cairan yang hilang. Hipovolemia berat akibat perdarahan harus dikoreksi de
ngan packed red cells, sedangkan saline isotonik biasanya pengganti yang sesuai untuk ringan sampa
i sedang perdarahan atau plasma loss (misalnya, luka bakar, pankreatitis). Cairan kemih dan gastroin
testinal dapat sangat bervariasi dalam komposisi namun biasanya hipotonik. Solusi hipotonik (misaln
ya, saline 0,45%) biasanya direkomendasikan sebagai pengganti awal pada pasien dengan GGA prere
nal akibat meningkatnya kehilangan cairan kemih atau gastrointestinal, walaupun salin isotonik mun
gkin lebih tepat dalam kasus yang parah. Terapi berikutnya harus didasarkan pada pengukuran volu
me dan isotonik cairan yang diekskresikan. Kalium serum dan status asam-basa harus dimonitor den
gan hati- hati.

AKI intrinsic renal

AKI akibat lain penyakit ginjal intrinsik seperti glomerulonefritis akut atau vaskulitis dapat merespon
glukokortikoid, alkylating agen, dan atau plasmapheresis, tergantung pada patologi primer. Glukokor
tikoid juga mempercepat remisi pada beberapa kasus interstitial nefritis alergi. Kontrol agresif tekan
an arteri sistemik adalah penting penting dalam membatasi cedera

21

ginjal pada hipertensi ganas nephrosclerosis, toxemia kehamilan, dan penyakit pembuluh darah lain
nya. Hipertensi dan AKI akibat scleroderma mungkin sensitif terhadap pengobatan dengan inhibitor
ACE. 13

AKI postrenal

Manajemen AKI postrenal membutuhkan kerjasama erat antara nephrologist, urologi, dan radiologi.
Gangguan pada leher uretra atau kandung kemih biasanya dikelola awalnya oleh penempatan transu
rethral atau suprapubik dari kateter kandung kemih, yang memberikan bantuan sementara sedangk
an lesi yang menghalangi diidentifikasi dan diobati secara definitif. Demikian pula, obstruksi ureter d
apat diobati awalnya oleh kateterisasi perkutan dari pelvis ginjal. Memang, lesi yang menghalangi se
ringkali dapat diterapi perkutan (misalnya, kalkulus, sloughed papilla) atau dilewati oleh penyisipan s
tent ureter (misalnya, karsinoma). Kebanyakan pasien mengalami diuresis yang tepat selama bebera
pa hari setelah relief obstruksi. Sekitar 5% dari pasien mengembangkan sindrom garam-wasting sem
entara yang mungkin memerlukan pemberian natrium intravena untuk menjaga tekanan darah.

H.
FORMAT PENGKAJIAN NEONATUS

A. IDENTITAS NEONATUS
Nama Bayi : By Ny. R
Tanggal Lahir :12/08/22 Jam :
Jenis : SC
Umur : 4 Hari
Ruang : II B Bad 3
Kelahiran : tunggal/kembar
Tanggal Pengkajian : 16
Diagnosa medis :

B. IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ibu : Ny. R Nama Ayah :
Umur Ibu : Umur Ayah :
Pendidikan Ibu :
Pendidikan Ayah: Agama :
Alamat :

C. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN :


1. Riwayat Kehamilan
a. Usia Kehamila/Gestasi :
b. BB Lahir: 2000 gr
c. TB Lahir: 36 cm
d. Lingkar Kepala: 31 cm
e. Lingkar Abdomen: 26 cm
f. Lingkar lengan: 26 cm
g. Pemeriksaan antenatal …………………kali di…………
h. Masalah Kehamilan:
i. Penyakit/komplikasi kehamilan :
j. Kebiasaan makanan ibu ………….........
k. Kebiasaan minum obat................ya/tidak

2. Riwayat Persalinan
a. Saat Ini :
b. Sebelumnya :

D. FOKUS KEPERAWATAN
1. Keluhan Utama : Menangis kuat dan mengalami sesak nafas siap melahirkan
2. Riwayat penyakit Sekarang: Mengalami sesak nafas
3. Riwayat Kesehatan yang lalu : -
4. Imunisasi yang telah didapatkan :
5. Kebutuhan dasar

a Nutrisi :
b Eliminasi :
c Istirahat tidur :
d Personal Hygiene :

6. Pengkajian fisik
a. Vital Sign:
Nadi : 145
x/menit
Suhu : 36,7 °C
Pernapasan : 45 x/menit
Tekanan darah : -
CRT: Normal
Lainnya :
b. Pemeriksaan Fisik (Hanya fokus pada masalah)
1) Kulit : ikterik
2) Kepala : Normal
3) Mata : Normal
4) Hidung : erpasang O2
5) Telinga: Normal
6) Mulut/Lidah : Normal
7) Leher : Normal
8) Dada
Jantung (Inspeksi, Palpasi,
Perkusi, Auskultasi) Paru – Paru
(Inspeksi, Palpasi, Perkusi,
Auskultasi):
9) Abdomen (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)1:
10) Anus : Terdapat lubang anus
11) Genital : Normal
12) Ektremitas
13) Refleks : Merespon dengan baik
Sucking: Merespon dengan baik
Grasping: Baik
Tonic Neck:
Baik
Rooting: Baik
Moro : Baik
Babinsky : Baik
14) Riwayat Nilai APGAR
1 menit 5 menit 2 jam
Activity (Muscle Tone)
Pulse (Heart Rate)
Grimace (Reflex Irritability)
Appearance (Color)
Respiration Rate
Interpretasi:

7. Pemeriksaan penunjang :
Hasil USG
8. Terapi:

- Terpasang O2
- Terpasang Infuse
- Terpasang sinar biru

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KELOLAAN

ANALISA DATA

NO DATA MASALAH
1. Ds : Ibu klien mengatakan melahirka Pola Nafas Tidak Efektif
n secara SC dirumah sakit, setelah m
elahirkan bayi terdapat sesak

Do :
- By. Tampak terpasang infus dengan
dextrose monohydrate infusion (9 ml
/jm)
- By. Tampak terpasang sterile water
for irrigation (1 ml/jm)
- By. Tampak tepasang O2

2. Ds : Ibu klien mengatakan anak nya l Defisit Nutrisi


ahir dengan berat badan bayi rendah

Do :
- By. Tampak terlihat kecil
- By. Tampak dihangatkan
3. Ds : ibu klien mengatakan bayi nya Resiko Syok Sepsis
mengalami sesak nafas dan perubaha
n warna kulit

Do :
- By. Tampak terpacar sinar biru
- By. Tampak menangis

DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS

1) Pola Nafas Tidak Efektif


2) Defisit Nutrisi
3) Resiko Syok Sepsis
RENCANA KEPERAWATAN

NO Diagnosa Keperawat Tujuan Dan Kriteria Has Intervensi


an il
1.
2.
3.

Anda mungkin juga menyukai