Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN ACUTE KIDNEY INJURY DI


RUANG ARAFAH 1 RSUDZA BANDA ACEH

Oleh :

Ghinaa Farhah, S.Kep


2112501010100

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR


BAGIAN KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN 2022
KONSEP ACUTE KIDNEY INJURY (AKI)

A. Definisi Acute Kidney Injury (AKI)


Acute Kidney Injury merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan fungsi
ginjal yang menurun secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan
azotemia yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerulus yang menurun dengan cepat
menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5mg/dl/hari dan kadar
nitrogen urea darah sebanyak 10mg/dl/hari dalam beberapa hari (Price & Wilson,
2012).
Acute Kidney Injury adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju
filtrasi glomerulus yang umumnya berlangsung reversible, diikuti kegagalan ginjal
untuk mengeksresi sisa metabolisme nitrogen, dengan atau tanpa gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sinto & Nainggolan, 2010).
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa AKI merupakan suatu
penurunan fungsi filtrasi glomerulus yang berlangsung dengan cepat. Penurunan
filtrasi glomerulus (60-89%) menyebabkan peningkatan pada kreatinin dan kegagalan
ginjal untuk mengeksresi sisa metabolisme nitrogen.

B. Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI, yakni
(1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara langsung menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik, ~40%); (3) penyakit yang terkait
dengan obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal, ~5%). Angka kejadian penyebab AKI
sangat tergantung dari tempat terjadinya AKI.
AKI Prarenal
1. Hipovolemia
- Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular, kerusakan jaringan
(pankreatitis), hypoalbuminemia, obstruksi usus
- Kehilangan darah
- Kehilangan cairan ke luar tubuh melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase),
melalui saluran kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit
(luka bakar)
2. Penurunan curah jantung
- Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
- Penyebab perikard: tamponade
- Penyebab vascular pulmonal: emboli pulmonal
- Aritmia
- Penyebab katup jantung
3. Perubahan rasio resistensi vascular ginjal sistemik
- Penurunan resistensi vascular perifer
Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan
AKI Renal/Intrinsik
1. Obstruksi renovaskular
- Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, thrombosis, emboli, diseksi aneurisma,
vaskulitis), obstruksi v.renalis (thrombosis, kompresi)
2. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
- Glomerulonefritis, vasculitis
3. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis)
- Iskemia (serupa AKI prarenal)
- Toksin
- Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotic, kemoterapi, pelarut organic,
asetaminofen), endogen (rabdomiolisis, hemolysis, asam urat, oksalat,
myeloma)
4. Nefritis interstitial
- Alergi (antibiotic, OAINS, diuretic, kaptopril), infeksi (bakteri, jamur), infiltasi
(limfoma, leukemia, sarcoidosis), idiopatik
5. Obstruksi dan deposisi intratubular
- Protein myeloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat, sulfonamide
6. Rejeksi alograf ginjal
AKI Pascarenal
1. Obstruksi ureter
- Batu gumpalan darah, papilla ginjal, keganasan, kompresi eksternal
2. Obstruksi leher kandung kemih
- Kandung kemih neurogenic, hipertrofi prostat, batu, keganasan, darah
3. Obstruksi uretra
- Striktur, katup kongenital, fimosis
C. Patofisiologi
D. Klasifikasi
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3
kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO)
yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang
menggambarkan prognosis gangguan ginjal seperti terlihat dalam tabel 1.

E. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2013), hampir semua sistem tubuh dipengaruhi ketika terjadi
kegagalan mekanisme pengaturan ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan
letargi disertai mual persisten, muntah dan diare. Kulit dan membrane mukosa kering
akibat dehidrasi dan napas mungkin berbau urin (fetor uremik). Manifestasi sistem saraf
pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang. Manifestasi klinis AKI
yaitu:
1. Perubahan Haluaran Urin
Haluaran urin sedikit, dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya rendah.
2. Peningkatan BUN dan Kadar Kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya bergantung
pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein.
Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum
bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
3. Hyperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu
mengeksresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan kalium seluler
ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K + tinggi).
Hyperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung. Sumber kalium mencakup
katabolisme jaringan normal; masukan diet, darah di saluran gastrointestinal; atau
transfusi darah dan sumber-sumber (infus intravena, penisilin kalium dan pertukaran
ekstraseluler sebagai respon terdapat adanya asidosis metabolik).
4. Asidosis metabolic
Pasien oliguria akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti substansi
jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolic normal. Selain itu, mekanisme buffer
ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon
dioksida darah dan Ph darah. Sehingga, asidosis metabolik progresif menyertai gagal
ginjal.
5. Abnormalitas Ca++ dan PO4
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi; serum kalsium mungkin
menurun sebagai respons terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai
mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
6. Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat
dielakan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya saluran
gastrointestinal. Adanya bentuk eritropoetin (epogen) yang sekarang banyak tersedia,
menyebabkan anemia tidak lagi menjadi masalah utama disbanding sebelumnya.

F. Komplikasi
Komplikasi terkait AKI tergantung dari keberatan AKI dan kondisi terkait AKI yang
ringan dan sedang mungkin secara keseluruhan asimtomatik khususnya saat awal.
1. Kelebihan volume intravaskuler
2. Hiponatremia
3. Hiperkalemia
4. Asidosis metabolic
5. Hiperfosfatemia
6. Hipokalsemia

G. Penatalaksanaan
Menurut Sinto & Nainggolan (2010), pada dasarnya tata laksana sangat ditentukan oleh
penyebab AKI. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi, upaya yang dapat
dilakukan adalah tata laksana optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh pada
tahap AKI berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI adalah
prarenal/hypovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik, koreksi obstruksi
pascarenal dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan asupan dan
pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin. Selama tahap polyuria (tahap
pemeliharaan dan awal perbaikan), beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang
cukup berarti, sehingga pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan
elektrolit harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat
dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urine dan serum.
1. Terapi Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pada pasien AKI bervariasi tergantung dari penyakit dasarnya dan
kondisi komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi pemberian nutrisi
berdasarkan status katabolisme diajukan oleh Druml pada tahun 2005 dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
2. Terapi Farmakologi: Diuretik, Furosemide, Manitol dan Dopamine
Diuretik yang bekerja menghambat Na+/K+-ATP pada sisi luminal sel, menurunkan
kebutuhan energi sel thick limb Ansa. Translokasi cairan intravaskuler, bila cara
tersebut tidak berhasil, peningkatan dosis lebih lanjut tidak bermanfaat bahkan dapat
menyebabkan toksisitas. Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke
intravaskuler sehingga dapat digunakan untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap
oliguria. Namun kegunaan mannitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan
kerusakan ginjal lebih jauh karena bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi
eritrosit dan menurunkan kecepatan aliran darah. Efek negatif tersebut muncul pada
pemberian manitol lebih dari 250mg/kg setiap 4 jam. Penelitian lain menunjukkan
sekalipun dapat meningkatkan produksi urine, pemberian mannitol tidak memperbaiki
prognosis pasien. Dopamine dosis rendah (0,5-3 ug/kgBB/menit) secara historis
digunakan dalam tata laksana AKI. Dopamine dosis rendah dapat menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah ginjal menghambat Na+/K+-ATPase dengan efek akhir
peningkatan aliran darah ginjal, LFG dan natriuresis.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan AKI, yaitu:
1. Urine
a. Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria), yang terjadi dalam
24-48 jam setelah ginjal rusak.
b. Warna, kotor sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, HB, myoglobin,
porfirin.
c. Berat jenis, kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal, contoh
glomerulonephritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
d. Potensial hydrogen, lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kemih
nekrosis tubular rise ginjal dan gagal ginjal kronis.
e. Osmolaritas, kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan
urin/serum sering 1:1.
f. Klirens Kreatinin, mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
kreatinin serum menunjukkan peningkatan bermakna.
g. Natrium, biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 m/S bila ginjal tidak mampu
mengabsorbsi natrium.
h. Bikarbonat, meningkat bila ada asidosis metabolik.
i. Sel darah merah, mungkin ada karena infeksi batu trauma tumor atau peningkatan
GF.
j. Protein, proteinuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila sel darah merah dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat
rendah (1-2+) dan SDM (sel darah merah) dapat menunjukkan infeksi atau nefritis
interstitial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.
k. Warna tambahan, biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi. Warna tambahan
seluler dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal
terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
2. Darah
a. Hemoglobin, menurunnya pada adanya anemia.
b. Potensial hydrogen, asidosis metabolic (<7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hydrogen dan hasil akhir metabolism.
c. BUN/kreatinin, biasanya meningkat pada proporsi rasio 10:1.
d. Osmolalitas serum, lebih besar dari 2850 mOsm/kg sering sama dengan urin
kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolysis sel darah merah).
e. Natrium, biasanya meningkat tetapi bervariasi.
f. PH, kalsium dan bikarbonat menurun.
g. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
h. Protein, penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein
melalui perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena
kekurangan asam amino esensial.
3. Pencitraan Radionuklida, dapat menunjukkan kalikektasis, hidronefrosis, penyempitan
dan lambatnya pengisian dna pengosongan sebagai akibat dari AKI.
4. KUB (abdomen), menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih, adanya kista,
tumor dan perpindahan ginjal atau obstruksi batu.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/istirahat
Gejala: keletihan, kelemahan, malaise.
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus.
2. Sirkulasi
Tanda: hipotensi/hipertensi
Gejala: disritmia jantung, nadi lemah/halus hipotensi ortostatik (hypovolemia).
DVJ, nadi kuat (hypervolemia), edema jaringan umum (termasuk area periorbital,
mata kaki, sacrum), pucat dan kecenderungan perdarahan.
3. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan frekuensi, polyuria
(kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir). Disuria, ragu-
ragu, dorongan dan retensi (inflamasi, obstruksi, infeksi). Abdomen kembung
diare atau konstipasi. Riwayat HPB, batu/kalkuli.
Tanda: perubahan warna urine contoh kuning pekat. Oliguria (biasanya 12-21
hari), polyuria (2-6 L/hari).
4. Makanan/cairan
Gejala: mual muntah, anoreksia, nyeri ulu hati dan penggunaan diuretic.
Tanda: perubahan turgor kulit/kelembaban. Edema (umum, bagian bawah).
5. Neurosensori
Gejala: sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang: sindrom “kaki gelisah”
Tanda: gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Kejang,
faskikulasi otot, aktivitas kejang.
6. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
7. Pernafasan
Gejala: napas pendek
Tanda: takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan
kussmaul), napas ammonia. Batuk produktif dengan sputum kental merah muda
(edema paru).
8. Keamanan
Gejala: adanya reaksi transfuse
Tanda: demam (sepsis, dehidrasi). Pruritus, kulit kering.
9. Penyuluhan pembelajaran
Gejala: riwayat penyakit pilikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius,
malignansi. Riwaya terpajan toksin, contoh obat, racun, lingkungan. Obat nefrotik
penggunaan berulang/saat ini contoh aminoglikosida, amfoterisin B, anestetik,
vasodilator. Tes diagnostic dengan media kontras radiografik. Kondisi yang terjadi
bersamaan: tumor pada saluran perkemihan, sepsis gram negative, trauma/cedera
kekerasan, perdarahan, luka berkemih, cedera listrik, gangguan autoimun (contoh:
scleroderma, vasculitis), oklusi vaskuler/bedah, DM, gagal jantung/hati.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d. beban jantung meningkat
b. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
c. Defisit nutrisi b.d sekresi protein terganggu
d. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi sekunder
e. Perfusi perifer tidak efektif b.d suplai O2 ke jaringan menurun

3. Intervensi Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA SLKI SIKI
(SDKI) (TUJUAN DAN (INTERVENSI)
KRITERIA HASIL)
1. Penurunan curah Setelah dilakukan intervensi Perawatan Jantung
jantung b.d beban keperawatan 3x24 jam, Observasi
jantung meningkat maka curah jantung -Identifikasi tanda dan gejala
meningkat, dengan kriteria primer penurunan curah jantung
hasil: (dispnea, edema, kelelahan)
-Lelah menurun -Monitor tekanan darah
-Gambar EKG aritmia -Monitor saturasi oksigen
menurun -Monitor keluhan nyeri dada
-Tekanan darah membaik Terapeutik
-Dispnea menurun -Posisikan pasien semifowler atau
posisi nyaman
-Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup sehat
-Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
> 94%
Edukasi
-Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
-Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
-Ajarkan pasien dan keluarga diet
jantung (batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
antihipertensi
2. Hipervolemia Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipervolemia
berhubungan keperawatan 3x24 jam, maka Observasi
dengan gangguan keseimbangan cairan -Periksa tanda dan gejala
mekanisme regulasi hypervolemia (mis. Ortopnea,
meningkat, dengan kriteria
dyspnea, edema, JVP/CVP
hasil:
meningkat, suara napas tambahan
1. Haluaran urin sedang -Identifikasi penyebab
2. Kelembapan membrane hipervolemia
-Monitor intake dan output cairan
mukosa sedang -Monitor TTV
3. Edema sedang Terapeutik
4. Tekanan darah membaik -Batasi asupan cairan dan garam
5. Turgor kulit membaik -Tinggikan kepala tempat tidur
30-40o
6. Berat badan membaik
Edukasi
-Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
-Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian diuretik
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen nutrisi
berhubungan keperawatan 3x24 jam, maka Observasi
dengan sekresi status nutrisi membaik, -Identifikasi alergi dan intoleransi
protein terganggu makanan
dengan kriteria hasil
-Identifikasi kebutuhan kalori dan
1. Porsi makanan yang jenis nutrient
dihabiskan meningkat -Monitor asupan makanan
2. Verbalisasi keinginan -Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium (Ur,Kr)
untuk meningkatkan
Terapeutik
nutrisi meningkat -Sajikan makanan yang menarik
3. Berat badan membaik dan suhu yang sesuai
4. Frekuensi makan -Berikan makanan tinggi serat
membaik untuk mencegah konstipasi
5. Nafsu makan membaik Edukasi
-Anjurkan posisi duduk
-Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (misalnya obat
antiemetik)
DAFTAR PUSTAKA
.

Price & Wilson. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Sinto, R. & Nainggolan, G. (2010). Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata
Laksana. Vol 60 (2). Maj Kedokt Indon.
Smeltzer,S. C., Bare, B. G (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Brunner &
Suddarth. Vol.2.E/8. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi 1,
Cetakan III. Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Edisi 1,
Cetakan II. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Edisi 1,
Cetakan II. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai