Anda di halaman 1dari 127

LAPORAN TUGAS AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. N DENGAN ACUTE


KIDNEY INJURY DI RUANG DAHLIA A RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH TARAKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

OLEH :

UI PENTA SIMATUPANG
16.30702.022

JURUSANKEPERAWATAN
FAKULTASILMUKESEHATAN
UNIVERSITASBORNEOTARAKAN
2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. N DENGAN ACUTE
KIDNEY INJURY DI RUANG DAHLIA A RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH TARAKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

LAPORAN TUGAS AKHIR

DISUSUN DALAM RANGKA UJIAN AKHIR PROGRAM


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

OLEH :

UI PENTA SIMATUPANG
16.30702.022

JURUSANKEPERAWATAN
FAKULTASILMUKESEHATAN
UNIVERSITASBORNEOTARAKAN
2019

ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-

Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “ASUHAN

KEPERAWATAN PADA TN. N DENGAN ACUTE KIDNEY INJURY DI

RUANG DAHLIA A RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

PROVINSI KALIMANTAN UTARA”. Laporan Tugas Akhir ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan.

Penulis menyadari dalam Laporan Tugas Akhir ini banyak memperoleh

bimbingan, asuhan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Adri Paton, M.Si, selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan yang

telah memberikan kemudahan dan izin sehingga memperlancar penyusunan

Laporan Tugas Akhir ini.

2. dr. Muhammad Hasbi Hasyim, Sp.PD, selaku Direktur Rumah Sakit Umum

Daerah Tarakan yang telah memberikan izin melakukan Asuhan Keperawatan

pada Tn. N di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan.

3. Sulidah, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan yang telah memberi kemudahan dan izin sehingga

memperlancar penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

4. Yuni Retnowati, SST, M.Keb, selaku wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan yang telah memberi kemudahan dan izin

sehingga memperlancar penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

5. Alfianur, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan dan dosen Pembimbing

Akademik (PA)

iv
yang memberikan motivasi selama saya mengikuti perkuliahan di DIII Jurusan

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

6. Maria Imaculata Ose, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Sekretaris Jurusan

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan dan selaku

dosen penguji satu yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk

dapat mengikuti Ujian Akhir Program ini sampai selesai.

7. Putri Ayu Utami, S.Kep.,Ns selaku dosen Pembimbing Akademik (PA) yang

memberikan motivasi selama saya mengikuti perkuliahan di DIII Jurusan

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

8. Kepala ruang beserta seluruh staf yang bekerja di Ruang Dahlia A RSUD

Tarakan yang telah memberikan izin melakukan Asuhan Keperawatan pada

Tn. N di Ruang Dahlia A Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

9. Dewy Haryanti Parman, S.Kep.Ns.,M.Kep.,Sp.KMB selaku dosen

pembimbing satu dan dosen penguji dua yang telah meluangkan banyak

waktu, tenaga serta pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan

Laporan Tugas Akhir.

10. Dewi Wijayanti, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing dua dan dosen

penguji tiga yang dengan kesabaran dan ketelitiannya dalam membimbing,

sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

11. Ayah, Ibu, Kakak dan Adik serta semua keluarga terdekat yang telah memberi

dukungan baik moral maupun materi sehingga terselesaikannya Laporan

Tugas Akhir ini.

12. Teman-teman Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan angkatan

2016 atas kerja sama dan motivasinya.

v
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan

dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa

memberikan imbalan atas budi baik serta ketulusan yang telah mereka berikan

selama ini pada penulis.

Penulis menyadari bahwa menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini masih

jauh dari kesempurnaan sehingga diharapkan adanya kritik dan saran yang

sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Akhirnya penulis

berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca

dan kita semua.

Tarakan, Juni 2019

Penulis,

Ui Penta Simatupang
16.30702.022

vi
ABSTRAK

Asuhan Keperawatan Pada Tn. N Dengan Acute Kidney Injury di Ruang


Dahlia A Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan
Utara

Acute Kidney Injury merupakan sebuah gangguan fungsi renal yang


progresif dan irreversible, dimana fungsi ginjal mengalami penurunan dalam
mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga
terjadi uremia. Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa pada tahun 2017
prevalensi gagal ginjal di Indonesia pada laki-laki (0.3%) lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan (0.2%). Berdasarkan karakteristik umur
prevalensi tertinggi pada kategori usia diatas 75 tahun (0.6%), dimana mulai
terjadi peningkatan pada usia 35 tahun ke atas. Dampak Acute Kidney Injury dari
berbagai masalah keperawatan yaitu vaskularisasi ginjal. Efek merugikan dari
perfusi ginjal pada fungsi ginjal sangat jelas. Karena aliran darah ginjal dalam
jumlah yang besar dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi normal ginjal, maka
perubahan komposisi urin terjadi lebih dini bila perfusi ginjal menurun. Penulis
menggunakan studi kasus. Tujuan umum laporan tugas akhir ini penulis dapat
memecahkan masalah keperawatan pada Tn. N dengan diagnosa medis Acute
Kidney Injury. Hasil masalah keperawatan yang ditegakan yaitu hipervolemia.
Terjadi penurunan GFR sebesar 21.275 ml/min, frekuensi buang air kecil dengan
± 10x dalam sehari dengan jumlah ± 20 cc/jam serta poliuria dan dilakukan
implementasi dengan monitor elektrolit dan menghitung kebutuhan cairan untuk
memantau laju filtrasi glomerulus. Kesimpulan didapatkan berdasarakan
pendekatan secara komprehensif respon pasien terhadap pemberian tindakan
asuhan keperawatan yakni ramah dan kooperatif.

Kata Kunci : Acute Kidney Injury, Gagal Ginjal Akut, Asuhan Keperawatan,
Studi Kasus

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iv

ABSTRAK............................................................................................................vii

DAFTAR ISI........................................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi

DAFTAR TABEL................................................................................................xii

DAFTAR BAGAN..............................................................................................xiii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN.......................................................xv

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan Penulisan 3

1.3. Manfaat Penulisan.......................................................................................4

1.4. Ruang Lingkup 5

1.5. Metode Penulisan 5

1.6. Sistematika Penulisan.................................................................................6

BAB 2 : LANDASAN TEORI


2.1. Konsep Dasar Medis...................................................................................8

2.1.1 Pengertian Acute Kidney Injury........................................................8

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi......................................................................9

2.1.3 Klasifikasi 11

2.1.4 Etiologi 12
viii
2.1.5 Manifestasi Klinis 15
2.1.6 Patofisiologi 16

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................18

2.1.8 Komplikasi 19

2.1.9 Penatalaksanaan 20

2.1.10 Penyimpangan KDM 21

2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.........................................................22

2.2.1 Pengkajian 22

2.2.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................24

2.2.3 Perencanaan 25

2.2.4 Implementasi 40

2.2.5 Evaluasi 40

BAB 3 : LAPORAN KASUS

3.1. Pengkajian 41

3.1.1 Identitas Diri Klien 41

3.1.2 Riwayat Keperawatan....................................................................42

3.1.3 Data Psiko-Sosial-Ekonomi...........................................................44

3.1.4 Data Spiritual 45

3.1.5 Pola Kebiasaan Sehari-hari............................................................45

3.1.6 Pemeriksaan Fisik 49

3.1.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................56

3.1.8 Penatalaksanaan 57

3.1.9 Klasifikasi Data 59

3.1.10 Analisa Data 60

ix
3.2. Penyimpangan KDM.................................................................................62
3.3. Diagnosa Keperawatan............................................................................63

3.4. Perencanaan 63

3.5. Implementasi 66

3.6. Evaluasi 81

BAB 4 : PEMBAHASAN

4.1. Pengkajian 83

4.2. Diagnosa Keperawatan.............................................................................96

4.3. Perencanaan 97

4.4. Implementasi 99

4.5. Evaluasi 100

BAB 5 : PENUTUP

5.1. Kesimpulan 102

5.2. Saran 104

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................106

LAMPIRAN........................................................................................................108

x
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Daftar Gambar Halaman


Gambar 2.1 Anatomi Ginjal....................................................................9

xi
DAFTAR TABEL

No. Tabel Daftar Tabel Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE................................12

Tabel 3.1 Balance cairan.......................................................................47

Tabel 3.2 Aktivitas dan gerak...............................................................48

Tabel 3.3 Pemeriksaan darah lengkap tanggal 27 Mei 2019................56

Tabel 3.4 Pemeriksaan kimia darah tanggal 26 Mei 2019....................56

Tabel 3.5 Pemeriksaan kimia darah tanggal 29 Mei 2019....................57

Tabel 3.6 Terapi obat tanggal 27 Mei 2019..........................................57

Tabel 3.7 Terapi obat tanggal 28 Mei 2019..........................................58

Tabel 3.8 Terapi obat tanggal 29 Mei 2019..........................................58

xii
DAFTAR BAGAN

No. Bagan Daftar Bagan Halaman


Bagan 2.1 Penyimpangan KDM teori................................................. 21
Bagan 3.1 Genogram Keluarga Tn. N................................................. 43
Bagan 3.2 Penyimpangan KDM pada kasus Tn. N............................ 62

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Daftar Lampiran Halaman


Lampiran 1 Satuan Acara Pendidikan Kesehatan....................................109
Lampiran 2 Lembar Balik........................................................................122
Lampiran 3 Leaflet...................................................................................131
Lampiran 4 Lembar Konsul.....................................................................133

xiv
DAFTAR SINGKATAN

Lambang & : Dan


/ : Atau
: Persen
: Derajat celcius
: Mikroliter
: Kurang lebih
: Kurang dari
: Lebih dari

Singkatan

ACE : Angiotensin-Converting Enzyme

ADQI : Acute Dialysis Quality Iniitative

j
u AB stat Hiperplasia

r : BPJS :

y Bua Badan

ng Penyelenggar
A Air a Jaminan
R Bes Nasional
F ar BUN :

BA Blood Urea
A K Nitrogen
c : cc : Cubic centimetre
u Bua CHF : Congestive Heart Failure
t ng COP : Cardiac Output
e Air Cr : Creatinin
Kec C
R il R
e BN T
n O :
a : C
l Bla a
ss p
F
Nie i
a
r l
i
Ov l
l
erzi a
u
cht r
r
BP y
e H
:
Be
nig R
B na
Pro e
f
xv
i

s
E : Eye

EKG : Elektrokardiogram

ESRD : End Stage Renal

Disease fL : Femtoliter

g : Gram

GGA : Gagal Ginjal Akut

GFR : Glomerular Filtration Rate

H : High

HCT : Hematokrit

Hb : Hemoglobin

ICS : Intercosta

ICU : Intensive Care Unit

ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan

Atas IV : Intra Vena

IVP : Intra Venous Pyelography

KDIGO : Kidney Disease: Improving Global Outcome

KDM : Kebutuhan dasar Manusia

L : Low

LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

LTA : Laporan Tugas Akhir

M : Motorik

MCHC : Mean Cell Hemoglobin Concentration

MCV : Mean Corpusculor Volume

mg : Miligram

mmHg : Milimeter Merkuri

Hydrargyrum ml : Mililiter

xvi
NaCl : Natrium Klorida

NSAIDs : Nonsteroidal Anti-inflammantory Drugs

NTA : Nekrosis Tubular

Akut Ny : Nyonya

O : Objektif

P : Planning

pg : Pikogram

pH : Power of Hydrogen

PLT : Platelet

RBC : Red Blood Cell

RI : Republik Indonesia

RIFLE : Risk, Injury, Failure, Loss of kidney function , and End-


Stage kidney disease

ROM : Range Of Movement

RRT : Renal Replacement

Theraphy RSAL : Rumah Sakit

Angkatan Laut RSUD: Rumah Sakit

Umum Daerah RT : Rumah Tangga

S : Subjektif

SD : Sekolah Dasar

SDM : Sel Darah Merah

SDP : Sel Darah Putih

SOAP : Subjektif Objektif Analisa Rencana Asuhan

SSP : Sistem Saraf Pusat

TB : Tinggi Badan

TD : Tekanan Darah

xvii
TIO : Tekanan Intra Okuler

Tn : Tuan

TPM : Tetes Permenit

UO : Urine Output

USG : Ultrasound Sonography

V : Verbal

WBC : White Blood Cell

xviii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah

dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan

cairan dalam tubuh, menjaga level elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat

tetap stabil, serta memproduksi hormon dan enzim yang membantu dalam

mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga tulang tetap

kuat (Infodatin, 2017).

Acute Kidney Injury merupakan sebuah gangguan fungsi renal yang

progresif dan irreversible, dimana fungsi ginjal mengalami penurunan dalam

mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga

terjadi uremia (Ariani, 2016).

Penelitian epidemiologi di China tentang Acute Kidney Injury (gagal ginjal

akut) telah menjadi perhatian dunia. Penelitian dari 44 rumah sakit di 22 provinsi

yang berhubungan dengan insiden Acute Kidney Injury yang memiliki presentase

0.9% di antaranya adalah 2.223.230 pasien rawat inap menurut klasifikasi KDIGO

(Kidney Disease: Improving Global Outcome) pada tahun 2015. Standar RRT

(Renal Replacement Theraphy) ialah 14,4% dan mortalitas di rumah sakit sebesar

12.4%. Penelitian baru membuktikan bahwa faktor komplikasi dari Acute Kidney

Injury (AKI) memiliki presentase sebesar 2.4% sampai 8.1% di rumah sakit

khusus orang dewasa dan pasien ICU memiliki presentase 30 sampai 50% dengan

mempengaruhi standar mortalitas sebesar 18.6 sampai 28.5% (Wang, 2016).


2

International Society of Nephrology berinisiatif bahwa dari “0” sampai “25”

yaitu, nol kematian yang dapat dicegah dari Acute Kidney Injury (AKI) secara

dunia tahun 2025. Berdasarkan bukti yang baru ditemukan bahwa pre kondisi

iskemik, pengobatan non invasif serta pengobatan secara tradisional dapat

mencegah Acute Kidney Injury (AKI) termasuk diantaranya pasien dengan bedah

jantung dan sejenisnya (Wang, 2016).

Data Indonesia Renal Registry (IRR) tahun 2016 menyebutkan sebanyak

98% penderita gagal ginjal menjalani terapi hemodialisis dan 2% menjalani terapi

peritoneal dialisis (Depkes, 2018). Prevalensi gagal ginjal di Indonesia pada laki-

laki (0.3%) lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan (0.2%). Berdasarkan

karakteristik umur prevalensi tertinggi pada kategori usia diatas 75 tahun (0.6%),

dimana mulai terjadi peningkatan pada usia 35 tahun ke atas (Kemkes, 2017).

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2017), mengatakan bahwa

berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 bahwa prevalensi tertinggi adalah

Sulawesi Tengah sebesar 0.5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara

masing-masing 0.4%.

Dampak Acute Kidney Injury dari berbagai masalah keperawatan yaitu

penurunan aliran darah ginjal. Efek merugikan dari perfusi ginjal pada fungsi

ginjal sangat jelas. Karena aliran darah ginjal dalam jumlah yang besar

dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi normal ginjal, maka perubahan

komposisi urin terjadi lebih dini bila perfusi ginjal menurun (Nuari dan Widayati,

2017).

Terdapat upaya pengendalian faktor resiko untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh gagal ginjal masih belum cukup

optimal untuk menangani permasalahan yang ada. Pola hidup yang tidak sehat dan
penyakit penyerta pada gagal ginjal juga menjadi permasalahan yang sedang

terjadi. Selama melakukan pengamatan di Ruang Dahlia A terhitung dari tanggal

27 Mei sampai 29 Mei 2019 di dapatkan beberapa pasien penderita ginjal

melakukan perawatan karena mempunyai berbagai komplikasi dari gagal ginjal

ataupun penyakit penyerta yang dialami.

Berdasarkan pemaparan latar belakang makan penulis tertarik untuk

melakukan studi kasus pada Asuhan Keperawatan pada Tn. N dengan Acute

Kidney Injury di Ruang Dahlia A Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi

Kalimantan Utara.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan tugas akhir ini, dibagi menjadi dua yaitu :

1.2.1 Tujuan Umum

Mendapatkan pengalaman nyata tentang Asuhan Keperawatan pada Tn. N

dengan diagnosa medis Acute Kidney Injury di Ruang Dahlia A Rumah

Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan secara komprehensif.

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Tn. N dengan Acute Kidney

Injury di Ruang Dahlia A Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi

Kalimantan Utara.

1.2.2.2 Membandingkan antara teori dan Asuhan Keperawatan pada Tn. N

dengan Acute Kidney Injury di Ruang Dahlia A Rumah Sakit Umum

Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.


1.2.2.3 Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam

melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Tn. N dengan Acute Kidney

Injury di Ruang Dahlia A Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi

Kalimantan Utara.

1.2.2.4 Melaksanakan pemecahan masalah Asuhan Keperawatan pada Tn. N

dengan Acute Kidney Injury di Ruang Dahlia A Rumah Sakit Umum

Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Bagi Pasien dan Keluarga

Pasien dan keluarga dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada Tn. N

dengan Acute Kidney Injury di Ruang Dahlia A Rumah Sakit Umum

Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.

1.3.2 Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat menerapkan konsep teori tentang Asuhan Keperawatan

pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury di Ruang Dahlia A Rumah Sakit

Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.

1.3.3 Bagi Institusi Pendidikan

Referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu tentang

Asuhan Keperawatan pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury di Ruang

Dahlia A Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.

1.3.4 Bagi Profesi Keperawatan

Meningkatkan mutu kerja bagi profesi keperawatan dengan cara

menetukan diagnosa dan intervensi keperawatan yang tepat untuk Asuhan

Keperawatan pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury di Ruang Dahlia A

Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.


1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup bahasan pada laporan tugas akhir ini adalah pelaksanaan

proses Asuhan Keperawatan pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury di Ruang

Dahlia A Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara yang

dilaksanakan selama 3 hari di ruang keperawatan Dahlia A Rumah Sakit Umum

Daerah Tarakan dari tanggal 27 Mei sampai 29 Mei 2019.

1.5 Metode Penulisan

Penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis menggunakan tipe studi kasus,

yaitu metode ilmiah yang menggambarkan keadaan yang terjadi, dan semua

kegiatan hanya memusatkan perhatian pada satu kasus secara intensif, dimulai

dari pengumpulan data, analisa data, merumuskan masalah, intervensi dan

implementasi serta evaluasi yang telah dilakukan. Data-data yang tercantum

dalam laporan tugas akhir ini diperoleh dengan cara:

1.5.1 Observasi

Mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang

masalah kesehatan dan keperawatan klien.

1.5.2 Wawancara

Data yang didapatkan dari pasien dan orang terdekat lainnya melalui

percakapan dan pengamatan. Data dapat dikumpulkan selama satu periode

kontak atau lebih dan harus mencakup semua data yang relevan. Teknik

pengumpulan data ini dilakukan dengan cara tanya jawab langsung dengan

klien dan keluarga atau orang tertentu yang mengetahui pasti keadaan

klien, sehingga dapat diperoleh data yang akurat.


1.5.3 Pemeriksaan Fisik

Pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan fisik persistem secara

keseluruhan melalui empat tahap yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi.

1.5.4 Pemeriksaan Penunjang

Data diperoleh dari dokumentasi yang terdapat pada catatan perawat dan

catatan tim kesehatan lainnya yang berhubungan dengan kasus klien.

1.5.5 Study Literature

Dapat berupa buku-buku, jurnal ilmiah, dan sumber lain yang

berhubungan dengan judul serta permasalahan dalam laporan tugas ilmiah

ini.

1.6 Sistematika Penulisan

Secara sistematis laporan tugas akhir ini dibagi dalam lima bab, yaitu :

Bab satu pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang

lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab dua landasan teori, yang terbagi menjadi dua bahasan yang pertama yaitu

konsep dasar penyakit yang terdiri dari definisi, anatomi fisiologi, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, pemerikasaan diagnostik, penatalaksanaan, dan

komplikasi, dan yang kedua yaitu asuhan keperawatan yang terdiri dari

pengkajian, penyimpangan kebutuhan dasar manusia, diagnosa keperawatan,

perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Bab tiga laporan kasus, yang terdiri dari pengkajian, penyimpangan kebutuhan

dasar manusia, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Bab empat pembahasan, yang berisi perbandingan atau perbedaan antara proses

keperawatan secara teoritis dengan aplikasi nyata di lapangan, dengan

kesenjangan
tersebut nantinya akan dibahas berdasarkan hasil pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Bab lima penutup, berisi kesimpulan dari seluruh penulisan laporan tugas akhir ini

dan saran yang ditunjukan untuk perbaikan selanjutnya.


BAB 2
LANDASAN TEORI

Konsep Dasar Medis

Definisi Acute Kidney Injury

Acute Kidney Injury adalah penurunan fungsi ginjal mendadak

dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan

homeostatis tubuh. Acute Kidney Injury juga merupakan suatu sindrom

yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat

terjadinya penimbunan hasil metabolik persenyawaan nitrogen seperti

ureum dan kreatinin. Diagnosa Acute Kidney Injury (Gagal Ginjal Akut)

yaitu terjadinya peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0.5

mg/dl per hari. Peningkatan kadar ureum darah adalah sekitar 10 sampai

20 mg/dl per hari kecuali bila terjadi hiperkatabolisme dapat mencapai 100

mg/dl per hari (Nuari & Widayati, 2017).

Acute Kidney Injury atau Acute Renal Failure (ARF) adalah fungsi

ginjal yang menurun secara tiba-tiba (penurunan GFR [Glomerular

Filtration Rate]) dan terjadi hampir dalam hitungan jam atau hari. Acute

Kidney Injury biasanya secara mendadak tanpa didahului dengan gejala

penurunan fungsi ginjal. Kasus yang banyak terjadi adalah ketika pasien

bekerja berat, berolah raga, stress, dan sebagainya, tiba-tiba muncul gejala

Acute Kidney Injury ini. Gejala biasanya baru teridentifikasi di rumah sakit

yang berupa oliguria (output urin dalam 24 jam kurang dari 400 cc [Cubic

centimeter]), azotemia progresif dan disertai kenaikan ureum dan kreatinin

(Diyono & Mulyanti, 2019).


9

Acute Kidney Injury adalah fungsi ginjal yang menurun dengan

tiba- tiba yang dapat menganggu keseimbangan cairan dan elektrolit dalam

tubuh. Biasanya gejalanya ditandai dengan penurunan berkemih atau

peningkatan berkemih dalam 24 jam. Berdasarkan pemeriksaan

laboratorium terjadi peningkatan ureum dan kreatinin.

Anatomi Fisiologi Ginjal

Anatomi

Gambar 2.1. Anatomi Ginjal


Sumber : Adam, 2015

Ginjal adalah suatu kelenjar yang terletak di belakang kavum

abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis

III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuknya ginjal

seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal kiri

lebih besar dari pada ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki

lebih panjang dari pada ginjal wanita (Widia, 2015).


Secara anatomis ginjal terbagi menjadi bagian, yaitu bagian kulit

(korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis

renalis). Kulit ginjal yang terdapat bagian yang bertugas melaksanakan

penyaringan darah yang disebut nefron. Tempat penyaringan darah ini

banyak mengandung kapiler darah yang tersusun bergumpal-gumpal

disebut glomerulus. Tiap glomerulus dikelilingi oleh simpai bowman,

dan gabungan antara glomerulus dan simpai bowman disebut badan

malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara

glomerulus dan simpai bowman. Zat-zat yang terlarut dalam darah akan

masuk ke dalam simpai bowman. Zat-zat tersebut akan menuju ke

pembuluh darah yang merupakan lanjutan dari simpai bowman yang

terdapat di dalam sumsum ginjal (Nuari & Widayati, 2017).

Ginjal diperkirakan memiliki 1.000.000 nefron yang selama 24 jam

dapat menyaring darah 170 liter. Arteri renalis membawa darah murni

dari aorta ke ginjal, lubang-lubang yang terdapat pada piramid renal

masing-masing membentuk simpul dari kapiler satu badan malphigi

yang disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang bercabang membentuk

kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena

kava inferior (Widia, 2015).

Fisiologis

Ginjal memainkan peran penting dalam mengatur volume dan

komposisi cairan tubuh, mengeluarkan racun dan menghasilkan hormon

seperti renin, erythropoietin dan bagian aktif vitamin D. Kegagalan

untuk menangani efek-efek ini menjadi pertimbangan yang dapat

menghasilkan
kesalahan serius dalam penanganan pasien. Ginjal dibentuk dari kira-kira

1 juta unit fungsional yang disebut dengan nefron. Secara anatomi,

sebuah nefron terdiri dari sebuah tubulus berliku-liku dengan sedikitnya

enam segmen yang khusus Akhir bagian proksimal (Kapsula Bowman),

ultrafiltrasi darah telah terbentuk, dan selama cairan ini melewati nefron,

jumlah dan komposisinya termodifikasi oleh kedua proses reabsoprsi dan

sekresi. Hasil akhir yang dikeluarkan berupa urin. Enam bagian utama

anatomi daan fungsional nefron meliputi kapiler-kapiler glomerular,

tubulus proksimal, lengkung henle, tubulus distal, tubulus pengumpul,

dan apparatus juxtaglomerular (Nuari & Widayati, 2017).

Perubahan patologi yang mendasari Acute Kidney Injury adalah

terjadinya Nekrosis Tubular Akut (NTA). Kondisi ini mengakibatkan

deskuamasi sel tubulus nekrolit dan bahan protein lainnya. Kemudian

membentuk silinder dan menyumbat lumen tubulus sehingga tekanan

intratubuluer meningkat. Tekanan intratubulus yang meningkat

menyebabkan gangguan filtrasi glomerulus sehingga GFR menurun.

Obstruksi tubulus merupakan faktor penting pada ARF yang disebabkan

oleh logam berat. Etilen glikol atau iskemia berkepanjangan. Pada

keadaan sel endotel kapiler glomerulus dan/atau sel membran basalis

mengalami perubahan sehingga luas permukaan filtrasi menurun

mengakibatkan penurunan ultrafiltrasi glomerulus (Diyono & Mulyanti,

2019).

Klasifikasi

United State Renal Data System (2015), mengatakan bahwa

ADQI (Acute Dialysis Quality Initative) mengeluarkan sistem klasifikasi


AKI (Acute Kidney Injury) dengan kriteria RIFLE [Risk, Injury, Failure,

Loss of kidney function , and End-Stage kidney disease] yang terdiri dari 3

kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr (Creatinin) serum atau

penurunan LFG [Laju Filtrasi Glomerulus] atau kriteria UO [Urine

Output]) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2

kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal seperti tabel

dibawah ini.

Tabel 2.1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007
Kategori Peningkatan SCr Penurunan LFG Kriteria UO
Injury 1,5 kali nilai 25% nilai dasar 5,5 mL/Kg/jam
dasar 6 jam
Risk 2,0 kali nilai 50 % 0,5 mL/Kg/jam
nilai

3,0 kali nilai > 75% nilai dasar <>0,5 mL/Kg/jam


24 jam atau
dasar atau ≥ 4
mg/dL dengan
≥ Anuria ≥ 12 jam
kenaikan akut
0,5 mg/dL
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari
4 minggu
End Stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan

Etiologi

Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa berdasarkan etiologi dan

proses terjadinya Acute Kidney Injury, dapat diklasifikasikan menurut

tahapan kerusakan ginjal sebagai berikut :

Pre-Renal

Acute Kidney Injury pre-renal merupakan kelainan fungsional

tanpa adanya kelainan histologik atau morfologik pada nefron. Acute

Kidney Injury pre-renal adalah keadaan paling ringan yang berlangsung

secara
cepat dan jika perfusi ginjal ini segera diperbaiki maka fungsi ginjal akan

dapat kembali normal (reversible) Namun, bila hipoperfusi ginjal tidak

segera diperbaiki, maka akan menimbulkan terjadinya Nekrosis Tubular

Akut (NTA).

Penyebab terjadnya Acute Kidney Injury pre-renal adalah semua

faktor atau kondisi yang menyebabkan penurunan jumlah darah yang

sampai ke ginjal sehingga terjadi hipoperfusi renal. Kondisi yang dapat

menyebabkan hipoperfusi ginjal atau renal antara lain :

1) Penurunan Volume Vaskular

Hal ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan plasma

atau darah karena perdarahan, luka bakar atau kehilangan cairan

ekstraseluler karena muntah dan diare.

2) Kenaikan Kapasitas Vaskuler

Penyempitan pembuluh darah dapat meningkatkan kapasitas atau

tahanan vaskuler sehingga aliran darah ke ginjal menurun. Kondisi ini

dapat terjadi sepsis, blokade ganglion, dan reaksi anafilaksis.

3) Penurunan Curah Jantung

Ginjal membutuhkan perfusi ginjal dari jantung sebanyak 25 sampai

30% dari COP (Cardiac Output). Jika jumlah tersebut kurang maka

ginjal dapat mengalami penurunan fungsi secara akut. Kondisi yang

dapat menyebabkan penurunan COP diantaranya adalah renjatan atau

syok kardiogenik, payah jantung kongestif, tamponade jantung,

disritmia, emboli paru, dan infark jantung.


Intrarenal

Acute Kidney Injury yang disebabkan oleh kerusakan atau penyakit

primer dari ginjal yang menyebabkan Acute Tubuler Necrosis. Gangguan

ginjal ini mencakup masalah seperti yaitu :

1) Infeksi

Glomerulonefritis merupakan infeksi yang dapat menyebabkan

penurunan filtrasi glomerulus.

2) Crush Injury

Trauma hebat dan luas pada otot dan jaringan lunak dapat menyebabkan

peningkatan myoglobulin (pelepasan protein akibat kerusakan otot yang

berkaitan dengan hemoglobulin) merupakan toxic atau racun bagi

nefron.

3) Reaksi Transfusi Berat

Hati-hati dengan tindakan transfusi karena jika terjadi kesalahan dan

menyebabkan reaksi transfusi berupa hemolisis kemudian menyebabkan

peningkatan konsentrasi darah menuju ginjal, maka ginjal akan sulit di

filtrasi.

4) Obat-obatan

Obat merupakan zat kimia di mana ginjal sebagai jalan pengeluaran

racun yang ada pada obat. Beberapa obat yang mempunyai sifat toksik

terhadap ginjal (nefrotoxic) bila diberikan dalam jumlah berlebihan.

Obat khususnya golongan Nonsteroidal Anti-inflammantory Drugs

(NSAIDs) dan ACE (Angiotensin-Converting Enzyme) inhibitors

mempunyai efek antara yang secara mekanisme autoregulasi dapat

menyebabkan hipoperfusi ginjal renal dan iskemik renal.


5) Racun/Zat Kimia

Ada beberapa zat kimia beracun yang apabila masuk ke dalam tubuh

baik secara inhalasi ataupun ingesti dapat merusak fungsi ginjal. Zat

tersebut diantaranya arsen, merkuri, asam jengkolat dan sebagainya.

Post-Renal

Acute Kidney Injury post-renal adalah suatu keadaan di mana

pembentukkan urin sudah cukup, tetapi aliran urin di dalam saluran

kemih terhambat. Penyebab yang paling sering adalah obstruksi saluran

kemih karena batu, penyempitan/striktur, dan pembesaran prostat.

Namun, post- renal juga dapat terjadi akibat proses ekstravasasi.

Manifestasi Klinik

Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa manifestasi klinik pada

Acute Kidney Injury menurut yaitu :

Pernafasan seperti pernafasan kussmaul, efusi pleura dan pneumonia.

Saraf seperti sakit kepala, kelelahan, perubahan status mental.

Kardiovaskular seperti anemia (nomochromic, normocytic), hipertensi,

disritmia.

Perkemihan seperti perubahan volume dan komponen tergantung

penyebab dan perubahan ekskresi karena obat-obatan.

Kulit seperti oedema mata, tangan atau kaki dan memar.

Darah seperti asidosis, hiperkalemia, BUN, meningkat, dan serum

kreatinin meningkat.

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), mengatakan perjalanan klinis

Acute Kidney Injury dibagi menjadi tiga stadium: oliguria, diuresis dan
recovery. Pembagian ini dipakai pada penjelasan dibawah ini, tetapi harus

diingat bahwa ginjal akut azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urin

lebih dari 400 ml/24 jam. Stadium oliguria timbul dalam waktu 24

sampai 48 jam sesudah trauma dan disertai azotemia. Stadium diuresis

yakni (1) stadium Acute Kidney Injury dimulai bila keluaran urin lebih

dari 400 ml/ hari, (2) berlangsung 2 sampai 3 minggu, (3) pengeluaran

urin harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak mengalami hidrasi

yang berlebih, (4) tingginya kadar urea darah, (5) memungkinan

menderita kekurangan kalium, natrium dan air, (6) selama stadium dini

diuresis kadar BUN mungkin meningkat terus. Stadium penyembuhan

berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu anemia dan kemampuan

pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik.

Patofisiologi

Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa perubahan patologi

yang mendasari Acute Kidney Injury adalah terjadinya Nekrosis Tubulus

Akut. Kondisi ini mengakibatkan deskuamasi sel tubulus nekrolit dan

bahan protein lainnya. Kemudian membentuk silinder dan menyumbaat

lumen tubulusl sehingga tekanan intratubuler meningkat. Tekanan

intratubulus yang meningkat menyebabkan gangguan filtrasi glomerulus

sehingga GFR menurun. Obstruksi tubulus merupakan faktor penting pada

ARF (Acute Renal Failure) yang disebabkan oleh logam berat. Etilen

glikol atau iskemia berkepanjangan. Pada keadaan sel endotel kapiler

glomerulus dan/atau sel membran basalis mengalami perubahan sehingga

luas permukaan filtrasi menurun mengakibatkan penurunan ultrafiltrasi

glomerulus.
Muttaqin dan Sari (2014), mengatakan bahwa pada ginjal normal,

90% aliran darah di distribusi ke korteks (letak glomerulus) dan 10%

menuju ke medula, dengan demikian ginjal dapat memekatkan urin dan

menjalankan fungsinya. Sebaliknya, pada ARF perbandingan antara

distribusi korteks daan medula ginjal menjadi terbalik sehingga terjadi

iskemia relatif pada korteks ginjal. Konstriksi dan arteriol aferen

merupakan dasar penurunan laju filtrasi glomerulus. Iskemia ginjal akan

mengaktivasi sistem renin-angiotensin dan memperbera iskemia korteks

luar ginjal setelah hilangnya rangsangan awal.

Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa secara umum

faktor-faktor yang terlibat dalam proses potagenesis ARF diawali dengan

adanya gangguan iskemia atau nefrotoksin yang ada pada tubulus atau

glomerulus sehingga menurunkan aliran darah ke ginjal. Acute Kidney

Injury yang kemudian bersifat menetap dapat terjadi melalui beberapa

akibat cedera awal. Masih banyak hal yang belum diketahui mengenai

patofisiologi ARF. Selain itu, masih banyak yang harus diteliti lebih jauh

untuk mengetahui hubungan antara beberapa faktor yang

memengaruhinya. Tahapan Acute Kidney Injury secara patologi

berlangsung melalui 4 tahap sebagai berikut:

Tahap Inisiasi

Tahap dimana ginjal mulai mengalami penurunan ginjal. Pada tahap ini

biasanya pasien belum merasakan gejala yang berarti. Rata-rata pasien

mengeluh badan yang tiba-tiba terasa lemas, nyeri sendi, kadang diikuti
nyeri pinggang hebat bahkan sampai kolik abdomen. Serangan ini

berlangsung selama beberapa saat, jam atau beberapa hari.

Fase Oliguri-Anuri

Volume urin (<400 sampai 500ml/24 jam) ditandai dengan peningkatan

konsentrasi urin yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal. Terdapat

penurunan fungsi ginjal dengan peningkatan retensi nitrogen,

peningkatan BUN, ureum dan kreatinin.

Fase Diuretik

Dimulai ketika dalam waktu 24 jam volume urin yang keluar mencapai

500 ml dan bahkan mulai normal. Berakhir ketika BUN serta serum

kreatinin tidak bertambah lagi. Pada tahap ini perawat harus terus

mengobservasi kondisi pasien, karena kadang pasien dapat mengalami

dehidrasi yang ditandai dengan peningkatan ureum.

Fase Penyembuhan (recovery)

Walaupun kerusakan nefron bersifat irreversible, namun apabila

kerusakan belum berlangsung lama dan segera di perfusi dengan baik

maka Acute Kidney Injury dapat dicegah agar tidak berlanjut dan nefron

dapat berfungsi kembali. Biasanya proses ini berlangsung beberapa bulan

(tiga bulan sampai dengan satu tahun) namun, kadang-kadang terjadi

jaringan parut yang tidak selalu menyebabkan ginjal kehilangan fungsi.

Pemeriksaan Penunjang

Setelah ada kecurigaan adanya penurunan fungsi renal, maka

pemeriksaan penunjang segera harus dilakukan untuk mengetathui

penyebab penurunan fungsi renal. Kecepatan peeriksaan lanjutan ini ikut


berperan penting dalam penatalaksanaan ARF dan mencegah terjadinya

CHF (Congestive Heart Failure). Pemeriksaan penunjang difokuskan pada

faktor etiologi pre-renal, intrarenal, atau post-renal. Diyono & Mulyanti

(2019), mengatakan bahwa pemeriksaan yang sering dilakukan menurut

yaitu :

Hematologi, biasanya akan terjadi peningkatan ureum, kreatinin, BUN,

hipokalemia, hipokalsemia, anemia.

USG (Ultrasound Sonography) untuk mengetahui kemungkinan faktor

post-renal seperti batu atau tumor saluran kemih.

Radiologi (BNO [Blass Nier Overzicht] – IVP [Intra Venous

Pyelography], Cystogram), dilakukan jika dengan USG hasilnya tidak

begitu jelas.

Arteriogram, dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab pre-renal,

misalnya oclusi arteri renalis.

Komplikasi

Odema paru terjadi karena gagal jantung kongestif. Keadaan ini

terjadi akibat ginjal tidak dapat mensekresi urin, garam dalam jumlah yang

cukup. Posisi pasien setengah duduk agar cairan dalam paru dapat di

distribusi ke vaskular sistemik, di pasang oksigen, dan di berikan diuretik

kuat (furosemide injeksi). Aritmia terjadi karena efek dari hiperkalemia

yang mempengaruhi kelistrikan jantung. Gangguan elektrolit

(hiperkalemia, hiponatremia dan asidosis). Penurunan kesadaran terjadi

karena perubahan perfusi dan penurunan aliran darah ke otak. Infeksi

terjadi karena retensi sisa metabolisme tubuh dalam peredaran darah

(BUN,
kreatinin). Anemia, terjadi akibat penurunan produksi eritropoietin

sehingga eritrosit yang dihasilkan juga akan berkurang (Nuari &

Widayanti, 2017).

Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan

mencegah komplikasi yang meliputi hal-hal sebagai berikut dialisis,

koreksi hiperkalemi, terapi cairan dan diet rendah protein tinggi

karbohidrat serta koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis.

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi Acute Kidney Injury

yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis

memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan

natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan

perdarahan dan membantu penyembuhan luka. Koreksi hiperkalemi ialah

peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian enema.

Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi

natrium di saluran interstinal (Muttaqin & Sari, 2014).


Penyimpangan KDM
Bagan 2.1. Penyimpangan KDM teori (Nuari & Widayati, 2017)

Zat toksik Gangguan vaskular Agen Obstruksi saluran Erythtropoetin


kemih tidak menstimulasi
sumsum tulang
Reaksi antigen Arteriosclerosis Tertimbun di ginjal belakang
antibodi Retensi urin

Suplai darah ginjal


turun Menekan saraf Produksi sel darah
perifer merah menurun
GFR turun

Acute Kidney Hemoglobin


Injury menurun
Sekresi protein Sekresi Retensi Na
Urokrom
terganggu tertimbun di kulit eritropoietin Darah tidak dapat
turun mengangkut
Total CES naik
Sindrom uremia oksigen
Perubahan
warna kulit Produksi Tekanan kapiler naik
Gangguan Hb turun Anemia
keseimbangan asam- Perpospatemia Volume
basa
Suplai nutrisi interstisial naik Keletihan
Pruritus dalam darah
Produksi asam-basa Edema
turun
lambung naik
Resiko
Infeksi Pre load naik
Nausea vomitus
Resiko Beban jantung naik
Resiko Defisit Penurunan
Nutrisi Curah Hipertrofi ventrikel kiri
Jantung
Payah jantung kiri

COP turun Bendungan atrium kiri naik

Aliran darah ke ginjal Tekanan vena pulmonalis


Suplai O2 ke Suplai O2 ke otak
jaringan turun
RAA turun turun Kapiler paru naik
Hilang
Retensi Na dan kesadaran Edema paru
Metabolisme anaerob

Asam laktat naik


Hipervolemia
Nyeri akut
Nyeri sendi
Konsep Dasar Keperawatan

Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap

berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang

terjadi pada tahap ini akan menetukan diagnosis keperawatan (Rohmah &

Walid, 2016).

Pola Kesehatan Fungsional

Doenges (2014), mengatakan bahwa pola kesehatan fungsional pada

Acute Kidney Injury ialah sebagai berikut :

1) Aktivitas dan Istirahat

Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise.

Tanda : Kelemahan otot, kehilangan

tonus.

2) Sirkulasi

Tanda : Hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi malignan,

eklampsia/hipertensi akibat kehamilan), disritmia jantung, nadi lemah,

hipotomi ortostatik (hypovolemia), distensi vena jugularis, nadi kuat,

oedema jaringan umum (termasuk area periorbital, mata kaki, sacrum),

pucat/kecenderungan perdarahan.

3) Pola eliminasi

Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning pekat, merah, coklat,

berawan, oliguria (biasanya 12-21 hari), polyuria (2-6 L/hari).

Gejala : Perubahan pola berkemih biasanya peningkatan

frekuensi/polyuria (kegagalan dini), atau penurunan berkemih/oliguria


(fase akhir), dysuria, ragu-ragu, dorongan dan retensi

(inflamasi/obstruksi, infeksi), abdomen kembung, diare atau konstipasi,

riwayat BPH (Benigna Prostat Hiperplasia), batu/kalkuli.

4) Makanan dan cairan

Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembapan, oedema (umum, bagian

bawah).

Gejala : Peningkatan berat badan (oedema), penurunan berat badan

(dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, penggunaan

diuretik.

5) Neurosensori

Tanda : Gangguan status mental contoh penurunan lapang perhatian,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan

tingkat kesadaran (azotemia, ketidak seimbangan elektrolit/asam/basa).

Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom “kaki

gelisah”.

6) Nyeri/Kenyamanan

Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,

gelisah. Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala.

7) Pernapasan

Tanda : Nafas pendek.

Gejala : Takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi, kedalaman

(pernafasan Kussmaul); nafas ammonia, batuk produktif dengan sputum

kental merah muda (oedema paru).


8) Keamanan

Tanda : Demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area kulit ekimosis, pruritus,

kulit kering.

Gejala : Adanya reaksi transfusi.

Diagnosa Keperawatan

Doenges (2014), mengatakan bahwa diagnosa keperawatan yang sering

terjadi pada pasien dengan Acute Kidney Injury adalah sebagai berikut :

Hipervolemia berhubungan dengan mempengaruhi mekanisme regulator

(gagal ginjal) dengan retensi (GFR), pemasukkan lebih besar dari

pengeluaran, oliguria, oedema jaringan umum, peningkatan berat badan,

perubahan status mental, penurunan Hb/Ht, gangguan elektrolit,

kongestif paru pada foto dada.

Resiko penurunan curah jantung ditandai dengan faktor resiko meliputi

kelebihan cairan, perpindahan cairan, defisit cairan, ketidak seimbangan

elektrolit, efek uremia pada otot jantung.

Resiko defisit nutrisi ditandai dengan faktor resiko meliputi katabolisme

protein, peningkatan kebutuhan metabolik, anoreksia, mual/muntah,

ulkus mukosa mulut.

Keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energi

metabolik/pembatasan diet, peningkatan kebutuhan energi.

Resiko infeksi ditandai dengan faktor resiko meliputi depresi pertahanan

imunologi (sekunder terhadap uremia).


Resiko hipovolemia ditandai dengan faktor resiko meliputi kehilangan

cairan berlebihan.

Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat,

salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

Perencanaan

Rohmah & Walid (2016), mengatakan bahwa perencanaan adalah

pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan

mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis

keperawatan. Dalam perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat

mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan

efisien. Doenges (2014), mengatakan bahwa rencana keperawatan yang

dilakukan pada pasien dengan Acute Kidney Injury berdasarkan diagnosa

yang telah ditentukan adalah sebagai berikut:

Hipervolemia berhubungan dengan mempengaruhi mekanisme regulator

(gagal ginjal) dengan retensi (GFR), pemasukkan lebih besar dari

pengeluaran, oliguria, oedema jaringan umum, peningkatan berat badan,

perubahan status mental, penurunan Hb/Ht, gangguan elektrolit,

kongestif paru pada foto dada.

Kemungkinan dibuktikan oleh:

1) Pemasukan lebih besar dari pengeluaran

2) Oliguria

3) Odema jaringan umum, peningkatan berat badan

4) Perubahan status mental

5) Penurunan Hb/Ht, gangguan elektrolit, kongestif paru pada foto dada


Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan :

Menunjukkan haluaran urin tepat dengan berat jenis mendekati normal,

berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal, tidak ada oedema

Tindakan/intervensi :

Mandiri

1) Awasi denyut jantung, TD (Tekanan Darah) dan CVP (Central Venous

Pressure)

Rasional : Takikardia dan hipertensi terjadi karena (1) kegagalan ginjal

untuk mengeluarkan urin, (2) pembatasan cairan berlebihan selama

mengobati hypovolemia/hipotensi atau perubahan fase oliguria gagal

ginjal, dan/atau (3) perubahan pada sistem renin-angiotensin.

2) Catat pemasukan dan pengeluaran akurat

Rasional : Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggunaan

cairan, dan penurunan resiko kelebihan cairan.

3) Awasi berat jenis urin

Rasional : Mengukur kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin

4) Rencanakan penggantian cairan pada pasien, dalam pembatasan multiple

Rasional : Membantu menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan

kebosanan pilihan yang terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan

haus.

5) Timbang berat badan tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama

Rasional : Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status

cairan terbaik.
6) Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk oedema

Rasional : Oedema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada

tubuh.

7) Auskultasi paru dan bunyi jantung

Rasional : Kelebihan cairan dapat menimbulkan oedema paru dan CHF

dibuktikan oleh terjadinya bunyi nafas tambahan, bunyi jantung ekstra.

Kolaborasi

1) Perbaiki penyebab yang dapat kembali karena Acute Kidney Injury

Rasional : Mampu mengembalikan ke fungsi normal dari disfungsi ginjal

atau membatasi efek residu.

2) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh:

(1) BUN, Kreatinin

Rasional : Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal.

(2) Natrium dan kreatinin urin

Rasional : Pada NTA, intergritas fungsi tubular hilang dan resorpsi

natrium terganggu, mengakibatkan peningkatan ekskresi natrium.

(3) Natrium serum

Rasional : Hiponatremia dapat diakibatkan dari kelebihan cairan (dilusi)

atau ketidak mampuan ginjal untuk menyimpan natrium.

(4) Kalium serum

Rasional : Kekurangan ekskresi ginjal dan/atau retensi selektif kalium

untuk mengekskresikan kelebihan ion-hidrogen (memperbaiki asidosis)

menimbulkan hiperkalemia.
(5) Hb/Ht

Rasional : Penurunan nilai dapat mengindikasikan hemodilusi

(hypervolemia) namun, selama gagal lama, anemia sering terjadi sebagai

akibat kehilangan/penurunan produksi SDM (Sel Darah Merah).

(6) Foto dada

Rasional : Peningkatan ukuran jantung, batas vaskular paru prominen,

efusi pleural, infiltrat/kongesti menunjukkan respons akut terhadap

kelebihan cairan atau perubahan kronis sehubungan dengan gagal ginjal

dan jantung.

3) Berikan obat sesuai indikasi:

(1) Diuretik, contoh furosemide (Lasix); manitol (Osmitrol)

Rasional : Diberikan dini pada fase oliguria pada Acute Kidney Injury

pada upaya mengubah ke fase nonoliguria, untuk melebarkan lumen

tubular dan dari debris, menurunkan hyperkalemia, dan meningkatkan

volume urin adekuat.

(2) Antihipertensif, contoh klonidin (Catapres); metilproda (Aldomet),

prazosin (Minipress)

Rasional : Mungkin diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek

berbalikan dari penurunan aliran darah ginja, dan/atau kelebihan volume

cairan.

4) Masukkan /pertahankan kateter tak menetap, sesuai indikasi

Rasional : Katerisasi mengelularkan obstruksi saluran bawah dan

memberikan rata-rata pengawasan akurat terhadap pengeluaran urin

selama fase akut.


5) Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi

Rasional : Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak

seimbangan elektrolit, asam/basa, dan untuk menghilangkan toksin.

Resiko penurunan curah jantung ditandai dengan faktor resiko meliputi

kelebihan cairan, perpindahan cairan, defisit cairan, ketidak seimbangan

elektrolit, efek uremia pada otot jantung.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan:

Mempertahankan curah jantung dibutuhkan oleh TD (Tekanan

Darah) dan denyut jantung dalam batas normal pasien, nadi perifer

kuat sama dengan waktu pengisian kapiler.

Tindakan/intervensi:

Mandiri :

1) Awasi TD dan frekuensi jantung

Rasional : Kelebihan cairan disertai dengan hipertensi (sering terjadi

pada gagal ginjal) dan efek anemia.

2) Observasi EKG (Elektrokardiogram)

Rasional : Perubahan fungsi elektro mekanis dapat menjadi masalah

pada respon terhadap berlanjutnya gagal ginjal kronik dan toksik ketidak

seimbangan elektrolit.

3) Auskultasi bunyi jantung

Rasional : Terbentuknya S3/S4 menunjukkan kegagalan fungsi

4) Kaji warna kulit, membran mukosa, dan dasar kuku

Rasional : Pucat mungkin menunjukkan vasokonstriksi


5) Perbaikan terjadinya nadi lambat, hipotensi, kemerahan, mual/muntah,

dan penurunan tingkat kesadaran (depresi SSP [sistem saraf pusat])

Rasional : Penggunaan obat (contoh antasida) mengandung magnesium

dapat mengakibatkan hipermagnesemia, potensial disfungsi

neuromuskular dan resiko henti jantung.

6) Selidiki laporan kram otot, kebas/kesemutan pada jari, dengan kejang

otot, hiperefleksia

Rasional : Neuromuskular indikator hipokalemia, yang dapat juga

mempengaruhi kontraktilitas dan fungsi jantung.

7) Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat dan berikan

bantuan dengan perawatan dan aktivitas yang diinginkan

Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung

Kolaborasi

1) Awasi pemeriksaan laboratorium

(1) Kalium

Rasional : Selama fase oliguria, hiperkalemia, dapat terjadi tetapi menjadi

hipokalemia pada fase diuretik atau perbaikan.

(2) Kalsium

Rasional : Selain efek pada jantung defisit kalsium meningkatkan efek

toksik kalium.

(3) Magnesium

Rasional : Dialisis atau pemberian kalsium diperlukan untuk melawan

efek depresif SSP dari peningkatan kadar magnesium serum.


2) Berikan/batasi cairan sesuai indikasi

Rasional : Curah jantung tergantung pada volume sirkulasi (dipengaruhi

oleh kelebihan dan kekuarangan cairan dan fungsi otot miokardial

3) Berikan tambahan oksigen tambahan sesuai indikasi

Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardial

untuk menurunkan kerja jantung dan hipoksia seluler.

4) Berikan obat-obatan sesuai indikasi

(1) Agen inotropic contoh digoksin (Lanoxin)

Rasional : Digunakan untuk memperbaiki curah jantung dengan

meningkatkan kontraktilitas miokardial dan volume sekuncup.

(2) Kalsium glukonat

Rasional : Kalsium glukonat sering rendah tetapi biasanya tidak

memerlukan pengobatan khusus pada gagal ginjal akut.

(3) Jel alumunium hidroksisa (Amphojel, Basalgel)

Rasional : peningkatan kadar fosfat dapat terjadi sebagai akibat dari

gagal GF (Glomerular Filtration) dan memerlukan penggunaan antasida

ikatan fosfat untuk membatasi absorpsi fosfat dan traktus

gastrointestinal.

(4) Cairan glukosa/insulin

Rasional : Tindakan sementara untuk menurunkan kalium serum dengan

mengendalikan kalium ke dalam sel bila irama jantung berbahaya.

(5) Natrium bikarbonat atau natrium sitrat

Rasional : Mungkin digunakan untuk memperbaiki asidosis atau

hiperkalemia (dengan peningkatan pH [Power of Hydrogen] serum) bila

pasien asidosis berat dan tidak kelebihan cairan.


(6) Natrium polisitiren sulfonat (Kayexalate) dengan/tanpa sorbitol

Rasional : Pertukaran resin yang menukar natrium untuk kalium pada

traktus gastrointestinal untuk menurunkan kadar kalium serum.

5) Siapkan/bantu dengan dialisis sesuai indikasi

Rasional : Diindikasikan untuk disritmia menetap, gagal jantung

kongestif yang tidak responsif terhadap terapi lain.

Resiko defisit nutrisi ditandai dengan faktor resiko meliputi katabolisme

protein, peningkatan kebutuhan metabolik, anoreksia, mual/muntah,

ulkus mukosa mulut.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan:

Mandiri

1) Kaji atau catat pemasukan diet

Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi defesiensi dan kebutuhan

diet.

2) Berikan makan sedikit dan sering

Rasional : Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status

uremik.

3) Berikan pasien atau orang terdekat daftar makanan atau cairan yang

diizinkan dan dorong terlibat pada pilihan menu

Rasional : Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pemberianan diet.

4) Tawarkan perawatan mulut sering atau cuci dengan larutan (25%) cairan

asam asetat.

Rasional : Membran mukosa menjadi kering dan pecah.


5) Timbang berat badan tiap hari

Rasional : Pasien puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0.1-0.5

kg/hari.

Kolaborasi

1) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, albumin serum, natrium

dan kalium

Rasional : Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan dan efektifitas terapi

2) Kolaborasi dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi

Rasional : Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam

pembatasan, dan mengindentifikasi rute paling efektif dan produknya.

3) Berikan kalori tinggi, diet rendah atau sedang protein

Rasional : Jumlah protein eksogen yang dibutuhkan kurang dari normal

kecuali pada pasien dialisis.

4) Batasi kalsium, natrium dan pemsukkan fosfat sesuai indikasi

Rasional : Pembatasan elektrolit ini diperlukan untuk mencegah

kerusakan ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialisis tidak menjadi

bagian pengobatan, dan/atau selama fase penyembuhan Acute Kidney

Injury.

5) Berikan obat sesuai indikasi

(1) Sediaan besi

Rasional : Defesiensi besi dapat terjadi bila protein dibatasi, pasien

anemik, atau gangguan fungsi gastrointestinal.

(2) Kalsium

Rasional : Memperbaiki kadar normal serum untuk memperbaiki fungsi

jantung dan neuromuskular, pembekuan darah, dan metabolisme

jantung.
(3) Vitamin D

Rasional : Perlu untuk memudahkan absorpsi kalsium dan traktus GI

(gastrointestinal).

(4) Vitamin B kompleks

Rasional : Vutal sebagai koenzim pada pertumbuhan sel dan kerjanya.

(5) Antiemetik, contoh proklorperazim (Compazine), trimetobenzamid

(Tigan)

Rasional : Diberikan untuk menghilangkan mual/muntah dan dengan

meningkatkan pemasukan oral.

Keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energi

metabolik/pembatasan diet, peningkatan kebutuhan energi.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan :

Melaporkan perbaikan rasa berenergi dan berpartisipasi pada aktivitas

yang diinginkan.

Tindakan/intervensi:

Mandiri

1) Evaluasi laporan kelelahan, kesulitan menyelesaikan tugas

Rasional : Menentukan derajat (berlanjutnya atau perbaikan) dan efek

ketidak mampuan.

2) Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan

Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu

pemilihan intervensi.
3) Identifikasi faktor stres/psikologis yang dapat memperberat

Rasional : Mungkin mempunyai efek akumulatif (sepanjang faktor

psikologis) yang dapat diturunkan bila masalah dan takut

diakui/diketahui.

4) Rencanakan periode istirahat adekuat

Rasional : Mencegah kelelahan berlebihan dan menyimpan energi untuk

penyembuhan, regenerasi jaringan.

5) Berikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan ambulasi

Rasional : Mengubah energi, memungkinkan berlanjutnya aktivitas yang

dibutuhkan/normal, memberikan keamanan pada pasien.

6) Tingkatkan tingkat partisipasi sesuai intoleransi pasien

Rasional : Meningkatkan rasa membaik/meningkatkan kesediaan dan

membatasi frustasi.

Kolaborasi

1) Awasi kadar elektrolit termasuk kalsium, magnesium dan kalium

Rasional : Ketidak seimbangan dapat menganggu fungsi neuromuskular

yang memerlukan peningkatan penggunaan energi untuk menyelesaikan

tugas dan potensial perasaan lemah.

Resiko infeksi ditandai dengan faktor resiko meliputi depresi pertahanan

imunologi (sekunder terhadap uremia).

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan :

Tidak mengalami tanda dan gejala infeksi

Mandiri

1) Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf


Rasional : Menurunkan resiko kontaminasi silang

2) Hindari prosedur invasif, instrumen, dan manipulasi kateter tak menetap,

kapanpun mungkin, gunakan teknik aseptik bila merawat/memanipulasi

IV (intravena)/area invasive.

Rasional : Membatasi introduksi bakteri ke dalam tubuh.

3) Berikan perawatan kateter rutin dan tingkatkan perawatan perianal

Rasional : Menurunkan kolonisasi bakteri dan resiko ISK(Infeksi

Saluran Kemih) asenden.

4) Dorong nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi sering

Rasional : Mencegah atelektasis dan memobilisasi sekret untuk

menurunkan resiko infeksi paru.

5) Kaji integritas kulit

Rasional : Ekskoriasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder

6) Awasi tanda vital

Rasional : Demam dengan peningkatan nadi dan pernapfasan adalah

tanda peningkatan laju metabolik dan proses inflamasi, meskipun sepsis

dapat terjadi tanpa respons demam.

Kolaborasi

1) Awasi pemeriksaan laboratorium

Rasional : Meskipun peningkatan SDP (Sel Darah Putih) dapat

mengindikasikan infeksi umum, leukositosis umum terlihat pada GGA

(Gagal Ginjal Akut) dan dapat menunjukkan inflamasi pada ginjal,

perpindahan diferensial ke kiri menunjukkan infeksi.


2) Ambil spesimen kultur dan sensitivitas dan berikan antibiotik tapat

sesuai indikasi

Rasional : Mematikan infeksi dan identifikasi organisme khusus,

membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.

Resiko hipovolemia ditandai dengan faktor resiko meliputi kehilangan

cairan berlebihan.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan:

Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang, turgor

kulit baik, membran mukosa lembab, nadi perifer teraba, berat badan dan

tanda vital stabil dan elektrolit dalam batas normal.

Tindakan/intervensi :

Mandiri

1) Ukur penumpukan dan pengeluaran dengan akurat

Rasional : Membantu memperkirakan kebutuhan penggantian cairan.

2) Berikan cairan yang diusulkan selama perode 24 jam

Rasional : Fase diuretik GGA dapat berlanjut pada fase oliguria bila

pemasukkan cairan tidak dipertahankan atau terjadi dehidrasi nokturnal.

3) Awasi tekanan darah (perubahan postural) dan frekuensi jantung

Rasional : Hipotensi ortostatik dan takikardia indikasi

hipovolemia

4) Perhatikan tanda/gejala dehidrasi

Rasional : Pada fase diuretik gagal ginjal haluaran urin dapat lebih dari 3

L/hari

5) Kontrol suhu lingkungan; batasi linen tempat tidur

Rasional : Menurunkan diaphoresis yang memperberat kehilangan cairan


Kolaborasi

1) Awasi pemeriksaan laboratorium

Rasional : Pada GGA non-oliguria atau fase diuretik GGA kehilangan

urin besar dapat mengakibatkan kehilangan natrium yang mengakibatkan

natrium urin bekerja secara osmotik untuk meningkatkan kehilangan

cairan.

Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat,

salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan:

Mengidentifikasi hubunngan tanda/gejala proses penyakit dan gejala

yang berhubungan dengan faktor penyebab.

Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi pada

progress pengobatan.

Tindakan/intervensi :

Mandiri

1) Kaji ulang proses penyakit, prognosis dan faktor pencetus bila diketahui

Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat

membuat pilihan informasi.

2) Jelaskan tingkat fungsi ginjal setelah episode akut berlalu

Rasional : Pasien dapat mengalami defek sisa pada fungsi ginjal yang

mungkin sementara.

3) Diskusikan dialisis ginjal atau transplantasi bila ini merupakan bagian

yang mungkin akan dilakukan di masa mendatang


Rasional : Meskipun bagian ini akan berikan sebelumnya oleh dokter

pasien boleh menegetahui dimana keputusan harus dipilih dan mungkin

memerlukan masukan tambahan.

4) Kaji ulang rencana diet/pembatasan

Rasional : Nutrisi adekuat perlu untuk meningkatkan penyembuhan

regenerasi jaringan dan kepatuhan pada pembatasan dapat mencegah

komplikasi.

5) Dorong pasien untuk mengobservasi karakteristik urin dan

jumlah/frekuensi pengeluaran

Rasional : Perubahan dapat menunjukkan gangguan fungsi

ginjal/kebutuhan dialisis.

6) Buat jadwal teratur untuk penimbangan

Rasional : Alat yang berguna untuk pengawasan status cairan dan

kebutuhan diet.

7) Kaji ulang pemasukkan/pembatasan

Rasional : Tergantung pada penyebab gagal ginjal akut, pasien dapat

memerlukan pembatasan atau peningkatan pemasukkan cairan.

8) Diskusikan pembatasan aktivitas dan memulai aktivitas yang diinginkan

secara bertahap

Rasional : Pasien dengan Acute Kidney Injury berat dapat memerlukan

pembatasan aktivitas dan/atau merasa lemah untuk periode panjang

selama fase penyembuhan, memerlukan tindakan penghematan energi

dan menurunkan kebosanan/depresi.


9) Diskusikan/kaji ulang penggunaan obat

Rasional : Obat yang terkonsentrasi/dikeluarkan oleh ginjal dapat

menyebabakan reaksi toksik kumulatif dan/atau kerusakan permanen ada

ginjal.

10) Tekankan perlunya perawatan evaluasi, pemeriksaan laboratorium

Rasional : Fungsi ginjal dapat lambat sampai gagal akut (sampai 12

bulan) dan defisit dapat menetap, memerlukan perubahan dalam terapi

untuk menghindari kekambuhan/komplikasi.

11) Identifikasi gejala yang memerlukan intervensi medik

Rasional : Upaya evaluasi dan intervensi dapat mencegah komplikasi

berlanjutnya Acute Kidney Injury serius.

Implementasi

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan. Mengobservasi respons klien selama dan

sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Budiono &

Budi, 2015).

Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang

dibuat pada tahap perencanaan (Budiono & Budi, 2015).


BAB 3
LAPORAN KASUS

Bab ini penulis akan menguraikan laporan mengenai pelaksanaan Asuhan

Keperawatan pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury yang dirawat di Ruang

Dahlia A Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan dari tanggal 27 Mei sampai 29 Mei

2019. Pelaksanaan asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, rumusan

diagnosa, perencanaan tindakan, pelaksanaan dan evaluasi.

3.1 Pengkajian

Pada tahap pengkajian ini penulisan mengumpulkan data dari klien,

keluarga klien, perawat ruangan, dokter dan catatan medis Tn. N dengan Acute

Kidney Injury yang dirawat di Ruang Perawatan Dahlia A Rumah Sakit Umum

Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara serta dengan melakukan pemeriksaan

fisik langsung pada Tn. N maupun observasi langsung pada tanggal 27 Mei 2019

pukul 10.03 Wita.

3.1.1 Identitas Diri Klien

Nama klien Tn. N, lahir di Pinrang 1 Juli 1967, umur 52 tahun, jenis

kelamin laki-laki, alamat Jl. Kakap RT.08 Juata Laut, sudah menikah,

agama Islam, suku Bugis, pendidikan SD, pekerjaan nelayan, nomor

rekam medik 3177xx, diagnosa medis Acute Kidney Injury, klien masuk

rumah sakit tanggal 17 Mei 2019, nomor kamar 3C-5, pengkajian pada

tanggal 27 Mei 2019. Penanggung jawab klien ialah Ny. M, hubungan

dengan klien ialah istri klien, umur 45 tahun, pendidikan SD, pekerjaan ibu

rumah tangga (IRT), alamat Jl. Kakap RT. 08 Juata Laut.


42

3.1.2 Riwayat Keperawatan

3.1.2.1 Riwayat Kesehatan Pasien

1) Keluhan Utama

Saat mengkaji tanggal 27 Mei 2019

Pada saat mengkaji pukul 10:03 Wite klien mengeluh nyeri seperti

tertusuk-tusuk. Nyeri bertambah bila melakukan aktivitas ringan seperti

berpindah tempat. Lokasi nyeri berada di kuadran kiri bawah. Skala

sedang (5) dengan durasi 10


± menit.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengatakan masuk ke RSUD Tarakan karena perutnya yang besar

dan nyeri serta tidak ada selera makan. Makanan dan minuman yang

dikonsumsi oleh pasien dirasa pahit di lidah. Pengaruh penyakit terhadap

pasien ialah tidak merasa nyaman karena merasa nyeri dan tidak dapat

makan ataupun minum yang disukainya. Sulit beraktivitas berat seperti

bernelayan dan mengangkat jaring. Harapan pasien akan pelayanan

kesehatan yakni bisa cepat pulih dari penyakitnya dan dapat pulang ke

rumah. Klien terlihat lemas, dan klien mengatakan lemas, terlihat

meringis dan klien mengatakan tidak mengetahui tenatang penyakitnya.

Klien terlihat bingung ketika ditanya tentang penyakitnya.

3) Riwayat Penyakit Masa Lalu

Awal mula penyakit muncul secara tiba-tiba dengan keluhan perut

kembung pada Oktober 2018. Klien pergi ke puskesmas dan mendapat

pengobatan namun, keluhan yang dirasakan masih sama dan dirujuk ke

RSAL Tarakan dengan kondisi penyakit yang sama. Penyakit masa


kanak-kanak klien adalah malaria yang diidapnya sejak umur 8 tahun

hingga sekarang. Klien mengatakan tidak mendapatkan imunisasi. Tidak

ada alergi makanan maupun obat. Pernah dirawat sebelumnya di RSAL

dengan kasus seperti saat ini selama 2 hari pada Januari 2019. Riwayat

penyakit yang diderita sebelumnya ialah perut kembung dan sakit yang

diderita sudah 7 bulan lamanya, pasien melakukan pemeriksaan

kesehatannya bila dirasa sudah sakit parah, obat yang dikonsumsi hanya

dari dokter dan obat bebas. Bila obat dari dokter telah habis, klien tidak

kembali ke dokter.

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada penyakit keturunan . Kecenderungan alergi dalam keluarga

tidak ada. Penyakit menular akibat kontak langsung maupun tidak

langsung antar anggota keluarga tidak ditemukan pada keluarga pasien.

Genogram :

Bagan 3.1 – Genogram keluarga 3 generasi Tn. N


Keterangan :

: Laki-laki : Meninggal

: Perempuan ? : Tidak diketahui pasien

: Garis pernikahan : Tinggal serumah

: Garis keturunan : Klien

3.1.3 Data Psiko-Sosial-Ekonomi

3.1.3.1 Sebelum sakit

Peran klien dalam keluarga ialah sebagai seorang ayah yang mencari

nafkah. Hubungan klien dengan masyarakat dengan mengunjungi

tetangga di dekat rumahnya. Orang kepercayaan klien untuk membantu

saat kesulitan ialah istri dan kedua anaknya. Tidak mengikuti kegiatan

masyarakat. Tidak ditemukan masalah utama selama masuk rumah sakit.

3.1.3.2 Saat sakit

Peran klien dalam keluarga ialah seorang ayah dan di masyarakat klien

sebagai masyarakat yang bekerja sebagai nelayan. Teman dekat ialah

istri yang membantunya saat kesulitan dengan menemani dan menjaga

serta merawat klien selama sakit. Saat sakit tidak mengikuti kegiatan

masyarakat. Masalah utama masuk rumah sakit ialah biaya pengobatan

yang digunakan ialah BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Nasional)

dengan pengobatan yang minimal.


3.1.4 Data Spiritual

3.1.4.1 Sebelum sakit

Klien menganut agama Islam. Melaksanakan ibadah dengan shalat 5

waktu. Menurut agama klien hubungan manusia dengan pencipta-Nya

ialah Allah SWT membantu dan menolong di saat susah dan senang.

3.1.4.2 Saat sakit

Selama sakit klien hanya berdoa untuk meminta agar cepat pulih dari

penyakitnya. Meskipun dalam keadaan sakit klien masih percaya dan

memohon doa kepada Allah SWT.

3.1.5 Pola kebiasaan sehari-hari

3.1.5.1 Nutrisi (Makan-Minum)

1) Sebelum sakit

Frekuensi makan 3x sehari dengan selera makan ada. Menu makanan

nasi putih, ikan yang diasinkan lalu digoreng, ayam yang digoreng, dan

sayur bening yang direbus. Porsi makan dihabiskan dengan 1 porsi

penuh. Makanan yang disukai adalah pisang, makanan pantangan ialah

makanan yang pedas dan bersantan. Pembatasan pola makan tidak ada.

Cara makan menggunakan kedua tangan dan piring. Keluhan tidak ada.

2) Saat sakit

Frekuensi makan 3x sehari dengan selera makan kurang. Jenis makan

bubur putih, kecap dan telur rebus dengan 1 porsi makan penuh. Namun

pasien hanya mampu menghabiskan 4 sendok saja. Makanan yang

disukai ialah pisang. Makanan pantangan yakni makanan pedas dan

bersantan. Pembatasan pola makan dengan makanan yang lunak dan

tidak memiliki
banyak rasa. Cara makan dengan sendok. Keluhan hanya tidak selera

makan karena makanan yang masuk ke mulut diarasa pahit oleh klien.

Mendapatkan diet bubur kecap dan telur rebus.

3.1.5.2 Cairan

1) Sebelum sakit

Frekuensi minum dalam sehari 4 gelas ukuran 250


± ml yakni air putih.

2) Saat sakit

Frekuensi minum dalam sehari 2 gelas ukuran±300 ml yakni air putih

hangat. Cairan infus sodium chloride 0.9% 500 ml dengan 20 tetes per

menit.

3.1.5.3 Eliminasi

1) Eliminasi urin

(1) Sebelum sakit

Frekuensi 4 sampai 5 kali dalam sehari, pancaran lurus dan lancar.

Jumlah
± 30 cc/jam dengan bau urin amoniak dengan warna kuning jernih.

Perasaan setelah BAK ialah lega karena dapat buang air namun sering.

Tetapi produksi urin ±800 cc. Kesulitan dalam hal buang air kecil ialah

poliuria.

(2) Saat sakit

Frekuensi ±
10x dalam sehari. Pancaran lurus dan lancar. Jumlah± 20

cc/jam dengan bau urin amoniak dan bewarna kuning jernih. Perasaan

setelah BAK adalah lega karena mampu mengosongkan kandung

kemihnya walaupun bolak-balik ke toilet. Total produksi urin


± 500 cc.

Kesulitan buang air kecil poliuria.


2) Eliminasi alvi

(1) Sebelum sakit

Frekuensi 2-3 hari dengan konsistensi semi padat dan bau khas. Warna

kuning kecoklatan. Kesulitan saat buang air besar tidak ada.

(2) Saat sakit

Frekuensi 1 kali dalam sehari dengan konsistensi cair dan bau khas,

warna kuning. Penggunaan obat pencahar 2 kali dalam sehari.

Tabel 3.1. Balance cairan Tn. N

Input Output

Minum 300 cc Urin 500 cc

Infus 1500 cc Feses 1000 cc

Air metabolik 200 cc IWL 705 cc

Total 2000 cc Total 2205

Balance cairan – 250 cc

3.1.5.4 Istirahat dan Tidur

1) Sebelum sakit

Pola istirahat klien tidak teratur. Jam tidur siang pukul 14.00 sampai

16.00 dengan waktu tidur 2 jam dengan kualitas tidur nyenyak tanpa

adanya gangguan. Tidur malam pukul 23.00 sampai 05.00 dengan waktu

tidur 6 jam dengan kualitas terbangun


± 5 menit ingin buang air kecil di

toilet.

2) Saat sakit

Pola istirahat klien teratur. Jam tidur siang pukul 14.00 sampai 16.00

dengan waktu tidur 2 jam dengan kualitas tidur nyenyak tanpa

terbangun.
Tidur malam pukul 23.00 sampai 05.00 dengan waktu tidur 6 jam dengan

kualitas nyenyak tanpa terbangun.

3.1.5.5 Aktivitas dan Gerak

1) Sebelum sakit :

Tabel 3.2. Aktivitas dan gerak

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum - - - -

Mandi - - - -

Toileting - - - -

Berpakaian - - - -

Mobilitas di tempat tidur - - - -

Berpindah - - - -

Ambulasi/ROM - - - -

2) Saat sakit :

Tabel 3.2. Aktivitas dan gerak


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum - - - -

Mandi - - - -

Toileting - - - -

Berpakaian - - - -

Mobilitas di tempat tidur - - - -

Berpindah - - - -

Ambulasi/ROM - - - -
Keterangan:

0 : Mandiri 2 : Dibantu orang lain 4 : Tergantung total

1 : Alat bantu 3 : Dibantu orang lain dan alat

3.1.5.6 Personal Hygiene

1) Sebelum sakit

Mandi dengan frekuensi 2x sehari menggunakan sabun dan shampoo.

Kebersihan tubuh terawat. Cuci rambut frekuensi 1x sehari

menggunakan shampoo dan kebersihan rambut terawat. Kebersihan

kuku kotor dan hitam namun terlihat pendek. Gosok gigi dengan

frekuensi 2x sehari dengan cara disikat menggunakan sikat gigi

menggunakan pasta gigi.

2) Saat sakit

Pasien mandi dengan di seka oleh istrinya frekuensi 1x sehari dan

menyikat gigi 1x sehari dengan sikat gigi.

3.1.6 Pemeriksaan Fisik

3.1.6.1 Keadaan Umum

1) Keadaan sakit : Pasien tampak sakit sedang karena pasien hanya

mendapatkan perawatan minimal dan mampu ambulasi secara mandiri

namun, pasien mengatakan lemas.

2) Tanda-tanda vital

Kesadaran:

Komposmentis

Glasgow coma scale: R. Motorik = 6 (bergerak sesuai perintah)

R. Bicara = 5 (Orientasi baik)

R. Eye = 4 (Spontan) +

Total = 15 (Komposmentis)
3) Tekanan darah: 100/60 mmHg

100+32 𝑥
4) MAP = 60 = 73.3 mmHg

Kesimpulan: Normal

5) Nadi: 70 x /menit, teratur

6) Suhu: 36,5 ℃ melalui axila

7) Frekuensi pernapasan: 18 x /menit, teratur, jenis eupnea

8) Hal yang mencolok ditemukan: tidak ada

3.1.6.2 Pemeriksaan Sistemik

1) Kepala

Inspeksi : Bentuk mesochepal, simetris bagian kiri dan kanan tidak

ditemukan adanya benjolan. Tidak ditemukan adanya lesi.

Rambut : Berwarna putih keabuan, distribusi merata, tidak ditemukan

adanya ketombe.

Palpasi : Deformitas tidak teraba di kepala klien, tidak teraba adanya

benjolan. Tidak ditemukan adanya nodul. Hidrasi kulit cepat

dan lembab.

Keluhan : Tidak ditemukan pada pasien.

2) Mata

Inspeksi : Ukuran pupil : 2.5 mm kiri dan kanan 2.5 mm (isokor). Reaksi

terhadap cahaya ada saat dilakukan pengkajian. Tidak ada

peningkatan TIO (Tekanan Intra Okuler). Akomodasi

penglihatan mampu melihat jelas tanpa adanya kabur. Bentuk

simetris kanan dan kiri. Konjungtiva anemis. Fungsi

penglihatan dapat melihat tulisan kecil di koran. Tanda-tanda


radang tidak ditemukan pada saat mengkaji. Tidak ditemukan

adanya menggunakan kaca mata dan lensa kontak. Tidak

dilakukan pemeriksaan visus.

3) Hidung

Inspeksi : Nervus I : Reaksi alergi tidak ditemukan adanya pada klien.

Tidak ditemukan adanya sekret saat pengkajian, terlihat silia

lebat. Tidak ada ditemukan pendarahan, maupun polip.

Fungsi penciuman mampu membedakan aroma kopi, teh dan

minyak kayu putih. Tidak ada trauma maupun epitaksis pada

pasien.

4) Mulut dan Tenggorokan

Inspeksi : Warna mukosa bibir merah muda. Gigi geligi terlihat berjarak

dan kehitaman. Tidak ada stomatis, maupun sariawan saat

mengkaji di daerah mulut klien. Ukuran tonsil T1 dengan

tidak pembesaran tonsil. Mampu berbicara secara jelas dan

tepat tanpa adanya gangguan saat berbicara. Klien

mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan gigi.

Palpasi : Bibir lembab

5) Telinga

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, warna sawo matang. Tidak ada

serumen, terlihat bersih. Tes fungsi pendengaran : Rinne

telinga kanan (-), kiri (-) hantaran udara Schwabach hasilnya

memanjang, Weber tidak ada lateralisasi.

Palpasi : Tidak ditemukan nodul.


6) Leher

Inspeksi : Tidak ada pembengkakan, vena tidak mengalami pembesaran,

tidak ditemukan lesi.

Palpasi : Posisi trakea tepat berada di tengah, tidak teraba pembesaran

kelenjar getah bening.

7) Payudara

Inspeksi : Simetris payudara kiri dan kanan, putting menonjol

Palpasi : Tidak ada keluar sekret dan tidak ditemukan adanya lesi.

Tidak terasa adanya massa dan pembesaran kelenjar getah

bening.

8) Thorax

Inspeksi : Bentuk dada normochest, pernafasan jenis eupnea, irama

regular simetris pengembangan dada kiri dan kanan.

Palpasi : Temperatur hangat, vocal premitus terdapat getaran kuat di

daerah thorax.

Perkusi : Lapang paru kanan dan kiri terdengar sonor. Batas jantung

ictus cordis di ICS 3 midline kiri.

Auskultasi : Suara jantung S1 (lup) S2 (dup), irama regular suara lapang

paru terdengar vesikuler di mulai dari ICS 2 sampai ICS 4.

9) Jantung

Inspeksi : Ictus cordis di ICS 3 dan 4.

Palpasi : Nadi 70x/menit, ictus cordis di ICS 3 dan 4.

Perkusi : Posisi jantung di ICS 3 dan 4, terdengar redup.

Auskultasi : Terdengar S1 lup dan S2 dup, regular.


10) Abdomen

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, pembesaran pada perut bagian kiri

bawah, bentuk umbilikus kedalam.

Auskultasi : Bising usus 10x/menit.

Palpasi : Nyeri tekan di kuadran kiri bawah. Turgor kulit elastis dan

lembab. Teraba keras.

Perkusi : Terdengar pekak.

11) Genitalia

Inspeksi : Testis terlihat bersih. Tidak terpasang kateter.

Palpasi : Tidak ditemukan adanya nodul maupun cairan yang keluar.

Tidak ada massa.

12) Anus

Inspeksi : Kulit lembab, tidak ditemukan adanya pembesaran

pembuluh darah.

Palpasi : Tidak teraba adanya massa.

13) Lengan dan Tungkai

Inspeksi : Penggerakan sendi mampu bergerak bebas tanpa hambatan.

Warna kulit sawo matang.

Palpasi : Tonus otot kuat. Temperatur 36,5℃, tidak teraba edema.

Kekuatan otot : Ekstremitas kiri = 5, Tungkai= 5, ekstremitas kanan =

5, Tungkai = 5.

Refleks fisilogis : Refleks glabelar (+), refleks bisep (+), refleks trisep

(+) jaw refleks (+), refleks brakioradialis (+), refleks

ulna (+), refleks skiver (-).


Refleks patologis : Babinski = Dorsofleksi.

14) Collumna vertebralis

Inspeksi : Bentuk tulang lordosis.

Palpasi : Nyeri tekan tidak teraba.

15) Uji saraf cranialis

(1) Nervus I : Klien dapat mengidentifikasi aroma kopi, minyak kayu putih

dan teh.

(2) Nervus II : Ukuran pupil 2.5 mm kiri dan kanan (isokor), refleks

terhadap cahaya pada pupil (+), visus hitung jari 1/60,

lapang pandang tidak menyempit.

(3) Nervus III : Tidak terdapat ptosis, tidak ada ditemukan nistagmus.

(4) Nervus IV : Diplopia maupun strabismus tidak ditemukan saat mengkaji

ke pasien, refleks pupil (+) terhadap rangsangan cahaya

(isokor).

(5) Nervus VI : Refleks pupil (+) terhadap rangsangan cahaya (isokor), klien

dapat mengikuti arahan gerakan jari di delapan arah mata

angin.

(6) Nervus V : Klien dapat merasakan sensasi benda tajam tetapi dapat

mengidentifikasi sensasi sentuhan kapas, tidak terjadi

kelemahan ditandai dengan kekuatan otot maseter saat

mengatupkan rahang, refleks kornea (+).

(7) Nervus VII : Klien dapat mengangkat kedua alis serta dapat membuka

dan menutup mata secara cepat, tidak terjadi deviasi ujung

bibir,
klien dapat mengidentifikasi rasa manis gula, rasa asam

jeruk dan pahit kopi.

(8) Nervus VIII : Hasil tes Rinne (+) hambatan udara lebih baik dari pada

hantaran tulang. Tes Weber tidak terdapat lateralisasi, tes

Schwabach hasilnya memanjang.

(9) Nervus IX : Uvula terangkat saat klien mengatakan “aaaaa”

(10) Nervus X : Klien mengatakan tidak ada kesulitan dalam menelan.

(11) Nervus XI : Hasil pemeriksaan otot strenokleiudomastoideus dapat

menahan arah tahanan kepala klien, hasil pemeriksaan

otot trapezius posisi bahu simetris dan dapat melawan

arah tahanan tangan pemeriksa.

(12) Nervus XII : Lidah terlihat berkerut, klien dapat menarik-menjulurkan

lidah secara cepat.

16) Kulit

Inspeksi : Hygiene kulit, tampak lembab.

Palpasi : CRT (Capillary Refill Time) ± 4 detik, tekstur kulit lembab,

turgor menurun.

Kelainan kulit : Kulit kering dan kasar di kaki.


3.1.7 Pemeriksaan Penunjang

3.1.7.1 Laboratorium

1) Hematologi Lengkap

Tabel 3.3. Pemeriksaan darah lengkap tanggal 27 Mei 2019

Pemeriksaaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin L 10.8 g/dL 14.0-18.0

Leukosit 9.50x103/ 4.00-12.00

Eritrosit L 3.85 x106/ 4.50-6.00

Hematokrit L 32.1 % 40.0-48.0

Trombosit H 515 x103/ 150-450 ribu

Indeks Eritrosit

MCV 83.4 fL 82.0-96.0

MCH 28.1 pg 27.0-31.0

MCHC 33.6 g/L 32.0-37.0

Hitung Jenis

Neutrofil 62.9 % 50-70

Limfosit 25 % 20.0-40.0

MXD H 12.1 % 2.0-8.0

2) Kimia Darah

Tabel 3.4. Pemeriksaan kimia darah tanggal 26 Mei 2019


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Ureum H 91.40 mg/dL 10-40

Kreatinin H 3.16 mg/dL 0.67-1.50


Tabel 3.5. Pemeriksaan kimia darah tanggal 29 Mei 2019

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Ureum H 79.0 mg/dL 10-40

Kreatinin H 2.70 mg/dL 0.67-1.50

3) GFR

Rumus Cockroft – Gault

(140 - umur) x berat (kg) / (72 x Serum Kreatinin)

(140 – 52 tahun) x 47 kg / (72 x 2.70 %) = 21.275 ml/min

3.1.8 Penatalaksanaan / Terapi Saat Ini

Tabel 3.6. Terapi obat tanggal 27 Mei 2019

No. Tanggal Pemberian Terapi Dosis Rute


1. Senin, 27 Mei 2019 Allopurinol 100 mg/ 12 Oral
jam
2. Senin, 27 Mei 2019 Antasida sirup 1 sendok teh/ Oral
6
jam

3. Senin, 27 Mei 2019 Laxadyn sirup I sendok the/


Oral
6
jam

4. Senin, 27 Mei 2019 HCT 12.5 mg/12 Oral


jam
5. Senin, 27 Mei 2019 NaCl 0.9 % 20 tpm Intravena

6. Senin, 27 Mei 2019 Omeprazole 40 mg / 12 jam Intravena

7. Senin, 27 Mei 2019 Metoclopramide 10 mg/ 8 jam Intravena

8. Senin, 27 Mei 2019 Mecobalamin 1 ml/ 12 jam Intravena

9. Senin, 27 Mei 2019 Ranitidine 2 ml/12 jam Intarvena

10. Senin, 27 Mei 2019 Fleet Enema 133 ml/8 jam Rectal
Tabel 3.7. Terapi obat tanggal 28 Mei 2019

No. Tanggal Pemberian Terapi Dosis Rute


1. Selasa, 28 Mei 2019 Aminefron 1 tablet /6 jam Oral

2. Selasa, 28 Mei 2019 Antasida sirup 100 mg/ 12 jam Oral

3. Selasa, 28 Mei 2019 Laxadyn sirup 1 sendok teh/ 6 jam Oral

4. Selasa, 28 Mei 2019 HCT 12.5 mg//12 jam Oral

5. Selasa, 28 Mei 2019 NaCl 0.9 % 20 tpm Intravena

6. Selasa, 28 Mei 2019 Omeprazole 40 mg / 12 jam Intravena

7. Selasa, 28 Mei 2019 Metoclopramide 10 mg/ 8 jam Intravena

8. Selasa, 28 Mei 2019 Mecobalamin 1 ml/ 12 jam Intravena

9. Selasa, 28 Mei 2019 Ranitidine 2 ml/12 jam Intarvena

10. Selasa, 28 Mei 2019 Fleet Enema 133 ml/8 jam Rectal

Tabel 3.8. Terapi obat tanggal 29 Mei 2019


No. Tanggal Pemberian Terapi Dosis Rute
1. Senin, 27 Mei 2019 Allopurinol 100 mg/ 12 jam Oral

2. Senin, 27 Mei 2019 Antasida sirup 1 sendok teh/ 6 jam Oral

3. Senin, 27 Mei 2019 Laxadyn sirup I sendok teh/ 6 jam Oral

4. Senin, 27 Mei 2019 HCT 12.5 mg/12 jam Oral

5. Senin, 27 Mei 2019 NaCl 0.9 % 20 tpm Intravena

6. Senin, 27 Mei 2019 Omeprazole 40 mg / 12 jam Intravena

7. Senin, 27 Mei 2019 Metoclopramide 10 mg/ 8 jam Intravena

8. Senin, 27 Mei 2019 Mecobalamin 1 ml/ 12 jam Intravena

9. Senin, 27 Mei 2019 Ranitidine 2 ml/12 jam Intarvena

10. Senin, 27 Mei 2019 Fleet Enema 133 ml/8 jam Rectal
3.1.9 Klasifikasi Data

3.1.9.1 Data Subjektif

1) Klien mengatakan lemas

2) Klien mengatakan minum 2 gelas ukuran ± 250 ml/hari

3) Klien mengatakan tidak ada selera makan

4) Lokasi nyeri berada di kuadran kiri bawah.

5) Kualitas nyeri seperti tertusuk-tusuk

6) Skala sedang (5)

7) Durasi nyeri ±10 menit

8) Nyeri bertambah bila melakukan aktivitas ringan seperti bepindah tempat.

9) Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya.

10) Klien mengatakan frekuensi BAB 1x/hari dengan konsistensi cair

11) Buang air kecil dengan frekuensi ± 10x dalam sehari dan jumlah ± 20

cc/jam

3.1.9.2 Data Objektif

1) Tekanan darah 100/60 mmHg

2) Hematokrit 32.1 %

3) Ureum 79.0 mg/dL

4) Kreatinin 2.70 mg/dL

5) Klien telihat lemas

6) Terlihat meringis

7) Klien dan istri berpendidikan SD

8) Klien terlihat bingung ketika di tanya tentang penyakitnya

9) Perkusi abdomen pekak


10) Pembesaran perut pada kuadran kiri bawah

11) GFR 21.275 ml/min

12) Total produksi urin ± 500 cc dalam sehari

3.1.10 Analisa Data

1) Pengelompokan Data I

(1) Data Subjektif

Klien mengatakan lemas

Klien mengatakan minum hanya 2 gelas saja berukuran 300 ml/hari.

Klien mengatakan tidak ada selera makan

Buang air kecil dengan frekuensi ± 10x dalam sehari dan jumlah ± 20

cc/jam

(2) Data Objektif

Tekanan darah 100/60 mmHg

Hematokrit 32.1 %

Ureum 79.0 mg/dL

Kreatinin 2.70 mg/dL

Klien terlihat lemas

GFR 21.275 ml/min

Total produksi urin ± 500 cc dalam sehari

(3) Penyebab : Mekanisme regulasi

(4) Masalah : Hipervolemia

2) Pengelompokan Data II

(1) Data Subjektif

Klien mengatakan lemas


Klien mengatakan minum hanya 2 gelas saja berukuran 300 ml/hari.

Klien mengatakan tidak ada selera makan

(2) Data Objektif

Mendapatkan diet bubur kecap

Klien terlihat lemas

3) Pengelompokan Data III

(1) Data Subjektif

Klien mengatakan nyeri abdomen di kuadran kiri bawah

Kualitas nyeri seperti tertusuk-tusuk

Skala sedang (5)

Durasi nyeri ± 10 menit

Bila bergerak ke kiri maupun kanan, berjalan dan berpindah tempat terasa

nyeri

(2) Data Objektif

Terlihat meringis

Tekanan darah 100/60 mmHg

(3) Penyebab : agens pencedaraan fisiologis (iskemia)

(4) Masalah : Nyeri akut

4) Pengelompokan Data III

(1) Data Subjektif

Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya

(2) Data Objektif

Klien dan istri berpendidikan SD

Klien terlihat bingung saat ditanya tentang penyakitnya


(3) Penyebab : kurang terpapar informasi

(4) Masalah : defisit pengetahuan tentang penyakit Acute Kidney Injury

3.2 Penyimpangan KDM

Bagan 3.2. Penyimpangan KDM pada kasus Tn. N

Iskemia atau nefrotoksin

Penurunan aliran Kerusakan sel tubulus Kerusakan glomerulus

Peningkatan
Obstruksi Kebocoran Penurunan
pelepasan NaCl
tubulus filtrat ultrafiltrasi
ke makula densa
glomerulus

Penurunan GFR

Acute Kidney Injury Respon psikologis

Penurunan produksi urin Defisit Pengetahuan


Azotemia

Retensi cairan Diuresis ginjal Ekskresi Peningkatan Peningkatan


interstisial meningkat kalium metabolik pada metabolik pada
dan pH menurun Aliran darah menurun jaringan otot gastrointestinal
ke ginjal

Edema RAA turun


Ketidakseimbangan Peningkatan Bau amonia
paru elektrolit kelelahan pada mulut
Asidosis otot Kram Mual, muntah,
Retensi Na dan H2O
metabolik otot anoreksia
meningkat
Hipervolemia
Penurunan pH
Pola nafas tidak pada cairan Kelemahan fisik Intake nutrisi
efektif serebro spinal Respon nyeri tidak adekuat

Penurunan Nyeri Akut Resiko Defisit


perfusi serebral Nutrisi
3.3 Diagnosa Keperawatan

3.3.1 Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.

3.3.2 Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme.

3.3.3 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (iskemia).

3.3.4 Defisit pengetahuan tentang penyakit Acute Kidney Injury berhubungan

dengan kurang terpapar informasi.

3.4 Perencanaan

3.4.1 Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

3.4.1.1 Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam,

hipervolemia dapat teratasi.

3.4.1.2 Kriteria Hasil :

1) Terbebas dari edema, efusi, anasarka

2) Terbebas dari distensi vena jugularis

3) Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan

4) Hematokrit dalam batas normal yaitu 40 %

3.4.1.3 Intervensi Keperawatan

1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

2) Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN dan Ht)

3) Monitor indikasi retensi cairan (krakles, edema, distensi vena jugularis,

asites)

4) Monitor masukan makanan/cairan

5) Monitor elektrolit

6) Kolaborasi pemberian diuretik sesuai instruksi


3.4.2 Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme

3.4.2.1 Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam,

resiko defisit nutrisi dapat teratasi.

3.4.2.2 Kriteria Hasil :

1) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

2) Tidak ada tanda malnutrisi

3) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

3.4.2.3 Intervensi Keperawatan

1) Kaji adanya alergi makanan

2) Monitor mual dan muntah

3) Monitor hasil lab (Hb dan Ht)

4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

5) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah

konstipasi

6) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

7) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi

yang dibutuhkan pasien

3.4.3 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (iskemia)

3.4.3.1 Tujuan : Setelah dilakukan internesi keperawatan selama 1x24 jam, nyeri

akut dapat teratasi.

3.4.3.2 Kriteria Hasil :

1) Skala / tingkat nyeri dari sedang (5) menjadi ringan (3).

2) Dapat mengontrol nyeri bila timbul lagi


3) Status kenyamanan klien terpenuhi

3.4.3.3 Intervensi Keperawatan

1) Kaji tingkatan nyeri, lokasi nyeri, skala, durasi dan kualitas nyeri.

2) Berikan teknik non-farmakologis (relaksasi nafas dalam, distraksi, guide

imajinary, massase)

3) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri

4) Kolaborasi pemberian analgetik

3.4.4 Defisit pengetahuan tentang penyakit Acute Kidney Injury berhubungan

dengan kurang terpapar informasi.

3.4.4.1 Tujuan : Setelah dilakukan itervensi keperawatan selama 1x25

menit, defisit pengetahuan dapat teratasi

3.4.4.2 Kriteria Hasil :

1) Tingkat pengetahuan klien dan keluarga meningkat

2) Proses informasi dapat diterima oleh klien dan keluarga

3) Tingkat kepatuhan akan informasi yang diberikan

3.4.4.3 Intervensi Keperawatan :

1) Kaji kesiapan dan kemampuan menerima informasi

2) Gambarkan tanda dan gejala dengan cara yang tepat

3) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat

4) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat

5) Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan kesempatan

kedua dengan cara yang tepat atau diindikasikan


3.5 Implementasi

3.5.1 Implementasi keperawatan tanggal 27 Mei 2019

3.5.1.1 Diagnosa Keperawatan III

1) Pukul 10:03

Mengkaji tingkat nyeri, lokasi nyeri, skala, durasi dan kualitas nyeri.

Data subjektif :

Klien mengatakan nyeri dengan skala sedang (5) di abdomen kiri bawah

dengan durasi ±10 menit dan seperti tertusuk-tusuk.

Data objektif :

Terlihat meringis

2) Pukul 19:30

Memberikan teknik non-farmakologis (relaksasi nafas dalam dan

distraksi).

Data subjektif :

Klien mengatakan sedikit rileks setelah melakukan manajemen nyeri

dengan teknik non-farmakologis.

Data objektif :

Klien mengikuti arahan yang diberikan oleh mahasiswa dan mampu

melakukan ulang teknik non farmakologis (relaksasi nafas dalam)

3) Pukul 19:40

Menganjurkan monitor nyeri secara mandiri.

Data subjektif :

Klien mengatakan nyeri muncul saat dirinya melakukan banyak gerak ke

kiri dan kanan.


Data objektif :

Klien menjelaskan dan menunjukkan lokasi nyeri

4) Pukul 23:00

Kolaborasi pemberian analgetik

Data subjektif :

Klien mengatakan sedikit nyeri saat diberikan obat pereda nyeri

Data objektif :

Klien tidak mendapatkan obat pereda nyeri

3.5.1.2 Diagnosa Keperawatan I

1) Pukul 10:10

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

Data subjektif :

Klien mengatakan hanya minum 3-4 gelas saja dalam sehari

Data objektif :

Intake 1500cc output 30000cc

2) Pukul 16:00

Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN dan Ht)

Data subjektif : -

Data objektif :

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 26 Mei 2019 dengan

pemeriksaan kimia darah didapatkan data bahwa Ureum 79.00 mg/dL

dan Kreatinin 2.70 mg/dL dan hasil pemeriksaan darah lengkap pada

tanggal 27 Mei 2019 dengan Hematokrit L 32.1%

3) Pukul 16:05
Monitor elektrolit

Data subjektif : -

Data objektif :

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 26 Mei 2019 dengan

pemeriksaan kimia darah didapatkan data bahwa Ureum 79.00 mg/dL

dan Kreatinin 2.70 mg/dL .

GFR : Rumus Cockroft – Gault

(140 - umur) x berat (kg) / (72 x Serum Kreatinin)

(140 – 52 tahun) x 47 kg / (72 x 2.70 mg/dl) = 21.275 ml/min

4) Pukul 16:10

Monitor indikasi retensi cairan (cracles, edema, distensi vena jugularis,

asites)

Data subjektif :

Klien mengatakan bagian tubuhnya tidak pernah ada yang bengkak

Data objektif :

Tidak ditemukan adanya retensi cairan pada klien

5) Pukul 17:30

Monitor masukan makanan/cairan

Data subjektif :

Klien mengatakan hanya minum 3-4 gelas saja dalam sehari dan hanya

mampu menghabiskan 2 sendok makan saja saat makan.

Data objektif :
Klien mendapat cairan infus Sodium Chloride 0.9 % 20 tpm dan

mendapatkan diet bubur kecap dengan karbohidrat 374 g/l, lemak 51 g/l

dan protein 83 g/l dengan total 2300 kalori.

6) Pukul 22:00

Tatalaksana pemberian obat Allopurinol 100 mg melalui oral.

3.5.1.3 Diagnosa Keperawatan II

1) Pukul 10:20

Kaji adanya alergi makanan

Data subjektif :

Klien mengatakan tidak ada alergi makanan namun hanya tidak bisa

makanan yang bersantan dan pedas

Data objektif :

Tidak ditemukan adanya alergi pada klien

2) Pukul 12:00

Tatalaksana pemberian obat Antasida sirup 1 sendok teh melalui oral

3) Pukul 15:00

Tatalaksana pemberian obat Laxadyn sirup 1 sendok teh, Aminefron 1

tablet melaui oral dan obat Metoclopramide 10 mg melalui bolus

intravena

4) Pukul 15:30

Monitor mual dan muntah

Data subjektif :

Klien mengatakan tidak mual maupun muntah

Data objektif :
Tidak ditemukan klien meual maupun muntah saat makan ataupun tidak

sedang makan

5) Pukul 16:00

Monitor hasil lab (Hb dan

Ht) Data subjektif : -

Data objektif :

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Mei 2019 dengan

pemeriksaan darah lengkap pada Hemoglobin L 10.8% dan Hematokrit

L 32.1%

6) Pukul 17:10

Tatalakasana pemberian obat Antasida sirup 1 sendok teh melalui oral

7) Pukul 17:45

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi

yang dibutuhkan pasien

Data subjektif :

Klien mengatakan mendapatkan diet bubur kecap

Data objektif :

Total kalori : 2300 kalori dengan protein : 86 g/l, lemak : 51 g/l, dan

karbohidrat : 374 g/l

8) Pukul 18:00

Tatalaksana pemberian obat Ranitidine 2 ml melalui bolus intravena,

obat Mecobalamin 1 ml melalui bolus intravena dan obat Omeprazole 40

mg melalui bolus intravena

Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C


Data subjektif :

Klien mengatakan tidak ada selera makan karena dirasa lidah pahit

Data objektif :

Klien terlihat memakan telur yang didapat dari diet bubur kecap dengan

protein 83 g/l .

9) Pukul 18:30

Tatalaksana pemberian obat fleet enema 133 ml melalui rectal

10) Pukul 19:20

Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah

konstipasi

Data subjektif :

Klien mengatakan memakan lebih senang makan buah pisang

Data objektif :

Terlihat klien memakan buah pisang 2 kali dalam sehari

3.5.2 Implementasi keperawatan tanggal 28 Mei 2019

3.5.2.1 Diagnosa Keperawatan I

1) Pukul 07:00

Tatalaksana pemberian obat Aminefron 1 tablet melalui oral

2) Pukul 07:10

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

Data subjektif :

Klien mengatakan hanya minum 3-4 gelas saja dalam sehari

Data objektif :

Intake 2300cc output 30000cc


3) Pukul 16:20

Monitor indikasi retensi cairan (cracles, edema, distensi vena jugularis,

asites)

Data subjektif :

Klien mengatakan bagian tubuhnya tidak pernah ada yang bengkak

Data objektif :

Tidak ditemukan adanya retensi cairan pada klien

4) Pukul 17:30

Monitor masukan makanan/cairan

Data subjektif :

Klien mengatakan hanya minum 3-4 gelas saja dalam sehari dan hanya

mampu menghabiskan 2 sendok makan saja saat makan.

Data objektif :

Klien mendapat cairan infus Sodium Chloride 0.9 % 20 tpm dan

mendapatkan diet bubur kecap dengan karbohidrat 374 g/l, lemak 51 g/l

dan protein 83 g/l dengan total 2300 kalori.

5) Pukul 22:00

Tatalaksana pemberian obat Allopurinol 100 mg melalui oral

3.5.2.2 Diagnosa Keperawatan II

1) Pukul 06:00

Kaji adanya alergi makanan

Data subjektif :

Klien mengatakan tidak ada alergi makanan namun hanya tidak bisa

makanan yang bersantan dan pedas


Data objektif :

Tidak ditemukan adanya alergi makanan pada klien.

2) Pukul 12:00

Tatalaksana pemberian obat Antasida sirup 1 sendok teh melalui oral

3) Pukul 15:00

Tatalaksana pemberian obat Laxadyn sirup 1 sendok teh, Aminefron 1

tablet melaui oral dan obat Metoclopramide 10 mg melalui bolus

intravena

4) Pukul 15:10

Monitor mual dan muntah

Data subjektif :

Klien mengatakan tidak mual maupun muntah

Data objektif :

Tidak ditemukan klien meual maupun muntah saat makan ataupun tidak

sedang makan

5) Pukul 15:40

Monitor hasil lab (Hb dan Ht)

Data subjektif : -

Data objektif :

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Mei 2019 dengan

pemeriksaan darah lengkap pada Hemoglobin L 10.8% dan Hematokrit

L 32.1%

6) Pukul 17:00

Tatalakasana pemberian obat Antasida sirup 1 sendok teh melalui oral


7) Pukul 17:30

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi

yang dibutuhkan pasien

Data subjektif :

Klien mengatakan mendapatkan diet bubur kecap

Data objektif :

Total kalori : 2300 kalori dengan protein : 86 g/l, lemak : 51 g/l, dan

karbohidrat : 374 g/l

8) Pukul 18:00

Tatalaksana pemberian obat Ranitidine 2 ml melalui bolus intravena,

obat Mecobalamin 1 ml melalui bolus intravena dan obat Omeprazole 40

mg melalui bolus intravena

Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

Data subjektif :

Klien mengatakan tidak ada selera makan karena dirasa lidah pahit

Data objektif :

Klien terlihat memakan telur yang didapat dari diet bubur kecap dengan

protein 83 g/l

9) Pukul 18:30

Tatalaksana pemberian obat fleet enema 133 ml melalui rectal

10) Pukul 19:00

Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah

konstipasi

Data subjektif :
Klien mengatakan memakan lebih senang makan buah pisang

Data objektif :

Terlihat klien memakan buah pisang 2 kali dalam sehari

3.5.3 Implementasi keperawatan tanggal 29 Mei 2019

3.5.3.1 Diagnosa Keperawatan I

1) Pukul 07:00

Tatalaksana pemberian obat Aminefron 1 tablet melalui oral

2) Pukul 08:00

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

Data subjektif :

Klien mengatakan hanya minum 3-4 gelas saja dalam sehari.

Data objektif :

Intake 700cc output 8000cc

3) Pukul 11:42

Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN dan Ht)

Data subjektif : -

Data objektif :

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 29 Mei 2019 dengan

pemeriksaan kimia darah didapatkan data bahwa Ureum 91.40 mg/dL

dan Kreatinin 3.16 mg/dL

4) Pukul 16:00

Monitor elektrolit

Data subjektif : -

Data objektif :
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 29 Mei 2019 dengan

pemeriksaan kimia darah didapatkan data bahwa Ureum 91.40 mg/dL

dan Kreatinin 3.16 mg/dL

GFR : Rumus Cockroft – Gault

(140 - umur) x berat (kg) / (72 x Serum Kreatinin)

(140 – 52 tahun) x 47 kg / (72 x 3.16 mg/dl) = 18,178 ml/min

5) Pukul 16:25

Monitor indikasi retensi cairan (cracles, edema, distensi vena jugularis,

asites)

Data subjektif :

Klien mengatakan tidak ada bagian tubuhnya yang mengalami

bengkak. Data objektif :

Tidak ditemukan adanya retensi cairan pada klien

6) Pukul 17:05

Monitor masukan makanan/cairan

Data subjektif :

Klien mengatakan hanya minum 3-4 gelas saja dalam sehari dan hanya

mampu menghabiskan 2 sendok makan saja saat makan.

Data objektif :

Klien mendapat cairan infus Sodium Chloride 0.9 % 20 tpm dan

mendapatkan diet bubur kecap dengan karbohidrat 374 g/l, lemak 51 g/l

dan protein 83 g/l dengan total 2300 kalori.

7) Pukul 22:00

Tatalaksana pemberian obat Allopurinol 100 mg melalui oral


3.5.3.2 Diagnosa Keperawatan II

1) Pukul 06:30

Kaji adanya alergi makanan

Data subjektif :

Klien mengatakan tidak ada alergi makanan namun hanya tidak bisa

makanan yang bersantan dan pedas

Data objektif :

Tidak ditemukan adanya alergi pada klien.

2) Pukul 12:00

Tatalaksana pemberian obat Antasida sirup 1 sendok teh melalui oral

3) Pukul 15:00

Tatalaksana pemberian obat Laxadyn sirup 1 sendok teh, Aminefron 1

tablet melaui oral dan obat Metoclopramide 10 mg melalui bolus

intravena

4) Pukul 15:20

Monitor mual dan muntah

Data subjektif :

Klien mengatakan tidak mual maupun muntah

Data objektif :

Tidak ditemukan klien meual maupun muntah saat makan ataupun tidak

sedang makan

5) Pukul 15:30

Monitor hasil lab (Hb dan Ht)

Data subjektif : -
Data objektif :

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Mei 2019 dengan

pemeriksaan darah lengkap pada Hemoglobin L 10.8% dan Hematokrit

L 32.1%

6) Pukul 17:00

Tatalakasana pemberian obat Antasida sirup 1 sendok teh melalui oral

7) Pukul 17:25

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi

yang dibutuhkan pasien

Data subjektif :

Klien mengatakan mendapatkan diet bubur kecap

Data objektif :

Total kalori : 2300 kalori dengan protein : 86 g/l, lemak : 51 g/l, dan

karbohidrat : 374 g/l

8) Pukul 18:00

Tatalaksana pemberian obat Ranitidine 2 ml melalui bolus intravena,

obat Mecobalamin 1 ml melalui bolus intravena dan obat Omeprazole 40

mg melalui bolus intravena

Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

Data subjektif :

Klien mengatakan tidak ada selera makan karena dirasa lidah pahit

Data objektif :

Klien terlihat memakan telur yang didapat dari diet bubur kecap dengan

protein 83 g/l
9) Pukul 18:30

Tatalaksana pemberian obat fleet enema 133 ml melalui rectal

10) Pukul 18:35

Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah

konstipasi

Data subjektif :

Klien mengatakan memakan lebih senang makan buah pisang

Data objektif :

Terlihat klien memakan buah pisang 2 kali dalam sehari

3.5.3.3 Diagnosa Keperawatan IV

1) Pukul 11:48

Mengkaji kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Data subjektif :

Klien dan istri klien berpendidikan SD dan bersedia diberi pendidikan

kesehatan tentang penyakitnya sebab ingin tahu.

Data objektif :

Klien terlihat antusias saat diberitahu akan menerima pendidikan

kesehatan

2) Pukul 13:45

Gambarkan tanda dan gejala dengan cara yang tepat

Data subjektif : -

Data objektif :

Pemateri menggunakan lembar balik dan leaflet sebagai media

memberikan informasi pendidikan kesehatan kepada klien dan istri klien


3) Pukul 13:47

Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat

Data subjektif : -

Data objektif :

Pemateri menggunakan lembar balik dan leaflet sebagai media

memberikan informasi pendidikan kesehatan kepada klien dan istri klien

4) Pukul 14:00

Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat

Data subjektif :

Klien bertanya tentang ginjal yang menyababkan klien sakit.

Data objektif :

Terdapat media leaflet sebagai sumber informasi

Istri klien terlihat antusias tentang penyakit gagal ginjal dan saat ditanya

untuk menjelaskan kembali istri dank lien tidak dapat menjelaskan ulang

5) Pukul 14:05

Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan kesempatan

kedua dengan cara yang tepat atau diindikasikan

Data subjektif :

Klien mengatakan tahu bahwa harus minum 8 gelas air putih dalam sehari

dan mengontrol makan dan minum serta berolahraga

Data objektif :

Klien dan istri menjelaskan mengenai hidup sehat


3.6 Evaluasi

3.6.1 Evaluasi keperawatan tanggal 27 Mei 2019

3.6.1.1 Evaluasi Diagnosa III

Pukul 15:12

Subjektif : Klien mengatakan tidak nyeri dengan skala ringan (3)

Objektif : Terlihat rileks dan nyaman

Assessment : Masalah teratasi

Planning : Intervensi diberhentikan

3.6.2 Evaluasi keperawatan tanggal 29 Mei 2019

3.6.2.1 Evaluasi Diagnosa I

Pukul 21:00

Subjektif : Klien mengatakan tidak mengalami penurunan berat badan

Objektif : Tidak ditemukan adanya penurunan berat badan yang berarti

maupun tanda-tanda malnutrisi pada klien dan juga klien mampu

mengetahui makanan yang bernutrisi seperti susu, roti, daging dan ikan.

Assessment : Masalah teratasi

Planning : Intervensi dipertahankan

3.6.2.2 Evaluasi Diagnosa II

Pukul 21:30

Subjektif : Klien mengatakan tidak lemas, cemas maupun bingung

Objektif : Tidak ditemukan adanya cracles, edema, distensi vena

jugularis, efusi maupun anasarka pada klien. Intake 1350 ml output 1700

ml Assessment : Masalah teratasi

Planning : Intervensi dipertahankan


3.6.2.3 Evaluasi Diagnosa IV

Pukul 14:32

Subjektif: Klien mengatakan tidak mengerti tentang pendidikan kesehatan

yang diberikan

Objektif : Klien terlihat fokus saat diberikan pendidikan kesehatan dan

tidak bisa menjelaskan kembali informasi yang telah diberikan

Assessment : Masalah belum teratasi

Planning : Intervensi dipertahankan


BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan pada pasien.

Setelah mempelajari landasan teori dengan pelaksanaan Asuhan Keperawatan

pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury di Ruang Dahlia A Rumah Sakit Umum

Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara mulai tanggal 27 Mei sampai dengan

29 Mei 2019, maka bab ini penulis mengemukakan kesenjangan antara teori

dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.N dengan Acute Kidney Injury.

Adapun kesenjangan tersebut akan diuraikan sesuai dengan langkah-langkah

proses keperawatan sebagai berikut :

4.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.

Ketidak mampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap

ini akan menetukan diagnosis keperawatan (Rohmah dan Walid, 2016).

Dalam tahap ini, penulis tidak mengalami kesulitan untuk berkomunikasi

dengan klien, sehingga penulis bisa mendapatkan data, baik data subjektif dan

data objektif dari klien dan keluarga klien. Klien dan keluarga sangat kooperatif

dan menerima kehadiran penulis dalam proses pengumpulan data.

Pada proses pengkajian Asuhan Keperawatan pada Tn. N dengan Acute

Kidney Injury di Ruang Dahlia A Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi

Kalimantan Utara tanggal 27 Mei 2019 di dapatkan beberapa kesenjangan antara

teori dan kasus yang di peroleh di lahan praktek Doenges (2014) mengatakan

bahwa pengkajian pada Acute Kidney Injury sebagai berikut :


84

4.1.1 Aktivitas dan Istirahat

Pengkajian pada aktivitas dan istirahat dengan Acute Kidney

Injury muncul data dengan gejala kelemahan otot, kehilangan tonus yang

tidak ditemukan pada klien.

Kelemahan otot disebabkan adanya pengurangan aktivitas, atrofi

otot, miopati otot, neuropati atau kombinasi diantaranya. Otot adalah

sistem organisasi tingkat tinggi dari material organik yang menggunakan

energi kimia untuk menghasilkan kerja mekanik dibawah kontrol sistem

persyarafan. Otot dapat mengalami kelemahan dan sebaliknya otot juga

dapat dikuatkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalalah dengan

melakukan latihan fisik (Retno, 2014).

Pengkajian Acute Kidney Injury mengenai aktivitas dan istirahat

pada Tn. N, saya tidak menemukan tanda dan gejala kelemahan otot,

kehilangan tonus sebab klien tidak sedang mengikuti terapi hemodianalisa

maupun pengurangan aktivitas dan didapatkan hasil pemeriksaan tonus

otot kuat, Ekstremitas kiri = 5, Tungkai = 5, ekstremitas kanan = 5,

Tungkai =

5. Alasan lain mengapa pada Tn. N tidak mengalami kelemahan otot,

kehilangan tonus karena tidak berada di stadium akhir dan tidak

diindikasikan untuk melakukan hemodianalisa sebab kelemahan otot

menurut Heng & Noel (2010) terdapat faktor-faktor yang antara lain

asupan nutrisi yang dibatasi dan asidosis metabolik. Asidosis metabolik

yang terjadi akibat komplikasi pada pasien gagal ginjal akut dapat

menstimulasi destruksi irreversible rantai asam amino, hal ini

menyebabkan degradasi protein khususnya protein otot. Degradasi

protein otot yang meningkat


menyebabkan aktifnya sistem proteolitik ubiquitin-proteasome yaitu

sistem yang berperan penting terhadap degradasi protein pada semua sel

termasuk sel-sel otot. Faktor-faktor lain yang juga menyebabkan

terjadinya malnutrisi adalah terjadi peningkatan hormone leptin yang akan

menyebabkan berkurangnya selera makan, pengaruh obat-obatan yang

dapat menghambat selera makan.

Hubungan antara teori dengan kasus Tn. N yaitu Acute Kidney

Injury terjadi kesenjangan karena tidak sesuai dengan hasil pengkajian

yang didapatkan penulis dengan pengkajian menurut Doenges (2014). Data

pengkajian tersebut disesuaikan dengan kondisi pasien dengan sistem

observasi dan pemeriksaan yang dilakukan secara holistik dan

kompherensif sehingga bisa menghasilkan data yang akurat. Menurut

pengkajian Doenges adalah adanya gejala kelemahan otot, kehilangan

tonus.

4.1.2 Sirkulasi

Pengkajian pada sirkulasi dengan Acute Kidney Injury muncul data

dengan gejala hipotensi/hipertensi, disritmia jantung, nadi lemah, distensi

vena jugularis, oedema jaringan umum (termasuk area periorbital, mata

kaki, sacrum), pucat/kecenderungan perdarahan yang tidak ditemukan

pada klien.

Peningkatan tekanan darah dinamakan hipertensi sedangkan

hipotensi adalah penurunan tekanan darah (Smeltzer & Bare 2002).

Mekanisme terjadinya hipertensi yang terjadi akibat gagal ginjal akut

adalah penurunan aliran darah ke ginjal serta laju filtrasi glomerulus yang
berkurang dapat meningkatkan aktivitas sistem Renin Angiotensin-

Aldosteron (RAA). Sel apparatus jukstaglomerulus mensekresi enzim

renin yang dapat merubah Angiotensin yang berasal dari hati menjadi

Angiotensin I. Kemudian Angiontensin I diubah menjadi Angiotensin II

oleh Angiotensin Converting Enzym (ACE). Angiotensin II dapat

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah tepi dan menyebabkan

tekanan darah meningkat. Selain itu Angiotensin II juga merangsang

korteks adrenal untuk mengeluarkan Aldosteron yang dapat meningkatkan

retensi air dan Natrium (Na) di tubulus ginjal dan menyebabkan tekanan

darah meningkat (Cianci, 2009).

Pengkajian Acute Kidney Injury mengenai sirkulasi pada Tn. N,

saya tidak menemukan tanda dan gejala hipotensi/hipertensi, disritmia

jantung, nadi lemah, distensi vena jugularis, oedema jaringan umum

(termasuk area periorbital, mata kaki, sacrum), pucat/kecenderungan

perdarahan sebab tidak adanya indikasi pemeriksaan rekam jantung (EKG)

ataupun adanya distensi vena jugularis, nadi yang kuat serta oedema dan

didapatkan hasil pemeriksaan tekanan darah 100/60 mmHg sebab tidak

termasuk ke dalam hipotensi.

Hipervolemia adalah peningkatan volume cairan intaravaskular,

interstisial, dan/atau intraseluler yang disebabkan oleh gangguan

mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan natrium,

gangguan aliran balik vena, dan efek agen farmakologis (SDKI, 2016).

Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh ini mampu

mengakibatkan edema karena banyaknya cairan yang menumpuk. Tidak


berjalannya sirkulasi sesuai yang diinginkan tubuh mengakibatkan jantung

sulit memompa dan mengalirkan darah akibat penumpukkan cairan yang

terjadi sehingga menimbulkan distrimia. Menurut Smeltzer & Bare (2002),

mengatakan bahwa disritmia jantung merupakan kelainan denyut jantung

yang meliputi gangguan frekuensi atau irama atau keduanya. Disritmia

adalah gangguan sistem hantaran jantung dan bukan struktur jantung.

Hal ini diperkuat bahwa pemeriksaan jantung pada Tn. N terdengar

S1 lup dan S2 dup, regular dengan nadi 70 x/menit dan posisi jantung di

ICS 3 dan 4, terdengar redup. Lapang paru kanan dan kiri terdengar sonor.

Suara jantung S1 (lup) S2 (dup), irama regular suara lapang paru terdengar

vesikuler di mulai dari ICS 2 sampai ICS 4. Terbukti bahwa dari

pemeriksaan ini tidak terdapat adanya masalah pada sirkulasi.

Hubungan antara teori dengan kasus Tn. N yaitu Acute Kidney

Injury terjadi kesenjangan karena tidak sesuai dengan hasil pengkajian

yang didapatkan penulis dengan pengkajian menurut Doenges (2014). Data

pengkajian tersebut disesuaikan dengan kondisi pasien dengan sistem

observasi dan pemeriksaan yang dilakukan secara holistik dan

kompherensif sehingga bisa menghasilkan data yang akurat. Menurut

pengkajian Doenges adalah adanya gejala hipotensi/hipertensi, disritmia

jantung, nadi lemah, distensi vena jugularis, oedema jaringan umum

(termasuk area periorbital, mata kaki, sacrum), pucat/kecenderungan

perdarahan.
4.1.3 Pola eliminasi

Pengkajian pada pola eliminasi dengan Acute Kidney Injury

muncul data dengan gejala perubahan warna urin, oliguria (biasanya 12-21

hari), perubahan pola berkemih, dysuria, ragu-ragu, dorongan dan retensi

(inflamasi/obstruksi, infeksi), diare, riwayat BPH (Benigna Prostat

Hiperplasia), batu/kalkuli yang tidak ditemukan pada klien.

Smeltzer & Bare (2002), mengatakan bahwa disuria (sakit dan sulit

berkemih) berasal dari berbagai kelainan patologis. Tanda-tanda bila

seseorang terkena disuria biasanya telah berubah pola berkemihnya

dengan penurunan berkemih atau peningkatan berkemih dan pastinya

warna urin sudah jelas berbeda. Warna coklat maupun berawan pasti

ditemukan pada penderita dengan Acute Kidney Injury. Penderita AKI

biasanya memiliki riwayat sebelum mengidap penyakit ini seperti

memiliki riwayat BPH atau adanya batu/kalkuli pada ginjal.

Data pengkajian tidak ditemukan tanda dan gejala tersebut pada

Tn. N sebab hasil pengkajian di dapatkan data bahwa frekuensi


± 10x

sehari dengan jumlah ± 20 cc/jam bau urin amoniak dan bewarna kuning
dalam

jernih. Kesulitan buang air kecil poliuria.

Diare ialah pengeluaran feses yang sering, lunak, dan tidak

berbentuk yang disebabkan oleh inflamasi gastrointestinal, iritasi

gastrointestinal, proses infeksi, malabsorpsi, kecemasan, tingkat stress

tinggi, terpapar kontaminan, penyalah gunaan laksatif, penyalahgunaan

zat, program pengobatan, perubahan air dan makanan dan bakteri pada

air (SDKI, 2016).


Data pengkajian tidak ditemukan tanda dan gejala tersebut pada

Tn. N sebab hasil pengkajian di dapatkan data bahwa frekuensi 1 kali

dalam sehari dengan konsistensi cair dan bau khas, warna kuning dan

mendapatkan terapi obat pencahar dalam sehari 2x sesuai instruksi dari

dokter sebab akan dilakukan tindakan kolaboratif yakni colon in loop

untuk mengetahui kondisi organ abdomen klien.

Hubungan antara teori dengan kasus Tn. N yaitu Acute Kidney Injury

terjadi kesenjangan karena tidak sesuai dengan hasil pengkajian yang

didapatkan penulis dengan pengkajian menurut Doenges (2014). Data

pengkajian tersebut disesuaikan dengan kondisi pasien dengan sistem

observasi dan pemeriksaan yang dilakukan secara holistik dan

kompherensif sehingga bisa menghasilkan data yang akurat. Menurut

pengkajian Doenges adalah adanya gejala perubahan warna urin, oliguria

(biasanya 12-21 hari), perubahan pola berkemih, dysuria, ragu-ragu,

dorongan dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi), diare, riwayat BPH

(Benigna Prostat Hiperplasia), batu/kalkuli.

4.1.4 Makanan dan cairan

Pengkajian pada makanan dan cairan dengan Acute Kidney Injury

muncul data dengan gejala perubahan turgor kulit/kelembapan, oedema

(umum, bagian bawah), peningkatan berat badan (oedema), penurunan

berat badan (dehidrasi), mual, muntah, penggunaan diuretik yang tidak

ditemukan pada klien.

Mual (nausea) adalah sensasi subjektif yang tidak menyenangkan

dan sering mendahului muntah. Mual disebabkan distensi atau iritasi di


bagian mana saja dari saluran GI, tetapi juga dapat distimulasi oleh pusat

otak yang lebih tinggi. Muntah adalah refleks kompleks yang diperantarai

pusat muntah di medulla oblongata otak, impuls aferen berajalan ke pusat

muntah sebagai aferen vagus dan simpatis (Corwin, 2009).

Sering muntah dapat mengakibatkan perubahan turgor kulit karena

hilangnya cairan tubuh dan dapat menimbulkan penurunan berat badan.

Namun pada kasus Tn. N dengan Acute Kidney Injury tidak ditemukan

pada klien dibuktikan dengan pemeriksaan nutrisi klien dengan frekuensi

makan 3x sehari dengan selera makan kurang. Jenis makan bubur putih,

kecap dan telur rebus dengan 1 porsi makan penuh. Namun pasien hanya

mampu menghabiskan 4 sendok saja. Tidak ditemukan adanya keluhan

mual maupun muntah pada hasil pengkajian.

Edema pada bagian tubuh bawah atau atas akibat retensi cairan

dapat menggunakan obat jenis diuretik namun, bila berlebihan dapat

menimbulkan tekanan darah menurun secara drastis dan mampu

mengakibatkan sirkulasi tubuh tidak berjalan semestinya karena memiliki

efek samping akibat penggunaan obat diuretik. Pengkajian data pada Tn.

N tidak ditemukan adanya tanda dan gejala edema ini meskipun tidak ada

selera makan tidak membuatnya mual muntah.

Hubungan antara teori dengan kasus Tn. N yaitu Acute Kidney

Injury terjadi kesenjangan karena tidak sesuai dengan hasil pengkajian

yang didapatkan penulis dengan pengkajian menurut Doenges (2014).

Data pengkajian tersebut disesuaikan dengan kondisi pasien dengan

sistem observasi dan pemeriksaan yang dilakukan secara holistik dan


kompherensif sehingga bisa menghasilkan data yang akurat. Menurut

pengkajian Doenges adalah adanya gejala perubahan turgor

kulit/kelembapan, oedema (umum, bagian bawah), peningkatan berat

badan (oedema), penurunan berat badan (dehidrasi), mual, muntah,

penggunaan diuretik.

4.1.5 Neurosensori

Pengkajian pada neurosensori dengan Acute Kidney Injury muncul

data dengan gejala enurunan lapang perhatian, ketidakmampuan

konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, sakit

kepala, penglihatan kabur, kram otot yang tidak ditemukan pada klien.

Kram otot dapat terjadi selama dialisis sebagai akibat kelebihan

pembuangan cairan, yang menyebabkan penurunan volume intravascular

dan penurunan perfusi otot (Morton, 2016).

Pengkajian Acute Kidney Injury mengenai neurosensori pada Tn.

N, saya tidak menemukan tanda dan gejala kram otot sebab klien tidak ada

pengurangan aktivitas dan didapatkan hasil pemeriksaan tonus otot kuat,

Ekstremitas kiri = 5, Tungkai = 5, ekstremitas kanan = 5, Tungkai = 5.

Gangguan proses kognitif, seperti kesulitan berkonsentrasi dan

kerusakan ingatan jangka pendek, dikaitkan dengan peningkatan BUN di

pembuluh darah otak, yang dapat menyebabkan edema serebral (Morton,

2016).

Pada saat pengkajian Tn. N tidak ditemukan seperti data-data

diatas yaitu penurunan kesadaran. Hasil pengkajian yang saya temukan

klien dalam kesadaran komposmentis dan pada pemeriksaan mata

didapatkan
data dengan ukuran pupil : 2.5 mm kiri dan kanan 2.5 mm (isokor). Reaksi

terhadap cahaya ada saat dilakukan pengkajian. Tidak ada peningkatan

TIO (Tekanan Intra Okuler). Akomodasi penglihatan mampu melihat jelas

tanpa adanya kabur. Bentuk mata simetris kanan dan kiri.

Hubungan antara teori dengan kasus Tn. N yaitu Acute Kidney

Injury terjadi kesenjangan karena tidak sesuai dengan hasil pengkajian

yang didapatkan penulis dengan pengkajian menurut Doenges (2014).

Data pengkajian tersebut disesuaikan dengan kondisi pasien dengan sistem

observasi dan pemeriksaan yang dilakukan secara holistik dan

komperehensif sehingga bisa menghasilkan data yang akurat. Menurut

pengkajian Doenges adalah adanya gejala penurunan lapang perhatian,

ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan

tingkat kesadaran, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot.

4.1.6 Nyeri/kenyamanan

Pengkajian pada nyeri/kenyamanan dengan Acute Kidney Injury

muncul data dengan gejala perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, sakit

kepala yang tidak ditemukan pada klien.

Nyeri menimbulkan banyak efek membahayakan yang

mengahambat dan pemulihan dari sakit. Nyeri juga berpengaruh negatif

terhadap system muskuloskeletal dengan menyababkan kontraksi otot,

spasme, dan kekakuan. Karena gerakan meningkatkan nyeri, pasien ragu

untuk bergerak (Morton, 2016).

Hasil pengkajian yang saya temukan nyeri yang dirasakan Tn. N

tidak membuat gelisah maupun sakit kepala.


Hubungan antara teori dengan kasus Tn. N yaitu Acute Kidney

Injury terjadi kesenjangan karena tidak sesuai dengan hasil pengkajian

yang didapatkan penulis dengan pengkajian menurut Doenges (2014).

Data pengkajian tersebut disesuaikan dengan kondisi pasien dengan sistem

observasi dan pemeriksaan yang dilakukan secara holistik dan

kompherensif sehingga bisa menghasilkan data yang akurat. Menurut

pengkajian Doenges adalah adanya gejala perilaku berhati-hati/distraksi,

gelisah, sakit kepala.

4.1.7 Pernafasan

Pengkajian pada pernafasan dengan Acute Kidney Injury muncul

data dengan gejala nafas pendek, takipnea, dyspnea, peningkatan

frekuensi, kedalaman (pernafasan Kussmaul); nafas ammonia, batuk

produktif dengan sputum kental merah muda (oedema paru) yang tidak

ditemukan pada klien. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah

infeksi sinus, tenggorokan, saluran udara atau paru-paru yang disebabkan

oleh virus atau bakteri. Gejala yang muncul biasanya radang

tenggorokan, batuk kronis, suara serak, hidung tersumbat, dan pilek

(Safitri, 2016). Alasan mengapa pada kasus Tn. N dengan Acute Kidney

Injury tidak ditemukan adanya keluhan klien seperti data tersebut.

Menurut Corwin (2009), infeksi saluran pernapasan dapat mengaktifkan

respon imun dan inflamasi yang dapat menyebabkan edema, pilek, sakit

kepala, demam dan malaise. Hasil data pengkajian yang didapatkan oleh

penulis adalah frekeuensi pernafasan 18 x/menit dan tidak ada tanda-tanda

batuk dengan sputum kental berwarna

merah muda pada Tn. N


Komplikasi yang sering dialami pasien yang menderita gagal ginjal

akut oliguria atau ESRD (End Stage Renal Disease) adalah terjadinya

edema paru. Komplikasi ini terjadi akibat kelebihan beban cairan, gagal

jantung, atau keduanya (Morton, 2016). Hasil data pengkajian yang

didapatkan oleh penulis adalah Bentuk dada normochest, pernafasan jenis

eupnea, irama regular simetris pengembangan dada kiri dan kanan, lapang

paru kanan dan kiri terdengar sonor dan irama regular suara lapang paru

terdengar vesikuler di mulai dari ICS 2 sampai ICS 4.

Hubungan antara teori dengan kasus Tn. N yaitu Acute Kidney

Injury terjadi kesenjangan karena tidak sesuai dengan hasil pengkajian

yang didapatkan penulis dengan pengkajian menurut Doenges (2014). Data

pengkajian tersebut disesuaikan dengan kondisi pasien dengan sistem

observasi dan pemeriksaan yang dilakukan secara holistik dan

kompherensif sehingga bisa menghasilkan data yang akurat. Menurut

pengkajian Doenges adalah adanya nafas pendek, takipnea, dyspnea,

peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan Kussmaul); nafas ammonia,

batuk produktif dengan sputum kental merah muda (oedema paru).

4.1.8 Keamanan

Pengkajian pada keamanan dengan Acute Kidney Injury muncul

data dengan gejala demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area kulit ekimosis,

pruritus, kulit kering, adanya reaksi transfuse yang tidak ditemukan pada

klien.

Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di

hipotalamus. Meningkatkan titik patokan tersebut, maka hipotalamus


mengirim sinyal untuk meningkatkan suhu tubuh, tubuh berespons dengan

menggigil dan meningkatkan laju metabolisme basal (Corwin 2009).

Demam (sepsis, dehidrasi) yang terus menerus mampu membuat kulit

kering dan muncul pruritus bila tidak menjaga personal hygiene.

Alasan mengapa pada kasus Tn. N dengan Acute Kidney Injury

tidak terjadi seperti data tersebut. Menurut Setiawan (2018) sepsis

merupakan salah satu penyebab Acute Kidney Injury, patofisiologi Acute

Kidney Injury pada sepsis disebabkan oleh respon inflamasi, toxin, dan

perubahan hemodinamik glomerulus tingkat keparahan disfungsi ginjal

bergantung dengan tingkat keparahan sepsis. Hasil data pengkajian yang

didapatkan oleh penulis adalah tidak demam dengan


℃ suhu: 36,5 melalui

axila.

Pruritus berarti gatal pada kulit. Pruritus dapat terjadi sebagai

respons primer terhadap iritan permukaan atau peradangan, misalnya

setelah gigitan nyamuk, atau pada kulit yang kering (Corwin 2009).

Setelah dirasa gatal dan sering menggaruk area iritan maka dapat

menyebabkan petekie. Petekie yakni massa padat meninggi yang

berukuran sampai lebih kecil dari 1 cm, misalnya nevus (tahi lalat atau

tanda lahir) atau kutil (Corwin 2009). Data pengkajian tidak ditemukan

adanya tanda atau gejala pruritus maupuan petekie karena Tn. N menjaga

kebersihan dairi dan kesehatan tubuh dengan mandi 1x sehari dengan cara

diseka.

Hubungan antara teori dengan kasus Tn. N yaitu Acute Kidney

Injury terjadi kesenjangan karena tidak sesuai dengan hasil pengkajian

yang didapatkan penulis dengan pengkajian menurut Doenges (2014).

Data pengkajian tersebut disesuaikan dengan kondisi pasien dengan sistem


observasi dan pemeriksaan yang dilakukan secara holistik dan

kompherensif sehingga bisa menghasilkan data yang akurat. Menurut

pengkajian Doenges adalah adanya demam (sepsis, dehidrasi), petekie,

area kulit ekimosis, pruritus, kulit kering, adanya reaksi transfuse.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan

mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan

risiko tinggi. Label diagnosis keperawatan memberikan format untuk

mengekspresikan bagian identifikasi masalah dari proses keperawatan (Doenges,

2014).

Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan maka penulis menyusun

diagnosis keperawatan pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury. Terdapat empat

diagnosis keperawatan yang muncul, tetapi hanya terdapat tiga yang sama pada

teori.

Penulis menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan sumber dari

SDKI (2017). Berikut satu diagnosis yang terdapat pada kasus Tn. N dengan

Acute Kidney Injury di Ruang Dahlia A Rumah Sakit Umum Tarakan Provinsi

Kalimantan Utara, tetapi tidak ada di diagnosis menurut Doenges, (2014) yaitu :

4.2.1.1 Nyeri akut adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI, 2017).

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (iskemia),

klien mengatakan nyeri abdomen di kuadran kiri bawah, kualitas nyeri


seperti tertusuk-tusuk dengan skala sedang (5), durasi nyeri
± 10 menit,

bila bergerak ke kiri maupun kanan, berjalan dan berpindah tempat

terasa nyeri, terlihat meringis dan tekanan darah 100/60 mmHg.

Alasan : Nyeri akut tidak terdapat dalam teori karena diagnosis muncul

sesuai dengan pasien yang dikelola selama 3 hari. Menurut SDKI

(2017), menyimpulkan bahwa nyeri akut terjadi karena adanya keluhan

nyeri yang ditandai dengan tampak meringis dan bersikap protektif.

4.3 Perencanaan

Perencanaan keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses

keperawatan setelah merumuskan diagnosa keperawatan. Rencana keperawatan

yang dilakukan penulis sesuai dengan teori yang terdapat pada Doenges (2014).

Semua tindakan disesuaikan dengan perencanaan yang telah ditentukan

sebelumnya dan disesuaikan dengan kondisi klien. Adapun beberapa tindakan

perencanaan pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury yang ada di teori namun

tidak dimasukkan ke dalam perencanaan yaitu :

4.3.1 Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

Intervensi yang tidak diambil :


4.3.1.1 Masukkan /pertahankan kateter tak menetap, sesuai indikasi

Rasional : Katerisasi mengelularkan obstruksi saluran bawah dan

memberikan rata-rata pengawasan akurat terhadap pengeluaran urin

selama fase akut.

Alasan : Tindakan ini tidak sesuai dengan kondisi klien sebab masih

dalam stadium awal dan mampu dicegah dengan perawatan yang tepat.

Klien tidak menunjukkan adanya oedema serta mampu mengeluarkan

urin dalam 24 jam.


4.3.1.2 Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi

Rasional : Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak

seimbangan elektrolit, asam/basa, dan untuk menghilangkan toksin.

Alasan : Tindakan ini tidak sesuai dengan kondisi klien sebab masih

dalam stadium awal dan mampu dicegah dengan perawatan yang tepat.

4.3.1.3 Foto dada

Rasional : Peningkatan ukuran jantung, batas vaskular paru prominen,

efusi pleural, infiltrat/kongesti menunjukkan respons akut terhadap

kelebihan cairan atau perubahan kronis sehubungan dengan gagal ginjal

dan jantung.

Alasan : Tindakan ini tidak sesuai dengan kondisi klien sebab masih

dalam stadium awal dan mampu dicegah dengan perawatan yang tepat.

Tidak ditemukan adanya bunyi suara nafas tambahan maupun

peningkatan ukuran jantung.

4.3.2 Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme

Intervensi yang tidak diambil :


4.3.2.1 Tawarkan perawatan mulut sering atau cuci dengan larutan (25%)

cairan asam asetat.

Rasional : Membran mukosa menjadi kering dan pecah

Alasan : Tindakan ini tidak sesuai dengan kondisi klien sebab membrane

mukosa lembab dan tidak pecah. Klien juga melakukan perawatan mulut

setiap harinya dengan menyikat gigi.


4.3.2.2 Timbang berat badan tiap hari

Rasional : Pasien puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,1-0,5

kg/hari.

Alasan : Tindakan ini tidak sesuai dengan kondisi klien sebab tidak ada

penurunan berat badan yang berarti pada klien serta tidak mendapatkan

puasa.

4.3.3 Defisit pengetahuan tentang penyakit Acute Kidney Injury berhubungan

dengan kurang terpapar informasi.

Intervensi yang tidak diambil :


4.3.3.1 Diskusikan dialisis ginjal atau transplantasi bila ini merupakan bagian

yang mungkin akan dilakukan di masa mendatang

Rasional : Meskipun bagian ini akan berikan sebelumnya oleh dokter

pasien boleh menegetahui dimana keputusan harus dipilih dan mungkin

memerlukan masukan tambahan.

Alasan : Tindakan ini tidak digunakan sebab stadium gagal ginjal klien

belum memasuki tahapan untuk melakukan dialisis sebab akan

menganggu faktor psikologis klien dan keluarga.

4.4 Implementasi

Pada tahap implementasi penulis akan melaksanakan perencanaan yang

telah disusun pada tahap pengumpulan data, pelaksanaan asuhan keperawatan

yang dilakukan penulis disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah dibuat.

Namun dari semua perencanaan yang dibuat terdapat beberapa intervensi yang

tidak dapat dilakukan secara maksimal, hal tersebut dikarenakan kurangnya ruang

lingkup
pembatas yang memadai antara pasien kelolaan dengan pasien lainnya di dalam

satu ruangan.

Dalam melakukan implementasi penulis tidak mendapatkan hambatan yang

berarti, semua intervensi dapat terlaksana dengan melibatkan klien dan

keluarganya, klien bersikap terbuka, kooperatif dan mudah diajak kerjasama,

mudah menerima penjelasan dan saran, dan klien berpartisipasi aktif dalam

tindakan keperawatan.

4.5 Evaluasi

Evaluasi adalah fase akhir dari proses keperawatan untuk menilai asuhan

keperawatan yang telah diberikan pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury selama

tiga hari yaitu mulai tanggal 27 Mei sampai dengan 29 Mei 2019. Evaluasi yang

dilakukan pada asuhan keperawatan dalam kasus ini adalah evaluasi sumatif. Dari

diagnosa-diagnosa yang ditemukan oleh penulis ada masalah yang teratasi dan

masalah yang belum teratasi selama melakukan asuhan keperawatan.

Dari empat diagnosa yang ditemukan pada klien didapatkan bahwa tiga

diagnosa keperawatan dapat teratasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang

telah ditetapkan yaitu :

4.5.1 Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.

Masalah teratasi ditandai dengan klien mengatakan tidak mengalami

penurunan berat badan dan tidak ditemukan adanya penurunan berat badan

yang berarti maupun tanda-tanda malnutrisi pada klien.


4.5.2 Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme Masalah teratasi ditandai dengan klien mengatakan tidak

lemas, cemas maupun bingung serta tidak ditemukan adanya cracles,

edema, distensi vena jugularis, efusi maupun anasarka pada klien. Intake

1350 ml output 1700 ml.

4.5.3 Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera fisik (iskemia). Masalah

teratasi ditandai dengan pasien tidak merasakan nyeri dan skala (3) nyeri

ringan.

4.5.4 Defisit pengetahuan tentang penyakit Acute Kidney Injury berhubungan

dengan kurang terpapar informasi. Masalah belum teratasi ditandai dengan

klien tidak dapat menjelaskan kembali informasi yang diberikan.


BAB 5
PENUTUP

Hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury

dapat dilakukan beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan landasan teori dan

tujuan yang telah ditetapkan. Penulis juga mengemukakan saran demi perbaikan

asuhan keperawatan khususnya pada klien dengan penyakit Acute Kidney Injury.

5.1 Kesimpulan

Pelaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury

selama tiga hari terhitung dari tanggal 27 Mei - 29 Mei 2019 di ruang perawatan

Dahlia A Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan, maka penulis mengambil

kesimpulan sebagai berikut:

5.1.1 Penulis melakukan asuhan keperawatan melalui setiap tahap dari proses

keperawatan yang terangkai mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa

keperawatan, perencanaan tindakan, pelaksanaaan keperawatan dan

evaluasi. Penulis dapat melaksanakan setiap tahapan sesuai dengan tingkat

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh penulis.

Pengkajian pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury penulis

lakukan secara bertahap dengan memperhatikan kondisi klien dan sarana

yang tersedia. Pengkajian dilakukan secara menyeluruh untuk

mendapatkan data yang akurat. Setelah melakukan pengkajian, penulis

kemudian mengelompokkan data-data yang diperoleh, menganalisa lalu

merumuskan diagnosa yang tepat untuk setiap data. Setelah merumuskan

diagnosa keperawatan, penulis kemudian menyusun rencana tindakan

yang tepat dengan memperhatikan kondisi klien, fasilitas yang tersedia

dan
103

pengetahuan yang dimiliki penulis. Tahap selanjutnya penulis kemudian

mengimplementasikan rencana yang telah disusun. Setelah melakukan

implementasi penulis melanjutkan dengan mengevaluasi. Evaluasi yang

dilakukan penulis terdiri dari dua kategori yaitu evaluasi sumatif yang

dilakukan disetiap tindakan dan evaluasi formatif yang dilakukan diakhir

pertemuan dengan klien.

Penulis menemukan beberapa kesenjangan antara teori dan kasus

dengan melakukan beberapa tahapan dari proses keperawatan yaitu, pada

proses pengkajian penulis menemukan kesenjangan antara teori dan kasus

pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury adalah sebagai berikut: Aktivitas

dan istirahat, sirkulasi, eliminasi, makanan dan cairan, neurosensori,

nyeri/kenyamanan, pernafasan dan keamanan. Penegakkan diagnosa

keperawatan yang terdapat di kasus namun tidak ditemukan pada teori

yaitu hipovolemia. Adapun beberapa diagnosa keperawatan yang ada

diteori namun tidak ditemukan pada kasus, yaitu resiko penurunan curah

jantung ditandai dengan faktor resiko meliputi kelebihan cairan,

perpindahan cairan, defisit cairan, ketidak seimbangan elektrolit, efek

uremia pada otot jantung, keletihan berhubungan dengan penurunan

produksi energi metabolik/pembatasan diet, peningkatan kebutuhan energi,

resiko infeksi ditandai dengan faktor resiko meliputi depresi pertahanan

imunologi (sekunder terhadap uremia).


5.1.2 Faktor pendukung dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien

adalah sikap klien dan keluarga yang ramah dan kooperatif pada setiap

tindakan yang dilakukan, izin yang diberikan pihak rumah sakit serta

tersedianya fasilitas dari institusi yang menunjang pelaksanaan asuhan

keperawatan pada klien. Sementara faktor penghambat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan adalah dikarenakan kurangnya ruang

lingkup pembatas yang memadai antara pasien kelolaan dengan pasien

lainnya di dalam satu ruangan untuk melaksanakan beberapa asuhan

keperawatan pada klien.

5.1.3 Pemecahan masalah yang di lakukan pada Tn. N didapatkan dari

pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah dilakukan dengan baik

berdasarkan rencana yang telah disusun. Pada tahap evaluasi ditemukan

dari empat diagnosa yang ditemukan, tiga diagnosa dinyatakan teratasi dan

satu diagnosa belum teratasi. Diagnosa teratasi diantaranya hipervolemia,

resiko defisit nutrisi dan nyeri akut sedangkan untuk diagnosa yang lain

tidak teratasi ialah defisit pengetahuan. Semua tindakan keperawatan yang

telah dilakukan dapat didokumentasikan dengan baik dan sesuai dengan

yang diharapkan penulis.

5.2 Saran

Setelah melaksanakan asuhan keperawatan Tn. N dengan Acute Kidney

Injury. Diharapkan asuhan keperawatan pasien dengan Acute Kidney Injury dapat

dilakukan secara menyeluruh. Penulis menyarankan kepada pembaca yaitu :


5.2.1 Saran untuk Pasien dan Keluarga

Diharapkan pasien dan keluarga dapat mengetahui Asuhan Keperawatan

pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury di Ruang Dahlia A Rumah Sakit

Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara. Bagi keluarga mampu

meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan dengan

perawatan yang benar dan tepat bagi Tn. N.

5.2.2 Saran untuk Mahasiswa

Diharapkan dapat menerapkan konsep teori dan asuhan keperawatan yang

dilaksanakan pada Tn. N dengan Acute Kidney Injury. Peluang untuk

mengatasi masalah seperti ini sangat terbatas oleh karena itu diharapkan

mahasiswa juga mampu membuka wawasan dan keterampilan dasar untuk

memperbaruhi ilmu tentang proses keperawatan yang dinamis.

5.2.3 Saran untuk Institusi Pendidikan

Diharapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran asuhan keperawatan

yang sesuai dengan standar praktik keperawatan, jika ini dilakukan Tn. N

dengan Acute Kidney Injury.

5.2.4 Saran untuk Profesi Keperawatan

Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan kualitas serta sarana dan

prasarana dalam perawatan pasien khususnya pada pasien dengan penyakit

Acute Kidney Injury.


DAFTAR PUSTAKA

Ariani. 2016. Stop Gagal Ginjal dan Gangguan Ginjal Lainnya. Yogyakarta :
Istana Media.
Aulia. 2017. Ginjal Kronis. Diakses pada tanggal 12 Juni 2019 dari
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-jantung-
dan-pembuluh-darah/ginjal-kronis.

Budiono & Budi Pertami, Sumirah. 2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta :
Bumi Medika.

Cianci et al. 2009. Hypertension in Hemodialysis. An Overview on


Physiopathology and Therapeutic Approach in Adults and Children. The
Open Urology & Nepphrology Journal. 2 : 11-19.

Corwin J, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisilogi. Jakarta : EGC.

Departemen Kesehatan RI. 2018. Rawat Ginjal Anda Dengan Cerdik. Diakses
pada tanggal 11 Juni 2019 dari
http://www.depkes.go.id/article/view/18030900001/rawat-ginjal-anda-
dengan-cerdik.

Diyono & Mulyanti. 2019. Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Urologi.


Yogyakarta : Andi.

Doenges. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.

Gonce Morton, Patricia et al. 2016. Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan


Holistik Volume 2. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Infodatin. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta : Kementerian Kesehatan


RI.

Muttaqin & Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta : Salemba Medika.

Nuari & Widayati. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan
Keperawatan. Yogyakarta : Deepublish.

Reno Sulistyaningsih, Dwi. Efektifitas Latihan Fisik Selama Hemodialisis


Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Pemyakit Ginjal Kronik di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Prosiding Konferensi
Nasional PPNI Jawa Tengah Terbitan 2. Mei 2014. ISSN 2338-9141 : 98-
99.
Rohmah & Walid. 2016. Proses Keperawatan : Teori & Aplikasi. Yogyakarta:
Ar- Ruzz Media.

Safitri, Tania. 2016. Infeksi Saluran Pernafasan Atas. Diakses pada tanggal 22
Juni 2019 dari https://www.hellosehat.com/penyakit/infeksi-saluran-
pernapasan-atas-ispa.

Setiawan, Dional, dkk. Biomarker Acute Kidney Injury (AKI) pada Sepsis. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018 ; 7 (Supplement 2) : 113-116.

Smeltzer & Bare. 2002. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
: DPP PPNI.

Thomas. 2013. Renal Nursing. Edisi 4. United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd.

Wang. 2016. Acute Kidney Injury Epidemiology: From Recognition to

Intervention.
Acute Kidney Injury-From Diagnosis to Care. 2016. 187:1-8 : 1-7.

Widia. 2015. Anatomi, Fisiologi dan Siklus Kehidupan Manusia. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Wilkinson, Judith M. 2014. Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA-I,


Intervensi NIC, Hasil NOC. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai