Anda di halaman 1dari 49

Laporan Kelolaan Keperawatan Medikal Bedah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) GRADE V

D
I
S
U
S
U
N

OLEH

RATNA WULANDARI, S. Kep


NIM : 19175059

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga laporan “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Chronic Kidney
Disease” ini dapat diselesaikan.
Laporan ini disusun dengan mendapatkan masukan dan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi.
Terlepas dari semua itu, laporan ini masih banyak kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki laporan ini.
Akhir kata kami berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat untuk para
pembacanya.

Banda Aceh, September 2020


Penulis

Ratna Wulandari, S. Kep

DATA PRIBADI MAHASISWA PROFESI NERS


1. DATA MAHASISWA
Nama : Ratna Wulandari, S. Kep
Nim Profesi : 11172071 P
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/ Tgl Lahir : 5 Juli 1984
Agama : Islam
Alamat : Lampaseh Aceh
No. Telp/ HP : 081360780758
Alamat Email : jr_giars0309@yahoo.co.id

2. DATA ORANGTUA
Nama
1. Ayah : H. Jamaluddin
2. Ibu : Hj. Ratna Wati
Alamat : Padang, SUMBAR
Pekerjaan
1. Ayah : Wiraswasta
2. Ibu : Ibu Rumah Tangga
No. Telp/ HP
1. Ayah : (-)
2. Ibu : (-)

3. DATA KOAS
Tahun Masuk : 2019
Tanggal Mulai KKS :
Tanggal Selesai KKS :
Nama Preseptor :

Mahasiswa, Preseptor,

(Ratna Wulandari, S. Kep) (Ns., Ryan Mulfianda, M. Kep)

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KASUS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI KELAS DARING
PROGRAM PROFESI NERS – FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
TAHUN 2020

PEMBIMBING KLINIK (CI) PEMBIMBING AKADEMIK

--------------------------------- Ns. Riyan Mulfianda, M.Kep


NIDN. 1310109001

KOORDINATOR STASE

Ns. Riyan Mulfianda, M.Kep


NIDN. 1310109001

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1

B. Tujuan......................................................................................................................

C. Manfaat....................................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORITIS..............................................................................................

A. Konsep Dasar...........................................................................................................
1. Pengertian..........................................................................................................
2. Klasifikasi..........................................................................................................
3. Etiologi..............................................................................................................
4. Manifestasi Klinik.............................................................................................
5. Komplikasi.........................................................................................................
6. Penatalaksanaan dan Terapi...............................................................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan CKD.........................................
1. PengkajianKeperawatan....................................................................................
2. Diagnosa Keperawatan......................................................................................
3. Perencanaan Keperawatan.................................................................................
4. Pelaksanaan Keperawatan.................................................................................
5. Evaluasi Keperawatan.......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan salah
satu penyakit tidak menular yang saat ini banyak terjadi di masyarakat. CKD merupakan
proses kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari tiga bulan. Pada kasus tersebut, ginjal
kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh
dalam keadaan asupan makanan normal (Muhammad, 2012).
Menurut data dari WHO, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi.
Setiap tahunnya prevalensi penyakit gagal ginjal terus meningkat. Data di Amerika Serikat
tahun 2015 memperkirakan bahwa angka kejadian CKD mencapai 19,2 juta (11%) dari
seluruh populasi dewasa dan 0,22% diperkirakan sudah ada pada stadium akhir (WHO, 2015).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 prevalensi CKD mengalami
kenaikan dibandingkan dengan Riskesdas 2013 yakni 2% menjadi 3,8%. Hasil Riset
Kesehatan Daerah (RISKESDES) tahun 2018 menunjukan prevalensi penyakit CKD di NTT
mengalami peningkatan sebesar 3,3% dibanding dengan tahun 2013. Prevalensi berdasarkan
jenis kelamin didapatkan perbandingan laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.
Sedangkan kelompok umur terbanyak yang menjalani hemodialisis adalah pada kelompok
usia produktif (45-54 tahun) sebesar 29,2 %. Selanjutnya lebih dari 50 % pembiayaan
ditanggung oleh asuransi, baik dari pemerintah maupun swasta (Indonesian Renal Registry,
2012).
Melihat tingginya angka kejadian CKD, maka sangat diperlukan upaya
penatalaksanaan yang komprehensif. Penderita CKD memerlukan penanganan secara optimal
untuk mempertahankan kualitas hidup guna meminimalkan komplikasi lebih lanjut. Peran
perawat menjadi faktor yang sangat penting dalam mengatasi masalah kesehatan ini. Perawat
dapat 2 berperan sebagai care provider yaitu memberikan pelayanan asuhan keperawatan
secara komprehensif. Selain itu perawat juga bisa berperan sebagai edukator yaitu
memberikan edukasi kesehatan atau penyuluhan kesehatan kepada klien tentang pengaturan
diet bagi pasien CKD seperti diet rendah protein dan tinggi karbohidrat. Selanjutnya dalam
penatalaksnaan CKD, perawat juga bisa berperan sebagai konsultan, kolaborator, advokat
(pembela) dan pendidik (Potter & Perry, 2009).
Penyakit CKD dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap sistem tubuh
diantaranya gangguan terhadap sistem kardiovaskuler yakni meningkatkan tekanan darah.
CKD juga dapat mengakibatkan vasokonstriksi sehingga mengakibatkan penurunan kadar
hemoglobin (anemia) akibat dari kurangnya kemampuan ginjal untuk menghasilkan hormon
eritopoetin yang berfungsi untuk merangsang sumsum tulang dalam memproduksi sel darah
merah (Joachim and Lingappa,2010). Selain itu CKD dapat menimbulkan gangguan pada
sistem pernapasan, sistem persyarafan, sistem urogenital, sistem pencernaan dan sistem
integumen. Selain menimbulkan gangguan pada aspek fisik, CKD dapat juga menimbulkan
gangguan psikologis, diantaranya depresi yang memperburuk keadaan pasien. Oleh karena itu
sangat diperlukan upaya penatalaksanaan yang adekuat dan optimal.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus CKD diantaranya dialisis dan
transplantasi ginjal. Dialisis dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius.
Penatalaksanaan lain meliputi transplantasi ginjal atau pencangkokan ginjal yang sehat ke
pasien gagal ginjal kronik. Berbagai penatalaksanaan ini dapat mencapai hasil yang optimal
jika terdapat kerjasama yang baik diantara tenaga kesehatan atau pemberi pelayananan
kesehatan, salah satunya perawat. Apalagi di masa yang akan datang, penyakit ini di prediksi
akan terus bertambah jumlah kliennya sehingga dibutuhkan perawatan yang optimal. Perawat
sebagai salah satu tim kesehatan mempunyai peran sebagai tim asuhan keperawatan pada
klien CKD.
Dalam perawatan pasien CKD, perawat dapat berperan sebagai pemberi asuhan
keperawatan (care giver) kepada pasien, sebagai pendidik (edukator) dan sebagai fasilitator
dalam menangani permasalahan yang dihadapi pasien. Perawat harus memahami dengan
benar perawatan dan pengobatan yang tepat pada pasien CKD. Perawatan pasien dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang dimulai dari
pengkajian sampai evaluasi keperawatan. Tindakan mandiri perawat dan kolaborasi sangat
diperlukan dalam perawatan pasien untuk mencapai asuhan keperawatan yang berkualitas.
Dalam upaya promotif perawat berperan untuk memberikan pendidikan kesehatan
sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi. mengenai cara-cara pencegahan sampai
dengan komplikasi dengan membiasakan pola hidup sehat dengan cara rajin berolah raga dan
menghindari minuman beralkohol, rokok dan zat-zat kimia yang berbahaya. Upaya preventif
perawat memberikan perawatan kepada klien dengan memantau cairan dan elektrolit yang
seimbang, dan tanda adanya perubahan fungsi regulator tubuh serta membatasi cairan klien.
Peran perawat dalam upaya kuratif yaitu berkolaborasi dalam menyiapkan tindakan
hemodialisa dan memberikan obat. Peran perawat dalam upaya rehabilitative yaitu
mempertahankan keadaan klien agar kondisi tidak bertambah berat atau mencegah terjadinya
komplikasi yang tidak diinginkan dengan patuh pada terapi dan pembatasan aktivitas.
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mendapatkan pengalaman yang nyata dalam
pemenuhan kebutuhan dasar pada klien CKD melalui proses Asuhan
Keperawatan,sehinggapenulisdan sebagai salah satu tugas keperawatan di stase Keperawatan
Medikal Bedah (KMB) maka penulis tertarik melakukan studi tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD).
B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu diharapkan penulis dapat menguraikan
pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada pemen

C. Manfaat
ManfaatTeori

Studi kasus ini dapat dijadikan referensi untuk pengembangan ilmu keperawatan khususnya
keperawatan medikal bedah dengan penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan CKD.

Manfaat Praktis

1. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan
khususnya studi kasus tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
CKD.Sebagai bahan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
penulis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit ginjal kronik
khususnya di bidang keperawatan medikal bedah.
2. Bagi Insitusi Pendidikan
Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan referensi dalam proses
pembelajaran dan pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan pada klien dengan kasus CKD
3. Bagi Pelayanan Keperawatan
Studi kasus ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan terhadap pasien dengan kasus CKD. Selain itu juga menjadi bahan
evaluasi bagi perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan/asuhan keperawatan pada
pasien
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Secara definisi, gagal ginjal kronis (GGK) disebut juga sebagai Chronic Kidney
Disease (CKD). Gagal ginjal kronis atau penyakit gagal ginjal stadium akhir adalah gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemapuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit sehingga
menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer &
Bare,2013).
Chronic Kidney Disease (CKD) atau Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dimana kemampuan tubuh tersebut gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia. Chronic Kidney Disease (CKD) disebabkan oleh berbagai keadaan, meliputi
penyakit-penyakit yang mengenai ginjal atau pasokan darahnya misalnya glumeluropati,
hipertensi, diabetes. Pada gagal ginjal kronis ( GGK ) yang sudah lanjut kadar natrium,
kalium, magnesium, amino dan fosfat didalam darah semuanya akan mengalami peningkatan
sementara kadar kalsium menurun. Retensi natrium dan air akan menaikan volume
intravaskuler yang menyebabkan hipertensi (Berkowitz,2012).
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2001). Gagal ginjal
kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya
berlangsung beberapa tahun) (Price & Wilson, 2005). Gagal ginjal kronis adalah kondisi
penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan lebih dari 3 bulan dengan kerusakan
ginjal dan kerusakan glomerulus filtration rate (GFR) dengan angka GRF lebih dari 60
ml/menit/1.73 m2 (Prabowo & Pranata, 2014).
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume
dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal.Gagal ginjal biasanya
dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut.Penyakit ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya
berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible).Penyakit ginjal kronik seringkali berkaitan
dengan penyakit kritis, berkembang cepat dalam hitungan beberapa hari hingga minggu, dan
biasanya reversible bila pasien dapat bertahan dengan penyakit kritisnya. (Price & Wilson,
2006 dalam Nanda Nic-Noc,2015)
Berikutini adalah pengertian tentang CKD menurut beberapa ahli dan sumber
diantaranya adalah:
a. Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. (Setiati,dkk, 2015)
b. Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara
bertahap, penyebab glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis),
proses obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nfritik
(aminoglikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doengoes.2014)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal
yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala. CKD adalah
penyakit ginjal tahap akhir yang dapat disebabkan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
meyebabkan komplikasi hipertensi maupun diabetes militus.

B. Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus kockrof –
gault sebagai berikut : (Sudoyo 2010)

LFG/GFR (ml/mnt/1,73 m²) = (140 – umur) x berat badan


72 x kreatinin plasma (mg/dl)

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau berat 15-29

5 Gagal ginjal Terminal < 15 atau dialisis

2. Etiologi
Etiologi memegang peranan penting dalam memperkirakan perjalananklinis CKD dan
penanggulangannya. Menurut Prabowo (2014), CKD sering kali menjadi penyakit komplikasi
dari penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illnes).

Penyebab primer CKD juga akan mempengaruhi manifestasi klinis yang akan sangat
membantu diagnosa, contoh: gout akan menyebabkan nefropati gout. Penyebab terbanyak
CKD pada dewasa ini adalah nefropati DM, hipertensi, glomerulonefritis, penyakit ginjal
herediter seperti ginjal polikistik dan sindroma alport, uropati obstruksi, dan nefritis
interstisial (Irwan, 2016).

Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu ada penyebab
lainnya dari gagal ginjal kronis diantaranya:(Irwan, 2016).
1. Penyakit dari ginjal :

a. Penyakit pada saringan (glomerulus) :glomerulonefritis.

Glomerulonefritis adalah penyakit inflamasi atau non inflamasi pada glomerulus yang
menyebabkan perubahan permeabilitas, perubahan struktur, dan fungsi glomerulus.
(Sudoyo, 2014).

b. Infeksi kronis : pyelonefritis, ureteritis.

c. Batu ginjal :nefrolitiasis.

d. Kista di ginjal : polcystiskidney.

e. Trauma langsung padaginjal.

f. Keganasan pada ginjal.

g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur

h. Proteinuria

Adanya protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari
150mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140mg/m2. (Sudoyo 2010).

i. Amiloidosis ginjal

Adalah penyakit dengan karakteristik penimbunan polimer protein di ekstraseluler dan


gambaran dapat diketahui dengan histokimia dan gambaran ultrastruktur yang khas.
(sudoyo 2010)
2. Penyakit umum di luar ginjal:

a. Penyakit sistemik : diabetes melitus, hipertensi, kolesteroltinggi

Pada pasien diabetes, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi, seperti terjadinya
batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis, yang selalu disebut sebagai
penyakit ginjal diabetik pada pasien diabetes. (sudoyo 2010).

b. Dyslipidemia

c. SLE (Systemic Lupus Erythematosus)

d. Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria,hepatitis

e. Preeklampsia

f. Obat-obatan

g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (lukabakar)

3. Manifestasi Klinik
Tanda dan Gejala dari penyakit ginjal kronik menurut Smeltzer & Bare tahun 2015 yaitu:
1) Kardiovaskuler
Hipertensi(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-
aldosteron), pitting edema (kaki,tangan, sakrum), edema periorbital, friction rub
pericardial, pembesaran venaleher.
2) Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering (bersisik), pruritus, ekimosis, kuku tipis dan
rapuh, rambut tipis dankasar
3) Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kussmaul
4) Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah,
konstipasi dan diare, perdarahan dari salurangastrointestinal
5) Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
6) Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang,fraktur tulang,foot drop
7) Reproduktif
amenore, dan atrofi testikuler

Tanda dan gejala dari penyakit ginjal kronik menurut Mary Baradero (2008) yaitu:
1) System hematopoletik
anemia, cepat lelah, trombositopenia, ekimosis,perdarahan
2) Sistem kardiovaskuler
hypervolemia, hipertensi, takikardi, distrimia, gagal jantung kongestif, pericarditis
3) Sistem pernapasan
takipnea, pernapasan kussmaul, halitosis uremic atau fetor, sputum yang lengket, batuk
disertai nyeri, suhu tubuh meningkat, hilar pneumonitis, pleural friction rub, edemaparu
4) Sistem gastrointestinal
anoreksia, mual dan muntah, perdarahan gastrointestinal, distensi abdomen, diare dan
konstipasi
5) Sistem neurologi
perubahan tingkat kesadaran: letargi, bingung, stupor, dan koma, kejang, tidur
terganggu,asteriksis
6) Sistem skeletal
osteodistrofi ginjal, rickets ginjal, nyeri sendi, pertumbuhan lambat pada anak
7) Kulit
pucat, pigmentasi, pruritus, ekimosis, lecet, uremic frosts
8) Sistem perkemihan
haluaran urin berkurang, berat jenis urine menurun, proteinuria, fragmen dan sel dalam
urine, natrium dalam urineberkurang
9) Sistem reproduksi
infertilitas, libido menurun, disfungsi ereksi, amenorea, lambatpubertas
4. Patofisiologi
Kondisi gagal ginjal disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu prerenal, renal dan post
renal. Pre renal berkaitan dengan kondisi dimana aliran darah ke ginjal mengalami
penurunan. Kondisis ini dipicu oleh hypovolemia, vasokontriksi dan penurunan cardiac
output. Dengan adanya kondisi ini maka GRF (Glomerular Filtation Rate) akan mengalami
penurunan dan meningkatnya reabsorbsi tubular. Untuk faktor renal berkaitan dengan
adanya kerusakan pada jaringan parenkin ginjal. Kerusakan ini dipicu oleh trauma maupun
penyakit-penyakit pada ginjal itu sendiri. Sedangkan faktor post renal berkaitan dengan
adanya obstruksi pada saluran kemih, sehingga akan timbul stagnasi bahkan adanya refluks
urine flow pada ginjal. Dengan demikian beban tahanan/resistensi ginjal akan meningkat
dan akhirnya mengalami kegagalan (Prabowo & Pranata,2014).
Gagal ginjal terjadi setelah berbagi macam penyakit yang merusak massa nefron
ginjal yang mengakibatkan laju filtrasi glomelurus/Glomerular FiltrationRate
(GFR)menurun.Dimana perjalanan klinis gagal ginjal kronik dibagi dalamtiga stadium.
Pertama, menurunnya cadangan ginjal, Glomerular Filtration Rate (GRF) dapat menurun
hingga 25% dari normal. Kedua, insufisiensi ginjal, pada keadaan ini pasien mengalami
poliuria dan nokturia, GFR 10% sampai 25% dari normal, kadar keratin serum dan BUN
sedikit meningkat di atas normal. Ketiga, penyakit ginjal stadium akhir/End Stage Renal
Disease (ESRD) atau sindrom uremik, yang ditandai dengan GFR kurang dari 5 atau 10
ml/menit, kadar serum keratin dan BUN meningka tajam. Terjadi kompleks perubahan
biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memengaruhi setiap sistem
dalam tubuh (Price & Wilson, 2015).

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofidanmemproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnyakarenajumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala
pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-
kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
a) Gangguan klirens ginjal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24
jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan
medikasi seperti steroid.
b) Retensi cairan danureum

Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal
pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensidan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
c) Asidosis

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia
(NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan
asam organik lain juga terjadi.
d) Anemia

Anemia timbul sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.

e) Ketidakseimbangan Kalsium danFosfat

Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal
tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit
aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun
f) Penyakit tulanguremik

Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.

5. Komplikasi

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, klien CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2006) antara lain adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
b. Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika
berlangsung lama akan menyebabkkan fraktur pathologis.
c. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat. Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan
berdampak secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan
kelainan hemodinamika (hipertropi ventrikel kiri).
d. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
e. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
f. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium
akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
g. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, danmuntah.

i. Hiperparatiroid, Hiperfosfatemia.

j. Disfungsi seksual
Akibat gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan dan
terjadi impotensi pada pria. Pada wanita dapat terjadi hiperprolaktinemia.
Pathway

.
Glomerulonefritis

Infeksi kronis

Kelainan kongenital

Penyakit Vaskuler Gagal Ginjal

Nephrolithiasis

SLE
Gangguan reabsorbsi Hipernatremis Produksi Urin turun
Obat Nefrotoksik
Retensi cairan
Hiponatremia Gangguan Eliminasi

Vol. Vaskuler meningkat


Proses hemodialisa kontinyu Vol. Vaskuler turun

Permeabilitas kapiler meningkat


Tindakan invasif
berulang Hipotensi
Perfusi turun

Injury jaringan
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Oedema
Ansietas

Stagnansi Vena
Resiko Infeksi

Defisiensi energi sel Infiltrasi


Stress ulcer

Informasi Kerusakan Jaringan kulit


inadekuat
Intoleran Aktifitas

Oedema pulmonal
Retensi CO2
Ekspansi
6. Komplikasi paru turun Asidosis
Respiratok
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah (Prabowo, 2014):
Dyspneu
HCL meningkat
a. Penyakit Tulang. Gangguan
Ketidakefektifan Pertukaran
Penurunan kadar kalsium secara langsung akan
Mual muntah
Pola mengakibatkan
Napas dekalsifikasi matriks
tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh dan jika berlangsung lama akan menyebabkan
Ketidakseimbangan
fraktur pathologis.
Nutrisi: Kurang dari
kebutuhan Tubuh
b. Penyakit Kardiovaskuler.
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa
hipertensi, kelainan lifid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi
hipertrofi ventrikelkiri).
c. Anemia.
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian hormonal (endokrin).
Sekresi eritropoeitin yang mengalami defiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan
hemoglobin.
d. Disfungsi seksual.
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan dan terjadi
impoten pada pria. Pada wanita dapat terjadihi perprolaktinemia.

Komplikasi yang dapat muncul menurut Corwin, 2015 antara lain :


a. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis
metabolic, azotemia, dan uremia
b. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan uremia berat.
Asidosis metabolic memburuk, yang secara mencolok merangsang kecepatan pernafasan
c. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremic, dan pruritus (gatal)
adalah komplikasi yang sering terjadi
d. Penurunan pembentukan eritropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia kardiorenal,
suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan penyakit ginjal yang akhirnya
menyebabkan peningkatan morbiditas danmortalitas
e. Dapat terjadi gagal jantung kongestif
f. Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian

7. Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa gagal
ginjal kronis :
a. Darah/Biokimiawi

Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan keratin plasma. Untuk hasil
yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah dengan analisa creatinine
clearance (klirens kreatinin) kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir, pemeriksaan
natrium : rendah, kalium : meningkat, magnesium : meningkat, kalsium : menurun,
pemeriksaan protein (albumin) : menurun, dan pemeriksaan darah (Hitung darah lengkap)
Hb menurun pada adanya anemia defisiensi eritropoitin. Hb biasanya kurang dari 7- 8
gr/db, BUN/kreatinine meningkat, GDA ; asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2.
b. Urinalisasi
Dilakukan untuk menapis ada atau tidaknya infeksi ginjal atau perdarahan aktif akibat
infamasi pada jaringan ginjal. Pemeriksaan urin (volumenya biasanya< 400 ml/jam atau
oliguria atau urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin bisa disebabkan karena ada
pus/darah/bakteri/lemak/partikel koloid/miglobin, berat jenis <1.015 menunjukkan gagal
ginjal, osmolalitas <350 menunjukkan kerusakan tubular), Natrium lebih besar dari 40
mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium, Protein, derajat tinggi proteinuria (3-
4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
c. Ultrasonografi Ginjal

Memberikan informasi yang mendukung menegakkan diagnosis gagal ginjal (Prabowo &
Pranata, 2014) dengan menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
d. Osmolalitas serum : lebih dari 285 mOsm/kg
e. Pelogram retrograd : abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular
h. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
i. Foto polos abdomen : menunjukkan ukuran ginjal/ureter /kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu).

8. Penatalaksanaan

Klien CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai dengan derajat
penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Menurut (Sudoyo, 2015), sesuai
dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut:
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.
c. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal.
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.
e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.
f. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya

Derajat LFG (ml/mnt/1,73m) Rencana tatalaksana

1 >90 Terapi penyakit dasar, kondisi


komoroid, evaluasi pemburukan
fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskular.
2 60-89 Menghambat pemburukan
fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi
komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi
pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal

a. Penatalaksanaa Keperawatan
1. Cairan

 Klien yang tidak didialisa : Bila ada oliguria, cairan yang diperbolehkan biasanya
400-500 ml (untuk menghitung kelebihan cairan rutin) ditambah volume yang
hilang lainya seperti urin, diare, dan muntah selama 24 jam terakhir.

 Klien dialisis

Pemasukan cairan terbatas jumlahnya sehingga kenaikan berat badan tidak lebih
dari 0,45 kg/hari diantara waktu dialisis. Ini umumnya akibat dari pemasukan 500
ml sehari ditambah volume yang hilang melalui urin, diare dan muntah.

2. Elektrolit

 Klien yang tidak dialisis

Pemasukam kalium harus dibatasi 1,5-2,5 g (38,5-64 mEq)/hari pada dewasa dan
sekitar 50 mg (1,9 mEq)/kg/hari untuk anak- anak.
 Klien yang didialisis

Ini dapat diberikan lebih bebas untuk mempertahankan kadar natrium dan kalium
serum normal pada Klien dengan dialisis. selama CAPD (cronik ambulatory
peritonial dealysis), kalium yang dapat diberikan sekitar 2,7-3,1 g (70-80
mEq)/kg/hari pada anak, untuk mempertahankan keseimbangan cairan.

3. Diet rendah protein untuk membatasi akumulasi produk akhir metabolisme protein
yang tidak dapat diekresikanginjal.

4. Persiapan yang harus dilakukan perawat sebelum operasi AV –Shunt :


 Berikan informasi yang jelas pada klien karena sering terjadi kesalahpahaman.
Klien sering menganggap Operasi AV-Shunt adalah pemasangan alat untuk HD
padahal hanya menyambungkan pembuluh darah yang ada pada tubuhklien.

 Batasan laboratorium untuk operasi AV-Shunt biasanya direkomendasikan dari


dokter penyakit dalam dan ahli bedahnya. Selama ini Rekomendasi untuk
Periksakan laboratorium yaitu , Hb > 8 mg/dl, Trombosit dalam batas normal, Gula
Darah Sewaktu dalam batas normal untuk klien tanpa riwayat DM dan untuk klien
dengan DM harus dikonsultasikan lagi dengan ahli bedahnya.

 Lakukan program free heparin sebelum dilakukan operasi, menurut literatur


sebaiknya heparin tidak diberikan 6-8 jam sebelum operasi dan diharapkan tidak
diberikan kembali setelah 12 jam post operasi atau dikondisikan sampai luka
operasi mengering.

 Sebelum operasi perawat HD bisa melakukan palpasi pada arteri radialis dan
ulnaris untuk merasakan kuat tidaknya aliran darah arterinya kemudian dilaporkan
keahli bedah bila salah satu arteri (radilis/ ulnaris ) tidak teraba dan tidak ditemukan
dengan alat penditeksi (dopler) maka kontra indikasi untuk dilakukan AV- Shunt.

b. Penatalaksanaa Kolaboratif

 Diuretik kuat untuk mempertahankan keseimbangan cairan.


 Glikosida jantung untuk memobilisasi cairan yang menyebabkan edema.
 Kalsium karbonat atau kalsium asetat untuk mengobati osteodistropi ginjal dengan
mengikat fosfat dan menambah kalsium.
 Anthihipertensi(ACEinhibitor) untuk mengontrol tekanan darah dan edema.
 Famotidin dan ranitidin untuk mengurangi iritasi lambung.
 Suplemen besi dan folat atau tranfusi sel darah merah untuk anemia.
 Eritropoitinsintetik untuk menstimulus sumsum tulang, memproduksi sel darah merah.
 Suplemen besi, estrogen konjugata, dan desmopresin untuk melawan efek hematologik.
 Terapi dialysis (pengganti ginjal)

Dialysis digunakan untuk mengeluarkan produk sisa cairan dan uremik dari
tubuh bila ginjal tidak mampu melakukanya juga dapat digunakan untuk mengobati
klien dengan edema yang tidak merespon pengobatan lain, hepatic,
hiperkalemia,hiperkalsemia, hipertensi, dan dialysis peritonial, untuk menggantikan
ginjal yang tidak berfungsi.
Dialisis adalah pergerakan cairan dan butir-butir (partikel) memlalui membaran
semipermeabel. Dialisis adalah suatu tindakan yang dapat memulihkan keseimbangan
cairan dan elektrolit, mengendalikan keseimbangan asam-basa, dan mengeluarkan sisa
metabolisme dan bahan dari tubuh.
Ada tiga prinsip yang mendasari dialisis, yaitu disfungsi, osmosis, dan
ultrafiltrasi. Disfungsi adalah pergerakan butir-butir (partikel) dari tempat yang
berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah. Dalam tubuh manusia, hal
ini terjadi memlalui membran semipermeabel. Difusi menyebabkan urea, kreatinin,
adan asam urat dari darah klien masuk ke dalam dialisiat.
Walaupun konsentrasi eritrosit dan protein dalam darah tinggi, materi ini tidak
dapat menebus membran semipermeabel karena eitrosit dan prtotein mempunyai
mokelul yang besar. Osmosi menyangkut pergerakan air melakui membran
semipermeabel dari tempat yang berkonsentrasi rendah ke tempat yang berkonsentrasi
tinggi (osmolalitas). Ultrafiltrasia dalah pergerakan cairan melalui membran
semipermeabel sebagai akibat tekanan gradien buatan. Tekanan gradien buatan dapat
bertekanan positif (didorong) atau negatif (ditarik). Ultrafiltrasi lebih efisien daripada
osmosisi dalam mengambil cairan dan diterapkan dalam hemodialisa. Pada saat dialissi,
prinsip osmosis, dan difusi atau ultrafiltrasi digunakansecara simultan ataupersamaan.
Terapi pengganti ginjal dengan dialysis atau transplantasi jika timbul gejala dan tanda
uremia.
Sedangkan menurut Corwin dalam Buku Saku Patofisiologi Ed.3,2009 pengobatan
perlu dimodifikasi seiring dengan perburukan penyakit, yaitu: Untuk gagal ginjal stadium 1,
2, dan 3 tujuan pengobatan adalah memperlambat kerusakan ginjal lebih lanjut, terutama
dengan membatasi aspan protein dan pemberian obat-obat anti hipertensi. Inhibitor enzim
pengubah-angiotensin (ACE) terutama membantu dalam memperlambat perburukan.
Renal anemia management period, RAMP diajukan karena adanya hubungan antara
gagal jantung kongestif da anemia terkait dengan penyakit gagal ginjal kronis. RAMP adalah
batasan waktu setelah suatu awitan penyakit ginjal kronis saat diagnosis dini dan pengobatan
anemia memperlambat progresi penyakit ginjal, memperlambat komplikasi kardiovaskular,
dan memperbaiki kualitas hidup. Pengobatan anemia dilakukan dengan memberikan
eritropoitein manusia rekombinan (rHuEPO). Obat ini terbukti secara dramatis memperbaiki
fungsi jantung secara bermakna.
Pada stadium lanjut, terapi ditujukan untuk mengoreksi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Pada penyakit stadium akhir, terapi berupa dialysis
atau transplantasi ginjal. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.

Berikut ini akan diuraikan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar yang terjadi pada CKD,
yaitu:
a. Kebutuhan cairan danelektrolit

Ginjal merupakan organ pengekresi cairan yang utama pada tubuh. Pada individu
dewasa, ginjal mengeksresikan sekitar 1500 ml perhari. selain itu ginjal juga
menerima hampir 170 liter darah untukdisaring menjadi urine. Produksi urine untuk semua
kelompok usia adalah 1 ml/kg/jam. Pada individu dewasa, produksi urine sekitar 1,5 liter/
hari. Jumlah urine yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron, dalam
pengaturan keseimbangan cairan, dikenal istilah obligatory loss. Obligatory loss adalah
mekanisme pengeluaran cairan yang mutlak terjadi untuk mempertahankan keseimbangan
cairan dalam tubuh. Rumus yang di pakai untuk menetukan banyaknya asupan cairan adalah
(Jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml(IWL) (Suharyanto, 2013;
Mubarak,2008).
Pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG) berpengaruh pada retensi cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak
terkontol dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan
dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis reninangiotensin dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Klien mempunyai kecenderungan untuk
kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
b. Kebutuhan Oksigenasi

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk


kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ
atau sel. Jaringan yang melakukan metabolisme aerob, proses membentuk energi dengan
adanya oksigen, bergantung secara total pada oksigen untuk bertahan hidup.

Pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) cenderung ditemukan adanya pernafasan
yang cepat dan dangkal (kussmaul), irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas yang
meningkat diatas normal, adanya retraksi interkostalis, dan epigastrium, sebagai upaya untuk
mengeluarkan ionH + akibat dari asidosis metabolik, pergerakan dada yang tidak simetris,
vokal fremitus cenderung tidak sama getarannya antar lobus paru, terdengar suara dullness
saat perkusi paru sebagai akibat dari adanya edema paru, dan pada auskultasi paru cenderung
terdengar adanya bunyi rales. Pada tahap lanjut akan ditemukan adanya sianosis perifer
ataupun sentral sebagai akibat dari ketidakadekuatan difusi oksigen di membran alveolar
karena adanya edema paru, nyeri dada dan sesak nafas akibat adanya penimbunan cairan di
paru-paru (Potter dan Patricia,2010).
c. Kebutuhan nutrisi

Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh yang
bertujuan menghasilkan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh. Sistem
yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah sistem pencernaan yang terdiri atas
saluran pencernaan yang dimulai dari mulut sampai usus halus bagian distal,dan organ
asesoris terdiri atas hati,kantung empedu dan pankreas.

Pada penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) sistem pencernaan cenderung


ditemukan adanya Anoreksia, nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein di dalam usus. Keadaan Chronic Kidney Disease (CKD) mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal dalam hal mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh yang salah
satunya adalah ureum. Peningkatan kadar ureum dalam darah akan akan mengiritasi mukosa
lambung dan merangsang peningkatan asam lambung (HCL) akibatnya akan terjadi mual.
Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan dalam tubuh. Ureum yang meningkat
pada air liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia dan
perubahan membran mukosa mulut berupa lidah menjadi kotor atau timbulnya lesi pada
mukosa mulut. Sedangkan ureum yang meningkat dalam usus dapat menyebabkan perubahan
mukosa usus yang menimbulkan kembung pada perut. Gagal ginjal akan menyebabkan
gangguanpada metabolisme vitamin D, sehingga akan terjadi gangguan pada absorpsi kalsium
di usus (Potter dan Patricia,2010).
d. Kebutuhan rasa aman nyaman

Kebutuhan rasa aman dan nyama salah satunya yaitu, istirahat merupakan keadaan
relaks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi
juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. pada sistem integumen normalnya keadaan
turgor kulit elastis, tidak pucat, akral tubuh teraba hangat. Pada klien Chronic Kidney Disease
(CKD) cenderung ditemukan adanya rasa gatal sebagai akibat dari uremi fross, kulit tampak
bersisik, kelembaban kulit menurun, turgor kulit cenderung menurun (kembali > 3 detik).
Pada tahap lanjut cenderung akan terjadi ketidakseimbangan termoregulasi tubuh dan akral
teraba dingin, kulit berwarna pucat akibat adanya anemia dan kekuning-kuningan akibat
urokrom, suatu penumpukan kristal urea dikulit(ureafross). Adanya gatal-gatal di kulit
menyebabkan klien ingin menggaruk dan akibatnya akan timbul bekas-bekas garukan di kulit
(Potter dan Patricia,2010).
e. Kebutuhan aktivitas

Pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) abnormalitas utama pada gangguan
aktivitas yaitu, metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG menyebabkan
peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan
penurunan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di
tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan menyebabkan penyakit tulang,
selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat
didalam ginjal menurun, seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik
dan sering disebut Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek
kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon (Smeltzer dan Bare, 2014).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Dalam pengkajian semua
data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini.
Pengkajian harus dilakukan secara komperhensif terkait dengan aspek biologis, psikologis,
social, maupun spiritual klien. (Asmadi, 2008)
Data dasar pengkajian menurut Doengoes, 2000 adalah:
Pengkajian keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) menurut
Doengoes, 2012; Nursalam, 2008; Sudoyo, 2015 ; NIC NOC, 2015 sebagai berikut :
a. Demografi
Klien CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami
CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses
pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum/mengandung banyak
senyawa/zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
b. Riwayat penyakit yang diderita klien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD, penyakit polikistik,
nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada toksin, contoh
obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotik nefrotoksik atau berulang.
c. Pengkajian Bio-psiko-Sosial
d. Aktivitas / Istirahat
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaiase, gangguan tidur
(insomnia/gelisah/somnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentan
gerak.
e. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama/berat, hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum, dan
pitting pada kaki, telapak tangan, disritmia jantung. Nadi lemah, hipotensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir. Friction rub
pericardial (respon terhadap akumulasi sisa). Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan.Integritas ego
f. Faktor stres, contoh finansial, hubungan dan sebagainya. Perasaan tidak berdaya, tak
ada harapan, tidak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
g. Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, urinaria (gagal tahap lanjut).Abdomen kembung,
diare/konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.
Oliguria, dapat menjadi anuria. Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan
berat badan (malnutrisi). Anoreksia, Malnutrisi, kembung, diare, konstipasi,
mual/muntah, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia), pengguanaan
diuretik.
h. Makanan/cairan
Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan ammonia), Penggunaan diuretik, distensi abdomen/asites, pembesaran
hati (tahap akhir). Perubahan turgor kulit/kelembapan. Edema (umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
i. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur. Kram otot/kejang, sindrom “kaki gelisah”, kebas
terasa terbakar pada telapak kaki. Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya
ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status mental, contoh : penurunan
lapang pandang perhatian, ketidak mampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma. Penurunan DTR. Tanda chvostek
dan Trousseau positif. Kejang, fasikulsi otot, aktifitas kejang. Rambut tipis, kuku
rapuh dan tipis
j. Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari),
perilaku hati-hati/distraksi, gelisah
k. Pernafasan
Nafas pendek, dispnea, nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum kental dan
banyak. Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi atau kedalaman (pernapasan
kausmal). Batuk produktif dengan sputum merah muda- encer (edema paru).
l. Keamanan
Kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi. Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi),
normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami
suhu lebih rendah dari normal (efek PGK/depresi respon imun). Patekie, area ekimosis
pada kulit. Fraktur tulang, defosit fosfat kalsium (klasifikasi metastatik). Pada kulit,
jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.
m. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas.
n. Interaksi Sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh: tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran, biasanya dalam keluarga
o. Penyuluhan/Pembelajaran

Pemeriksaan fisik

a. Penampilan / keadaan umum

Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran klien dari
compos mentis sampai coma.

b. Tanda - tanda vital

Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.

c. Antropometri

Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.

d. Kepala

Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung
kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.

e. Leher dan tenggorok

Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.

f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (ronchi
basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.

g. Abdomen

Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.

h. Genital

Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.

i. Ekstremitas

Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.

j. Kulit.

Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan
terjadi perikarditis.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengam Chronic Kidney Disease (CKD) menurut trucker,
2008; sudoyo, 2015.
a. Urinalisasi : PH asam, SDP, SDM, berat jenis urin (24 jam) : volume normal, volume
kosong atau rendah, proteiurea, penurunan klirens kreatinin kurang dari 10 ml permenit
menunjukan kerusakan ginjal yang berat.
b. Hitungan darah lengakap : penurunan hematokrit/HB, trombosit, leukosit, peningkaan
SDP.
c. Pemerikasaan urin : Warna PH, kekeruhan, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton,
SDP,CCT.
d. Kimia darah : kadar BUN, kreatinin, kalium, kalsium, fosfor, natrium, klorida
abnormal.
e. Uji pencitraan : IVP, ultrasonografi ginjal, pemindaian ginjal, CTnscan.

f. EKG :distritmia

g. Poto polos abdomen, bias tampak batu radioopak


h. Pielografi intra vena jarang dikerjakan, karena kontras tidak dapat melewati filter
glomerolus, disamping kekawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
i. Piolografi antegrad atau retrograt sesuai dengan indikasi.

j. Pemeriksaan lab CCT (Clirens Creatinin Test) untuk mengetahui laju


filtrasiglomerulus. Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT
(Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :
CCT ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )

72 x creatini serum

*) wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinik tentang respons individu, keluarga,


atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual atau potensial,
diagnosa Keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat.(Allen, 1998). Setelah dilakukan
pengkajian kemungkinan diagnosa yang akan muncul pada klien dengan penyakit ginjal
kronik menurut Nurarif, 2015.

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,


perubahan membran alveolus- kapiler
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi

c. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupanmakanan

d. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan


asupan natrium
e. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
f. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
g. Gangguan integritas kulit b.d kelebihan volume cairan, sindrom uremia

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD dalam NANDA NIC-NOC
(2015).
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengsekresi air
dan natrium.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan diit
dan ketidak mampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
c. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.

d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke


jaringan sekunder.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.

3. Intervensi
Tahap intervensi memberikan kesempatan kepada perawat, klien, keluarga, dan
orang terdekat untuk merumuskan rencana tindakan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah-masalah klien. Dalam intervensi terdapat empat komponen tahap perencanaan,
yaitu : membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, menulis
instruksi keperawatan, dan menulis rencana asuhan keperawatan (Allen,1998)

Tujuan dan
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Kriteria Hasil (SLKI)
1 D.0003 Gangguan L.01003 Pertukaran Gas I.01014 Pemantauan Respirasi
pertukaran gas Ekspektasi : meningkat Observasi
berhubungan dengan Kriteria hasil  Monitor frekuensi, irama kedalaman dan
ketidakseimbanga n  Tingkat kesadaran upayanapas
ventilasi-perfusi, meningkat  Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
perubahan membran  Dispnea menurun hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne- Stokes, Biot,
alveolus-kapiler.  Bunyi napas tambahan ataksik)
menurun  Monitor kemampuan batuk efektif
Gejala dan tanda  Pusing menurun  Monitor adanya produksi sputum
mayor Subjektif:  Penglihatan kabur  Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Dispnea menurun  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Diaforesis menurun  Auskultasi bunyi napas
Objektif:  Gelisah menurun  Monitor saturasi oksigen
 PCO2  Napas cuping hidung  Monitor nilai AGD
meningkat/menurun menurun  Monitor hasil x-ray toraks
 PO2 menurun  PCO2 membaik Terapeutik
 Takikardia  PO2 membaik  Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
 pH arteri  Takikardia membaik pasien
meningkat/menurun  pH arteri membaik  Dokumentasikan hasil pemantauan
 Bunyi napas  Sianosis membaik Edukasi
tambahan  Pola napas membaik  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Warna kulit membaik  Informasikan hasil pemantauan, jikaperlu
Gejala dan tanda
minor I.01026 Terapi Oksigen
 Subjektif: Observasi
Pusing  Monitor kecepatan aliran oksigen
Penglihatan kabur  Monitor posisi alat terapi oksigen
 Objektif:  Monitor aliran oksigen secara periodik dan
Sianosis pastikan fraksi yang diberikan cukup
Diaforesis  Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
Gelisah makan
Napas cuping hidung  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Polanapas  Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
abnormal atelaktasis
(cepat/lambat,
 Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
reguler/ireguler,
dalam/dangkal  Monitor integritas mukosa hidung akibat
Warna kulit pemasangan oksigen
abnormal (mis. Terapeutik
pucat, kebiruan)  Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea,
Kesadaran menurun jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
 Berikan oksigen tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
2 D.0009 Perfusi L.02011 Perfusi Perifer I.02079 Perawatan Sirkulasi
perifer tidak efektif Ekspektasi : meningkat Observasi
berhubungan dengan Kriteria hasil :  Periksa sirkulasi periver (mis. nadi perifer, edema,
penurunan  Denyut nadi perifer pengisian kapiler, warna, suhu, ankle
konsentrasi meningkat brachialindex)
hemoglobin.  Penyembuhan luka  Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi ( mis.
meningkat Diabetes, perokok, orang tua hipertensi dan kadar
Gejala dan tanda  Sensasi meningkat kolestrol tinggi)
mayor Subjektif:  Warna kulit 
pucat Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
(tidak tersedia) menurun pada ekstermitas
Objektif: Teraupetik
 Edema perifer menurun
 Pengisian kapiler
 Nyeri ekstremitas  Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah
>3 detik di daerah keterbatasan perfusi
menurun
 Nadi perifer  Hindari pengukuran tekanan darah pada
 Parastesia menurun
 menurun atau tidak ekstermitas dengan keterbatasan perfusi
 Kelemahan otot menurun
teraba  Hindari penekanan dan pemasangan
 Akral teraba dingin  Kram otot menurun tourniquet pada area yang cidera
 Warna kulit pucat  Bruit femoralis menurun  Lakukan pencegahan infeksi
 Nekrosis menurun
 Turgor kulit  Lakukan perawatan kaki dan kuku
menurun  Pengisian kapiler Edukasi
membaik
 Anjurkan berhenti merokok
Gejala dan tanda  Akral membaik  Anjurkan berolah raga rutin
minor  Turgor kulit membaik
 Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari
Subjektif :  Tekanan darah sistolik kulit terbakar
 Parastesia membaik
 Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah,

 Nyeri ekstremitas Tekanan darah diastolik anti koagulan,dan penurun kolestrol, jika perlu
(klaudikasi membaik
 Anjurkan minum obat pengontrl tekanan darah
intermiten)  Tekanan arteri rata-rata secara teratur
Objektif : membaik  Anjurkan menggunakan obat penyekat beta
 Edema  Indeks ankle- brachial  Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
 Penyembuhan luka membaik ( mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikam omega3)
lambat  Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
 Indeks ankle- dilaporkan (mis. Raasa sakit yang tidak hilang saat
brachial < 0,90 istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
 Bruit femoralis
I.06195 Manajemen Sensasi Perifer
Observasi
 Identifikasi penyebab perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan alat pengikat,
prosthesis, sepatu, dan pakaian
 Periksa perbedaan sensasi tajam dan tumpul
 Periksa perbedaan sensasi panas dan dingin
 Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan
tekstur benda
 Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya tromboflebitis dan
trombo embolivena
 Teraupetik
 Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas atau dingin)
Edukasi
 Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji
suhu air
 Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat
memasak
 Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit
rendah
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik, jikaperlu
 Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
Tujuan & Kriteria Hasil
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
(SLKI)
3 D.0019 Defisit nutrisi I.03030 Status Nutrisi I.03119 Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan Ekspektasi : membaik Observasi
kurangnya asupan Kriteria hasil :  Identifikasi status nutrisi
makanan.  Porsi makanan yang  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
dihabiskan meningkat  Identifikasi makanan yang disukai
Gejala dan tanda  Kekuatan otot  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
mayor Subjektif: pengunyah meningkat  Monitor asupan makanan
(tidak tersedia)  Kekuatan otot menelan  Monitor berat badan
Objektif : meningkat  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Berat badan menurun  Serum albumin Teraupetik
minimal 10% di meningkat  Lakukaoral hygiene sebelum makan, jika perlu
bawah rentang ideal  Verbalisasi keinginan
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
untuk meningkatkan Piramida makanan)
Gejala dan tanda nutrisi meningkat  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
minor  Pengetahuan tentang sesuai
Subjektif : pilihan makanan yang  Berikan makanan tinggi serat untuk
 Cepat kenyang sehat meningkat mencegah konstipasi
setelah makan  Pengetahuan tentang  Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Kram/nyeri pilihan minuman yang  Berikan makanan rendah protein
 abdomen sehat meningkat Edukasi
 Nafsu makan  Pengetahuan tentang  Anjurkan posisi dusuk, jika mampu
menurun standar asupan nutrisi  Anjurkan diet yang diprogramkan
yang tepat meningkat Kolaborasi
Objektif :  Penyiapan dan  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
 Bising usus penyimpanan makanan (mis. Pereda nyeri, antiemetic), jika perlu
 hiperaktif yang aman meningkat  Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan jumlah
 Otot pengunyah  Penyiapan dan kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika
lemah penyimpanan minuman perlu
 Otot menelan yang aman meningkat I03136 Promosi Berat Badan
lemah  Sikap terhadap Observasi
 Membran mukosa makanan/minuman  Identifikasi kemungkinan penyebab BB
pucat sesuai dengan tujuan kurang
 Sariawan kesehatan meningkat  Monitor adanya mual muntah
 Serum albumin  Perasaan cepat kenyang  Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-
turun menurun hari
 Rambut rontok  Nyeri abdomen  Monitor berat badan
berlebihan menurun  Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
 Diare  Sariawan menurun Teraupetik
 Rambut rontok  Berikan perawatan mulut sebelum pemberian
berkurang makan, jika perlu
 Diare menurun  Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
 Berat badan membaik pasien (mis. Makanan dengan tekstur halus,
 Indeks Massa Tubuh makanan yang diblender, makanan cair yang
(IMT) membaik diberikan melalui NGT atau gastrostomy, total
 Frekuensi makan parenteral nutrition sesuai indikasi)
membaik  Hidangkan makanan secara menarik
 Nafsu makan membaik  Berikan suplemen, jikaperlu
 Bising usus membaik  Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
 Tebal lipatan kulit trisep peningkatan yang dicapai
membaik Edukasi
 Membran mukosa  Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi,
membaik namun tetap terjangkau
 Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
dibutuhkan
Tujuan & Kriteria Hasil
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
(SLKI)
4 D.0022 L.03020 I.03114 Manajemen Hipervolemia
Hipervolemia Keseimbangan Cairan Observasi
berhubungan dengan Ekspektasi : meningkat  Periksa tanda dan gejala hipervolemia(mis.
gangguan Kriteria hasil : Ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP meningkat,
mekanisme regulasi,  Asupan cairan refleks hepatojugular positif, suara napas
kelebihan asupan meningkat tambahan)
cairan, kelebihan  Haluaran urin  Identifikasi penyebab hipervolemia
asupan natrium. meningkat  Monitor status hemodinamik (mis.frekuensi
 Kelembaban membran jantung, tekanan darah, MAP, CVP, PAP,
Gejala dan tanda mukosa meningkat PCWP, CO, CI), jika tersedia
mayor Subjektif:  Asupan makanan  Monitor intake dan output cairan
 Ortopnea meningkat  Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. kadar
 Dispnea  Edema menurun natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine)
 Paroxysmal  Dehidrasi menurun  Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
nocturnal  Asites menurun plasma (mis. kadar protein dan albumin
dyspnea (PND)  Konfusi menurun meningkat)
 Tekanan darah membaik  Monitor keceptan infus secaraketat
Objektif:  Monitor efek samping diuretik (mis. Hipotensi
 Denyut nadi radial
 Edema atau membaik ortostatik, hipovolemia,
edema perifer hipokalemia,hiponatremia)
 Tekanan arteri rata- rata
 Berat badan Terapeutik
membaik
meningkat dalam  Timbang berat badan setiap hari pada waktu
 Membran mukosa
waktu singkat yang sama
membaik
 Jugular Venous  Batasi asupan cairan dan garam
Pressure (JVP)  Matacekung membaik  Tinggikan kepala tempat tidur30-40°
dan/atau Central  Turgor kulit membaik Edukasi
Venous Pressure  Berat badan membaik  Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5
(CVP) meningkat mL/kg/jam dalam 6jam
 Refleks hepato  Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg
jugular positif dalam sehari
 Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
Gejala dan tanda
haluaran cairan
minor
 Ajarkan cara membatasi cairan
Subjektif : (tidak
Kolaborasi
tersedia)
Objektif :  Kolaborasi pemberian diuretik
o Kolaborasi penggantian kehilangankalium
 Distensi vena
jugularis akibat diuretik
o Kolaborasi pemberian continous renal
 Terdengar suara
napas tambahan replacement therapy (CRRT), jika perlu
I.03121 Pemantauan Cairan
 Hepatomegali
Observasi
 Kadar Hb/Ht
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
turun
 Oliguria  Monitor frekuensi napas
 Monitor tekana ndarah
 Intakelebih
 banyak dari  Monitor berat badan
output (balans  Monitor waktu pengisian kapiler
cairan positif)  Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Kongesti paru  Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
 Monitor kadar albumin dan proteintotal
 Monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
osmolaritas serum, hematokrit, natrium, kalium,
BUN)
 Monitor intake dan output cairan
 Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis.
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, volume urin menurun,
hematokrit meningkat, haus, lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat badan menurun dalam
waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda hipervolemia (mis.
dispnea, edema perifer, edema anasarka, JVP
meningkat, CVP meningkat, refleks
hepatojugular positif, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
 Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan
cairan (mis. Prosedur pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka bakar, aferesis,
obstruksi intestinal, peradangan pankreas,
penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasilpemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Tujuan & Kriteria Hasil
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
(SLKI)
5 D.0056 Intoleransi L.05047 Toleransi I.05178 Manajemen Energi
aktivitas Aktivitas Observasi
berhubungan dengan Ekspektasi : meningkat  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
ketidakseimbangan Kriteria hasil : mengakibatkan kelelahan
antara suplai  Frekuensi nadi  Monitor kelelahan fisik dan emosional
dan kebutuhan meningkat  Monitor pola dan jam tidur
oksigen.  Saturasi oksigen  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
meningkat melakukan aktivitas
Gejala dan tanda  Kemudahan dalam  Terapeutik
mayor Subjektif : melakukan aktivitas  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
lelah sehari- hari meningkat stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
Objektif:  Kecepatan berjalan  Lakukan latihan rentang gerak pasin dan/atau
 Frekuensi jantung meningkat aktif
meningkat > 20%  Jarak berjalan  Berikan aktivitas distraksi yang
dari kondisi meningkat menenangkan
istirahat  Kekuatan tubuh bagian  Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
atas meningkat tidak dapat berpindah atau berjalan
Gejala dan tanda  Kekuatan tubuh bagian Edukasi
minor bawah meningkat  Anjurkan tirah baring
Subjektif :  Toleransi dalam  Anjurkan melakukkan aktivitas secara
 Dispnea menaiki tangga bertahap
saat/setelah meningkat  Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
aktivitas  Keluhan lelah dan gejala kelelahan tidak berkurang
 Merasa tidak  Dipsnea saat aktivitas  Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
nyaman setelah menurun kelelahan
beraktivitas  Dipsnea setelah Kolaborasi
 Merasa lemah aktivitas menurun  Kolaborasi dengan ahli gizi tentangcara
Objektif:  Perasaan lemah meningkatkan asupanmakanan
 Tekanan darah menurun
berubah >20%  Aritmia saat I.05186 Terapi Aktivitas
dari kondisi beraktivitas menurun Observasi
istirahat  Aritmia setelah  Identifikasi defisit tingkat aktivitas
 Gambaran EKG beraktivitas menurun  Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
menunjukkan  Sianosis menurun aktivitas tertentu
aritmia  Warna kulit membaik  Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
saat/setelah
 Tekanan darah diinginkan
aktivitas
membaik  Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi
 Gambaran EKG
 Frekuensi napas dalam aktivitas
menunjukkan
membaik  Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.
iskemia
 EKG Iskemia bekerja) dan waktu luang
 Sianosis
membaik  Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan
spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
 Fasilitasi fokus pada kemampuan,buka defisit
yang dialami
 Sepakati komitmen untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang aktivitas
 Fasilitasi memilih aktivitas dantetapkan
tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
 Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai
usia
 Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi transportasi untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis.Ambulasi,
mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
 Fasilitasi ativitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energi, atau gerak
 Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
 Tingkatan aktivitas fisik untuk memelihara
berat badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi
otot
 Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori
implisit dan emosional (mis. kegiatan
keagamaan khusus) untuk pasien demensia
 Libatkan dalam permainan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif
 Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas
rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan
kecemasan (mis. vocal group, bola voli, tenis
meja, jogging, berenang, tugas sederhana,
permainan sederhana, tugasrutin, tugas
rumah tangga, perawatan diri, dan teka-teki
dan kartu)
 Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
 Fasilitasi mengembangkan motivasi dan
penguatan diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
 Jadwalkan aktvitas dalam rutinitas sehari-
hari
 Berikan penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari,
jika perlu
 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
 Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
 Anjutkan keluarga untuk memberi penguatan
positif atas partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu

6 D.0077 Nyeri akut L.08066 Tingkat Nyeri I.08238 Manajemen Nyeri


berhubungan dengan Ekspektasi : menurun Observasi
agen pencedera Kriteria hasil :  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis.  Kemampuan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
menuntaskan aktifitas  Identifikasi skala nyeri
Gejala dan tanda meningkat  Identifikasi respons nyeri non verbal
mayor  Keluhan nyeri menurun  Identifikasi faktor yang memperberat dan
Subjektif : Mengeluh  Meringis menurun memperingan nyeri
nyeri  Sikap protektif menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
Objektif:  Gelisah menurun nyeri
 Tampak meringis  Kesulitan tidur menurun  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
 Bersikap protektif  Menarik diri menurun nyeri
(misal waspada,  Berfokus pada diri  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
posisi menghindari sendiri menurun  Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
nyeri)  Diaforesis menurun sudah diberikan
 Gelisah  Perasaan depresi  Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Frekuensi nadi (tertekan) menurun Terapeutik
meningkat  Perasaan takut  Berikan teknik nonfarmakologis yntuk
 Sulit tidur mengalami cidera tulang mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
menurun akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
Gejala dan tanda  Anoreksia menurun pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
minor  Perineum terasa tertekan kompres hangat/dingin, terapi bermain)
Subjektif : (tidak menurun  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
tersedia) nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
 Uterus teraba membulat
Objektif : kebisingan)
menurun
 Tekanan darah  Ketegangan otot  Fasilitasi istirahat dan tidur
meningkat menurun  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
 Pola napas  Pupil dilatasi menurun pemilihan strategi meredakan nyeri
berubah Edukasi
 Muntah menurun
 Nafsu makan  Mual menurun  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
berubah
 Frekuensi nadi membaik  Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Proses berpikir  Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Pola napas membaik
terganggu
 Tekanan darah membaik  Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Menarikdiri
 Proses berpikir membaik  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
 Berfokus pada mengurangi rasa nyeri
 Fokus membaik
dirisendiri
 Fungsi berkemih Kolaborasi
 Diaforesis  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
membaik
 Perilaku membaik
 Nafsu makan membaik I.08243 Pemberian Analgesik
 Pola tidur membaik Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.
narkotika, non-narkotik, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk
mencapai analgesik optimal, jika perlu
 Perimbangkan penggunaan infus kontinu, atau
bolus opioid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas untuk
mengoptimalkan respons pasien
 Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesik dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek sampingobat
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis danjenis analgetik,
sesuai indikasi
Tujuan & Kriteria Hasil
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
(SLKI)
7 D.0129 Gangguan L.14125 Integritas Kulit I.11353 Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit dan Jaringan Observasi
berhubungan dengan Ekspektasi : meningkat  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
kelebihan volume Kriteria hasil: (mis. perubahan sirkulasi, perubahan status
cairan, sindrom  Elastisitas meningkat nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
uremia.  Hidrasimeningkat lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Terapeutik
 Perfusi jaringan
Gejala dan tanda  Ubah posisis tiap 2 jam jika tirah baring
meningkat
mayor  Lakukan pemijatan pada area penonjolan
Subjektif:  Kerusakan
tulang, jika perlu
(tidak tersedia) jaringanmenurun
 Kerusakanlapisan  Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
Objektif : selama periode diare
Kerusakan jaringan kulit menurun
 Gunakan produk berbahan petrolium atau
dan/atau lapisan kulit  Nyerimenurun minyak pada kulit kering
 Perdarahan menurun
 Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
Gejala dan tanda  Kemerahan menurun hipoalergik pada kulit sensitif
minor  Hematoma menurun
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
Subjektif : (tidak  Pigmentasi abnormal
kulit kering
tersedia) menurun
Edukasi
Objektif :  Jaringanparut
 Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion,
 Nyeri menurun
serum)
 Perdarahan  Nekrosismenurun
 Anjurkan minum air yang cukup
 Kemerahan  Abrasi kornea
menurun  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Hematoma
 Suhu kulit membaik  Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
 Sensasimembaik  Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
 Teksturmembaik  Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
 Pertumbuhan minimal 30 saat berada di luar rumah
rambutmembaik  Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya

I.4564 Perawatan Luka


Observasi
 Monitor karakteristik luka (mis. drainase,
warna, ukuran, bau)
 Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
 Lepaskan balutan dan plester secara berlaka
 Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai kulit/lesi,jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
 Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-
1,5g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral(mis.
vitamin A, vitami C, Zinc, asam amino),
sesuaiindikasi
 Berikan terapi TENS (stimulasi sarap
transkutaneus), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori
dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement (mis.
enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jikaperlu
4.Implementasi Keperawatan
Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan
keperawatan. Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien
memenuhi kriteria hasil. Dalam implementasi terdapat tiga komponen tahap
implementasi, yaitu: tindakan keperawatan mandiri, tindakan keperawatan
kolaboratif, dan dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap
asuhan keperawatan (Allen, 1998)

5.Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan
klien dan tenaga kesehatan lainnyasecara umum, evaluasi ditujukan untuk melihat
dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan, menentukan apakah tujuan
keperawatan telah tercapai atau belum, mengkaji penyebab jika tujuan asuhan
keperawatan belum tercapai.Evaluasi terbagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan, dirumuskan dengan empat komponen
yang dikenal dengan istilah SOAP, subyektif (data berupa keluhan klien), objektif
(data hasil pemeriksaan), analisis data (pembandingan data dengan teori),
perencanaan. Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah
semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan (Asmadi,2008)
DAFTAR PUSTAKA

Burnner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta

: EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Volume 1. Jakarta EGC
Endy, M.Clevo & Margareth Th. 2002. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Yogjakarta : Nuha Medika
Kardiyudiani & Susanti, Brigitta A.D. (2019). Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta : Pustaka Baru

Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Edisi :

10. EGC: Jakarta

Padila. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogjakarta : Nuha Medika
Prabowo, Eko & Pranata, A.E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta : Naha Medika

Price SA. 2006. Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Volume 2.Edisi 6. Jakarta .EGC
Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas), (2018) Prevalensi kasus CKD di
Indonesia dan NTT
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
Allen, Carol Vestal. (1998). Memahami Proses Keperawatan dengan
Pendekatan Latihan. Jakarta: EGC
Bagian Perencanaan. (2017). Profil 2017 Rumah Sakit Umum Daerah
Abdul Wahab Sjahranie. Diunduh pada tanggal1 Desember 2018

Baradero, Mary, dkk. (2009). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC


Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC
Hasmi. (2012). Metode Penulisan Epidemiologi. Jakarta: CV. Trans Info
Media
Hidayat Alimul Aziz, A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisis Data. Jakarta: SalembaMedika

Kementrian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.


(2018). Hasil Utama RISKESDAS 2018. Diunduh pada tanggal 1 Desember 2018

Nurarif, Huda A, dan Kusuma Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid
2. Jogjakarta: Mediaction
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, C Suzanne & Bare, G Brenda. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner&Suddarth, Ed.8, Vol.2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai