DISUSUN OLEH:
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIK
2. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
a. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
b. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
e. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal)
f. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
g. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale
h. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).
3. Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal
ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan
mencakup :
a. Penurunan cadangan ginjal;
GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi
sisa metabolik. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak dan
penurunan kemampuan mengkonsentrasi urine menyebabkan nocturia dan poliuri.
Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi ginal.
b. Insufisiensi ginjal
GFR turun menjadi 20%-35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat
rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai
terjadi akumulasi sisa metabolik dalam darah karena nefron yang sehat tidak
mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretik menyebabkan
oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat,
tergantung dari GFR sehingga perlu pengobatan medis.
c. Gagal ginjal terjadi apabila GFR kurang dari 20%.
d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir
GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang
tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi
sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah.
Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostasis dan pengobatantnya
dengan dialisa atau penggantian ginjal.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2014).
Pathways
Isufisiensi
ARSD Unkwnown
limfatik
Gagal jantung kiri
Post. Lung transplant Pulmonary Embolism
Pnemonia Lymphangitic Eclamasia
Aspirasi As. Lambung carsinomiclosis High altitude Pulmonary
Silicosis edema
Bahan Toksik inhalan
Ketidakseimbangan
Staling Force
Cairan berpindah
ke interstitial
Gangguan pola
nafas
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik berdasarkan LFG menurut NKF DOQI:
Stadium Deskripsi LFG (Ml/Mnt/1,73 M2
I Kerusakan ginjal disertai kerusakan LFG N/meninggi ≥ 90
II Kerusakan ginjal disertai LFG menurun 60-89
III Penurunan Moderat LFG 35-59
IV Penurunan berat LFG 15-29
V Gagal ginjal <15/dialisis
4. Manifestasi klinik
a) Kardiovaskuler meliputi : hipertensi, gagal jantung kongestif,
b) Dermatologi meliputi : warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik,
pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapu, rambut tipis dan kasar.
c) Pulmoner meliputi : krekles, sputum kental, nafas dangkal dan nafas kussmaul.
d) Gastrointestinal meliputi : anoreksia, mual, muntah, cegukan, nafas berbau
ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut, konstipasi dan diare, perdarahan saluran
cerna.
e) Neurologi meliputi : tidak mampu konsentrasi, kelemahan dan keletihan, konfusi
atau perubahan tingkat kesadaran, disorientasi, kejang, rasa panas pada telapak
kaki.
f) Muskuloskeletal meliputi : kram otot, kekeuatan otot hilang, kelemahan pada
tungkai. (Smeltzer & Bare, 2014)
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein
dan immunoglobulin)
2) Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
b) Pemeriksaan EKG; untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
c) Pemeriksaan USG, untuk menilai besar dan bentuk ginjal , tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
d) Pemeriksaan radiologi
e) Renogram, intravenous pyelography, retrograde pyelography, renal aretriografi dan
venografi, CT scan, MRI, renal biopsy, pemeriksaan rotgen dada, pemeriksaan
rotgen tulang, foto polos abdomen.
6. Komplikasi
a. Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1) Hiperkalemia
2) Perikarditis
3) Hipertensi
4) Anemia
5) Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2014)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
a. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
b. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang
dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
c. Dialisis
d. Transplantasi ginjal
8. Asuhan keperawatan
Pengkajian Keperawatan
a. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
§ Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya sekret
§ Breathing
1) pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak
§ Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
§ Disability : pemeriksaan neurologis è GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada
tungkai
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons è kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd
rangsangan nyeri
U : Unresponsive è kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd
nyeri
b. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan
pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2) Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3) Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
§ Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang
disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
§ Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi saluran
kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga dengan
penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)
Anamnesa
1. Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC, RBC)
2. Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan kalium
3. Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
4. Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan
HCO3
5. Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan menurun,
nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis, haus.
6. Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
7. Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan kesadaran,
perubahan fungsi motorik
8. Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
9. Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
10. Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
11. Lain-lain : Penurunan berat badan
Masalah keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
Monitro IV line
Pertahankanjalan nafas paten
Monitor AGD, tingkat elektrolit
Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
Monitor pola respirasi
Lakukan terapi oksigen
Monitor status neurologi
Tingkatkan oral hygiene
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat
lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat
pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma &
Nurarif, 2012).
Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan atau
filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun
secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini
dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran
penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis dapat dilakukan pada saar
toksin atau zat beracun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan
permanen atau menyebabkan kematian (Mutaqin & Sari, 2011).
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah
yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan
mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti
ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari
fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan
pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti
ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD
darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler
(Daurgirdas et al., 2007).
2. Tujuan
Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-produk limbah
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialisis. Pada
klien gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan
organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan
hemodialisis tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara
permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialiss sepanjang hidupnya
(biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).
3. Indikasi Hemodialisa
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik.
Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan, Indikasi hemodialisis
segera antara lain (D87uaurgirdas et al., 2007):
a. Kegawatan ginjal
1) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
2) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
3) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
4) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )
5) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
6) Uremia ( BUN >150 mg/dL)
7) Ensefalopati uremikum
8) Neuropati/miopati uremikum
9) Perikarditis uremikum
10) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L
11) Hipertermia
b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
c. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur
hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI
dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR
<15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika
dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
1) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
2) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
5) Komplikasi metabolik yang refrakter.
3. Oedem Pulmo
A. Pengertian
Edema Paru adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peningkatan
abnormal dari air di kantung udara (alveoli) di dalam paru-paru. Alveoli adalah
struktur-struktur pada ujung dari saluran pernafasan di paru-paru yang merupakan
tempat terjadinya pertukaran gas-gas antara udara di dalam paru-paru dan aliran
darah. Pada edema paru, jumlah cairan yang berlebihan di alveoli mengganggu
difusi normal dari oksigen ke dalam aliran darah melalui dinding alveoli. Kondisi
ini akan mengurangi kemampuan paru-paru untuk mengoksigenasi darah,
menyebabkan gejala, seperti pernafasan yang pendek, kesulitan bernafas, batuk
dan kecemasan.
Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-
paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru
ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini
adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon
dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar.
Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan
pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-
dindig ini kehilangan integritasnya.
B. Etiologi
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces
a. Peningkatan tekanan kapiler paru:
• Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral).
• Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.
• Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma:
• Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-
losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c. Peningkatan tekanan negatif intersisial:
• Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
• Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas
akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d. Peningkatan tekanan onkotik intersisial:
• Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory
Distress Syndrome)
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan.
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-
naphthyl thiourea).
d. Aspirasi asam lambung.
e. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
C. Patofisiologi
Edema pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika
cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh
darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini
dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau
tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam
plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru.
Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru
ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini
adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon
dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar.
Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan
pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-
dindig ini kehilangan integritasnya.
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas
(oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan
pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air
dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia
dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema,
atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic
pulmonary edema.
D. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan
non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi
pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
1. Edema Paru Kardiogenik
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya
seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Edema paru kardiogenik berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung
yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa
jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan
penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan
jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi
dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari
paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-
pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
2. Edema Paru Non-Kardiogenik
Edema paru non-kardiogenik ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal
berikut:
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat
dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli
yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh
darah.
b. kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah,
berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal
yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan
cairan tubuh.
d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh
kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-
seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada
akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary
edema.
f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-
expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika
paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan
sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi
yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya
pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g. Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang
mungkin menyebabkan pulmonary edema.
h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic
pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan
darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan
dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI),
beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.
E. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang
secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus
dari pulmonary edema akut.
Gejala-gejala umum lain mungkin terjadi, seperti:
• Mudah lelah
• Lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang
biasa (dyspnea on exertion)
• Napas yang cepat (tachypnea)
• Kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-
pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan
stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti
rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang
berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium,
yaitu:
Stadium I
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas
saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas
yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium II
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.
Stadium III
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain
turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati.
Edema paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat
hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal,
yang dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin sebelumnya.
Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic
nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema’ paru sekunder akibat
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut
dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin
disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun
tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa
penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder
oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock
lung.
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Masuk
Klien biasanya dib,,,awa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang
sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai
etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin
menyertai klien
Definisi : Peningkatan resiko masuknya Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
organisme patogen Knowledge : Infection control
Risk control Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
Faktor-faktor resiko : Kriteria Hasil : lain
Pertahankan teknik isolasi
- Prosedur Infasif Klien bebas dari tanda dan gejala Batasi pengunjung bila perlu
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk infeksi Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
menghindari paparan patogen Mendeskripsikan proses tangan saat berkunjung dan setelah
- Trauma penularan penyakit, factor yang
- Kerusakan jaringan dan peningkatan mempengaruhi penularan serta berkunjung meninggalkan pasien
paparan lingkungan penatalaksanaannya, Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
- Ruptur membran amnion Menunjukkan kemampuan untuk tangan
- Agen farmasi (imunosupresan) mencegah timbulnya infeksi Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
- Malnutrisi Jumlah leukosit dalam batas tindakan kperawtan
- Peningkatan paparan lingkungan normal Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
patogen Menunjukkan perilaku hidup pelindung
- Imonusupresi sehat Pertahankan lingkungan aseptik selama
- Ketidakadekuatan imum buatan pemasangan alat
- Tidak adekuat pertahanan sekunder Ganti letak IV perifer dan line central dan
(penurunan Hb, Leukopenia, dressing sesuai dengan petunjuk umum
penekanan respon inflamasi) Gunakan kateter intermiten untuk
- Tidak adekuat pertahanan tubuh menurunkan infeksi kandung kencing
primer (kulit tidak utuh, trauma
Tingktkan intake nutrisi
jaringan, penurunan kerja silia, cairan
Berikan terapi antibiotik bila perlu
tubuh statis, perubahan sekresi pH,
perubahan peristaltik)
- Penyakit kronik Infection Protection (proteksi terhadap
infeksi)