Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN NY.

S DENGAN OEDEMA PARU


PADA CHRONIC KIDNEY DISEASES DI DIALIS UNIT HEMO
RS ISLAM KLATEN

DISUSUN OLEH:

NUR ENDAH KHAYATI, S.KEP,NS

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERAWAT GINJAL INTENSIF


ANGKATAN III

2017
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIK

A. GAGAL GINJAL KRONIK


1. Pengertian
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini
terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2004)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2014).

2. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
a. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
b. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
e. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal)
f. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
g. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale
h. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).

3. Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal
ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan
mencakup :
a. Penurunan cadangan ginjal;
GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi
sisa metabolik. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak dan
penurunan kemampuan mengkonsentrasi urine menyebabkan nocturia dan poliuri.
Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi ginal.
b. Insufisiensi ginjal
GFR turun menjadi 20%-35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat
rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai
terjadi akumulasi sisa metabolik dalam darah karena nefron yang sehat tidak
mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretik menyebabkan
oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat,
tergantung dari GFR sehingga perlu pengobatan medis.
c. Gagal ginjal terjadi apabila GFR kurang dari 20%.
d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir
GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang
tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi
sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah.
Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostasis dan pengobatantnya
dengan dialisa atau penggantian ginjal.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2014).
Pathways

Faktor kardiogenik Faktor non-kardiogenik

Isufisiensi
ARSD Unkwnown
limfatik
Gagal jantung kiri
Post. Lung transplant Pulmonary Embolism
Pnemonia Lymphangitic Eclamasia
Aspirasi As. Lambung carsinomiclosis High altitude Pulmonary
Silicosis edema
Bahan Toksik inhalan

Ketidakseimbangan
Staling Force

Tekanan Tekanan Tekanan Tekanan


Kapiler Negative
Onkotik Onkotik
Paru ↑
Plasma ↓ Interstitial ↑ Interstitial ↑

Cairan berpindah
ke interstitial

Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi Cardiac ouput ↓ Pemasangan alat bantu


cairan nafas (ventilator)

Gangguan O2 jaringan↓ Bed rest Pemasangan Area


pertukaran gas
fisik selang invasi
endotrakheal
M.O
Defisit
Gangguan Pengambilan O2 ↑ Kelelahan perawatan diri Gangguan Resiko tinggi
perfusi jaringan
komunikasi verbal infeksi
Intoleransi aktivitas

Gangguan pola
nafas
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik berdasarkan LFG menurut NKF DOQI:
Stadium Deskripsi LFG (Ml/Mnt/1,73 M2
I Kerusakan ginjal disertai kerusakan LFG N/meninggi ≥ 90
II Kerusakan ginjal disertai LFG menurun 60-89
III Penurunan Moderat LFG 35-59
IV Penurunan berat LFG 15-29
V Gagal ginjal <15/dialisis

4. Manifestasi klinik
a) Kardiovaskuler meliputi : hipertensi, gagal jantung kongestif,
b) Dermatologi meliputi : warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik,
pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapu, rambut tipis dan kasar.
c) Pulmoner meliputi : krekles, sputum kental, nafas dangkal dan nafas kussmaul.
d) Gastrointestinal meliputi : anoreksia, mual, muntah, cegukan, nafas berbau
ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut, konstipasi dan diare, perdarahan saluran
cerna.
e) Neurologi meliputi : tidak mampu konsentrasi, kelemahan dan keletihan, konfusi
atau perubahan tingkat kesadaran, disorientasi, kejang, rasa panas pada telapak
kaki.
f) Muskuloskeletal meliputi : kram otot, kekeuatan otot hilang, kelemahan pada
tungkai. (Smeltzer & Bare, 2014)

5. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein
dan immunoglobulin)
2) Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
b) Pemeriksaan EKG; untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
c) Pemeriksaan USG, untuk menilai besar dan bentuk ginjal , tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
d) Pemeriksaan radiologi
e) Renogram, intravenous pyelography, retrograde pyelography, renal aretriografi dan
venografi, CT scan, MRI, renal biopsy, pemeriksaan rotgen dada, pemeriksaan
rotgen tulang, foto polos abdomen.
6. Komplikasi

a. Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :

1) Hiperkalemia
2) Perikarditis
3) Hipertensi
4) Anemia
5) Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2014)

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
a. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
b. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang
dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
c. Dialisis
d. Transplantasi ginjal

8. Asuhan keperawatan
 Pengkajian Keperawatan

a. PENGKAJIAN  PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
§ Airway
1)      Lidah jatuh kebelakang
2)      Benda asing/ darah pada rongga mulut
3)      Adanya sekret
§  Breathing
1)      pasien sesak nafas dan cepat letih
2)      Pernafasan Kusmaul
3)      Dispnea
4)      Nafas berbau amoniak
§  Circulation
1)   TD meningkat
2)   Nadi kuat
3)   Disritmia
4)   Adanya peningkatan JVP
5)   Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6)   Capillary refill > 3 detik
7)   Akral dingin
8)   Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
§  Disability : pemeriksaan neurologis è GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada
tungkai
A : Allert         : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons   è kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd
rangsangan nyeri
U : Unresponsive è kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd
nyeri

b. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan
pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2) Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3) Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
§  Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang
disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
§  Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi saluran
kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga dengan
penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)

Anamnesa
1. Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC, RBC)
2. Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan kalium
3. Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
4. Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan
HCO3
5. Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan menurun,
nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis, haus.
6. Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
7. Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan kesadaran,
perubahan fungsi motorik
8. Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
9. Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
10. Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
11. Lain-lain : Penurunan berat badan

Masalah keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah   dan
prosedur dialysis.
K.    INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI


1 Gangguan pertukaran gas b/d kongesti NOC : NIC :
paru, hipertensi pulmonal, penurunan   Respiratory Status : Gas
Airway Management
perifer yang mengakibatkan asidosis exchange
laktat dan penurunan curah jantung.   Respiratory Status :
         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
ventilation
thrust bila perlu
Definisi : Kelebihan atau kekurangan   Vital Sign Status
         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
dalam oksigenasi dan atau pengeluaran Kriteria Hasil :
         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
karbondioksida di dalam membran   Mendemonstrasikan
nafas buatan
kapiler alveoli peningkatan ventilasi
         Pasang mayo bila perlu
dan oksigenasi yang
         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Batasan karakteristik : adekuat
         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
         Gangguan penglihatan   Memelihara kebersihan
         Penurunan CO2 paru paru dan bebas          Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

         Takikardi dari tanda tanda          Lakukan suction pada mayo

         Hiperkapnia distress pernafasan          Berika bronkodilator bial perlu


         Keletihan   Mendemonstrasikan          Barikan pelembab udara
         somnolen batuk efektif dan suara          Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
         Iritabilitas nafas yang bersih, keseimbangan.
         Hypoxia tidak ada sianosis dan          Monitor respirasi dan status O2
         kebingungan dyspneu (mampu
Respiratory Monitoring
         Dyspnoe mengeluarkan sputum,
         nasal faring mampu bernafas
         Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
         AGD Normal dengan mudah, tidak
respirasi
         sianosis ada pursed lips)
         Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
         warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) Tanda tanda vital
penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular
         Hipoksemia dalam rentang normal
dan intercostal
         hiperkarbia
         Monitor suara nafas, seperti dengkur
         sakit kepala ketika bangun
         Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
         frekuensi dan kedalaman nafas abnormal
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Faktor faktor yang berhubungan :
         Catat lokasi trakea
-       ketidakseimbangan perfusi ventilasi
         Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan
perubahan membran kapiler-alveolar
paradoksis )
         Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
         Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
         Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
AcidBase Managemen

  Monitro IV line
  Pertahankanjalan nafas paten
  Monitor AGD, tingkat elektrolit
  Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
  Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
  Monitor pola respirasi
  Lakukan terapi oksigen
  Monitor status neurologi
  Tingkatkan oral hygiene

2 Penurunan curah jantung b/d respon NOC : NIC :


fisiologis otot jantung, peningkatan       Cardiac Pump Cardiac Care
frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau effectiveness   Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
peningkatan isi sekuncup       Circulation Status   Catat adanya disritmia jantung
      Vital Sign Status   Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput

Kriteria Hasil:   Monitor status kardiovaskuler

  Tanda Vital dalam   Monitor status pernafasan yang menandakan gagal

rentang normal jantung

(Tekanan darah, Nadi,   Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi


respirasi)   Monitor balance cairan
  Dapat mentoleransi   Monitor adanya perubahan tekanan darah
aktivitas, tidak ada   Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
kelelahan antiaritmia
  Tidak ada edema paru,   Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
perifer, dan tidak ada kelelahan
asites   Monitor toleransi aktivitas pasien
Tidak ada penurunan   Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
kesadaran ortopneu
  Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
  Monitor kualitas dari nadi
  Monitor adanya pulsus paradoksus
  Monitor adanya pulsus alterans
  Monitor jumlah dan irama jantung
  Monitor bunyi jantung
  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
  Monitor suara paru
  Monitor pola pernapasan abnormal
  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
  Monitor sianosis perifer
  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3 Pola Nafas tidak efektif NOC : Fluid management


 Respiratory status :          Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Definisi : Pertukaran udara inspirasi Ventilation          Pasang urin kateter jika diperlukan
dan/atau ekspirasi tidak adekuat   Respiratory status :          Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan
Airway patency (BUN , Hmt , osmolalitas urin  )
Batasan karakteristik :   Vital sign Status          Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,
-    Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi Kriteria Hasil : PAP, dan PCWP
-    Penurunan pertukaran udara per menit  Mendemonstrasikan          Monitor vital sign
-    Menggunakan otot pernafasan tambahan batuk efektif dan suara
         Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles,
-    Nasal flaring nafas yang bersih, tidak
CVP , edema, distensi vena leher, asites)
-    Dyspnea ada sianosis dan
         Kaji lokasi dan luas edema
-    Orthopnea dyspneu (mampu
-    Perubahan penyimpangan dada mengeluarkan sputum,          Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
-    Nafas pendek mampu bernafas dengan kalori harian
-    Assumption of 3-point position mudah, tidak ada pursed          Monitor status nutrisi
-    Pernafasan pursed-lip lips)          Berikan diuretik sesuai interuksi
-    Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama  Menunjukkan jalan nafas          Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi
-    Peningkatan diameter anterior-posterior yang paten (klien tidak dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
-    Pernafasan rata-rata/minimal merasa tercekik, irama          Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
Bayi : < 25 atau > 60
  nafas, frekuensi memburuk
Usia 1-4 : < 20 atau > 30
  pernafasan dalam Fluid Monitoring
Usia 5-14 : < 14 atau > 25
  rentang normal, tidak
         Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
Usia > 14 : < 11 atau > 24
  ada suara nafas
eliminaSi
-    Kedalaman pernafasan abnormal)
         Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
Dewasa volume tidalnya 500 ml saat
   Tanda Tanda vital dalam
seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
istirahat rentang normal (tekanan
kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
  darah, nadi, pernafasan)
hati, dll )
-    Timing rasio
         Monitor serum dan elektrolit urine
-    Penurunan kapasitas vital
         Monitor serum dan osmilalitas urine
         Monitor BP, HR, dan RR
Faktor yang berhubungan :
         Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan
-    Hiperventilasi
irama jantung
-    Deformitas tulang
         Monitor parameter hemodinamik infasif
-    Kelainan bentuk dinding dada
-    Penurunan energi/kelelahan          Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer
-    Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal dan penambahan BB
-    Obesitas          Monitor tanda dan gejala dari odema
-    Posisi tubuh
-    Kelelahan otot pernafasan
-    Hipoventilasi sindrom
-    Nyeri
-    Kecemasan
-    Disfungsi Neuromuskuler
-    Kerusakan persepsi/kognitif
-    Perlukaan pada jaringan syaraf tulang
belakang
-    Imaturitas Neurologis
4 Kelebihan volume cairan b/d NOC : NIC :
berkurangnya curah jantung, retensi   Electrolit and acid base Fluid management
cairan dan natrium oleh ginjal, balance          Timbang popok/pembalut jika diperlukan
hipoperfusi ke jaringan perifer dan   Fluid balance          Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
hipertensi pulmonal          Pasang urin kateter jika diperlukan
Kriteria Hasil:          Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan
Definisi : Retensi cairan isotomik   Terbebas dari edema, (BUN , Hmt , osmolalitas urin  )
meningkat efusi, anaskara          Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,
Batasan karakteristik :   Bunyi nafas bersih, PAP, dan PCWP
Berat badan meningkat pada waktu yang
         tidak ada          Monitor vital sign
singkat dyspneu/ortopneu          Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles,
Asupan berlebihan dibanding output
           Terbebas dari distensi CVP , edema, distensi vena leher, asites)
Tekanan darah berubah, tekanan arteri
         vena jugularis, reflek          Kaji lokasi dan luas edema
pulmonalis berubah, peningkatan CVP hepatojugular (+)          Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
Distensi vena jugularis
           Memelihara tekanan kalori harian
Perubahan pada pola nafas,
         vena sentral, tekanan          Monitor status nutrisi
dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara kapiler paru, output
         Berikan diuretik sesuai interuksi
nafas abnormal (Rales atau crakles), jantung dan vital sign
         Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi
kongestikemacetan paru, pleural effusion dalam batas normal
dengan serum Na < 130 mEq/l
Hb dan hematokrit menurun, perubahan
           Terbebas dari
         Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
elektrolit, khususnya perubahan berat kelelahan, kecemasan
memburuk
jenis atau kebingungan
Suara jantung SIII
           Menjelaskanindikator
Fluid Monitoring
Reflek hepatojugular positif
         kelebihan cairan
         Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
Oliguria, azotemia
        
eliminaSi
Perubahan status mental, kegelisahan,
        
         Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
kecemasan
seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
Faktor-faktor yang berhubungan :
         Monitor berat badan
Mekanisme pengaturan melemah
        
         Monitor serum dan elektrolit urine
Asupan cairan berlebihan
        
Asupan natrium berlebihan
                  Monitor serum dan osmilalitas urine
         Monitor BP, HR, dan RR
         Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama
jantung
         Monitor parameter hemodinamik infasif
         Catat secara akutar intake dan output
         Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
         Monitor tanda dan gejala dari odema

5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :


kebutuhan tubuh   Nutritional Status : food Nutrition Management
and Fluid Intake   Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk Kriteria Hasil :   Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
keperluan metabolisme tubuh.   Adanya peningkatan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
berat badan sesuai   Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Batasan karakteristik : dengan tujuan   Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin
-    Berat badan 20 % atau lebih di bawah   Berat badan ideal sesuai C
ideal dengan tinggi badan   Berikan substansi gula
-    Dilaporkan adanya intake makanan yang   Mampu   Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
kurang dari RDA (Recomended Daily mengidentifikasi untuk mencegah konstipasi
Allowance) kebutuhan nutrisi   Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan
-    Membran mukosa dan konjungtiva pucat   Tidak ada tanda tanda dengan ahli gizi)
-    Kelemahan otot yang digunakan untuk malnutrisi   Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
menelan/mengunyah Tidak terjadi harian.
-    Luka, inflamasi pada rongga mulut penurunan berat badan   Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
-    Mudah merasa kenyang, sesaat setelah yang berarti   Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
mengunyah makanan   Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
-    Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan dibutuhkan
makanan
-    Dilaporkan adanya perubahan sensasi Nutrition Monitoring
rasa   BB pasien dalam batas normal
-    Perasaan ketidakmampuan untuk    Monitor adanya penurunan berat badan
mengunyah makanan   Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
-    Miskonsepsi   Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
-    Kehilangan BB dengan makanan   cukup   Monitor lingkungan selama makan
-    Keengganan untuk makan   Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam
-    Kram pada abdomen makan
-    Tonus otot jelek   Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
-    Nyeri abdominal dengan atau tanpa   Monitor turgor kulit
patologi   Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
-    Kurang berminat terhadap makanan   Monitor mual dan muntah
-    Pembuluh darah kapiler mulai rapuh   Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
-    Diare dan atau steatorrhea   Monitor makanan kesukaan
-    Kehilangan rambut yang cukup banyak   Monitor pertumbuhan dan perkembangan
(rontok)   Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
-    Suara usus hiperaktif konjungtiva
-    Kurangnya informasi, misinformasi   Monitor kalori dan intake nuntrisi
  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
Faktor-faktor yang berhubungan : dan cavitas oral.
Ketidakmampuan pemasukan atau Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
mencerna makanan atau mengabsorpsi
zat-zat gizi berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau ekonomi.
6 Intoleransi aktivitas b/d curah jantung NOC : NIC :
yang rendah, ketidakmampuan memenuhi   Energy conservation Energy Management
metabolisme otot rangka, kongesti   Self Care : ADLs   Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, Kriteria Hasil : aktivitas
dyspneu dan status nutrisi yang buruk   Berpartisipasi dalam   Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
selama sakit aktivitas fisik tanpa keterbatasan
disertai peningkatan   Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
Intoleransi aktivitas b/d fatigue tekanan darah, nadi   Monitor nutrisi  dan sumber energi tangadekuat
Definisi : Ketidakcukupan energu secara dan RR   Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
fisiologis maupun psikologis untuk   Mampu melakukan secara berlebihan
meneruskan atau menyelesaikan aktifitas aktivitas sehari hari   Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas
yang diminta atau aktifitas sehari hari. (ADLs) secara mandiri   Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

Batasan karakteristik : Activity Therapy


a.       melaporkan secara verbal adanya   Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
kelelahan atau kelemahan. dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
b.      Respon abnormal dari tekanan darah atau   Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
nadi terhadap aktifitas mampu dilakukan
c.       Perubahan EKG yang menunjukkan   Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
aritmia atau iskemia dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
d.      Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan   Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
saat beraktivitas. yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
  Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
Faktor factor yang berhubungan : kursi roda, krek
         Tirah Baring atau imobilisasi   Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
         Kelemahan menyeluruh   Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu

         Ketidakseimbangan antara suplei luang

oksigen dengan kebutuhan   Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi

         Gaya hidup yang dipertahankan. kekurangan dalam beraktivitas


  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
  Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
  Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
B. HEMODIALISIS
1. Pengertian

Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat
lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat
pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma &
Nurarif, 2012).
Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan atau
filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun
secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini
dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran
penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis dapat dilakukan pada saar
toksin atau zat beracun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan
permanen atau menyebabkan kematian (Mutaqin & Sari, 2011).
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah
yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan
mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti
ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari
fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan
pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti
ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD
darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler
(Daurgirdas et al., 2007).

2. Tujuan
Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-produk limbah
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialisis. Pada
klien gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan
organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan
hemodialisis tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara
permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialiss sepanjang hidupnya
(biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).
3. Indikasi Hemodialisa
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik.
Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan, Indikasi hemodialisis
segera antara lain (D87uaurgirdas et al., 2007):
a.       Kegawatan ginjal
1) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
2) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
3) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
4) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )
5) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
6) Uremia ( BUN >150 mg/dL)
7) Ensefalopati uremikum
8) Neuropati/miopati uremikum
9) Perikarditis uremikum
10) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L
11) Hipertermia
b.      Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
c.       Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur
hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI
dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR
<15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika
dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
1) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
2) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
5) Komplikasi metabolik yang refrakter.

4.      Prinsip Hemodialisis


Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu:
difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar
di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
b. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu
perbedaan osmolalitas dan dialisat.
c. Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan
hidrostatik didalam darah dan dialisat.
Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat
dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan rendaman dialisat
memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi
yang dapat terjadi, misalnya: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau
berlebihan (hipotensi, kram, muntah) perembesan darah, kontaminasi, dan
komplikasi terbentuknya pirau atau fistula (Mutaqin & Sari, 2011)

5.      Pedoman Pengkajian Praprosedur Hemodilasis


Untuk memudahkan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pasien
dengan hemodialisis yang komprehensif, berikut adalah pedoman dalam
melakukan pengkajian keperawatan praprosedur hemodialisa.
a. Pengkajian Anamnesis
1) Kaji identitas klien
Rasional: memudahkan kelengkapan asuhan
2) Kaji adanya progam dokter tentang pelaksanaan hemodilasis
Rasional: Sebagai peran kolaboratif untuk melaksanakan intervensi
keperawatan yang sesuai dengan progam dokter
3) Kaji kondisi psikologis, mekanisme koping, dan adanya kecemasan
praprosedur
Rasional: mekanisme koping maladktif terutama pada pasein yang
pertama kali divonis untuk cuci darah dapat memepengaruhi
pelaksanaan. Peran perawat sangat penting untuk membantu pasien
dalam mencari mekanisme koping yang positif. Prosedu kecemasan
merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang pertama kali
dilakukan hemodilalisis. Peran perawat memberikan dukungan dan
penjelasan yang ringkas dan mudah dimengerti agar bisa menurunkan
kecemasan pasien.
4) Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur hemodialisis
Rasional: untuk menentukan tingkat koorperatif dan sebaga materi dasar
untuk memberikan penjelasan prosedur hemodialisis sesuai dengan
tingkat pengetahuannya.
5) Beri penjelasan prosedur pemasangan dan lakukan penandatangan
informed consent
Rasional: hemodialisis dapat menimbulkan komplikasi. Klien perlu
diberi penjelasan dan menyatakan persetujuannya melalui surat
pesetujuan tindakan.
6) Kaji adanya riwayat dilakukan hemodialisis sebelumnya.
Rasional: untuk memantau reaksi pasca hemodialisis
7) Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya
Rasional: klien yang meminum obat-obatan (preparat glikosida jantung,
antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat ini dalam darah dan jaringan dapat
dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksis. Beberapa obat akan
dikeluarkan dari darah pada saat dialisis, oleh karena itu penyesuaian
dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan
protein tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit
obat yang lain bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila
seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisinya harus
dievaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi yang sering merupakan
bagian dari susunan terapi dialisis meruapakan salah satu contoh dimana
komunikasi, pendidikan dan evalusasi dapat memberikan hasil yang
berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan
menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada
pagi hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi
dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah
rendah yang berbahaya.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Timbang berat badan pasien
Rasional: sebagai pengukuran standar sebelum dilaksanakan
hemodialisis. Berat badan akan menurun pada saat prosedur selesai
dilaksanakan.
2) Periksa Tanda-tanda vital
Rasional: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis. Denyut nadi dan
tekanan darah biasanya diatas rentang normal. Kondisi ini harus diukur
pada saat selesai prosedur dengan membandingkan hasil pra dan sesudah
prosedur.
3) Kaji adanya akses vakuler
Rasional: Pengkajian akses vaskular diperlukan dalam pengkajian
praprosedur
a) Subklavia dan femoralis
Rasional: akses segera kedalam sirkulasi darah pasien pada
hemodialisis darurat dicapai melalui katerisasi subklavia untuk
pemakaian sementara. Kateter dwi lumen atau multi lumen
dimasukkan ke dalam vena subklavia. Meskipun metode akses
vaskular ini memiliki risiko misalnya dapat menyebabkan cedera
vaskuler seperti hematom, pneumothoraks, infeksi, trombosis vena
subklavia, dan aliran darah yang tidak adekuar. Namun metode
tersebut biasanya dapat digunakan selama beberapa minggu. Kateter
femoralis dapat dimasukan ke dalam pembuluh darah femoralis
untuk pemakaian segera dan sementara. Kateter tersebut dikeluarkan
jika sudah tidak diperlukan karena kondisi pasein telah membaik,
atau terdapat cara akses lain. Oleh karena mayoritas pasien
hemodialisis jangka panjang yang harus dirawat dirumah sakit
merupakan pasien dengan kegagalan akses sirkulasi yang permanen,
maka salah satu prioritas dalam perawatan pasien hemodilasis
adalah perlindungan terhadap akses sirkulasi tersebut.
b) Fistula arteri vena
Rasional: Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan
yang biasanya dilakukan pada lengan bawah dengan cara
menghubungkan atau menyambung pembuluh arteri dengan vena
secara dihubungkan antar sisi atau dihubungkan antara ujung dan
sisi pembuluh darah. Fistula tersebutkan memerlukan waktu 4
hingga 6 minggu untuk menjadi matang sebelum siap digunakan.
Waktu ini diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula
pulih dn segmen vena fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat
menerima jarum berlumen besar dengan ukuran – 14 sampai – 16.
Jarum ditusukan ke dalam pembuluh darah agar cukup aliran darah
yang akan mengalir melalui dialiser. Segmen arteri fistula
digunakan untuk aliran darah arteri dan segmen vena digunakan
untuk memasukan kembali reinfus darah yang sudah didialisis.
Untuk menampung aliran darah ini, segmen arteri vena fistula
tersebut harus lebih besar daripada pembuluh darah normal. Pasien
dianjurkan untuk melakukan latihan guna meningkatkan ukuran
pembuluh darah yaitu dengan meremas remas bola karet untuk
melatih fistula yang dibuar dilengan bawah sehingga pembuluh
darah yang sudah lebar dapat menerima jarum berukuran besar yang
digunakand alam proses hemodialisis.
c) Shunt/ Tandur
Rasional:  dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan
jarum dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit
sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi, materia; gore tex
(heterografi) atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya
tandur tersebut dibuat bila pembuluh darah pasien tidak cocok untuk
dijadikan fistula. Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah,
lengan atas atau paha bagian atas. Pasien dengan sistem vaskular
yang terganggu seperti pasien diabetes, biasanya memerlukan
pemasangan tandur sebelum menjalani hemodialisis. Oleh karena
tandur tersebut merupakan pembuluh darah artifisial, risiko infkesi
akan meningkat.
4) Pengkajian Penunjang
a) Kaji pemeriksaan laboratorium
Rasional: pemeriksaan lab menjadi parameter untuk dilakukan
hemodialisis, meliputi Hb, Hematokrit, kadar albumin, BUN,
Kreatinin dan elektrolit.
b) Konfirmasi pemeriksaan HbSag dan status HIV
Rasional: Preventif perawat dalam menjaga atau mempertahankan
universa; precaution dan mencegahan menular
c) Kaji adanya peningkatan kadar SGOT/PT
d) Rasional: Menilai keterlibatan hati dengan melihat peningkatan enzim
serum hati

3. Oedem Pulmo
A. Pengertian

Edema Paru adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peningkatan
abnormal dari air di kantung udara (alveoli) di dalam paru-paru. Alveoli adalah
struktur-struktur pada ujung dari saluran pernafasan di paru-paru yang merupakan
tempat terjadinya pertukaran gas-gas antara udara di dalam paru-paru dan aliran
darah. Pada edema paru, jumlah cairan yang berlebihan di alveoli mengganggu
difusi normal dari oksigen ke dalam aliran darah melalui dinding alveoli. Kondisi
ini akan mengurangi kemampuan paru-paru untuk mengoksigenasi darah,
menyebabkan gejala, seperti pernafasan yang pendek, kesulitan bernafas, batuk
dan kecemasan.
Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-
paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru
ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini
adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon
dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar.
Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan
pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-
dindig ini kehilangan integritasnya.

B. Etiologi
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces
a. Peningkatan tekanan kapiler paru:
• Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral).
• Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.
• Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma:
• Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-
losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c. Peningkatan tekanan negatif intersisial:
• Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
• Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas
akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d. Peningkatan tekanan onkotik intersisial:
• Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory
Distress Syndrome)
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan.
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-
naphthyl thiourea).
d. Aspirasi asam lambung.
e. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

C. Patofisiologi
Edema pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika
cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh
darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini
dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau
tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam
plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru.
Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru
ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini
adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon
dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar.
Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan
pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-
dindig ini kehilangan integritasnya.
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas
(oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan
pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air
dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia
dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema,
atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic
pulmonary edema.

D. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan
non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi
pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
1. Edema Paru Kardiogenik
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya
seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Edema paru kardiogenik berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung
yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa
jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan
penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan
jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi
dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari
paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-
pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
2. Edema Paru Non-Kardiogenik
Edema paru non-kardiogenik ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal
berikut:
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat
dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli
yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh
darah.
b. kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah,
berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal
yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan
cairan tubuh.
d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh
kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-
seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada
akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary
edema.
f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-
expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika
paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan
sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi
yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya
pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g. Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang
mungkin menyebabkan pulmonary edema.
h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic
pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan
darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan
dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI),
beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

E. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang
secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus
dari pulmonary edema akut.
Gejala-gejala umum lain mungkin terjadi, seperti:

• Mudah lelah
• Lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang
biasa (dyspnea on exertion)
• Napas yang cepat (tachypnea)
• Kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-
pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan
stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti
rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang
berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium,
yaitu:
 Stadium I
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas
saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas
yang tertutup pada saat inspirasi.
 Stadium II
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.
 Stadium III
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain
turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati.
Edema paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat
hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal,
yang dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin sebelumnya.
Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic
nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema’ paru sekunder akibat
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut
dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin
disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun
tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa
penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder
oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock
lung.

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Masuk
Klien biasanya dib,,,awa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang
sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai
etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin
menyertai klien

b. Riwayat Penyakit Dahulu


c. Pemeriksaan fisik
 Sistem Integumen
Kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder),
banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
 Sistem Pulmonal
Sesak nafas, dada tertekan. Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi,
batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot
bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.
 Sistem Cardiovaskuler
Sakit dada, denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan.
 Sistem Neurosensori
Gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun, refleks
menurun/normal.
 Sistem Musculoskeletal
Lemah, cepat lelah, nyeri otot/normal
2. Diagnosa dan Intervensi
a. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler
pulmonary
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
secret
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi syndrom
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan kebutuhan
No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :
 Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
Definisi : Kelebihan atau kekurangan  Respiratory Status : ventilation  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
dalam oksigenasi dan atau pengeluaran  Vital Sign Status atau jaw thrust bila perlu
karbondioksida di dalam membran Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
kapiler alveoli  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi
ventilasi dan oksigenasi yang  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
Batasan karakteristik : adekuat jalan nafas buatan
 Gangguan penglihatan  Memelihara kebersihan paru paru  Pasang mayo bila perlu
 Penurunan CO2 dan bebas dari tanda tanda  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Takikardi distress pernafasan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Hiperkapnia  Mendemonstrasikan batuk efektif
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Keletihan dan suara nafas yang bersih, tidak
tambahan
 somnolen ada sianosis dan dyspneu
 Lakukan suction pada mayo
 Iritabilitas (mampu mengeluarkan sputum,
 Hypoxia mampu bernafas dengan mudah,  Berika bronkodilator bial perlu
 kebingungan tidak ada pursed lips)  Barikan pelembab udara
 Dyspnoe  Tanda tanda vital dalam rentang  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 nasal faring normal keseimbangan.
 AGD Normal  Monitor respirasi dan status O2
 sianosis
 warna kulit abnormal (pucat, Respiratory Monitoring
kehitaman)  Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
 Hipoksemia usaha respirasi
 hiperkarbia  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
 sakit kepala ketika bangun penggunaan otot tambahan, retraksi otot
frekuensi dan kedalaman nafas abnormal supraclavicular dan intercostal
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
Faktor faktor yang berhubungan : kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
 ketidakseimbangan perfusi ventilasi  Catat lokasi trakea
 perubahan membran kapiler-alveolar  Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
 auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

2 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :

Definisi : Ketidakmampuan untuk  Respiratory status : Ventilation Airway suction


membersihkan sekresi atau obstruksi dari  Respiratory status : Airway  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
saluran pernafasan untuk patency  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
 Aspiration Control suctioning.
mempertahankan kebersihan jalan nafas.
 Informasikan pada klien dan keluarga
Batasan Karakteristik : tentang suctioning
Kriteria Hasil :  Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan.
- Dispneu, Penurunan suara nafas  Mendemonstrasikan batuk efektif  Berikan O2 dengan menggunakan nasal
- Orthopneu dan suara nafas yang bersih, tidak untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
- Cyanosis ada sianosis dan dyspneu (mampu  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
- Kelainan suara nafas (rales, mengeluarkan sputum, mampu tindakan
wheezing) bernafas dengan mudah, tidak ada  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
- Kesulitan berbicara pursed lips) dalam setelah kateter dikeluarkan dari
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada  Menunjukkan jalan nafas yang nasotrakeal
- Mata melebar paten (klien tidak merasa tercekik,  Monitor status oksigen pasien
- Produksi sputum irama nafas, frekuensi pernafasan  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
- Gelisah dalam rentang normal, tidak ada suksion
- Perubahan frekuensi dan irama nafas suara nafas abnormal)  Hentikan suksion dan berikan oksigen
 Mampu mengidentifikasikan dan apabila pasien menunjukkan bradikardi,
mencegah factor yang dapat peningkatan saturasi O2, dll.
Faktor-faktor yang berhubungan: menghambat jalan nafas

- Lingkungan : merokok, menghirup Airway Management


asap rokok, perokok pasif-POK,  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
infeksi atau jaw thrust bila perlu
- Fisiologis : disfungsi neuromuskular,  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
hiperplasia dinding bronkus, alergi ventilasi
jalan nafas, asma.  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan jalan nafas buatan
nafas, sekresi tertahan, banyaknya  Pasang mayo bila perlu
mukus, adanya jalan nafas buatan,  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sekresi bronkus, adanya eksudat di  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
alveolus, adanya benda asing di jalan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
nafas. tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

3 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :

Definisi : Pertukaran udara inspirasi  Respiratory status : Ventilation Airway Management


dan/atau ekspirasi tidak adekuat  Respiratory status : Airway
Batasan karakteristik : patency  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
 Vital sign Status atau jaw thrust bila perlu
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
- Penurunan pertukaran udara per menit ventilasi
- Menggunakan otot pernafasan  Mendemonstrasikan batuk efektif  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
tambahan dan suara nafas yang bersih, tidak jalan nafas buatan
- Nasal flaring ada sianosis dan dyspneu (mampu  Pasang mayo bila perlu
- Dyspnea mengeluarkan sputum, mampu
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Orthopnea bernafas dengan mudah, tidak ada
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Perubahan penyimpangan dada pursed lips)
- Nafas pendek  Menunjukkan jalan nafas yang  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
- Assumption of 3-point position paten (klien tidak merasa tercekik, tambahan
- Pernafasan pursed-lip irama nafas, frekuensi pernafasan  Lakukan suction pada mayo
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat dalam rentang normal, tidak ada  Berikan bronkodilator bila perlu
lama suara nafas abnormal)  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
- Peningkatan diameter anterior-  Tanda Tanda vital dalam rentang Lembab
posterior normal (tekanan darah, nadi,  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
- Pernafasan rata-rata/minimal pernafasan) keseimbangan.
 Bayi : < 25 atau > 60  Monitor respirasi dan status O2
 Usia 1-4 : < 20 atau > 30
 Usia 5-14 : < 14 atau > 25 Terapi Oksigen
 Usia > 14 : < 11 atau > 24
- Kedalaman pernafasan  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Dewasa volume tidalnya 500 ml  Pertahankan jalan nafas yang paten
saat istirahat  Atur peralatan oksigenasi
 Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg  Monitor aliran oksigen
- Timing rasio  Pertahankan posisi pasien
- Penurunan kapasitas vital  Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
Faktor yang berhubungan : oksigenasi

- Hiperventilasi Vital sign Monitoring


- Deformitas tulang  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Kelainan bentuk dinding dada  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Penurunan energi/kelelahan  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
- Perusakan/pelemahan muskulo- atau berdiri
skeletal  Auskultasi TD pada kedua lengan dan
- Obesitas bandingkan
- Posisi tubuh  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
- Kelelahan otot pernafasan dan setelah aktivitas
- Hipoventilasi sindrom  Monitor kualitas dari nadi
- Nyeri  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Kecemasan  Monitor suara paru
- Disfungsi Neuromuskuler  Monitor pola pernapasan abnormal
- Kerusakan persepsi/kognitif  Monitor suhu, warna, dan kelembaban
- Perlukaan pada jaringan syaraf kulit
tulang belakang  Monitor sianosis perifer
- Imaturitas Neurologis  Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign

4 Resiko infeksi NOC : NIC :

Definisi : Peningkatan resiko masuknya  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
organisme patogen  Knowledge : Infection control
 Risk control  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
Faktor-faktor resiko : Kriteria Hasil : lain
 Pertahankan teknik isolasi
- Prosedur Infasif  Klien bebas dari tanda dan gejala  Batasi pengunjung bila perlu
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk infeksi  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
menghindari paparan patogen  Mendeskripsikan proses tangan saat berkunjung dan setelah
- Trauma penularan penyakit, factor yang
- Kerusakan jaringan dan peningkatan mempengaruhi penularan serta berkunjung meninggalkan pasien
paparan lingkungan penatalaksanaannya,  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
- Ruptur membran amnion  Menunjukkan kemampuan untuk tangan
- Agen farmasi (imunosupresan) mencegah timbulnya infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
- Malnutrisi  Jumlah leukosit dalam batas tindakan kperawtan
- Peningkatan paparan lingkungan normal  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
patogen  Menunjukkan perilaku hidup pelindung
- Imonusupresi sehat  Pertahankan lingkungan aseptik selama
- Ketidakadekuatan imum buatan pemasangan alat
- Tidak adekuat pertahanan sekunder  Ganti letak IV perifer dan line central dan
(penurunan Hb, Leukopenia, dressing sesuai dengan petunjuk umum
penekanan respon inflamasi)  Gunakan kateter intermiten untuk
- Tidak adekuat pertahanan tubuh menurunkan infeksi kandung kencing
primer (kulit tidak utuh, trauma
 Tingktkan intake nutrisi
jaringan, penurunan kerja silia, cairan
 Berikan terapi antibiotik bila perlu
tubuh statis, perubahan sekresi pH,
perubahan peristaltik)
- Penyakit kronik Infection Protection (proteksi terhadap
infeksi)

 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik


dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
5 Intoleransi aktivitas b/d fatigue NOC : NIC :
Energy Management
Definisi : Ketidakcukupan energu secara  Energy conservation  Observasi adanya pembatasan klien dalam
fisiologis maupun psikologis untuk  Self Care : ADLs melakukan aktivitas
meneruskan atau menyelesaikan aktifitas Kriteria Hasil :  Dorong anak untuk mengungkapkan
yang diminta atau aktifitas sehari hari. perasaan terhadap keterbatasan
 Berpartisipasi dalam aktivitas  Kaji adanya factor yang menyebabkan
fisik tanpa disertai peningkatan kelelahan
Batasan karakteristik :
tekanan darah, nadi dan RR  Monitor nutrisi dan sumber energi
a. melaporkan secara verbal adanya  Mampu melakukan aktivitas tangadekuat
kelelahan atau kelemahan. sehari hari (ADLs) secara  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
b. Respon abnormal dari tekanan darah mandiri dan emosi secara berlebihan
atau nadi terhadap aktifitas  Monitor respon kardivaskuler terhadap
c. Perubahan EKG yang menunjukkan aktivitas
aritmia atau iskemia  Monitor pola tidur dan lamanya
d. Adanya dyspneu atau tidur/istirahat pasien
ketidaknyamanan saat beraktivitas.
Activity Therapy
Faktor factor yang berhubungan :  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik dalammerencanakan progran terapi
 Tirah Baring atau imobilisasi yang tepat.
 Kelemahan menyeluruh  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
 Ketidakseimbangan antara suplei yang mampu dilakukan
oksigen dengan kebutuhan  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yangsesuai dengan kemampuan fisik,
 Gaya hidup yang dipertahankan.
psikologi dan social
 Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
 Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, social dan
spiritual

Anda mungkin juga menyukai