Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY


DISEASE (CKD) DI RUANG POLI HD RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:.
Inka Mawardi Putri, S.Kep.
NIM 192311101109

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada pasien dengan chronic


kidney disease (CKD) di ruang poli HD Rumah Sakit Daerah dr.Soebandi Jember
telah disetujui dan di sahkan pada:
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Poli HD RSD dr.Soebandi Jember

Jember, November 2019

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Stase Keperawatan Medikal Ruang Poli HD
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Ana Nistiandani, S.Kep., M.Kep Ns. Sujarwanto, S.Kep., M.Si


NIP. 760019011 NIP. 19710221 199603 1 003

i
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

LAPORAN PENDAHULUAN ...................................................................... 1

BAB 1. KONSEP TEORI PENYAKIT ........................................................ 1


1.1 Anatomi Fisiologi Ginjal ................................................................... 1
1.2 Definisi Penyakit ................................................................................ 3
1.3 Epidemiologi ...................................................................................... 4
1.4 Etiologi ............................................................................................... 6
1.5 Klasifikasi .......................................................................................... 7
1.6 Patofisiologi dan Clinical Pathway .................................................... 9
1.7 Manifestasi Klinis .............................................................................. 13
1.8 Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 14
1.9 Penatalaksanaan Farmakologis dan Non Farmakologis .................... 15
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN ............................................................ 25
2.1 Pengkajian .......................................................................................... 25
2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin Muncul ................................. 30
2.3 Intervensi/Nursing Care Plan ............................................................. 31
DAFTAR REFERENSI

ii
BAB 1. KONSEP TEORI PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi Ginjal


Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah
dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan cairan
dalam tubuh, menjaga level elektrolit seperti sodium, potassium dan fosfat tetap
stabil, serta memproduksi hormone enzim yang dapat membantu mengendalikan
tekanan darah memproduksi sel darah merah serta menjaga susunan tulang menjadi
lebih kuat. Setiap hari kedua ginjal menyaring sekitar 120-150 liter darah dan
menghasilkan sekitar 1-2 liter urin. Ginjal tersusun atas unit penyaring yang
dinamakan nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomelurus
menyaring cairan dan limbah untuk dikeluarkan serta mencegah keluarnya sel darah
dan molekul besar yang sebagian besar berupa protein. Selanjutnya melewati
tubulus yang mengambil kembali mineral yang dibutuhkan tubuh dan membuang
limbahnya. Ginjal juga menghasilkan enzim renin yang menjaga tekanan darah dan
kadar garam serta hormon erythropoietin (InfoDATIN, 2017; Fadilla dkk., 2018).
Ginjal terletak pada posterior abdomen, terutama di daerah lumbal,
disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal,
dibelakang perioneum, dank arena itu di luar rongga peritoneum. Kedudukan ginjal
diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai
vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati
menduduki banyak ruang disebelah kanan. Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 7,5
cm, dan tebal 1,5 sampai 2,5 cm pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram.
Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang
punggung, dengan sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya
masuk dan keluar pada hilum. Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjear
suprarenal. Ginjal kanan lebih pendek dan tebal daripada yang kiri (Pearce, 2009).
Setiap ginjal dilengkapi kapsul tipis dari jaringan fibrus yang rapat
membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat
struktur-struktur ginjal. Warnanya ungu tua dan terdiri dari korteks di sebelah luar,
dan bagian medulla di sebelah dalam. Dalam ginjal terdapat struktur halus ginjal

1
yang terdiri atas nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, dan diperkirakan
ada 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai sebagai berkas
kapiler (badan Malpighi atau glomerulus) yang ada dalam ujung atas yang lebar
pada nefron. Dari sini mulai ada tubulus berkelok-kelok dan sebagian lurus. Bagian
pertama berkelok-kelok dan dikenal dengan tubulus pertama atau tubulus proksima
dan sesudah itu terdapat simpai Henle. Kemudian tubulus berkelok-kelok lagi atau
kelokan kedua disebut tubula distal, yang bersmabung dengan tubula penampung
yang berjalan melintasi korteks dan medulla (Pearce, 2009).

2
Sumber: Pearce, 2009
Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin yaitu
filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi dimulai pada
saat darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi plasma bebas-
protein menembus kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Proses ini dikenal
sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan
urin. Setiap hari terbentuk rata-rata 180 liter filtrat glomerulus. Ginjal dapat
mereabsorpsi kembali zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Perpindahan
zat-zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus ini disebut
sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh
melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian
ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap
hari, 178,5 liter diserap kembali, dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir melalui
pelvis renalis dan keluar sebagai urin. Secara umum, zat-zat yang masih diperlukan
tubuh akan direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan tetap
bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Proses ketiga adalah sekresi tubulus
yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke
lumen tubulus. Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi zat-zat dalam darah
untuk masuk ke dalam tubulus ginjal.

1.2 Definisi Penyakit


Chronic kidney disease (CKD) didefinisikan sebagai kondisi dimana ada
setidaknya satu penanda gangguan ginjal selama lebih dari tiga bulan (temuan

3
patologis dalam urin dan sedimen urin, perubahan konsentrasi serum kreatinin atau
elektrolit, kelainan histologis atau struktural yang ditemukan oleh biopsi ginjal atau
pencitraan imaging) dan/atau laju filtrasi glomerulus <1 ml/s/1,73 m2 (Monhart,
2013).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah prningkatan
BUN dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Uremia adalah
sindrom akibat gagal ginjal yang berat. Gagal ginjal terminal adalah
ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh (harus
dibantu dialysis atau transplantasi) (Mansjoer, 2000).
Gangguan pada ginjal dapat berupa penyakit ginjal kronis (PGK) atau
dahulu disebut gagal ginjal kronis, gangguan ginjal akut (acute kidney injury) atau
sebelumnya disebut gagal ginjal akut. Penyakit ginjal kronis adalah penurunan
progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan atau tahun. penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration
Rate (GFR) kurang dari 60mL/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan (Kidney
Disease Improving Global Outcomes, KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for
the Evaluation and Management). Kerusakan ginjal adalah setiap kelainan
patologis atau penanda keruasakan ginjal, termasuk kelainan darah, urin atau studi
pencitraan (imaging) (InfoDATIN, 2017).

1.3 Epidemiologi
Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat
global dengan prevalensi dan insidensi gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang
buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi PGK meningkat seiring meningkatnya
jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi.
Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami PGK pada stadium tertentu. Data
mengenai penyakit ginjal didapatkan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas),
Indonesian Renal Registry (IRR), dan sumber data lain.

4
Riskesdas 2013 mengumpulkan data responden yang didiagnosis dokter
menderita penyakit gagal ginjal kronis, juga beberapa faktor risiko penyakit ginjal
yaitu hipertensi, diabetes melitus dan obesitas. Hasil Riskesdas 2013, populasi umur
≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis sebesar 0,2%. Angka ini lebih
rendah dibandingkan prevalensi PGK di negara-negara lain, juga hasil penelitian
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2006, yang mendapatkan
prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya menangkap
data orang yang terdiagnosis PGK sedangkan sebagian besar PGK di Indonesia baru
terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir. Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan
prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan
tajam pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun.
Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi
lebih tinggi terjadi pada masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%),
pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan
terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan
prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo,
dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4 % (InfoDATIN, 2017).

1.4 Etiologi
Penyakit ginjal kronik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, nefropati
analgesik, nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati diabeti, penyebab lain
seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan tidak diketahui (Mansjoer, 2000).
InfoDATIN (2017) menyebutkan bahwa faktor resiko proporsi terbesar pasien
hemodialisis disebabkan oleh penyakit hipertensi dan diabetes. Secara global,
penyebab PGK terbesar adalah diabetes mellitus. Di Indonesia, sampai dengan
tahun 2000, penyebab terbanyak adalah glomerulonefritis, namun beberapa tahun
terakhir menjadi hipertensi berdasarkan data IRR. Namun belum dapat dipastikan
apakah memang hipertensi merupakan penyebab PGK atau hipertensi akibat
penyakit ginjal tahap akhir, karena data IRR didapatkan dari pasien hemodialisis
yang sebagian merupakan pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir (InfoDATIN,
2017).

5
Hipertensi
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada Riskesdas 2013, prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 25,8%.
Sedangkan yang berdasarkan wawancara telah terdiagnosis hipertensi oleh dokter
hanya 9,4%. Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah
jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal karena aterosklerosis ginjal akibat
hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis benigna. Gangguan ini
merupakan akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya
simetris dan permukaan berlubang-lubang dan berglanula. Penyumbatan arteri
dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga
seluruh nefron rusak.
Diabetes
Menurut hasil Riskesdas 2013, prevalensi penderita diabetes di Indonesia adalah
sebesar 5,7%, dan hanya 26,3% yang telah terdiagnosis. Diabetes mellitus
menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk nefropati diabetik yaitu semua
lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes mellitus. Seiring waktu, tingginya tingkat
gula dalam darah merusak jutaan unit penyaringan kecil dalam setiap ginjal. Hal ini
akhirnya mengarah pada gagal ginjal.
Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko kuat terjadinya penyakit ginjal. Obesitas
meningkatkan risiko dari faktor risiko utama dari PGK seperti hipertensi dan
diabetes. Pada obesitas, ginjal juga harus bekerja lebih keras menyaring darah lebih
dari normal untuk memenuhi kebutuhan metabolik akibat peningkatan berat badan.
Peningkatan fungsi ini dapat merusak ginjal dan meningkatkan risiko terjadinya
PGK dalam jangka panjang.

6
1.5 Klasifikasi
Prevalensi CKD telah ditandai lebih baik sejak National Kidney Foundation
mengeluarkan klasifikasi standar berdasarkan tingkat laju filtrasi glomerulus (GFR)
dan ada atau tidak adanya bukti cedera ginjal. Pasien dengan stadium 1 dan 2 CKD
perlu menunjukkan bukti cedera ginjal (mis., Proteinuria), dan GFR masing-masing
≥90 dan 60-89 mL/menit. Tahapan 3, 4, dan 5 berhubungan dengan GFR masing-
masing 30-59, 15-29, dan <15 mL/menit, terlepas dari bukti kerusakan ginjal
lainnya (Tedla dkk., 2011).
Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahap akhir.
Ada beberapa klasifikasi dari gagal ginjal kronik yang dipublikasikan oleh National
Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI).
Klasifikasi tersebut diantaranya adalah:
a. Tahap pertama (stage 1)
Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan
LFG (>90 mL/min/1.73 m2) atau LFG normal.
b. Tahap kedua (stage 2)
Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73
m2.
c. Tahap ketiga (stage 3)
Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59
mL/min/1.73.
d. Tahap keempat (stage 4)
Reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73.
e. Tahap kelima (stage 5)
Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu <15 mL/min/1.73 (Pearce, 2006)

1.6 Patofisiologi
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah.
Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang

7
normal menyebabkan penurunan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal. Dengan menurunnya GFR mengakibatkan penurunan kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme
protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang
menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum
kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan
pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN)
biasanya juga meningkat.
Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau
diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit.
Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif.
Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan
ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh,
sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya fungsi renal
terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan
terjadinya anemia, akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
Butiran uremik merupakan suatu penumpukan kristal urea dikulit. Laju penurunan
fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan
yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi (Smeltzer dan
Bare, 2001).

8
Gagal Ginjal
Clinical Pathway
Kronis/Chronic Sekresi protein terganggu

Kidney Disease
Retensi Na Sindroma uremia

Tekanan kapiler meningkat Gg. Keseimbangan asam basa penumpukan kristal


urea dikulit
Volume interstisial meningkat Asidosis Metabolik Perpospatemia

Edema Produksi asam lambung Pruritis

Beban jantung meningkat Nausea, vomitus Kerusakan integritas kulit

Mual (Nausea) Ketidakseimbangan nutrisi


Hipertrovi jantung (ventrikel kiri) kurang dari kebutuhan tubuh

Payah jantung kiri Penumpukan cairan di atrium kiri

Intoleransi Aktivitas Cardiac output ↓


Tekanan vena pulmonalis

Ketidakefektifan perfusi Suplai O2 jaringan ↓ Aliran darah ginjal ↓


jaringan perifer Kapiler paru meningkat

Metabolisme anaerob Renin Angiotensin Aldosteron ↓

9
Edema paru
↑asam laktat Retensi Na dan H2O

Gangguan pertukaran gas


Fatigue, Nyeri sendi Kelebihan Volume Cairan

Nyeri Akut

10
1.7 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala
1. Manifestasi kardiovaskular : hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema
pulmonal. Perikarditis.
2. Gejala-gejala dermatologis : gatal-gatal hebat (pruritus), serangan uremik tidak
umum karena pengobatan dini dan agresif
3. Gejala-gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah dan cegukan,
penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan
kemampuan penghidu dan pengecap dan parotitis atau stomatitis
4. Perubahan neuromuskular: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum

1.8 Pemeriksaan Penunjang


Tes Fungsi Ginjal
Terdapat banyak macam tes, tetapi beberapa yang sederhana adalah:
1. Tes protein (albumin)
Bila ada kerusakan pada glomeruli atau tubula, protein dapat masuk ke urin.
2. Tes konsentrasi urea darah
Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum darah naik di atas kadar normal
20-40 miligram per 100 ccm darah. Karena filtrasi glomerulus harus
menurun sampai sebanyaklum kanaikan kadar urea darah terjadi, tes ini
bukan tes yang sangat peka.
3. Tes konsentrasi
Tes ini dilakukan dengan pasien dilarang makan atau minum selam 12 jam
untuk melihat sampai seberapa tinggi berat jenis naik (Pearce, 2009).
Dalam menentukan diagnosa pada gagal ginjal kronik dapat dilakukan cara
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Tes darah

11
- BUN dan kreatinin serum meningkat
- Kalium serum meningkat
- Natrium serum meningkat
- Kalsium serum menurun, fosfor serum meningkat, PH serum dan
HCO3 menurun
- Hb, Ht, trombosit menurun
- Asam urat meningkat
2) Tes urin
- Observasi warna dan kejernihan urin
- Pengkajian bau urin
- Pengukuran keasaman dan berat jenis urin
- Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa dan badan keton
dalam urin.
- Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah melakukan
pemusingan (centrifuging) untuk medeteksi sel darah merah
(hematuria), sel darah putih, silinder (silindruria), kristal (kristaluria),
pus (piuria) dan bakteri (bakteriuria).
b. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui
gangguan fungsi ginjal antara lain:
1) Flat-Plat radiografy/radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika
urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari
ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang
mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
2) Computer Tomography (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara
jelas sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras
atau tanpa kontras.
3) Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan
fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus
gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali

12
kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses/batu ginjal, serta obstruksi
saluran kencing.
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus
yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, proses infeksi pada ginjal serta
post transplantasi ginjal.
5) Biopsi Ginjal digunakan untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan
mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada
kasus golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, dan
perencanaan transplantasi ginjal.

1.9 Penatalaksanaan Farmakologis dan Non Farmakologis


Penatalaksanaan GGK dapat dibagi menjadi dua, yaitu penatalaksanaan
konservatif dan penatalaksanaan terapi pengganti ginjal (Price & Wilson, 2005).
a. Penatalaksanaan konservatif
1) Pengaturan diet protein.
Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan GGK. Pembatasan protein
tidak hanya mengurangi kadar BUN dan mungkin juga hasil metabolisme
protein toksik yang belum diketahui, tetapi juga mengurangi asupan kalium,
fosfat, dan produksi ion hidrogen yang berasal dari protein.
2) Pengaturan diet kalium.
Hiperkalemia umumnya menjadi masalah dalam gagal ginjal lanjut, dan
juga menjadi penting untuk membatasi asupan kalium dalam diet.
3) Pengaturan diet natrium dan cairan.
Pengaturan natrium dalam diet memiliki arti penting dalam gagal ginjal.
Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40 hingga 90 mEq/hari
(1 hingga 2 gr natrium), tetapi asupan natrium yang optimal harus
ditentukan secara individual pada setiap pasien untuk mempertahankan
hidrasi yang baik.
4) Pencegahan dan pengobatan komplikasi.

13
Kategori kedua dari tindakan konservatif yang digunakan pada pengobatan
gagal ginjal adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah dan mengatasi
komplikasi meliputi hipertensi, hiperkalemia, anemia, dll.
5) Pengobatan segera pada infeksi.
Pasien GGK memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap serangan
infeksi, terutama infeksi saluran kemih. Semua jenis infeksi dapat
memperkuat proses katabolisme dan mengganggu nutrisi yang adekuat serta
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga infeksi harus segera diobati
untuk mencegah gangguan fungsi ginjal lebih lanjut.
6) Pemberian obat dengan hati-hati.
Ginjal mengekskresikan banyak obat sehingga obat-obatan harus diberikan
secara hati-hati pada pasien uremik.
b. Penatalaksanaan Terapi Pengganti Ginjal
1) Hemodialisis
Hemodialisa merupakan suatu proses penyaringan darah untuk
mengeluarkan produk-produk sampah metabolisme pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa
hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium
terminal (ESRD atau end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi
jangka panjang atau terapi permanen. Satu membran sintetik yang
semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja
sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya (Smeltzer dan Bare,
2001). Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien CKD yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (GFR).
2) Dialisis Peritoneal
Dialisis peritoneal merupakan alternatif hemodialisis pada penanganan
gagal ginjal akut dan kronik.
3) Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal.

14
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Nama Perawat :
Tempat Pengkajian :
Tanggal dan waktu :

I. Identitas Klien
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin,
umur, alamat, suku bangsa, agama, perkawinan, No.registrasi, pendidikan,
pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk rumah sakit.
identitas penanggung jawab
II. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik
Diagnosa medik jelas yaitu CKD dengan penyakit lain yang menyertai jika
ada.
2. Keluhan utama
Biasanya badan terasa lemah, mual, muntah, dan terdapat udem.
3. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan pada pasien atau keluarga keluhan muncul sejak kapan, Keluhan
lain yang menyerta biasanya: gangguan pernapasan, anemia, hiperkelemia,
anoreksia, tugor pada kulit jelek, gatal-gatal pada kulit, asidosis metabolik..
hal-hal yang telah dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk mengatasi
keluhan tersebut sebelum MRS.
4. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada pasien atau keluarga apakah ada riwayat pwnyakit DM,
hipertensi, ISK, glomerulonefritis, obesitas
5. Riwayat penyakit keluarga
Membahas tentang riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota
keluarga, tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang mengalami

15
keluhan yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang
mengalami penyakit DM, hipertensi, glomerulonefritis,

III. Pengkajian Keperawatan


1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Perawat harus melakukan anamnesis kepada pasien tentang persepsi sehat-
sakit, pengetahuan status kesehatan pasien saat ini, perilaku untuk
mengatasi kesehatan dan pola pemeliharaan kesehatan. Misalnya jika salah
satu anggota keluarga sakit keluarga mengobatinya dengan obat tradisional
atau langsung membawa ke puskesmas atau dokter terdekat di daerah
rumahnya. Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan
menimbulkan perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap pada
mulut.
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan
turgor kulit/kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi (umum,
tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot,
penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
3. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK. Gejala: penurunan frekuensi urine, oliguria,
onuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
4. Pola aktivitas dan latihan
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise.
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak..
5. Pola tidur dan istirahat
Gangguan tidur (Insomnia/gelisah atau samnolen).

16
6. Pola Kognitif dan konseptual
Tingkat kesadaran, orientasi, daya penciuman, daya rasa, daya raba,
daya pendengaran, daya penglihatan, nyeri (PQRST), faktor budaya yang
mempengaruhi nyeri, cara-cara yang dilakukan pasien untuk
mengurangi nyeri, kemampuan komunikasi, tingkat pendidikan, luka.
7. Pola persepsi diri
Perawat harus mengkaji pasien mengenai Keadaan sosial : pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial, Identitas personal : penjelasan tentang
diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, Keadaan fisik, segala
sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan tidak), Harga diri :
perasaan mengenai diri sendiri, Ancaman terhadap konsep diri (sakit,
perubahan fungsi dan peran).
8. Pola peran dan hubungan
Perawat mengkaji Peran pasien dalam keluarga, pekerjaan dan sosial,
kepuasan peran pasien, pengaruh status kesehatan terhadap peran,
pentingnya keluarga, pengambil keputusan dalam keluarga, orang-orang
terdekat pasien, pola hubungan orang tua dan anak. Akibat dari proses
inflamasi tersebut secara langsung akan mempengaruhi hubungan baik
intrapersonal maupun interpersonal.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Masalah seksual, dekripsi prilaku seksual, pengetahuan terkait seksualitas
dan reproduksi, dan efek status kesehatan terhadap seksualitas. Masalah
riwayat gangguan fisik dan psikologis terkait seksualitas. Pada pola
reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan mengalami
perubahan.
10. Pola toleransi coping-stress
Perawat perlu mengkaji adalah sifat pencetus stress yang dirasakan baru-
baru ini, tingkat stress yang dirasakan, gambaran respons umum dan khusus
terhadap stress, strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya, strategi koping yang biasa digunakan, pengetahuan dan
penggunaan teknik manajemen stress, hubungan antara manajemen stress

17
dengan keluarga. Faktor stress, contohnya financial, hubungan dan
sebagainya. Perasaan yang tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Latar belakang etnik dan budaya pasien, status ekonomi, perilaku
kesehatan terkait nilai atau kepercayaan, tujuan hidup pasien, pentingnya
agama bagi pasien, akibat penyakit terhadap aktivitas keagamaan. Adanya
kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru yang
ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu
kebiasaan ibadahnya.

IV. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Kedaan umum pasien biasanya lemah.
Tekanan Darah : Biasanya tinggi (Normal : 120/80mmHg)
Pernafasan (RR): (Rentang normal : 16-24x/menit)
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksismal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak.
Tanda: takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman. Batuk
produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru).
Sirkulasi.
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi : nyeri dada (angina).
Tanda: Hipertensi : DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak, tangan, Distritmia jantung. Nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap
akhir.
Denyut nadi (HR): (Normal : 60-100x/menit)
Suhu tubuh : kadang normal atau tinggi (Normal: 36 ˚C)
Nyeri/kenyamanan.
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat
malam hari).

18
Tanda: Perilaku berhari-hari/distraksi, gelisah.

Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)


1. Kepala
Inspeksi kepala pasien simetris. Kulit kepala. Ada tidaknya nyeri tekan
atau benjolan pada kepala.
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom “kaki
gelisah” bebas rasa terbakar pada telapak kaki. Bebas kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, strupor, koma, kejang, fasikulasi otot, aktivitas
kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
2. Leher
Lihat JVP pasien. Melihat ada atau tidaknya pembesaran kelenjar tiroid.
Ada nyeri pada leher atau tidak.
3. Dada
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
4. Abdomen
Lihat ada tidaknya masalah pada abdomen pasien. Bisa dinilai ada nyeri
tekan atau tidak.
5. Urogenital
Lihat ada tidaknya masalah pada system urogenital pasien.
6. Ekstremitas
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kelelahan ekstremitas,
kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

19
7. Kulit dan kuku
Kulit dan kuku pasien dilihat apakah pucat. Pada kulit terjadi sianosis,
dingin dan lembab, tugor kulit menurun, kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi, pruritis, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih
rendah dari normal (efek GGK/depresi respon imun), petekie, area
ekimosis pada kulit.
8. Keadaan local
Keadaan pasien biasanya kurang baik dan lemah, membutuhkan keluarga
untuk selalu mendampingi.

V. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Darah
2. Pemeriksaan Radiologi
3. Tes Fungsi Ginjal

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran Gas
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Nyeri akut
4. Kelebihan volume cairan
5. Kerusakan integritas kulit
6. Mual (Nausea)
7. Intoleransi Aktivitas
8. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

20
2.3 Intervensi/Nursing Care Plan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam gangguan (3140) Manajemen Jalan Nafas
Gas pertukaran gas pada pasien dapat teratasi dengan kriteri Definisi: Fasilitasi kepatenan jalan
hasil: nafas
Status Pernafasan (0415) 1. Buka jalan nafas dengan teknik
Tujuan chin lift atau jaw trust,
No Indikator Awal sebagaimana mestinya.
1 2 3 4 5
1 Frekuensi pernapasan 2. Posisikan pasien untuk
2 Irama pernapasan memaksimalkan ventilasi. (semi
fowler)
3 Kedalaman inspirasi
3. Auskultasi suara nafas, catat area
4 Suara auskultasi nafas yang ventilasinya menurun atau
5 Kepatenan jalan nafas tidak ada dan adanya suara
6 Saturasi oksigen tambahan.
7 Suara nafas tambahan 4. Kolaborasi dengan tim medis
pemberian nebulizer.
Keterangan:
(3320) Terapi Oksigen
1. Deviasi berat dari kisaran normal/sangat berat
Definisi: Pemberian oksigen dan
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran
pemantauan mengenai aktivitasnya.
normal/berat
1. Berikan Oksigen tambahan
3. Deviasi sedang dari kisaran normal/cukup
seperti yang diperintahkan.
4. Deviasi ringan dari kisaran normal/ringan
2. Monitor aliran oksigen
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal/tidak ada
Monitor adanya tanda-tanda
keracunan oksigen.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jsm (1100 ) Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteri hasil:

21
Status Nutrisi (1004) Definisi: Menyediakan dan
Tujuan meningkatkan intake nutrisi yang
No Indikator Awal seimbang
1 2 3 4 5
1 Asupan gizi 1. Tentukan status gizi pasien dan
2 Asupan makanan kemampuan [pasien] untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
3 Asupan Cairan
2. Identifikasi adanya alergi atau
4 Energi intoleransi makanan yang
5 Rasio berat dimiliki pasien
badan/tinggi bada 3. Pantau pasien dalam
Keterangan: menentukan pedoman atau
1. Sangat menyimpang dari rentang normal piramida makanan yang paling
2. Banyak menyimpang dari rentang normal cocok untuk memenuhi
3. Cukup menyimpang dari rentang normal kebutuhan nutrisi dan preferensi.
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal 4. Tentukan apa yang menjadi
5. Tidak menyimpang dari rentang normal preferensi makanan bagi pasien.
5. Intruksikan pasien mengenai
kebutuhan nutrisi dan gizi.
6. Tentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi ynag dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
7. Monitor kalori dan asupan
makanan
3 Nyeri akut Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam Nyeri Manajemen nyeri(1400)
akut dapat teratasi dengan kriteri hasil: 1. Lakukan pengkajian yang
Tingkat nyeri (2102) komprehensif yang meliputi
Tujuan lokasi, karakteristik,
No Indikator Awal onsert/durasi, frekuensi,
1 2 3 4 5

22
1 Nyeri yang dilaporkan kualitas, intensitas atau
2 Panjangnya periode beratnya dan faktor pencetus.
nyeri 2. Observasi adanya petunjuk
3 Menggosok area yang nonverbal mengenai
terkena dampak ketidaknyamanan terutama
4 Ketegangan otot pada merek yang tidak dapat
5 Ekspresi nyeri wajah berkomunikasi secara efektif
3. Pastikan perawatan analgesik
Keterangan: bagi pasien dilakukan dengan
1. Sangat Berat pemamtauan yang ketat
2. Berat 4. Gali pengetahuan dan
3. Cukup kepercayaan pasien mengenai
4. Ringan nyeri
5. Tidak Ada 5. Tentukan akibat dari
pengalaman nyeri terhadap
kualitas hidup pasien
(misalnya: tidur, nafsu makan,
performa kerja, perasaaan,
pengertian, hubungan,
tanggung jawab peran)
6. Berikan informasi mengenai
nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
dirasakan dan antisipasi akan
ketidaknyamanan akibat
prosedur.
7. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri

23
8. Ajarkan teknik non
farmakologis (seperti:
biofeeback, TENS, hypnosis,
relaksasi,bimbingan antisipatif,
terapi music, terapi bermain,
terapi aktifitas, akupresur,
aplikasi panas/dingin dan
pijatan)
9. Berikan penurun nyeri yang
optimal dengan resepan
analgesik dari dokter.
4 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam Fluid management(4120)
Kelebihan volume cairan dapat teratasi dengan kriteri 1. Pertahankan catatan intake dan
hasil: output yang akurat
Keseimbangan cairan (0601) 2. Pasang urin kateter jika
Tujuan diperlukan
No Indikator Awal 3. Monitor hasil lab yang sesuai
1 2 3 4 5
1 Tekanan darah dengan retensi cairan (BUN,
2 Denyut nadi radial Hmt , osmolalitas urin )
4. Monitor status hemodinamik
3 Keseimbangan intake
termasuk CVP, MAP, PAP, dan
dan output dalam 24
PCWP
jam
5. Monitor vital sign
4 Berat badan stabil
6. Monitor indikasi retensi/
5 Turgor kulit kelebihan cairan (cracles, CVP ,
Keterangan: edema, distensi vena leher,
1. Sangat terganggu asites)
2. Banyak terganggu 7. Kaji lokasi dan luas edema

24
3. Cukup terganggu 8. Monitor masukan makanan /
4. Sedikit terganggu cairan dan hitung intake kalori
5. Tidak terganggu harian
9. Monitor status nutrisi
10. Berikan diuretik sesuai
interuksi
11. Batasi masukan cairan pada
keadaan hiponatrermi dilusi
dengan serum Na<130 mEq/l
12. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
memburuk
5 Kerusakan integritas Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam Pengecekan kulit (3590)
kulit Kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria 1. Periksa kulit terkait dengan
hasil: adanya kemerahan, kehangatan
Intregritas jaringan: Kulit dan membrane mukosa ekstrem, edema.
(1101) 2. Amati kehangatan, warna,
Tujuan bengkak, pulsasi, tekstur,
No Indikator Awal edema, dan ulserasi pada
1 2 3 4 5
1 Suhu kulit ekstemitas.
2 Sensasi (gatal) 3. Monitor warna dan suhu kulit.
4. Monitor infeksi terutama dari
3 Elastisitas
daerah edema.
4 Intregitas kulit 5. Ajarkan amggota
5 Tekstur keluarga/pemberi asuhan
6 Keringat mengenai tanda-tanda keruskan
Keterangan: kulit dengan tepat.
1. Sangat terganggu

25
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
6 Mual (Nausea) Setelah dilakukan perawatan 1x24 jam diharapkan mual 1450. Manajemen Mual
dapat teratasi dengan kriteri hasil: 1. Dorong pasien memantau
Nafsu Makan (1014) pengalaman dir terhadap
Tujuan mual
No Indikator Awal 2. Drong pasien belajar
1 2 3 4 5
1 Hasrat/Keinginan mengatasi mual sendiri
untuk makan 3. Monitor efek dari
2 Menyenangi makanan manajemen mual secara
3 Merasakan makanan keseluruhan
2300. Pemberian Obat
4 Energi untuk makan 1. Kolaborasi pemberian obat
5 Intake makanan, 2. Bantu klien dalam
nutrisi, cairan pemberian obat
Keterangan: 3. Berikan obat sesuai dengan
1. Sangat terganggu teknik dan cara yang tepat
2. Banyak terganggu 4. Ikuti prosedur 5 benar
3. Cukup terganggu dalam pemberian obat
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
7 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 (4310) Terapi Aktivitas
jam, diharapkan aktivitas kembali normal dengan kriteri 1. Pertimbangkan kemampuan
hasil: klien dalam berpartisipasi
Toleransi terhadap aktivitas (0005) melalui aktivitas spesifik.
No Indikator Awal Tujuan

26
1 2 3 4 5 2. Bantu klien tetap fokus pada
1 SpO2 ketika kekuatan [yang dimilikinya]
beraktivitas dibandingkan dengan kelemahan
2 Frekuensi nadi yang dimilikinya].
ketikaberaktivitas 3. Bantu dengn aktivits fisik secara
3 Frekuensi pernapasan teratur sesuai dengan kebutuhan.
ketika beraktivitas 4. Bantu klien untuk meningkatkan
4 Kemudahan bernafas motivasi diri dan penguatan.
ketika beraktivitas (0180 Manajemen Energi).
5 Kemudahan dalam 1. Kaji status fisiologis asien yang
melakukan ADL menyebabkan kelelahan sesuai
Keterangan: dengan konteks usia dan
1. Sangat terganggu perkembangan.
2. Banyak terganggu 2. Anjurkan pasien
3. Cukup terganggu mengungkapkan secara verbal
4. Sedikit terganggu keterbatasan yang dialami.
5. Tidak terganggu 3. Pilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan baik
secara famakologis maupun
non farmakologis dengan tepat.
4. Kurangi ketidaknyamanan fisik
yang dialami pasien yang bisa
mempengaruhi fungsi kognitif,
pemantauan diri, dan
pengaturan aktivtas pasien.
8. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 (4062) Perawatan sirkulasi:
jaringan perifer jam, diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan Insufiensi Arteri
perifer dapat teratasi dengan kriteri hasil:

27
Perfusi jaringan: Perifer (0407) 1. Lakukan pemeriksaan fisik
Tujuan system kardiovaskuler atau
No Indikator Awal penilaian yang komprrehensif
1 2 3 4 5
1 Pengisian kapiler jari pada sirkulasi perifer, missal
2 Pengisian kapiler jari memeriksa nadi perifer, edema,
kaki warna dan suhu.
2. Evaluasi edema dan denyut nadi
3 Suhu kulit ujuang kaki
3. Inspeksi kulit untuk adanya luka
dan tangan
atau kerusakan jaringan.
4 Edema perifer
4. Monitor tingkat
5 Kekuatan denyut nadi ketidaknyamanan atau adanya
Keterangan: nyeri
1. Deviasi berat dari kisaran normal/sangat berat 5. Lindungi ujung kaki dan tangan
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran dari cidera misalnya memakai
normal/berat kaos kaki.
3. Deviasi sedang dari kisaran normal/cukup 6. Instruksikan pada pasien
4. Deviasi ringan dari kisaran normal/ringan mengenai perawatan kaki yang
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal/tidak ada tepat.
7. Pelihara hidrasi yang memadai
untuk menurunkan kekentalan
darah.
8. Monitor jumlah cairan masuk
dan keluar.

28
DAFTAR REFERENSI

Brown, L., G. Gardner, dan A. Bonner. 2016. A randomized controlled trial


protocol testing a decision support intervention for older patients with
advanced kidney disease. Journal Of Advanced Nursing. (December
2015):1191–1202.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher., J. M. Dochterman., & C. M. Wagner. Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi 6. (2013). Nursing Interventions
Classification ( Edisi Bahasa Indonesia). Indonesia. ELSEVIER.
Ed. Herman T.H., & Komitsuru. S. 2017. Nanda Internasional Nursing
Diagnosis, Definition and Clasification 2018-2020. EGC. Jakarta.

Fadilla, I., P. P. Adikara, dan R. S. Perdana. 2018. Klasifikasi penyakit chronic


kidney disease ( ckd ) dengan menggunakan metode extreme learning
machine ( elm ). 2(10):3397–3405.

InfoDATIN. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis

Mansjoer, A. et.al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Ed.3.
Jakarta: Media Aesculapius.

Monhart, V. 2013. Hypertension and chronic kidney diseases. 55:397–402.

Moorhead, S., M. Johnson, M. L. Maas, & E. Swanson. Nursing Outcomes


Classification (NOC) Edisi 5. (2013). Nursing Outcomes Classification
(Edisi Bahasa Indonesia). Indonesia. ELSEVIER.

National Kidney Foundation. 2010. High Blood Pressure and Chronic Kidney
Disease For People with CKD Stages 1–4. Dalam National Kidney
Foundation. New York.

Pearce, E.C .2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Alih bahasa Sri
Yuliani Handoyo. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Pearce, E.C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.

Price, Sylvia. A & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-


proses penyakit ed: 6. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth Vol.1 Edisi 8. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai