Oleh:
Inka Mawardi Putri, S.Kep
NIM 19231110109
1.1 Anatomi
A. Otak
Otak merupakan pusat kendali seluruh fungsi organ tubuh manusia, atau dapat
dikatakan sebagai organ yang bekerja mengkoordinasikan seluruh hal yang
terjadi pada tubuh manusia, seperti kepribadian,, metabolisme, tekanan darah,
emosi, hormon, ingatan (Wibowo, 2015) . Apabila otak mengalami kelainan
maka akan mempengaruhi aktifitas tubuh. Berikut merupakan anatomi dan
fungsi otak :
Secara garis besar anatomi otak manusia dibagi menjadi empat bagian utama
yang sangat mempengaruhi konerja otak, yaitu:
1.3 Etiologi
Terdapat dua faktor risiko yang dapat memicu terjadinya stroke, yaitu faktor
mayor dan minor (Sutrisno, 2010):
1. Faktor risiko mayor (yang kuat) meliputi:
a. Tekanan darah tinggi
b. Penyakit jantung, gangguan pembuluh darah koroner, dan karotis
c. Diabetes mellitus
d. Polisitema
e. Riwayat pernah terkena stroke
2. Adapun faktor risiko minor terdiri atas:
a. Kadar lemak yang tinggi dalam darah
b. Hematokrit tinggi
c. Kebiasaan merokok
d. Kegemukan
e. Kadar asam urat tinggi
f. Kurang olahraga
1.4 Manifestasi Klinik
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Diawali dengan sakit kepala
berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala
kemungkinan ringan atau tidak ada dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan
menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak
bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau
hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa
menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan
kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.
Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intracerebral Hemoragic yaitu
:
a. Bila perdarahan ke kapsula interna dapat ditemukan hemiparese
kontralateral, hemiplegia, koma
b. Perdarahan luas di serebelum akan ditemukan ataksia serebelum (gangguan
koordinasi), nyeri kepala di oksipital, vertigo, nistagmus dan disartri.
c. Perdarahan terjadi di pons, maka akan ditemukan kuadriplegik dan flaksid,
pupil kecil, depresi pernafasan, hipertensi, febris, penurunan kesadaran
dengan cepat tanpa didahului sakit kepala, vertigo, mual/muntah.
d. Perdarahan di talamus, defisit hemisensorik, hemiparasis, afasia.
e. Perdarahan di lobus frontalis ditemukan hemiparesis kontralateral dengan
lengan lebih nyata. Parietalis ditemukan defisit persepsi sensorik
kontralateral dengan hemiparesis ringan. Oksipitalis ditemukan
hemianopsia dengan atau tanpa hemiparesis minimal pada sisi ipsilateral.
Temporalis ditemukan afasia sensorik.
1.5 Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya,
sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang
keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan
vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh
hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini
merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada
tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah
saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah
darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah
ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi
penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga
gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2
diperoleh dari darah, apabila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan
fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih
lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan
intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan,
sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum
maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung
beberapa menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009).
1.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologis
Penatalaksanaan non farmakologis yaitu berupa tindakan darurat sambil
berusaha mencari penyebab dan penatalaksanaan yang sesuai dengan penyebab.
Penatalaksanaan umum ini meliputi, memperbaiki jalan napas dan
mempertahankan ventilasi, menenangkan pasien, menaikkan atau elevasi kepala
pasien 30º yang bermanfaat untuk memperbaiki drainase vena, perfusi serebral dan
menurunkan tekanan intrakranial, atasi syok, mengontrol tekanan rerata arterial,
pengaturan cairan dan elektroklit, monitor tanda-tanda vital, monitor tekanan tinggi
intrakranial, dan melakukan pemeriksaan pencitraan menggunakan Computerized
Tomography untuk mendapatkan gambaran lesi dan pilihan pengobatan.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu berupa pemeriksaan tekanan darah,
pemeriksaan jantung, dan neurologi (Affandi & Reggy, 2016).
b. Terapi farmakologi
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
1. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
2. Pengendalian kejang pada pasien stroke dilakukan dengan memberikan
diazepam dan antikonvulsan profilaksi pada stroke perdarahan intraserebral,
dan untuk pengendalian suhu dilakukan pada pasien stroke yang disertai
dengan demam.
3. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
BAB 2. CLINICAL PATHWAY
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, hipertensi, malformasi arteri venosa, aneurisma, distrasia darah, obat,
merokok, makanan berlemak
Penatalaksanaan:
Kraniotomi Darah membentuk massa atau Hemoragic
Resiko
Luka insisi Port the entry Peningkatan
Ketidakefektifan
pembedahan mikroorganisme tekanan intrakranial
perfusi jaringan otak
Sel melepaskan
mediator nyeri: Gangguan aliran
prostaglandin, Resiko Infeksi darah dan
sitokinin oksigen ke otak Hambatan Hambatan
Kelemahan Defisit
otot mobilitas perawatan diri interaksi
penurunan Fungsi otak fisik sosial
Impuls ke pusat progresif
kesadaran menurun
nyeri di otak
Afasia dan Hambatan
Gangguan nervus disfagia komunikasi
Somasensori
Resiko jatuh glosofaring, vagus, verbal
korteks otak: nyeri
hipoglosus (IX,X,XII) Ketidakseimbangan
dipersepsikan Refleks
Gangguan nutrisi kuraang dari
menelan
menelan kebutuhan tubuh
Nyeri menurun
Jaringan otak Pembuluh arteri robek Hipertensi
Peningkatan TIK, Membentuk
bergeser, tertekan, Menyebabkan (tekanan darah meningkat
gangguan fungsi otak massa
terdesak perdarahan jaringan otak secara signifikan
Perubahan
perfusi jaringan Hemisfer kiri Hemisfer kanan Perdarahan pada batang
otak
1. Pengkajian Umum
a. Identitas klien
1) Nama: mengetahui identitas klien
2) Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia meningkat pada
usia lanjut
3) Jenis kelamin:
4) Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
5) Pekerjaan: pekerjaan yang meningkatkan TIK dapat memicu lebih
banyak terjadinya misalnya pekerjaan mengangkat beban berat setiap
harinya
6) Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami
proses penyakit
7) Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri
8) Alamat: mengetahui identitas klien
9) Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
10) Diagnosa medis: IntraCerebral Hemorraghae (ICH)
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti nyeri kepala, pernah pingsan sebelumnya, separuh badan, sulit bicara,
mulut mencong atau tidak simetris, penurunan kesadaran.
d. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan setengah badan atau gangguan fungsi
otak yang lain (Siti Rochani, 2000).
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan sehari-hari
klien mengkonsumsi rokok ataupun obat-obatan antikoagulan.
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada
yang mengalami penyakit degeneratif.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat perokok,
penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
2) Pola nutrisi dan metabolisme, adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
3) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
5) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
6) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
8) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada
muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir.
9) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat
dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin.
10) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
2. Pengkajian Fisik
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas
tambahan yang apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya
gangguan airway.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding
dada yang adekuat.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada.
Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau
hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi
tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak
memastikan adanya ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan
balut tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal
MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa,
biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu
mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak.
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang
menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan
selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan
secara log-rolling dengan harus menghindari terjadinya hipotermi
(America College of Surgeons ; ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut,
tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan,
fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid,
trakea), mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit
pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan.
Perkusi perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang
terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran
udara.
3) Kardiovaskuler
Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi
jantung mulai area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis, area
apikal dan area epigastrik
Perkusi dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung.
Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area
jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat
pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai Hemoragic, ”bruit dan thrill”.
5) Pemeriksaan sistem neurologis
a) Tingkat Kesadaran
(1) Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat
kewasapadaan.
- CM → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
- APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
- LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
- DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
- SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mau tidur →
dirangsang bangun lalu tidur kembali
- KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
(2) Kuantitatif yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS)
- Respon membuka mata ( E = Eye )
a) Spontan (4)
b) Dengan perintah (3)
c) Dengan nyeri (2)
d) Tidak berespon (1)
- Respon Verbal ( V= Verbal )
a) Berorientasi (5)
b) Bicara membingungkan (4)
c) Kata-kata tidak tepat (3)
d) Suara tidak dapat dimengerti (2)
e) Tidak ada respons (1)
- Respon Motorik (M= Motorik )
a) Dengan perintah (6)
b) Melokalisasi nyeri (5)
c) Menarik area yang nyeri (4)
d) Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
e) Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
f) Tidak berespon (1)
6) Pemeriksaan 12 saraf kranial (Muttaqin, 2008)
Saraf I (N.Olfaktorius)
Biasanya pada klien ICH tidak dapat menginterpretasi bau dengan
baik.
Saraf II (N.Optikus)
Ketajaman penglihatan tidak normal terjadi ketidakmampuan
melihat karena penurunan kesadaran.
Saraf III, IV & VI (N.Okulomotor, N.Troklearis, N.Abdusen)
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien ICH yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasnya tanpa kelainan. Pada pasien
dengan penurunan tingkat kesadaran, tanda-tanda perubahan dari
fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan biasanya pupil akan
lenyap.
Saraf V (N.Trigeminus)
Umumnya ditemukan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea
biasanya tejadi kelainan.
Saraf VII (N.Fasialis)
Bisa terjadi ketidaksimetrisan atau lumpuh pada salah satu sisi
wajah. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada
berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara
lambat.
Saraf VIII (N.Vestibulo-Koklearis)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X (N.Glosofaringeus dan N.Vagus)
Terjadi reflek mual dan muntah.
Saraf XI (N.Aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk (rigiditas nukal).
Saraf XII (N.Hipoglosus)
Lidah simetris terjadi deviasi pada satu sisi dan terdapat fasikulasi
(kedutan) dan indra pengecapan dan tidak dapat berbicara.
7) Macam Reflek Patologis
No. Nama Reflek Gambar Penilaian
Hasil Pemeriksaan:Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul
dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.
c) Kernig :
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila terdapat
tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka
dikatakan kernig sign positif.
d) Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan
pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul.
Hasil Pemeriksaan: Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi
tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini
postif.
c. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai
darah ke otak menurun
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan sensasi rasa, ketidakmampuan memakan makanan,
tonus otot menurun
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketrampilan
motorik, penurunan rentang gerak, kesulitan membolak balik posisi,
gerakan tidak terkoordinasi, intoleran aktivitas, penurunan kekuatan otot,
penurunan ketahanan tubuh
6. Gangguan menelan berhubungan dengan ganggaun saraf kranial
7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
9. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ketidakmampuan
menjangkau kamar mandi, ketidakmampuan mengenakan dan
melepaskan atribut pakaian, ketidakmampuan memasukkan makan
kemulut, ketidakmampuan eliminasi
10. Resiko jatuh berhubungan dengan hanbatan mobilitas
11. .Stress berlebihan yang berhubungan dengan gangguan fungsi tubuh yang
ditandai dengan stressor, sumber daya tidak cukup.
12. Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan ketidakpuasan
dengan hubungan sosial yang ditandai dengan hambatan mobilitas fisik.
13. Risiko hambatan religiusitas yang berhubungan dengan strategi koping
tidak efektif yang ditandai dengan hospitalisasi
d. Rencana tindakan keperawatan
No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)