oleh:
Wafda Niswatun Nadhir, S.Kep.
NIM 182311101116
Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Fraktur Femur di Poli Orthopedi RSD
dr. Soebandi Jember telah disetujui dan disahkan pada
Hari, Tanggal :
Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp. Kep.MB Ns. M. Shodiqin, M.Kep., Sp.Kep.MB., CWCS
NIP 19810319 201 404 1 001 NIP 19681212 199103 1 010
\
1. Konsep Teori Penyakit
Sistem persyarafan yang berada pada tulang femur (Moffat & Faiz, 2002),
antara lain:
a. Syaraf anterior femur, yaitu nervus femoralis adalah saraf yang mensuplai
otot fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia panggul, dan tungkai
bawah atau nervus yang menginnervasi muskulus anterior.
b. Syaraf medial femur, yaitu nervus obturatorius adalah saraf perifer utama
dari ekstremitas bawah yang berfungsi menginnervasi muskulus adduktor
c. Syaraf posterior femur, yaitu nervus iskiadikus adalah saraf yang terbesar
dalam tubuh manusia yang mempersarafi regio cruralis dan pedis serta
otot-otot bagian di bagian dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan
pedis, serta seluruh persendian pada ekstremitas inferior.
1.2 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur merupakan salah satu gangguan atau
masalah yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan
bentuk dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di
berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang itu sendiri.
Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur.
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan
bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan
kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun
trauma tidak langsung disertai dengan adanya kerusakan jaringan lunak.
1.3 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur secara umum:
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
3) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
4) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
5) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
Klasifikasi fraktur femur (Muttaqin, 2008) terbagi menjadi:
a. Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada
orang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang
osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur ini
lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan
perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.
b. Fraktur subtrokanter
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan
trauma yang hebat. Pemeriksaan dapat menunjukkan fraktur yang terjadi
dibawah trokanter minor.
c. Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur. Fraktur
daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan
minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi pada klien yang
jatuh dan mengalami trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi
antara trokanter mayor dan minor tempat fragmen proksimal cenderung
bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat kominutif terutama pada korteks
bagian posteomedial.
d. Fraktur diafisis femur
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan
biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian.
e. Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus femur dan
batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai femur terjadi
karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai kekatan aksial dan
putaran sehingga dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini. Pergeseran
terjadi karena tarikan otot.
1.4 Etiologi
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan
kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan jaringan
lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.
b. Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon
tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.
b. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di atas dan
dibawah tempat fraktur. Leg length discrepancy (LLD) atau perbedaan
panjang tungkai bawah adalah masalah ortopedi yang biasanya muncul di
masa kecil, di mana dua kaki seseorang memiliki panjang yang tidak sama.
Penyebab dari masalah Leg length discrepancy (LLD), yaitu osteomielitis,
tumor, fraktur, hemihipertrofi, di mana satu atau lebih malformasi vaskular
atau tumor (seperti hemangioma) yang menyebabkan aliran darah di satu sisi
melebihi yang lain. Pengukuran Leg length discrepancy (LLD) terbagi
menjadi, yaitu true leg length discrepancy dan apparent leg length
discrepancy.True leg length discrepancy adalah cara megukur perbedaan
panjang tungkai bawah dengan mengukur dari spina iliaka anterior superior
ke maleolus medial dan apparent leg length discrepancy adalah cara megukur
perbedaan panjang tungkai bawah dengan mengukur dari xiphisternum atau
umbilikus ke maleolus medial.
c. Krepitus tulang (derik tulang)
Krepitasi tulang terjadi akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
d. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Pembengkakan dan perubahan warna tulang terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah beberapa jam
atau hari.
1.6 Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh
karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di
sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment. (Brunner
& Suddarth, 2002).
1.7 Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam
setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan
sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen
jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu:
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang
rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra
karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi
kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya
pada fraktur femur pelvis.
b. Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera remuk
dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun.
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi
asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah.
Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang
kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal
dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat dapat terjadi dari
beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera, gambaran khasnya berupa
hipoksia, takipnea, takikardi dan pireksia.
c. Sindrom Kompertemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam
kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra
kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan
tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi
jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf
dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot
individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai
dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang
hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak
dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai
bawah dan tungkai atas.
d. Nekrosis avaskular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia
tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering
dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os.
Lunatum, dan os. Talus (Suratum, 2008).
e. Atropi Otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel
parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien
fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga
metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot (Suratum,
dkk, 2008).
1.8 Pemeriksaan Penunjang
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto Rontgen
a) Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
b) Mengetahui tempat dan tipe fraktur
c) Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodik
2) Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
3) Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple)
Pre-operasi
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan spasme otot 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui karakteristik
dan kerusakan 3. Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi, nyeri secara menyeluruh
sekunder pada Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, untuk menentukan
kualitas dan faktor presipitasi intervensi selanjutnya
fraktur 1. Mampu mengontrol nyeri
2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Mengetahui
(tahu penyebab nyeri, mampu
ketidaknyamanan perkembangan respon
menggunakan tehnik
3. Kurangi faktor presipitasi nyeri nyeri
nonfarmakologi untuk
4. Ajarkan tentang teknik non 3. Mengurangi peningkatan
mengurangi nyeri, mencari
farmakologi nyeri
bantuan)
5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 4. Meniminalkan nyeri yang
2. Melaporkan bahwa nyeri
6. Kolaborasikan dengan dokter jika dirasakan
berkurang dengan
ada keluhan dan tindakan nyeri 5. Mengetahui keefektifan
menggunakan manajemen nyeri
tidak berhasil intervensi
3. Mampu mengenali nyeri
6. Pengobatan medis untuk
(skala, intensitas, frekuensi
mengurangi nyeri
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
2. Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik 1. Gerakan: aktif Latihan Kekuatan
berhubungan 2. Tingkat mobilitas 1. Ajarkan dan berikan dorongan 1. Pasien dapat termotivasi
dengan cedera 3. Perawatan diri: ADL pada klien untuk melakukan untuk melakukan program
jaringan Kriteria Hasil : program latihan secara rutin latihan
sekitar fraktur 1. Klien meningkat dalam Latihan untuk ambulasi 2. Mencegah resiko cedera
aktivitas fisik 1. Ajarkan teknik ambulasi & 3. Memudahkan pasien
2. Mengerti tujuan dari perpindahan yang aman kepada untuk melakukan
peningkatan mobilitas klien dan keluarga. mobilisasi
3. Memverbalisasikan perasaan 2. Sediakan alat bantu untuk klien 4. Pasien terus termotivasi
dalam meningkatkan kekuatan dan seperti kruk, kursi roda, dan untuk tetap melakukan
kemampuan berpindah walker ambulasi
4. Memperagakan penggunaan 3. Beri penguatan positif untuk 5. Klien dan keluarga
alat Bantu untuk mobilisasi berlatih mandiri dalam batasan memahami mobilisasi
(walker) yang aman. dengan benar
Latihan mobilisasi dengan kursi 6. Klien termotivasi untuk
roda memperkuat anggota
1. Ajarkan pada klien & keluarga tubuh
tentang cara pemakaian kursi roda 7. Klien tidak akan
& cara berpindah dari kursi roda mengalami kekakuan
ke tempat tidur atau sebaliknya. sendi dan keluarga dapat
2. Dorong klien melakukan latihan membantu klien untuk
untuk memperkuat anggota tubuh mobilisasi
3. Ajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan kursi
roda
3. Resiko tinggi NOC : NIC :
infeksi 1. Status imun Kontrol infeksi 1. Untuk mencegah infeksi
berhubungan 2. Kontrol resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah yang ditularkan oleh
dengan fraktur Kriteria Hasil : dipakai pasien lain pasien lain
terbuka dan 1. Klien bebas dari tanda dan 2. Gunakan sabun antimikrobia 2. Memotong rantai infeksi
kerusakan jaringan gejala infeksi untuk cuci tangan 3. Memotong rantai infeksi
lunak 2. Menunjukkan kemampuan 3. Cuci tangan setiap sebelum dan 4. Tenaga kesehatan dapat
untuk mencegah timbulnya sesudah tindakan keperawatan mencegah infeksi
infeksi 4. Gunakan baju, sarung tangan nosokomial
3. Jumlah leukosit dalam sebagai alat pelindung 5. Resiko infeksi tidak
batas normal 5. Pertahankan lingkungan aseptik terjadi
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat selama pemasangan alat 6. Diet makanan tinggi
6. Tingktkan intake nutrisi protein untuk
7. Berikan terapi antibiotik bila mempercepat
perlu penyembuhan luka
7. Untuk mencegah atau
mengobati infeksi
4. Ansietas NOC NIC
berhubungan Kontrol ansietas Penurunan kecemasan
dengan prosedur Kriteria hasil: 1. Tenangkan klien 1. Kecemasan tidak
pengobatan atau 1. Monitor intensitas kecemasan 2. Berikan informasi tentang meningkat
pembedahan 2. Menyikirkan tanda kecemasan diagnosa prognosis dan tindakan 2. Pasien dapat memahami
3. Mencari informasi 3. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi terkait keadaannya
untuk menurunkan fisik pada tingkat kecemasan 3. Mengetahui tingkat
kecemasan 4. Gunakan pendekatan dan kecemasan untuk
4. Merencanakan strategi koping sentuhan menentukan intervensi
5. Menggunakan teknik 5. Temani pasien untuk mendukung selanjutnya
relaksasi untuk menurunkan keamanan dan penurunan rasa 4. Empati petugas kesehatan
kecemasan takut dapat dirasakan pasien
6. Melaporkan penurunan durasi 6. Sediakan aktifitas untuk 5. Kecemasan tidak
dan episode cemas menurunkan ketegangan meningkat
7. Melaporkan tidak adanya 7. Intruksikan kemampuan klien 6. Pengalihan terhadap
manifestasi fisik dan untuk menggunakan teknik kecemasan yang dirasakan
kecemasan relaksasi pasien
8. Tidak adaa manifestasi 5. Mengurangi kecemasan
perilaku kecemasan pasien
Intra-Operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan 4. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan proses 5. Kontrol nyeri 7. Lakukan pengkajian nyeri secara 7. Mengetahui karakteristik
pembedahan 6. Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi, nyeri secara menyeluruh
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, untuk menentukan
kualitas dan faktor presipitasi intervensi selanjutnya
6. Mampu mengontrol nyeri
8. Observasi reaksi nonverbal dari 8. Mengetahui
(tahu penyebab nyeri, mampu
ketidaknyamanan perkembangan respon
menggunakan tehnik
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri nyeri
nonfarmakologi untuk
10. Ajarkan tentang teknik non 9. Mengurangi peningkatan
mengurangi nyeri, mencari
farmakologi nyeri
bantuan)
11. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 10. Meniminalkan nyeri yang
7. Melaporkan bahwa nyeri
12. Kolaborasikan dengan dokter jika dirasakan
berkurang dengan
ada keluhan dan tindakan nyeri 11. Mengetahui keefektifan
menggunakan manajemen nyeri
tidak berhasil intervensi
8. Mampu mengenali nyeri
12. Pengobatan medis untuk
(skala, intensitas, frekuensi
mengurangi nyeri
dan tanda nyeri)
9. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
10. Tanda vital dalam rentang normal
2. Kerusakan NOC : NIC 1. Tidak ada tekanan pada
integritas kulit Intergritas jaringan: kulit dan Manajemen tekanan luka
berhubungan membran mukus 1. Anjurkan pasien untuk 2. Mencegah terbentuknya
dengan trauma Kriteria Hasil : menggunakan pakaian yang luka yang baru
jaringan post 1. Integritas kulit yang baik bisa longgar 3. Terhindar dari infeksi
pembedahan dipertahankanMelaporkan adanya 2. Hindari kerutan pada tempat tidur Mencegah terjadinya
gangguan sensasi atau nyeri pada dekubitus
Jaga kebersihan kulit agar tetap
daerah kulit yang mengalami 5. Mengetahui perkembangan
gangguan bersih dan kering
mobilisasi pasien
2. Menunjukkan pemahaman dalam 3. Mobilisasi pasien (ubah posisi
6. Mengetahui nutrisi yang
proses perbaikan kulit dan pasien) setiap dua jam sekali
dikonsumsi pasien
mencegah terjadinya sedera 4. Monitor kulit akan adanya
7. Pasien tetap terjaga
berulang kemerahan
perawatan dirinya
3. Mampu melindungi kulit dan 5. Monitor aktivitas dan mobilisasi
mempertahankan kelembaban kulit pasien
dan perawatan alami 6. Monitor status nutrisi pasien
7. Memandikan pasien dengan sabun
dan air hangat
3. Resiko tinggi NOC : NIC :
infeksi 3. Status imun Kontrol infeksi 8. Untuk mencegah infeksi
berhubungan 4. Kontrol resiko 8. Bersihkan lingkungan setelah yang ditularkan oleh
dengan luka Kriteria Hasil : dipakai pasien lain pasien lain
pembedahan 5. Klien bebas dari tanda dan 9. Gunakan sabun antimikrobia 9. Memotong rantai infeksi
gejala infeksi untuk cuci tangan 10. Memotong rantai infeksi
6. Menunjukkan kemampuan 10. Cuci tangan setiap sebelum dan 11. Tenaga kesehatan dapat
untuk mencegah timbulnya sesudah tindakan keperawatan mencegah infeksi
infeksi 11. Gunakan baju, sarung tangan nosokomial
7. Jumlah leukosit dalam sebagai alat pelindung 12. Resiko infeksi tidak
batas normal 12. Pertahankan lingkungan aseptik terjadi
8. Menunjukkan perilaku hidup sehat selama pemasangan alat 13. Diet makanan tinggi
13. Tingktkan intake nutrisi protein untuk
14. Berikan terapi antibiotik bila mempercepat
perlu penyembuhan luka
14. Untuk mencegah atau
mengobati infeksi
2.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu tahap terakhir dalam suatu rangkaian proses
keperawatan yang harus dilakukan oleh perawat. Evaluasi keperawatan
dilakukan dengan cara membandingkan respon pasien setelah implementasi
dengan kriteria hasil yang telah ditentukan oleh perawat. Perawat memiliki 3
alternatif dalam menentukan pencapaian pada intervensi yang telah dilakukan
yaitu:
a. Teratasi
Perilaku pasien seusia dengan pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkab di tujuan
b. Teratasi sebagian
Pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan kriteria hasil
c. Belum teratasi
Pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan
pernyataan tujuan
2.5 Discharge Planning
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Moffat, D & Faiz, O. 2002. At a Glance Series Anatomi. Jakarta: PT. Glora
Aksara Pratama.
Smeltzer Suzanne, C & Bare Brende, G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal –
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: Kedokteran EGC
Smeltzer Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002 .Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Alih bahasa oleh Agung
Waluyu(dkk). Jakarta: EGC