OLEH :
NI KETUT SURYANI
TAHUN AJARAN
2022/2023
Sistem muskular pada tulang femur, yaitu otot anterior, otot medial, dan otot
posterior, diantaranya :
a. Otot anterior femur
i. Quardriceps femoris
ii. Rektus femoris
iii. Vastus lateralis
iv. Vastus medialis
v. Vastus intermedius
vi. Pectineus
vii. Sartorius
viii. Iliopsoas
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur merupakan salah satu gangguan atau
masalah yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan
bentuk dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di
berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang itu sendiri.
Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008). Fraktur
femur terbagi menjadi :
1) Fraktur batang femur
Fraktur femurmempunyai insiden yang cukup tinggi, diantara jenis-jenis patah
tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur
femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau
kecelakaan.
2) Fraktur kolum femur
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan
posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti
jalan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi karena gerakan
eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi
pada wanita tua yang tulangnya sudah mengalami osteoporosis (Mansjoer,
2000).
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:
1) Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul,
dan melalui kepala femur (fraktur kapital).
2) Fraktur ekstrakapsular
a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih
besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokanter minor
3. Penyebab / faktor predisposisi fraktur femur
Fraktur femur disebabkan oleh trauma atau tekanan berlebihan pada tulang yang
biasanya diakibatkan secara langsung maupun tidak langsung. Fraktur sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan kendaraan bermotor.
Menurut Carpenito (2000), penyebab fraktur antara lain :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang
atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
4. POHON MASALAH FRAKTUR FEMUR
Trauma pada tulang (Kecelakaan) Tekanan yang berulang (Kompresi) Kelemahan tulang abnormal (osteoporosis)
Fraktur femur
Pembedahan Ansietas
Kerusakan struktur tulang
Kemampuan
pergerakan otot sendi Hambatan
menurun
mobilitas fisik
Patah tulang merusak jaringan Trauma jaringan post
pembedahan
Perubahan
Terputusnya kontinuitas jar. permeabilitas
kapiler
Menekan saraf perasa nyeri Kerusakan integritas kulit
Stimulus neurotransmitter
nyeri Kehilangan cairan ekstra sel ke
jaringan yang rusak
Pelepasan mediator
prostaglandin
Resiko syok hipovolemik
Nyeri akut
5. Klasifikasi Fraktur Secara Umum
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
i. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
ii. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
Setiap tulang yang mengalami cedera, misalnya fraktur karena kecelakaan, akan
mengalami proses penyembuhan. Fraktur tulang dapat mengalami proses penyembuhan
dalam 5 tahap yaitu:
1. Fase hematoma
Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam daerah fraktur dan akan
membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh
periosteum. Periosteum akan terdorong dan mengalami robekan akibat tekanan
hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah fraktur akan
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskular tulang
yang mati pada sisi – sisi fraktur segera setelah trauma. Waktu terjadinya proses ini
dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 -3 minggu.
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan
kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap. Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4
– 8 dan berakhir pada minggu ke 8 – 12 setelah terjadinya fraktur.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk bagian yang
meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini perlahan – lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetapi terjadi
osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan – lahan menghilang.
Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi system haversian
dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk susmsum.
Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan berakhir sampai beberapa
tahun dari terjadinya fraktur.
8. Gejala klinis
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), manifestasi klinik dari faktur yaitu:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak / edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya, atau sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
c. Memar / ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya, atau akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
d. Pemendekan tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, dan terkenanya saraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
i. Deformitas / perubahan bentuk
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
9. Pemeriksaan diagnostik
Menurut PERMENKES RI (2014), pemeriksaan diagnosik untuk fraktur meliputi :
a. Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
b. Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain: radioisotope
scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI, untuk memperlihatkan
fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Pemeriksaan darah lengkap
Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan sel darah putih (WBC) adalah respon stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.
10. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien fraktur antara lain
(Smeltzer & Bare, 2012) :
a. Terapi konservatif
1) Proteksi saja
Dengan menggunakan mitella agar kedudukan tetap baik.
2) Immobilisasi saja tanpa reposisi
Adalah mempertahankan reposisi selama masa penyembuhan tulang, misalnya
pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan baik.
3) Rehabilitasi
Adalah proses pemulihan kembali fungsi tulang yang dapat dilakukan dengan
fisioterapi aktif dan pasif.
4) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur
tubuh dimana gips ini dipasang. Tujuan pemasangan gips adalah untuk
mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan
yang merata pada jaringan lunak yang terletak didalamnya.
5) Traksi
Traksi adalah alat yang dipasang untuk memberi gaya tarikan ke bagian tubuh.
Traksi digunakan untuk menimbulkan spasme otot, untuk mereduksi,
mensejajarkan dan mengimobilisasi fraktur. Traksi harus diberikan dengan arah
dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Secara umum
traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstremitas
pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa, sehingga arah tarikan
segaris dengan sumbu panjang tulang patah.
b. Terapi operatif
1) Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intra operatif maka
dipasang alat fiksasi eksterna. Reposisi tertutup dengan radiologis diikuti
fiksasi interna. Contoh : reposisi tertutup fraktur supra condylair humerus
pada anak diikuti dengan pemasangan pararel pins. Reposisi fraktur collum
pada anak diikuti dengan pinning dan immobilisasi gips. Cara ini terus
dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur femur dan tibia yaitu
pemasangan fiksasi interna meduler (pen) tanpa membuka frakturnya.
2) Terapi operatif dengan membuka frakturnya.
a) ORIF (Open Reduction with Internal Fixation)
Merupakan tindakan insisi pada tempat yang mengalami cedera dan
ditentukan sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang mengalami
fraktur. Keuntungannya yaitu reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa
fiksasi luar.
Indikasi dari ORIF :
Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis
tinggi. Misalnya : Fraktur talus, fraktur collom femur.
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya : fraktur avulasi,
fraktur dislokasi
Fraktur yang dapat direposisi sulit dipertahankan. Misalkan : fraktur
pergelangan kaki
Fraktur intra-articuler. Misalnya : fraktur patela
b) OREF (Open Reduction with eksternal Fixation)
Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksternal dengan mempergunakan
kanselosa screw dengan metil metaklirat (akrilik gigi) atau fiksasi
eksternal dengan jenis-jenis lain misalnya dengan mempergunakan screw
schanz. Indikasi dari OREF : fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan
atau tulang yang hebat, fraktur dengan infeksi, fraktur yang miskin
jaringan ikat.
Secara umum, penatalaksanaan pasien fraktur yang akan menjalani
operasi adalah sebagai berikut :
a. Pre operatif
1) Persetujuan operasi (informed consent)
2) Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang
sesuai dengan jenis operasi, fisik, dan kehendak pasien
3) Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal
4) Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology) :
Kelas I Pasien sehat tanpa kelainan organik, biokimia, atau psikiatri.
Kelas II Pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang, tanpa
limitasi aktivitas sehari-hari.
Kelas III Pasien dengan penyakit sistemik berat, yang membatasi
aktivitas normal.
Kelas IV Pasien dengan penyakit berat yang mengancam nyawa
dengan maupun tanpa operasi.
Kelas V Pasien sekarat yang memiliki harapan hidup kecil tapi tetap
dilakukan operasi sebagai upaya resusitasi.
Kelas VI Pasien dengan kematian batang otak yang organ tubuhnya
akan diambil untuk tujuan donor
E Operasi emergensi, statusnya mengikuti kelas I – VI diatas.
5) Puasa
Pada pasien dewasa umumnya puasa dilakukan 6-8 jam sebelum
operasi, anak kecil 4-6 jam, dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak
berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman
bening, air putih, teh manis sampai 3 jam, dan untuk keperluan
minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum
induksi anesthesia.
6) Terapi cairan sebagai pengganti puasa
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
atau penghisapan isi lambung. Kebutuhan cairan untuk dewasa
dalam 24 jam adalah 2 ml/kgBB/jam.
7) Pemberian obat-obatan premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi
dengan tujuan sebagai berikut:
a) Meredakan kecemasan dan ketakutan
b) Memperlancar induksi anesthesia
c) Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
d) Meminimalkan jumlah obat anestetik
e) Mengurangi mual muntah pasca bedah
f) Menciptakan amnesia
g) Mengurangi isi cairan lambung
b. Intra Operatif
1) Induksi anestesi
Ada 3 jenis anestesia-analgesia yang diberikan pada pasien yang akan
menjalani pembedahan, yaitu anestesia umum, analgesia regional
dan analgesia lokal. Anestesi umum paling sering digunakan untuk
operasi pada fraktur multipel. Induksi dicapai dengan agen intravena
diikuti intubasi trakea difasilitasi oleh perelaksasi otot. Induksi pada
anestesia umum dapat dilakukan dengan obat anestetik intravena
kerja cepat (rapid acting). Perelaksasi otot memiliki peranan penting
dalam mengurangi pergerakan pada lapangan operasi. Anestesia
dapat dipertahankan dengan dosis intermiten atau melalui infus yang
berlanjut, dengan agen intravena seperti thiopental, propofol dan
opioid serta dikombinasi dengan NO2. Anestesi halogen (halotan,
enfluran, isofluran) adalah obat yang paling sering dipakai. Obat-
obatan tersebut dapat mengontrol refleks hemodinamik. Akan tetapi,
isofluran dan enfluran menjaga aliran darah hepar dan intestinal
lebih baik dibandingkan halotan. Sevofluran dapat juga
dipertimbangkan karena memiliki efek yang mirip dengan isofluran,
efek kardiovaskular cukup stabil dan belum ada laporan toksik
terhadap hepar.Walaupun halonated agent dikombinasikan dengan
perelaksasi otot dapat membuat kondisi anestesi yang baik saat
operasi abdomen, obat-obat ini sering digunakan dengan kombinasi
N2O dan opioid. N2O dapat digunakan pada permulaan operasi untuk
memastikan status anestesi ketika efek agen intravena telah
menghilang. Penggunaan N2O juga dapat menurunkan konsentrasi
halonated agent sekitar 50% dan mempercepat pulihnya kesadaran
pasien, sehingga digunakan untuk pemeliharaan. Untuk terapi nyeri
pasien intraoperatif dapat digunakan golongan opioid. Golongan
opioid ini bermanfaat pada intraoperatif maupun post-operatif. Obat
yang paling populer saat ini adalah fentanyl. Fentanyl mempunyai
efek analgesia yang kuat, bersifat depresan terhadap susunan saraf
pusat, tidak berefek pada sistem kardiovaskular, dan berefek
menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stres
anestesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam
darah tetap stabil.
2) Induksi endotrakeal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,sehingga
jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi
trakea bertujuan untuk :
a) Mempermudah pemberian anestesi
b) Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas
c) Mencegah kemungkinan aspirasi lambung
d) Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial
e) Pemakaian ventilasi yang lama
f) Mengatasi obstruksi laring akut.
3) Terapi cairan
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan
cairan pada dewasa untuk operasi :
a) Ringan = 4 ml/kgBB/jam
b) Sedang = 6 ml / kgBB/jam
c) Berat = 8 ml / kgBB/jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang
dari 10% EBV (Estimate Blood Volume), maka cukup digantikan
dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang.
Apabila perdarahan lebih dari 10%, maka dapat dipertimbangkan
pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali darah
yang hilang. EBV pada orang dewasa rata-rata adalah 70 cc/kgBB.
4) Monitoring pasien
Parameter yang biasanya digunakan untuk monitor pasien selama
anestesi adalah :
a) Frekuensi napas, kedalaman, dan karakter
b) Heart rate, nadi, dan kualitasnya
c) Warna membran mukosa, dan capillary refill time
d) Kedalaman/stadium anestesi (tonus rahang, posisi mata, aktivitas
reflek palpebra)
e) Kadar aliran oksigen dan obat anestesi inhalasi
f) Pulse oximetry: tekanan darah, saturasi oksigen, suhu.
Monitoring tanda vital selama operasi biasanya dilakukan setiap 5 menit.
c. Post Operatif
1) Monitoring pasien
Segera setelah operasi, pasien akan dipindah ke post-anesthesia care
unit (PACU), biasa disebut dengan recovery room. Pasien yang
dilakukan regional anestesi, lebih mudah mengalami recovery
dibandingkan dengan general anestesi. Hal ini dikarenakan pasien
dalam posisi sadar, sehingga komplikasi yang terkait airway,
breathing, dan circulation lebih minimal. Meskipun demikian, tetap
harus dilakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi, dan frekuensi
nafas sampai pasien benar-benar stabil. Fungsi neuromuskuler harus
dinilai misalnya mengangkat kepala. Monitoring tambahan berupa
penilaian nyeri (skala deskriptif atau numerik), ada atau tidak mual
atau muntah, input dan output cairan termasuk produksi urin,
drainase, dan perdarahan.
2) Terapi cairan
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisitcairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
3) Pemindahan ke ruang rawat inap
Semua pasien harus dievaluasi sebelum dikeluarkan dari PACU
berdasarkan kriteria discharge yang diadopsi. Kriteria yang
digunakan adalah Aldrete Score. Kriteria ini akan menentukan
apakah pasien akan di-discharge ke Intensive Care Unit (ICU) atau
ke ruangan biasa.
Idealnya, pasien di-discharge ke ruang rawat inap bila total skor 10 atau
minimal 9, tanpa ada nilai 0 pada kriteria penilaian objektif.
a. Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umum; riwayat
kecelakaan, parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan
kemungkinan tulang yang patah dan adanya krepitus.
b. Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk
mencegah jarinagn lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan. Reduksi ada 3 (tiga), yaitu:
i. Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi,
dengan tarikan untuk menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
ii. Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi,
dimana beratnya traksi di sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X
digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang
iii. Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan
pergerakan, yaitu fiksasi internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang dan
implant logam) dan fiksasi ekterna (pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinue, pin dan tehnik gips
Jenis-jenis Traksi, yaitu:
1) Traksi kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol sepasme kulit dan
memberikan imobilisasi . Traksi kulit apendikuler ( hanya pada
ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi ektensi
Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop”.
a) Traksi buck
Ektensi buck ( unilateral/ bilateral ) adalah bentuk traksi kulit dimana
tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau
temporer yang diinginkan . Digunakan untuk memberikan rasa nyaman
setelah cidera pinggulsebelum dilakukan fiksasi bedah (Smeltzer &
Bare,2001 ). Traksi buck merupakan traksi kulit yang paling sederhana,
dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam jangka waktu
yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah
untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut
diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut (Wilson, 1995 ).
b) Traksi Russell
Dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi
pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita
traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila perlu, tungkai dapat
disangga dengan bantal agar lutut benar- benar fleksi dan menghindari
tekanan pada tumit (Smeltzer & Bare, 2001 ).
c) Traksi Dunlop
Adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada
lengan bawah dalam posisi fleksi.
d) Traksi kulit bryant
Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami
patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-
anak yang berat badannya lebih dari 30 kg. kalau batas ini dilampaui
maka kulit dapat mengalami kerusakan berat.
2) Traksi skelet
Traksi skelet dipasang langsung pada tulang. Metode traksi ini
digunakan paling sering untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus
dan tulang leher.
a) Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah
tulang pada korpus femoralis orng dewasa. Sekilas pandangan traksi ini
tampak komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah satu pin rangka yang
ditempatkan tramversal melalui femur distal atau tibia proksimal.
Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang
tersebut. Ektermitas pasien ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut
membentuk sekitar 35°.
b) Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3
tahun sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen – fragmen pada
fraktur tulang femur hamper selalu memuaskan dengan traksi 90-90-90
penderita masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur.
12. Komplikasi
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
2) Kompartement syndrom
Sindrom kompartemen berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani
segera. Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otor kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Biasanya pasien akan merasa
nyeri pada saat bergerak. Ada 5 tanda syndrome kompartemen, yaitu : pain (nyeri), pallor
(pucat), pulsesness (tidak ada nadi), parestesia (rasa kesemutan), dan paralysi (kelemahan
sekitar lokasi terjadinya syndrome kompartemen)
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: kesadaran, tanda – tanda vital, sikap, keluhan nyeri
2) Kepala: bentuk, keadaan rambut dan kepala, adanya kelainan atau lesi
3) Mata: bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva,dll
4) Hidung: adanya secret, pergerakan cuping hidung, adanya suara napas tambahan, dll
5) Telinga: kebersihan, keadaan alat pendengaran
6) Mulut: kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir, keadaan gigi, keadaan
lidah
7) Leher: pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk, pergerakan leher
8) Thoraks: bentuk dada, irama pernapasan, tarikan otot bantu pernapasan, adanya suara
napas tambahan
9) Jantung: bunyi, pembesaran
10) Abdomen: bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, nyeri pada perabaan, distensi
11) Ekstremitas: kelainan bentuk, pergerakan, reflex lutut, adanya edema
12) Alat kelamin : Kebersihan, kelainan
13) Anus : kebersihan, kelainan
2. Diagnosa keperawatan
Pre Operatif :
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
b. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan
c. Defisit pengetahuan b.d keterbatasan kognitif
Intra Operatif :
a. Risiko syok yang dibuktikan oleh kehilangan cairan secara aktif
b. Risiko cedera yang dibuktikan oleh faktor eksternal : pemajanan peralatan dan instrument,
penggunaan obat anastesi
c. Risiko hipotermia perioperatif yang dibuktikan oleh prosedur pembedahan, suhu
lingkungan rendah
Post Operatif :
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
b. Risiko infeksi yang dibuktikan oleh efek prosedur infasif
3. Rencana keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
No Keperawat Intervensi (SIKI)
(SLKI)
an
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
b.d agen keperawatan selama 3 x 24 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
pencedera jam, diharapkan tidak terjadi kualitas, intensitas nyeri
fisik nyeri akut dengan kriteria 2. Identifikasi skala nyeri
hasil : 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
Tingkat Nyeri memperingan nyeri
1.Tidak mengeluh nyeri 4. Monitor tanda – tanda vital
2.Tidak meringis 5. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
3.Tidak ada sikap protektif rasa nyeri (mis : TENS, hypnosis, akupresure,
4.Tidak gelisah terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
5.Tanda – tanda vital dalam teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau
batas normal (TD : 90 – dingin, terapi bermain)
130 / 60 – 90 mmHg, N : 60 6. Fasilitasi istirahat dan tidur
– 100 x/menit, RR : 16 – 20 7. Berikan analgetik, jika perlu
x/menit)
2 Ansietas b.d Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas
kekhawatiran keperawatan selama 1x24 jam, 1. Monitor tanda – tanda ansietas (verbal & non
mengalami diharapkan tidak terjadi verbal)
kegagalan ansietas dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda tanda vital
Tingkat Ansietas 3. Berikan terapi relaksasi napas dalam
1. Tidak tampak wajah 4. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
kebingungan / khawatir dialami
2. Tidak gelisah 5. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
3. Tidak mengalami tremor
4. Tanda – tanda vital dalam
batas normal (TD : 90 –
130 / 60 – 90 mmHg, N : 60
– 100 x/menit, RR : 16 – 20
x/menit)
3 Defisit Setelah dilakukan asuhan Edukasi Kesehatan
pengetahuan keperawatan selama 1 x 24 jam, 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
b.d diharapkan tingkat pengetahuan informasi
keterbatasan meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi faktor – faktor yang dapat
kognitif hasil : meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
1. Perilaku sesuai anjuran hidup bersih dan sehat
meningkat 3. Jelaskan faktor risiko yang dapat
2. Kemampuan menjelaskan mempengaruhi kesehatan
pengetahuan tentang suatu 4. Anjurkan perilaku hidup bersih dan sehat
topik meningka 5. Edukasi pasien mengenai mekanisme dan
3. Perilaku sesuai dengan prosedur pembedahan
pengetahuan 6. Edukasi mengenai tujuan pembedahan
4. Pertanyaan tentang masalah 7. Edukasi pasien mengenai efek samping yang
yang dihadapi menurun mungkin terjadi setelah pembedahan
5. Persepsi yang keliru
terhadap masalah menurun
6. Perilaku membaik
Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC
Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 6. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Lukman, N & Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal.
Jakarta:EGC.
Muttaqin, A. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik Keperawatan.
Jakarta:EGC.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Price, Sylvia A.; Wilson, Lorraine M.. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit Edisi
6. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TN. K
DENGAN MASALAH CLOSE FRAKTURE OS FEMUR SINISTRA
DI RUANG CEMPAKA RSU BHAKTI RAHAYU
TANGGAL 15-18 FEBRUARI 2023
OLEH :
NI KETUT SURYANI
TAHUN AJARAN
2022/2023
RM : 257675
KELUHAN UTAMA:
RIWAYAT PENYAKIT:
1. Keluarga terdekat yang dapat dihubungi (orang tua, wali, suami, istri, dan lain-lain)
Pekerjaan : penssiunan Pendidikan : Sarjana
Alamat : jln p. moyo dps
2. Alergi :
Tipe Reaksi Tindakan
- - -
3. Kebiasaan : merokok/kopi/obat/alkohol/lain-lain (Tidak ada)
Lamanya :-
Sendiri :-
5. Pola nutrisi :
Frekuensi/porsi makan : Pasien mengatakan sehari harinya makan 3 kali dalam sehari
dengan porsi satu piring makanan yang berisi lauk pauk, daging, dan sayuran.
Jenis makanan : Pasien mengatakan seharinya mengonsumsi jenis makanan yang beragam
seperti karbohidrat dengan kentang dan nasi, protein dari daging ayam
maupun sayuran, serta buah-buahan yang beragam sehari-harinya.
Makanan yang disukai : Pasien mengatakan tidak memiliki makanan tertentu yang disukai
Makanan tidak disukai : Pasien mengatakan tidak memiliki makanan tertentu yang tidak disukai
Makanan pantangan : Pasien mengatakan tidak terdapat makanan pantangan yang harus
dihindari, tidak ada makanan pantangan yang harus dihindari pasien pada
rekam medis pasien.
Nafsu makan : [√] baik
[ ] bertambah ........................... kg
[√] tetap
[ ] berkurang ........................... kg
1. Pola eliminasi :
Warna : kekuningan
Waktu tidur (jam) : Pasien mengatakan sehari harinya tidur pada malam hari pukul 22.00
dan tidak ada waktu tidur siang
Kebiasaan pengantar tidur : Pasien mengatakan memiliki kebiasaan mencuci kaki sebelum tidur
Kebiasaan saat tidur : Pasien mengatakan memiliki kebiasaan mendengkur saat tidur
a. Kegiatan dalam pekerjaan : Pasien merupakan tulang punggung keluarga yang sehari-
harinya melakukan pekerjaan fisik seperti berjualan dipasar, mencuci pakaian, mencari pakan
ternak, mengendarai motor untuk bepergian seperti ketika menjemput anaknya sekolah atau
pergi ke pasar.
4. Pola kerja :
c. Jadwal kerja : -
d. Lain-lain (sebutkan) : -
Tn. T Ny. S
Tn. B Ny. B Ny. A
Penjelasan Genogram
Tn. T berusia 81 tahun merupakan anak pertama dari dua bersaudara, memiliki orang tua
yang sdh meninggal yaitu Ny. N dan yang sudah meninggal Tn. Dn dan memiliki 1 orang adik masih
sehat dan sudah berkeluarga yaitu Ny. S yang berusia 55 tahun. Ny. B yaitu istri Tn. T berusia 75
tahun yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Ny. B memiliki satu orang kakak laki-laki
yaitu Tn. B yang berusia 77 tahun satu orang adik perempuan yaitu Ny. A yang berusia 55 tahun. Ibu
dan ayah Ny. B yaitu Ny. Bs sudah meninggal di usia 85 tahun. Sedangkan ayah Ny. B yaitu Tn. C
sudah meninggal di usia 79 tahun. Dari hasil pernikahan Tn. T dan Ny. B dikaruniai tiga orang anak
yang berjenis kelamin dua orang laki-laki dan satu orang perempuan yaitu Tn. Y, Tn. A dan Ny. D.
Keluarga Tn. T Terdiri dari Tn. T sebagai kepala keluarga, Ny. B sebagai ibu rumah tangga, kemudia
Tn. Y, Tn. A dan Ny. D sebagai anak yang tinggal dalam satu rumah. Kini Tn. T dirawat di RSU
SURYA HUSADHA Ruang LT 3 dengan keluhan nyeri pada paha kiri dengan diagnose medis
Close Fraktur Ost. Femur Sinistra.
Polusi : Pasien mengatakan setiap harinya terpapar asap kendaraan yang berlalu
lalang di jalan raya tepatnya di depan rumah pasien dan keluarga pasien.
Hal yang dipikirkan saat ini : Pasien mengatakan hal yang dipikirkannya saat ini adalah keadaan
keluarganya di rumah tanpa dirinya serta cara agar memperoleh kesembuhannya
dengan cepat. Pasien mengatakan memikirkan hal yang akan dilakukan di rumah
saat diperbolehkan keluar dari rumah sakit
Harapan setelah menjalani perawatan : Pasien berharap agar setelah menjalani perawatan nyeri
pada kakinya tepatnya pada paha pasien dan fungsi kakinya dapat berangsur pulih
sehingga dapat berkumpul bersama keluarga dan menjalani aktivitas berdagang
Perubahan yang dirasakan setelah sakit : Pasien mengatakan tidak mengalami perubahan berarti
yang dirasakan saat sakit
3. Suasana hati : Pasien mengatakan suasana hatinya saat pengkajian sedang baik
a. Bicara
b. Tempat tinggal
[ ] sendiri
[√] bersama orang lain, yaitu Suami dan kedua anaknya
c. Kehidupan keluarga
- Adat istiadat yang dianut : pasien menganut adat istiadat badung tempat tinggalnya
- Pola komunikasi : komunikasi yang dilakukan pasien dua arah dan pasien
berkomunikasi dengan baik tanpa adanya kelainan
- keuangan
[√] memadai
[ ] kurang
b. Pemahaman terhadap fungsi seksual : Pasien mengatakan sudah memiliki pengetahuan dan
pemahaman mengenai seksualitas termasuk fungsi seksual serta pasien tidak memiliki
masalah dalam reproduksi
6. Pertahanan koping
a. Pengambilan keputusan [ ]
sendiri
[√] dibantu orang lain; sebutkan Suami dan anaknya
b. Yang disukai tentang diri sendiri : Pasien mengatakan menyukai pribadinya yang semangat
dan ramah
c. Yang ingin dirubah dari kehidupan : Pasien mengatakan ingin merubah kebiasaan
buruknya seperti suka memaksakan dirinya untuk
aktivitas yang berlebihan serta sifatnya yang
ceroboh .
[ ] tidur
.............................................................................................................................
a. Siapa atau apa yang menjadi sumber kekuatan : Yang menjadi sumber kekuatan
pasien adalah Tuhan dan keluarga
[√] ya [ ] tidak
c. Kegiatan Agama atau Kepercayaan yang dilakukan (macam dan frekuensi)
Sebutkan : Kegiatan agama yang dilakukan pasien secara hindu yaitu seperti melakukan
persembahyangan setiap hari dua kali sehari pada pagi dan sore hari dengan menyajikan
sesajian sesuai peraturan atau kepercayaan keagamaannya
d. Kegiatan Agama atau Kepercayaan yang ingin dilakukan selama di rumah sakit, Sebutkan :
Pasien mengatakan hanya dapat bersembahyang di atas tempat tidur selama berada di rumah
sakit.
V. Pengkajian Fisik
A. Vital Sign
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Suhu : 36o C
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
B. Kesadaran
Compos mentis
GCS : 15 ( Eye: 4 Verbal : 5 Motorik : 6)
C. Keadaan Umum
Sakit/nyeri : Nyeri Akut
Skala nyeri :8
Nyeri di daerah : Kaki kiri
Status gizi : Normal
BB : 54 Kg TB : 175 cm
Sikap : Tenang
Personal Hygiene : Bersih
Orientasi Waktu/tempat/orang : tidak terganggu, pasien tidak mengalami disorientasi
D. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1. Kepala
Bentuk : mesochepal
Lesi/luka :-
2. Rambut
Warna : hitam
Kelainan :-
3. Mata
Penglihatan : normal
Sklera : tidak ikterik
Konjungtiva : anemis
Pupil : isokor
Kelainan :-
4. Hidung
Pembau : normal
Secret/darah/polip : -
Tarikan cuping hidung : tidak
5. Telinga
Pendengaran : normal
Secret/cairan/darah: tidak
6. Mulut dan Gigi
Bibir : kering
Mulut dan tenggorokan ; normal
Gigi : penuh/normal
7. Leher
Pembesaran tyroid : tidak
Lesi : tidak
Nadi karotis : teraba
Pembesaran tyroid : tidak
8. Thorax
Jantung : 1. Nadi 80% x/menit
2. kekuatan : kuat
3. irama : teratur
Paru : 1. Frekwensi : teratur
2. kwalitas : normal
3. suara nafas : vesikuler
4. batuk : tidak
5. sumbatan jalan nafas :-
Retraksi dada : tidak ada
9. Abdomen
Peristaltik usus : ada : 8 x/menit
Kembung : tidak
Nyeri Tekan ; abdomen tidak sakit jika ditekan
Ascietas : tidak ada
10. Genetalia
Alat bantu :-
Kelainan :-
11. Kulit
Tugor : normal
Laserasi :-
Warna kulit : mormal ( sawo matang)
12. Estremitas
Kekuatan otot
Kanan kiri
555 555
555 444
Normal menurun
3. Refleks
a. R. Fisiologis
Bisep ( kanan : + kiri : ++)
Trisep ( kanan : + kiri : ++)
Radius ( kanan :- kiri : +)
Ulna ( kanan :- kiri : +)
b. R. Statokinek
Leri ( kanan : + kiri : +)
Grewel ( kanan : + kiri : +)
Mayer ( kanan : + kiri : +)
4. Koordinasi (normal)
Gerak involunter (normal)
Langkah dan gaya jalan ( langkah dan gaya jalan hati-hati)
5. Fungsi Luhur
GCS: E4, V5, M6
Hasil data pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 15 FEBRUARI 2023 pukul 08.00
WITA yang dilakukan di instalasi laboratorium Patologi Klinik RSU SURYA HUSADHA
didapatkan hasil pemeriksaan sebagai berikut :
b. Program Terapi
Perawatan luka
IVFD RL 20 tpm
Paracetamol Flash 1 gram @8jam rute IV
Ceftriaxone 2 gr Pre OP rute IV
Ranitidine 1 amp @12 jam rute IV
B. ANALISIS DATA
DO :
Pasien menunjukkan
ekspresi wajah
meringis dan merintih
kesakitan
Pasien mengeluh
merasakan nyeri yag
cukup kuat pada
kakinya
Ekspresi wajah pasien
tegang
Pasien kesulitan saat
menggerakkan kakinya
Mobilisasi dibantu
sepenuhnya
Skala nyeri : 8 (Berat)
Pasien terlihat
memegangi area paha
TTV :
TD : 120/80 mmHg
S : 37ºC
N : 82x/menit
RR : 22x/menit
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik ditandai dengan perilaku ekspresif,
ekspresi wajah nyeri, sikap tubuh melindungi area nyeri, dan keluhan tentang intensitas
dan kulitas nyeri.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan penurunan kekuatan otot
ditandai dengan penurunan keterampilan motorik, penurunan rentang gerak, kesulitan
membolak balik posisi, dan mobilisasi dibantu sepenuhnya.
D. PERENCANAAN
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen Nyeri
agens cedera fisik ditandai dengan 2 x 24 jam, diharapkan nyeri pasien berkurang Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
perilaku ekspresif, ekspresi wajah atau hilang, dengan kriteria hasil : meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
nyeri, sikap tubuh melindungi area Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
nyeri, dan keluhan tentang intensitas Tidak ada nyeri yang dilaporkan dan factor pencetus
dan kulitas nyeri. Tidak mengerang atau menangis Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
Tidak tampak ekspresi wajah nyeri penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
Beristirahat dengan nyaman/tidak gelisah dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan
Frekuensi nafas dalam batas normal Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat
(dewasa : 16 – 24 x/menit) mencetus atau meningkatkan nyeri (mis.,
Tekanan darah normal (dewasa : (110- ketakutan, kelelahan, keadaan monoton, dan
Denyut nadi dalam batas normal (dewasa : Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi) untuk
60 – 100 x/menit) mengurangi nyeri
09.00 WITA
Makukan pengkajian nyeri komprehensif P : Nyeri akibat faktur
yang meliputi lokasi, karakteristik, Q : Tajam seperti ditusuk-
onset/durasi, frekuensi, kualitas, tusuk
intensitas atau beratnya nyeri dan factor R : Pada daerah paha
pencetus S : Nyeri berat, skala 8
T : Hilang timbul
10.00 WITA
Menggali informasi mengenai nyeri, Px mengatakan nyeri yang
seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri dirasakan akibat adanya close
akan dirasakan, dan antisipasi dari fraktur pada bagian paha
ketidaknyamanan akibat prosedur kanan dan kiri, px
mengatakan nyeri yang
dirasakan hilang timbul saat
kaki digerakkan.
11.00 WITA
Bantu pasein untuk duduk di sisi tempat Px kooperatif, px
tidur untuk memfasilitasi penyesuain mengatakan merasa lebih
sikap tubuh nyaman saat diposisikan semi
fowler
12.00 WITA
Bantu pasien untuk perpindahan, sesuai Px mengatakan merasa lebih
kebutuhan nyaman, dan tidak merasakan
sakit pada punggungnya
13.00 WITA
Mengajarkan teknik non farmakologi Px mampu mengikuti teknik
(relaksasi nafas dalam) untuk mengurangi relaksasi nafas dalam yang
nyeri diajarkan, px mengatakan
merasa lebih rileks dan nyeri
bisa dikontrol
16-2- 2023
TD : 120/70mmHg
07.00 WITA
Memonitor tanda-tanda vital RR : 24x/menit
Mengobservasi KU pasien S : 36ºC
N : 90x/menit
KU : wajah px terlihat
lebih segar dan cerah dan
personal hygiene px
terjaga
09.00 WITA
11.00 WITA
Px kooperatif, px
mengatakan merasa lebih
nyaman saat diposisikan semi
Bantu pasein untuk duduk di sisi tempat
fowler
tidur untuk memfasilitasi penyesuain
sikap tubuh
13.00 WITA
Px mengatakan merasa lebih
nyaman, dan tidak merasakan
sakit pada punggungnya
Bantu pasien untuk perpindahan, sesuai
kebutuhan
Px tidak menolak
Mengajarkan teknik non farmakologi pemberian analgetik.
(relaksasi nafas dalam) untuk mengurangi
nyeri Px belum bisa
melakukan ambulasi
secara total, px dapat
16.00 WITA mengikuti intruksi sesuai
kemampuannya.
Delegasi pemberian penurun nyeri
17.00 WITA yang optimal dengan peresepan analgesi Px mengatakan sudah dapat
tidur dengan waktu yang
Bantu pasein untuk berdiri dan cukup, px tidur dari pukul
ambulasi dengan jarak tertentu dan 22.00 WITA dan bangun
dengan jumlah staf tertentu pagi pukul 06.00 WITA.
Dorong pasein untuk “bangkit
19.00 WITA sebanyak dan sesering yang diinginkan
1 18- 2- 2023 S:
19.00 WITA Pasien mengatakan nyeri pada luka
post operasi sudah mulai berkurang
Pasien mengatakan nyeri seperti
ditusuk- tusuk dengan skala nyeri
yang mulai berkurang yaitu skala 5
O:
Pasien masih menunjukkan ekspresi
wajah meringis sewaktu-waktu,
namun KU pasien dalam keadaan
baik dan tidak lesu
Pasien mulai bisa menggerakkan
kakinya, dan melakukan mobilisasi
ringan
TTV :
TD : 120/70mmHg
RR : 22x/menit
S : 37ºC
N : 88x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pertahankan kondisi pasien dan
lanjutkan intervensi
2 18-2-2023 S:
19.00 WITA Pasien mengatakan selama dirumah
sakit pasien BAB dan BAK dibantu
sepenuhnya oleh keluarga
Pasien mengatakan keadaannya
sudah mulai membaik dan rasa lemas
yang dirasakan sudah mulai
berkurang
Pasien mengatakan mulai bisa
menggerakkan kakinya dan rasa
nyeri sudah mulai berkurang
O:
Mobilisasi pasien dibantu keluarga
sepenuhnya
Pasien terlihat lebih bersemangat
Pasien mulai melatih diri untuk
bermobilisasi ringan
Pergerakkan pasien terbatas sesuai
kemampuan
TTV :
TD : 120/70mmHg
RR : 22x/menit
S : 37ºC
N : 88x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pertahankan kondisi pasien dan
lanjutkan intervensi