Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR

OLEH :

NI KETUT SURYANI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


RANA WIJAYA

TAHUN AJARAN
2022/2023

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Anatomi tulang femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar didalam tulang
kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan bawah
dari kolumna femoris terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan trokanter
minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat 2 buah tonjolan
yang disebut kondilus lateralis, diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan
tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella)yang disebut fosa kondilus.

Gambar 1. Anatomi tulang femur

Sistem muskular pada tulang femur, yaitu otot anterior, otot medial, dan otot
posterior, diantaranya :
a. Otot anterior femur
i. Quardriceps femoris
ii. Rektus femoris
iii. Vastus lateralis
iv. Vastus medialis
v. Vastus intermedius
vi. Pectineus
vii. Sartorius
viii. Iliopsoas

b. Otot medial femur


i. Adduktor longus
ii. Adduktor brevis
iii. Adduktor magnus
iv. Gracilis Gambar 2.
v. Osturator eksternus
Anatomi otot femur
c. Otot posterior femur
i. Semimembran
ousus
ii. Semitendinosus
iii. Bisep femoris
Sistem persyarafan yang berada pada tulang femur (Moffat & Faiz, 2002), antara
lain:
1. Syaraf anterior femur, yaitu nervus femoralis adalah saraf yang mensuplai
otot fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia panggul, dan tungkai
bawah atau nervus yang menginervasi muskulus anterior.
2. Syaraf medial femur, yaitu nervus obturatorius adalah saraf perifer utama
dari ekstremitas bawah yang berfungsi menginnervasi muskulus adduktor
3. Syaraf posterior femur, yaitu nervus iskiadikus adalah saraf yang terbesar
dalam tubuh manusia yang mempersarafi regio cruralis dan pedis serta
otot-otot bagian di bagian dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan
pedis, serta seluruh persendian pada ekstremitas inferior.

Sistem perdarahan pada tulang femur, antara lain:


1. Arteri digluteal dan posterior daerah paha
a. Arteri glutealis
b. Arteri glutealis inferior
c. Arteri pudenda interna
2. Arteri anterior dan medial paha
a. Arteri femoralis
b. Arteri profunda femoris
c. Arteri femoralis sirkumfleksa lateral
d. Arteri femoralis medial sirkumfleksa
e. Arteri obturtor
3. Vena pada tulag femur
a. Vena saphena besar
Vena femoral

2. Definisi fraktur Femur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur merupakan salah satu gangguan atau
masalah yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan
bentuk dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di
berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang itu sendiri.
Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008). Fraktur
femur terbagi menjadi :
1) Fraktur batang femur
Fraktur femurmempunyai insiden yang cukup tinggi, diantara jenis-jenis patah
tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur
femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau
kecelakaan.
2) Fraktur kolum femur
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan
posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti
jalan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi karena gerakan
eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi
pada wanita tua yang tulangnya sudah mengalami osteoporosis (Mansjoer,
2000).
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:
1) Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul,
dan melalui kepala femur (fraktur kapital).
2) Fraktur ekstrakapsular
a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih
besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokanter minor
3. Penyebab / faktor predisposisi fraktur femur
Fraktur femur disebabkan oleh trauma atau tekanan berlebihan pada tulang yang
biasanya diakibatkan secara langsung maupun tidak langsung. Fraktur sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan kendaraan bermotor.
Menurut Carpenito (2000), penyebab fraktur antara lain :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang
atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
4. POHON MASALAH FRAKTUR FEMUR
Trauma pada tulang (Kecelakaan) Tekanan yang berulang (Kompresi) Kelemahan tulang abnormal (osteoporosis)

Fraktur femur

Patah tulang tertutup Patah tulang terbuka Resiko tinggi infeksi

Pembedahan Ansietas
Kerusakan struktur tulang
Kemampuan
pergerakan otot sendi Hambatan
menurun
mobilitas fisik
Patah tulang merusak jaringan Trauma jaringan post
pembedahan

Perubahan
Terputusnya kontinuitas jar. permeabilitas
kapiler
Menekan saraf perasa nyeri Kerusakan integritas kulit

Stimulus neurotransmitter
nyeri Kehilangan cairan ekstra sel ke
jaringan yang rusak

Pelepasan mediator
prostaglandin
Resiko syok hipovolemik

Respon nyeri hebat dan akut

Nyeri akut
5. Klasifikasi Fraktur Secara Umum
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
i. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
ii. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.


i. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
ii. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
iii. Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
iv. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
v. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
i. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
ii. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
iii. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
iv. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
v. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
i. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
ii. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
iii. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
i. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
ii. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
iii. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
iv. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
v. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
i. 1/3 proksimal
ii. 1/3 medial
iii. 1/3 distal

g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis


tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
i. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan
lunak sekitarnya.
ii. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
iii. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
iv. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
6. Klasifikasi fraktur femur
Klasifikasi fraktur femur (Muttaqin, 2008) terbagi menjadi:
1) Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada
orang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang
osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur
ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan
dengan perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.
2) Fraktur subtrokanter
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan
trauma yang hebat. Pemeriksaan dapat menunjukkan fraktur yang terjadi
dibawah trokanter minor.
3) Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur.
Fraktur daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter
mayor dan minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi
pada klien yang jatuh dan mengalami trauma yang bersifat memuntir.
Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor tempat fragmen
proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat
kominutif terutama pada korteks bagian posteomedial.
4) Fraktur diafisis femur
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan
biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari ketinggian.
5) Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus femur
dan batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai femur
terjadi karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai kekatan aksial
dan putaran sehingga dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini.
Pergeseran terjadi karena tarikan otot.
7. Tahapan Bone Healing

Setiap tulang yang mengalami cedera, misalnya fraktur karena kecelakaan, akan
mengalami proses penyembuhan. Fraktur tulang dapat mengalami proses penyembuhan
dalam 5 tahap yaitu:

1. Fase hematoma

Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam daerah fraktur dan akan
membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh
periosteum. Periosteum akan terdorong dan mengalami robekan akibat tekanan
hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah fraktur akan
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskular tulang
yang mati pada sisi – sisi fraktur segera setelah trauma. Waktu terjadinya proses ini
dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 -3 minggu.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal


Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel – sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagi aktivitas seluler dalam kanalis medularis.
Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal
dari diferansiasi sel – sel mesenkimal yang berdiferensiasi kedalam jaringan lunak.
Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel –
sel osteogenik yang memberi penyembuhan yang cepat pada jaringan osteogenik
yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari
organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu,
kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik.
Pada pemeriksaan radiologist kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan
suatu daerah radioluscen. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah
terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8.

3. Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis)


Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel dasar
yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk tulang
rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan
polisakarida oleh garam – garam kalsium pembentuk suatu tulang yang imatur.
Bentuk tulang ini disebut moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus atau woven
bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya
penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (Fase union secara radiology)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan
kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap. Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4
– 8 dan berakhir pada minggu ke 8 – 12 setelah terjadinya fraktur.

5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk bagian yang
meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini perlahan – lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetapi terjadi
osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan – lahan menghilang.
Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi system haversian
dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk susmsum.
Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan berakhir sampai beberapa
tahun dari terjadinya fraktur.

8. Gejala klinis
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), manifestasi klinik dari faktur yaitu:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak / edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya, atau sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
c. Memar / ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya, atau akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
d. Pemendekan tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, dan terkenanya saraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
i. Deformitas / perubahan bentuk
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

9. Pemeriksaan diagnostik
Menurut PERMENKES RI (2014), pemeriksaan diagnosik untuk fraktur meliputi :
a. Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
b. Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain: radioisotope
scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI, untuk memperlihatkan
fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Pemeriksaan darah lengkap
Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan sel darah putih (WBC) adalah respon stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.
10. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien fraktur antara lain
(Smeltzer & Bare, 2012) :
a. Terapi konservatif
1) Proteksi saja
Dengan menggunakan mitella agar kedudukan tetap baik.
2) Immobilisasi saja tanpa reposisi
Adalah mempertahankan reposisi selama masa penyembuhan tulang, misalnya
pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan baik.
3) Rehabilitasi
Adalah proses pemulihan kembali fungsi tulang yang dapat dilakukan dengan
fisioterapi aktif dan pasif.
4) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur
tubuh dimana gips ini dipasang. Tujuan pemasangan gips adalah untuk
mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan
yang merata pada jaringan lunak yang terletak didalamnya.
5) Traksi
Traksi adalah alat yang dipasang untuk memberi gaya tarikan ke bagian tubuh.
Traksi digunakan untuk menimbulkan spasme otot, untuk mereduksi,
mensejajarkan dan mengimobilisasi fraktur. Traksi harus diberikan dengan arah
dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Secara umum
traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstremitas
pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa, sehingga arah tarikan
segaris dengan sumbu panjang tulang patah.
b. Terapi operatif
1) Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intra operatif maka
dipasang alat fiksasi eksterna. Reposisi tertutup dengan radiologis diikuti
fiksasi interna. Contoh : reposisi tertutup fraktur supra condylair humerus
pada anak diikuti dengan pemasangan pararel pins. Reposisi fraktur collum
pada anak diikuti dengan pinning dan immobilisasi gips. Cara ini terus
dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur femur dan tibia yaitu
pemasangan fiksasi interna meduler (pen) tanpa membuka frakturnya.
2) Terapi operatif dengan membuka frakturnya.
a) ORIF (Open Reduction with Internal Fixation)
Merupakan tindakan insisi pada tempat yang mengalami cedera dan
ditentukan sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang mengalami
fraktur. Keuntungannya yaitu reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa
fiksasi luar.
Indikasi dari ORIF :
 Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis
tinggi. Misalnya : Fraktur talus, fraktur collom femur.
 Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya : fraktur avulasi,
fraktur dislokasi
 Fraktur yang dapat direposisi sulit dipertahankan. Misalkan : fraktur
pergelangan kaki
 Fraktur intra-articuler. Misalnya : fraktur patela
b) OREF (Open Reduction with eksternal Fixation)
Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksternal dengan mempergunakan
kanselosa screw dengan metil metaklirat (akrilik gigi) atau fiksasi
eksternal dengan jenis-jenis lain misalnya dengan mempergunakan screw
schanz. Indikasi dari OREF : fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan
atau tulang yang hebat, fraktur dengan infeksi, fraktur yang miskin
jaringan ikat.
Secara umum, penatalaksanaan pasien fraktur yang akan menjalani
operasi adalah sebagai berikut :
a. Pre operatif
1) Persetujuan operasi (informed consent)
2) Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang
sesuai dengan jenis operasi, fisik, dan kehendak pasien
3) Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal
4) Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology) :
Kelas I Pasien sehat tanpa kelainan organik, biokimia, atau psikiatri.
Kelas II Pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang, tanpa
limitasi aktivitas sehari-hari.
Kelas III Pasien dengan penyakit sistemik berat, yang membatasi
aktivitas normal.
Kelas IV Pasien dengan penyakit berat yang mengancam nyawa
dengan maupun tanpa operasi.
Kelas V Pasien sekarat yang memiliki harapan hidup kecil tapi tetap
dilakukan operasi sebagai upaya resusitasi.
Kelas VI Pasien dengan kematian batang otak yang organ tubuhnya
akan diambil untuk tujuan donor
E Operasi emergensi, statusnya mengikuti kelas I – VI diatas.
5) Puasa
Pada pasien dewasa umumnya puasa dilakukan 6-8 jam sebelum
operasi, anak kecil 4-6 jam, dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak
berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman
bening, air putih, teh manis sampai 3 jam, dan untuk keperluan
minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum
induksi anesthesia.
6) Terapi cairan sebagai pengganti puasa
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
atau penghisapan isi lambung. Kebutuhan cairan untuk dewasa
dalam 24 jam adalah 2 ml/kgBB/jam.
7) Pemberian obat-obatan premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi
dengan tujuan sebagai berikut:
a) Meredakan kecemasan dan ketakutan
b) Memperlancar induksi anesthesia
c) Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
d) Meminimalkan jumlah obat anestetik
e) Mengurangi mual muntah pasca bedah
f) Menciptakan amnesia
g) Mengurangi isi cairan lambung

h) Mengurangi reflek yang membahayakan


Obat-obat yang dapat digunakan untuk premedikasi :
No Jenis Obat Dosis (Dewasa)
1 Sedatif :
Diazepam 5-10 mg
Difenhidramin 1 mg/kgBB
Promethazin 1 mg/kgBB
Midazolam 0,1-0,2 mg/kgBB
2 Analgetik Opiat
Petidin 1-2 mg/kgBB
Morfin 0,1-0,2 mg/kgBB
Fentanil 1-2 µg/kgBB
Analgetik non opiate Disesuaikan
3 Antikholinergik :
Sulfas atropine 0,1 mg/kgBB
4 Antiemetik :
Ondansetron 4-8 mg (iv) dewasa
Metoklopramid 10 mg (iv) dewasa
5 Profilaksis aspirasi
Cimetidin Dosis disesuaikan
Ranitidine
Antasid

Pemberian premedikasi dapat diberikan secara suntikan


intramuskuler (diberikan 30-45 menit sebelum induksi anestesia),
suntikan intravena (diberikan 5-10 menit sebelum induksi anestesia).
Komposisi dan dosis obat premedikasi yang akan diberikan kepada
pasien serta cara pemberiannya disesuaikan dengan masalah yang
dijumpai pada pasien.
8) Persiapan di kamar operasi
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah:
a) Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan
b) Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
c) Alat-alat resusitasi (STATICS)
S Scope Stetoscope untuk mendengarkan suara
paru dan jantung.
Laringo-Scope: pilih bilah atau daun
(blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.
T Tubes Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5
tahun tanpa balon (cuffed) dan >5 tahun
dengan balloon (cuffed).
A Airways Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal
airway) atau pipa hidung-faring (nasi-
tracheal airway). Pipa ini menahan lidah
saat pasien tidak sadar untuk mengelakkan
sumbatan jalan napas.
T Tapes Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak
terdorong atau tercabut.
I Introducer Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus
plastic (kabel) yang mudah dibengkokkan
untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan
anastesia.
S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

d) Obat-obat anestesia yang diperlukan


e) Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine, aminofilin,
natrium bikarbonat dan lain-lainnya
f) Tiang infus, plaster dan lain-lainnya
g) Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG dipasang.
h) Alat-alat pantau yang lain dipasang sesuai dengan indikasi,
misalnya; “Pulse Oxymeter” dan “Capnograf”.
i) Kartu catatan medic anestesia
j) Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua.

b. Intra Operatif
1) Induksi anestesi
Ada 3 jenis anestesia-analgesia yang diberikan pada pasien yang akan
menjalani pembedahan, yaitu anestesia umum, analgesia regional
dan analgesia lokal. Anestesi umum paling sering digunakan untuk
operasi pada fraktur multipel. Induksi dicapai dengan agen intravena
diikuti intubasi trakea difasilitasi oleh perelaksasi otot. Induksi pada
anestesia umum dapat dilakukan dengan obat anestetik intravena
kerja cepat (rapid acting). Perelaksasi otot memiliki peranan penting
dalam mengurangi pergerakan pada lapangan operasi. Anestesia
dapat dipertahankan dengan dosis intermiten atau melalui infus yang
berlanjut, dengan agen intravena seperti thiopental, propofol dan
opioid serta dikombinasi dengan NO2. Anestesi halogen (halotan,
enfluran, isofluran) adalah obat yang paling sering dipakai. Obat-
obatan tersebut dapat mengontrol refleks hemodinamik. Akan tetapi,
isofluran dan enfluran menjaga aliran darah hepar dan intestinal
lebih baik dibandingkan halotan. Sevofluran dapat juga
dipertimbangkan karena memiliki efek yang mirip dengan isofluran,
efek kardiovaskular cukup stabil dan belum ada laporan toksik
terhadap hepar.Walaupun halonated agent dikombinasikan dengan
perelaksasi otot dapat membuat kondisi anestesi yang baik saat
operasi abdomen, obat-obat ini sering digunakan dengan kombinasi
N2O dan opioid. N2O dapat digunakan pada permulaan operasi untuk
memastikan status anestesi ketika efek agen intravena telah
menghilang. Penggunaan N2O juga dapat menurunkan konsentrasi
halonated agent sekitar 50% dan mempercepat pulihnya kesadaran
pasien, sehingga digunakan untuk pemeliharaan. Untuk terapi nyeri
pasien intraoperatif dapat digunakan golongan opioid. Golongan
opioid ini bermanfaat pada intraoperatif maupun post-operatif. Obat
yang paling populer saat ini adalah fentanyl. Fentanyl mempunyai
efek analgesia yang kuat, bersifat depresan terhadap susunan saraf
pusat, tidak berefek pada sistem kardiovaskular, dan berefek
menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stres
anestesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam
darah tetap stabil.
2) Induksi endotrakeal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,sehingga
jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi
trakea bertujuan untuk :
a) Mempermudah pemberian anestesi
b) Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas
c) Mencegah kemungkinan aspirasi lambung
d) Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial
e) Pemakaian ventilasi yang lama
f) Mengatasi obstruksi laring akut.
3) Terapi cairan
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan
cairan pada dewasa untuk operasi :
a) Ringan = 4 ml/kgBB/jam
b) Sedang = 6 ml / kgBB/jam
c) Berat = 8 ml / kgBB/jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang
dari 10% EBV (Estimate Blood Volume), maka cukup digantikan
dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang.
Apabila perdarahan lebih dari 10%, maka dapat dipertimbangkan
pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali darah
yang hilang. EBV pada orang dewasa rata-rata adalah 70 cc/kgBB.
4) Monitoring pasien
Parameter yang biasanya digunakan untuk monitor pasien selama
anestesi adalah :
a) Frekuensi napas, kedalaman, dan karakter
b) Heart rate, nadi, dan kualitasnya
c) Warna membran mukosa, dan capillary refill time
d) Kedalaman/stadium anestesi (tonus rahang, posisi mata, aktivitas
reflek palpebra)
e) Kadar aliran oksigen dan obat anestesi inhalasi
f) Pulse oximetry: tekanan darah, saturasi oksigen, suhu.
Monitoring tanda vital selama operasi biasanya dilakukan setiap 5 menit.
c. Post Operatif
1) Monitoring pasien
Segera setelah operasi, pasien akan dipindah ke post-anesthesia care
unit (PACU), biasa disebut dengan recovery room. Pasien yang
dilakukan regional anestesi, lebih mudah mengalami recovery
dibandingkan dengan general anestesi. Hal ini dikarenakan pasien
dalam posisi sadar, sehingga komplikasi yang terkait airway,
breathing, dan circulation lebih minimal. Meskipun demikian, tetap
harus dilakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi, dan frekuensi
nafas sampai pasien benar-benar stabil. Fungsi neuromuskuler harus
dinilai misalnya mengangkat kepala. Monitoring tambahan berupa
penilaian nyeri (skala deskriptif atau numerik), ada atau tidak mual
atau muntah, input dan output cairan termasuk produksi urin,
drainase, dan perdarahan.
2) Terapi cairan
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisitcairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
3) Pemindahan ke ruang rawat inap
Semua pasien harus dievaluasi sebelum dikeluarkan dari PACU
berdasarkan kriteria discharge yang diadopsi. Kriteria yang
digunakan adalah Aldrete Score. Kriteria ini akan menentukan
apakah pasien akan di-discharge ke Intensive Care Unit (ICU) atau
ke ruangan biasa.

Obyek Kriteria Nilai


Aktivitas Mampu menggerakkan 4 ekstremitas 2
Mampu menggerakkan 2 ekstremitas 1
Tidak mampu menggerakkan ekstremitas 0
Respirasi Mampu nafas dalam dan batuk 2
Sesak atau pernafasan terbatas 1
Henti nafas 0
Tekanan Berubah sampai 20 % dari pra bedah 2
Berubah 20-50% dari pra bedah 1
Berubah > 50% dari pra bedah 0
Kesadaran Sadar baik dan orientasi baik 2
Sadar setelah dipanggil 1
Tak ada tanggapan terhadap rangsang 0
Warna kulit Kemerahan 2
Pucat agak suram 1
Sianosis 0
Nilai Total

Idealnya, pasien di-discharge ke ruang rawat inap bila total skor 10 atau
minimal 9, tanpa ada nilai 0 pada kriteria penilaian objektif.

11. Prinsip Penanganan Fraktur Secara Umum


Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan
rehabiitasi.

a. Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umum; riwayat
kecelakaan, parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan
kemungkinan tulang yang patah dan adanya krepitus.
b. Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk
mencegah jarinagn lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan. Reduksi ada 3 (tiga), yaitu:
i. Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi,
dengan tarikan untuk menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
ii. Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi,
dimana beratnya traksi di sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X
digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang
iii. Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan
pergerakan, yaitu fiksasi internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang dan
implant logam) dan fiksasi ekterna (pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinue, pin dan tehnik gips
Jenis-jenis Traksi, yaitu:
1) Traksi kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol sepasme kulit dan
memberikan imobilisasi . Traksi kulit apendikuler ( hanya pada
ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi ektensi
Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop”.
a) Traksi buck
Ektensi buck ( unilateral/ bilateral ) adalah bentuk traksi kulit dimana
tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau
temporer yang diinginkan . Digunakan untuk memberikan rasa nyaman
setelah cidera pinggulsebelum dilakukan fiksasi bedah (Smeltzer &
Bare,2001 ). Traksi buck merupakan traksi kulit yang paling sederhana,
dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam jangka waktu
yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah
untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut
diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut (Wilson, 1995 ).
b) Traksi Russell
Dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi
pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita
traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila perlu, tungkai dapat
disangga dengan bantal agar lutut benar- benar fleksi dan menghindari
tekanan pada tumit (Smeltzer & Bare, 2001 ).
c) Traksi Dunlop
Adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada
lengan bawah dalam posisi fleksi.
d) Traksi kulit bryant
Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami
patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-
anak yang berat badannya lebih dari 30 kg. kalau batas ini dilampaui
maka kulit dapat mengalami kerusakan berat.
2) Traksi skelet
Traksi skelet dipasang langsung pada tulang. Metode traksi ini
digunakan paling sering untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus
dan tulang leher.
a) Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah
tulang pada korpus femoralis orng dewasa. Sekilas pandangan traksi ini
tampak komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah satu pin rangka yang
ditempatkan tramversal melalui femur distal atau tibia proksimal.
Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang
tersebut. Ektermitas pasien ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut
membentuk sekitar 35°.
b) Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3
tahun sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen – fragmen pada
fraktur tulang femur hamper selalu memuaskan dengan traksi 90-90-90
penderita masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur.

iv. Reposisi, setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi


atau dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan cara fiksasi internal dan eksternal.
a. fiksasi internal
Fragmen tulang dapat diikat dengan skrup,pen, atau paku pengikat,plat
logam yang diikat dengan skrup,paku intramedular yang panjang
(dengan atau tanpa skrup pengunci) , ciscumferential bands, atau
kombinasi dari metode ini.
b. fiksasi eksternal
fraktur dipertahankan dengan skrup pengikat atau kawat penekan
yang melalui tulang diatas dan dibawah fraktur, dan dilekatkan pada
suatu kerangka luar.
v. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Pada umumnya, sebelum dan setelah pelaksanaan terapi latihan, bagian
yang mengalami operasi yaitu 1/3 distal femur pasien dalam keadaan
dielevasikan sekitar 30˚ Static Contraction Terjadi kontraksi otot tanpa
disertai perubahan panjang otot dan tanpa gerakan pada sendi
(Kisner,1996). Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer pembuluh
darah, vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi menyebabkan darah
di dalam vena akan terdorong ke proksimal yang dapat mengurangi oedem,
dengan oedem berkurang, maka rasa nyeri juga dapat berkurang.
a. Passive Movement
Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan
dari luar sementara itu otot pasien lemas (Priatna,1985). Passive movement
ada 2, yaitu :
b. Relaxed Passive Movement
Gerakan pasif hanya dilakukan sebatas timbul rasa nyeri. Bila pasien
sudah merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu, maka
gerakan dihentikan (Priatna,1985).
c. Forced Passive Movement
Forced Passive Movement bertujuan untuk menambah lingkup gerak
sendi. Tekniknya hampir sama dengan relaxed passive movement,
namun di sini pada akhir gerakan diberikan penekanan sampai pasien
mampu menahan rasa nyeri (Priatna,1985).
d. Active Movement
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot anggota gerak tubuh
pasien itu sendiri (Kisner,1996). Pada kondisi oedem, gerakan aktif ini
dapat menimbulkan “pumping action” yang akan mendorong cairan
bengkak mengikuti aliran darah ke proksimal. Latihan ini juga dapat
digunakan untuk tujuan mempertahankan kekuatan otot, latihan
koordinasi dan mempertahankan mobilitas sendi. Active Movement
terdiri dari :

1) Free Active Movement


Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan
sirkulasi darah sehingga oedem akan berkurang, jika oedem berkurang
maka nyeri juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup
gerak sendi dan memelihara kekuatan otot.
2) Assisted Active Movement
Gerakan ini berasal dari pasien sendiri, sedangkan terapis
memfasilitasi gerakan dengan alat bantu, seperti sling, papan licin
ataupun tangan terapis sendiri. Latihan ini dapat mengurangi nyeri
karena merangsang relaksasi propioseptif.
3) Ressisted Active Movement
Ressisted Active Movement merupakan gerakan yang dilakukan oleh
pasien sendiri, namun ada penahanan saat otot berkontraksi. Tahanan
yang diberikan bertahap mulai dari minimal sampai maksimal. Latihan
ini dapat meningkatkan kekuatan otot.
e. Hold Relax
Hold Relax adalah teknik latihan gerak yang mengkontraksikan otot kelompok
antagonis secara isometris dan diikuti relaksasi otot tersebut. Kemudian dilakukan
penguluran otot antagonis tersebut. Teknik ini digunakan untuk meningkatkan
lingkup gerak sendi ( Kisner,1996).
f. Latihan Jalan
Latihan transfer dan ambulasi penting bagi pasien agar pasien dapat kembali ke
aktivitas sehari-hari. Latihan transfer dan ambulasi di sini yang penting untuk
pasien adalah latihan jalan. Mula-mula latihan jalan dilakukan dengan
menggunakan dua axilla kruk secara bertahap dimulai dari non weight bearing atau
tidak menumpu berat badan sampai full weight bearing atau menumpu berat
badan. Metode jalan yang digunakan adalah swing, baik swing to ataupun swing
through dan dengan titik tumpu, baik two point gait, three point gait ataupun four
point gait. Latihan ini berguna untuk pasien agar dapat mandiri walaupun masih
menggunakan alat bantu.

12. Komplikasi
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
2) Kompartement syndrom
Sindrom kompartemen berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani
segera. Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otor kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Biasanya pasien akan merasa
nyeri pada saat bergerak. Ada 5 tanda syndrome kompartemen, yaitu : pain (nyeri), pallor
(pucat), pulsesness (tidak ada nadi), parestesia (rasa kesemutan), dan paralysi (kelemahan
sekitar lokasi terjadinya syndrome kompartemen)

3) Fat embolism syndrom


Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi
ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan
yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi
pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari
sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang
bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering
mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar
atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup
proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan
gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien
merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang
bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
7) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa
exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari
dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama
operasi, luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka
amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka
vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar.
b. Komplikasi dalam waktu lama
1) Delayed union (penyatuan tertunda)
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke
tulang.
2) Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang – kadang dapat
terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat menyebabkan non union
adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen
contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
3) Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi
atau pergeseran.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien
Kaji nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku, pendidikan,
no register, dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Kaji keluhan pasien yang menyebabkan ia datang ke pelayanan kesehatan. Biasanya klien
dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur
tersebut.
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit sampai
timbulnya keluhan, faktor apa saja yang memperberat dan meringankan keluhan. Pada
klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan, degeneratif dan
pathologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan
kesemutan.
2) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan masalah kesehatan yang lalu yang relavan baik yang berkaitan langsung
dengan penyakit sekarang maupun yang tidak ada kaitannya. Kaji apakah pada klien
fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada /
tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis
sebelumnya.
3) Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan
tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
d. Pengkajian B6
1) B1 (Breathing)
Pengkajian yang berhubungan dengan sistem pernapasan yaitu apakah klien
mengalami batuk, sesak nafas, adakah produksi secret, serta adanya penggunaan otot
bantu pernafasan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, serta
ada tidaknya tanda-tanda syok.
3) B3 (Brain)
Pengkajian pada sistem persarafan meliputi tingkat kesadaran, GCS, fungsi serebri,
pemeriksaan saraf cranial, sistem motorik, maupun pemeriksaan refleks.
4) B4 (Bladder)
Pengkajian pada sistem perkemihan meliputi frekuensi BAK, karakteristik urine, ada
tidaknya kelainan, serta penggunaan alat bantu kencing (kateter).
5) B5 (Bowel)
Kaji ada tidaknya mual muntah karena peningkatan asam lambung, frekuensi makan,
frekuensi BAB, ada tidaknya kesulitan BAB, serta karakteristik feses.
6) B6 (Bone)
Kaji pergerakan sendi & tulang serta ada tidaknya fraktur maupun gangguan lainnya.

e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: kesadaran, tanda – tanda vital, sikap, keluhan nyeri
2) Kepala: bentuk, keadaan rambut dan kepala, adanya kelainan atau lesi
3) Mata: bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva,dll
4) Hidung: adanya secret, pergerakan cuping hidung, adanya suara napas tambahan, dll
5) Telinga: kebersihan, keadaan alat pendengaran
6) Mulut: kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir, keadaan gigi, keadaan
lidah
7) Leher: pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk, pergerakan leher
8) Thoraks: bentuk dada, irama pernapasan, tarikan otot bantu pernapasan, adanya suara
napas tambahan
9) Jantung: bunyi, pembesaran
10) Abdomen: bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, nyeri pada perabaan, distensi
11) Ekstremitas: kelainan bentuk, pergerakan, reflex lutut, adanya edema
12) Alat kelamin : Kebersihan, kelainan
13) Anus : kebersihan, kelainan

2. Diagnosa keperawatan
Pre Operatif :
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
b. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan
c. Defisit pengetahuan b.d keterbatasan kognitif
Intra Operatif :
a. Risiko syok yang dibuktikan oleh kehilangan cairan secara aktif
b. Risiko cedera yang dibuktikan oleh faktor eksternal : pemajanan peralatan dan instrument,
penggunaan obat anastesi
c. Risiko hipotermia perioperatif yang dibuktikan oleh prosedur pembedahan, suhu
lingkungan rendah
Post Operatif :
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
b. Risiko infeksi yang dibuktikan oleh efek prosedur infasif

3. Rencana keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
No Keperawat Intervensi (SIKI)
(SLKI)
an
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
b.d agen keperawatan selama 3 x 24 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
pencedera jam, diharapkan tidak terjadi kualitas, intensitas nyeri
fisik nyeri akut dengan kriteria 2. Identifikasi skala nyeri
hasil : 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
Tingkat Nyeri memperingan nyeri
1.Tidak mengeluh nyeri 4. Monitor tanda – tanda vital
2.Tidak meringis 5. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
3.Tidak ada sikap protektif rasa nyeri (mis : TENS, hypnosis, akupresure,
4.Tidak gelisah terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
5.Tanda – tanda vital dalam teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau
batas normal (TD : 90 – dingin, terapi bermain)
130 / 60 – 90 mmHg, N : 60 6. Fasilitasi istirahat dan tidur
– 100 x/menit, RR : 16 – 20 7. Berikan analgetik, jika perlu
x/menit)
2 Ansietas b.d Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas
kekhawatiran keperawatan selama 1x24 jam, 1. Monitor tanda – tanda ansietas (verbal & non
mengalami diharapkan tidak terjadi verbal)
kegagalan ansietas dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda tanda vital
Tingkat Ansietas 3. Berikan terapi relaksasi napas dalam
1. Tidak tampak wajah 4. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
kebingungan / khawatir dialami
2. Tidak gelisah 5. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
3. Tidak mengalami tremor
4. Tanda – tanda vital dalam
batas normal (TD : 90 –
130 / 60 – 90 mmHg, N : 60
– 100 x/menit, RR : 16 – 20
x/menit)
3 Defisit Setelah dilakukan asuhan Edukasi Kesehatan
pengetahuan keperawatan selama 1 x 24 jam, 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
b.d diharapkan tingkat pengetahuan informasi
keterbatasan meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi faktor – faktor yang dapat
kognitif hasil : meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
1. Perilaku sesuai anjuran hidup bersih dan sehat
meningkat 3. Jelaskan faktor risiko yang dapat
2. Kemampuan menjelaskan mempengaruhi kesehatan
pengetahuan tentang suatu 4. Anjurkan perilaku hidup bersih dan sehat
topik meningka 5. Edukasi pasien mengenai mekanisme dan
3. Perilaku sesuai dengan prosedur pembedahan
pengetahuan 6. Edukasi mengenai tujuan pembedahan
4. Pertanyaan tentang masalah 7. Edukasi pasien mengenai efek samping yang
yang dihadapi menurun mungkin terjadi setelah pembedahan
5. Persepsi yang keliru
terhadap masalah menurun
6. Perilaku membaik

4 Risiko syok Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Syok


yang keperawatan selama 1 x 24 Pencegahan Perdarahan
dibuktikan jam, diharapkan tidak terjadi 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
oleh syok dengan kriteria hasil : 2. Monitor nilai hematocrit / hemoglobin sebelum dan
kehilangan Tingkat setelah kehilangan darah
cairan secara 1. Kekuatan nadi normal 3. Monitor koagulasi darah (PT, PTT, fibrinogen,
aktif 2. Akral tidak dingin degradasi fibrin dan/atau platelet)
3. Mean arterial pressure 4. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
normal (70 – 105 mmHg) kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP
4. Tekanan darah sistolik 5. Monitor status cairan (masukan dan haluan, turgor
normal (90 130 mmHg) kulit, CRT)
5. Tekanan darah diastolic 6. Pasang jalur IV, jika perlu
normal (60 90 mmHg) 7. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine,
6. Pengisian kapiler jika perlu
normal 8. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
7. Frekuensi nadi normal 9. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
(60 – 100 x/mnt)
8. Frekuensi nafas normal
(16 – 20 x/mnt)
5 Risiko Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Cedera
cedera yang keperawatan selama 1 x24 jam, 1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi
dibuktikan diharapkan tidak terjadi cedera menyebabkan cedera
oleh faktor dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan
eksternal : Tingkat cedera cedera
pemajanan 1. Tidak ada kejadian 3. Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda
peralatan dan cedera dalam kondisi terkunci
instrument, 2. Tidak ada luka/lecet 4. Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan
penggunaan akibat kelalaian kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan
obat anastesi 3. Tidak terjadi 5. Lakukan prosedur pembedahan sesuai SOP
perdarahan berlebih (< 200
cc)
6 Risiko Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipotermia
hipotermia keperawatan selama … x ... 1. Monitor suhu tubuh
perioperatif jam, diharapkan tidak terjadi 2. Monitor tanda dan gejala hipotermia
yang hipotermia dengan kriteria hasil (hipotermia ringan: takipnea, disartria, menggigil,
dibuktikan : hipertensi, diuresis; hipotermia sedang: aritmia,
oleh 1. Tidak menggigil hipotensi, apatis, koagulopati, reflex menurun;
prosedur 2. Tidak mengalami hipotermia berat: oliguria, reflex menghilang,
pembedahan, akrosianosis edema paru, asam-basa abnormail)
suhu 3. Tidak pucat 3. Lakukan penghangatan pasif (mis. selimut,
lingkungan 4. Tidak mengalami menutup kepala, pakaian tebal)
rendah hipoksia 4. Lakukan penghangatan aktif eksternal
5. Suhu tubuh normal (mis.kompres hangat, botol hangat, selimut hangat,
(36.50c – 36.50C) perawatan metode kangguru)
5. Lakukan penghangatan aktif internal ( mis.
infus cairan hangat, oksigen hangat, lavase
peritoneal dengan cairan hangat)
7 Risiko Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi
infeksi yang keperawatan selama … x … 2. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
dibuktikan jam, diharapkan tidak terjadi 3. Monitor tanda – tanda vital
oleh infeksi dengan kriteria hasil : 4. Berikan perawatan kulit pada area edema
prosedur Tingkat Infeksi 5. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
invasive 1. Tidak ada demam pasien dan lingkungan pasien
2. Tidak ada kemerahan 6. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko
3. Tidak ada nyeri tinggi
4. Tidak bengkak 7. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
5. Tidak ada cairan berbau 8. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
busuk 9. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
6. Kadar sel darah putih
normal 5000 – 10000 / uL)
7. Tanda – tanda vital dalam
batas normal (TD : 90 –
130 / 60 – 90 mmHg, N : 60
– 100 x/menit, RR : 16 – 20
x/menit, S : 36.50C –
37.50C)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC

Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 6. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Lukman, N & Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal.
Jakarta:EGC.
Muttaqin, A. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik Keperawatan.
Jakarta:EGC.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Price, Sylvia A.; Wilson, Lorraine M.. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit Edisi
6. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzanne C. Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TN. K
DENGAN MASALAH CLOSE FRAKTURE OS FEMUR SINISTRA
DI RUANG CEMPAKA RSU BHAKTI RAHAYU
TANGGAL 15-18 FEBRUARI 2023

OLEH :

NI KETUT SURYANI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


RANA WIJAYA

TAHUN AJARAN
2022/2023

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TN. K


DENGAN MASALAH CLOSE FRAKTURE OS FEMUR SINISTRA
DI RUANG CEMPAKA RSU BHAKTI RAHAYU
TANGGAL 15-18 FEBRUARI 2023

Tanggal Pengkajian : 15 FEBRUARI 2023

I. Identitas Diri Klien

Nama : Tn T Tanggal Masuk RS : 15-2-23

Tempat/Tgl Lahir : DPS 01-8-1947 Sumber Informasi : Pasien, Keluarga

RM : 257675

Umur : 81 tahun Agama : Hindu

Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Kawin

Pendidikan : SD Suku : Bali

Pekerjaan : Pensiunan Lama Bekerja :-

Alamat : Jl P.Moyo Dps

KELUHAN UTAMA:

Pasien mengeluh nyeri pada paha kirinya.

RIWAYAT PENYAKIT:

a. Riwayat penyakit sekarang


Klien dibawa ke IGD pada tanggal 15-2-23 diantar oleh keluarga dengan keluhan
nyeri pada paha sebelah kiri dan tidak bisa digerakkan karena patah setelah ditabrak sepeda
motor.
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 15-2-2023 klien tampak lemah,
kesadaran composmentis, mengeluh nyeri pada paha sebelah kiri karena pasca operasi dengan
skala nyeri skala 8. Dan nyeri bertambah jika kaki tersebut digerakan. keluarga klien selalu
membantu dalam memenuhi kebutuhannya.
b. Riwayat penyakit dahulu
Klien belum pernah mengalami patah tulang sebelumnya, klien juga tidak
mempunyai riwayat penyakit keturunan dan menular lainnya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
keturunan ataupun menular lainnya

1. Keluarga terdekat yang dapat dihubungi (orang tua, wali, suami, istri, dan lain-lain)
Pekerjaan : penssiunan Pendidikan : Sarjana
Alamat : jln p. moyo dps
2. Alergi :
Tipe Reaksi Tindakan
- - -
3. Kebiasaan : merokok/kopi/obat/alkohol/lain-lain (Tidak ada)

Jika ya jelaskan .........................................................................................


.................................................................................................................
................................................................................................................
4. Obat-obatan : -

Lamanya :-

Sendiri :-

Orang lain (resep) :-

5. Pola nutrisi :
Frekuensi/porsi makan : Pasien mengatakan sehari harinya makan 3 kali dalam sehari
dengan porsi satu piring makanan yang berisi lauk pauk, daging, dan sayuran.

Berat Badan : 54 Kg Tinggi Badan: 175 Cm

Jenis makanan : Pasien mengatakan seharinya mengonsumsi jenis makanan yang beragam
seperti karbohidrat dengan kentang dan nasi, protein dari daging ayam
maupun sayuran, serta buah-buahan yang beragam sehari-harinya.

Makanan yang disukai : Pasien mengatakan tidak memiliki makanan tertentu yang disukai

Makanan tidak disukai : Pasien mengatakan tidak memiliki makanan tertentu yang tidak disukai

Makanan pantangan : Pasien mengatakan tidak terdapat makanan pantangan yang harus
dihindari, tidak ada makanan pantangan yang harus dihindari pasien pada
rekam medis pasien.
Nafsu makan : [√] baik

[ ] sedang, alasan : mual/muntah/sariawan/dll [ ]


kurang, alasan : mual/muntah/sariawan/dll
Perubahan BB 3 bulan terakhir :

[ ] bertambah ........................... kg

[√] tetap

[ ] berkurang ........................... kg
1. Pola eliminasi :

a. Buang air besar

Frekuensi : 1 kali dalam sehari Waktu :pagi/siang/sore/malam Warna


: Kuning kecoklatan Konsistensi :Lunak

Penggunaan Pencahar : Pasien tidak menggunakan pencahar


b. Buang air kecil

Frekuensi : 4-5 kali tergantung pada konsumsi minuman

Warna : kekuningan

Bau : khas urine


2. Pola tidur dan istirahat :

Waktu tidur (jam) : Pasien mengatakan sehari harinya tidur pada malam hari pukul 22.00
dan tidak ada waktu tidur siang

Lama tidur/hari : Pasien mengatakan seharinya tidur malam selama ± 5 jam

Kebiasaan pengantar tidur : Pasien mengatakan memiliki kebiasaan mencuci kaki sebelum tidur

Kebiasaan saat tidur : Pasien mengatakan memiliki kebiasaan mendengkur saat tidur

Kesulitan dalam hal tidur : [-] menjelang tidur

[-] sering/mudah terbangun

[-] merasa tidak puas setelah bangun tidur

3. Pola aktivitas dan latihan :

a. Kegiatan dalam pekerjaan : Pasien merupakan tulang punggung keluarga yang sehari-
harinya melakukan pekerjaan fisik seperti berjualan dipasar, mencuci pakaian, mencari pakan
ternak, mengendarai motor untuk bepergian seperti ketika menjemput anaknya sekolah atau
pergi ke pasar.

b. Olah raga : Pasien mengatakan jarang melakukan olah raga karena


pasien merasa kegiatan sehari-harinya merupakan kegiatan olah raga

c. Kegiatan di waktu luang : Pasien mengatakan akan berkumpul dengan keluarganya,


menonton televisi, dan membuat prasarana persembahyangan bersama istri

d. Kesulitan/keluhan dalam hal ini : [√] pergerakan tubuh [√] bersolek

[√] mandi, berhajat [ ] mudah merasa kelelahan


[ ] mengenakan pakaian [ ] sesak nafas setelah mengadakan aktivitas

4. Pola kerja :

a. Jenis pekerjaan : Pedagang lamanya : 15 Tahun

b. Jumlah jam kerja : - lamanya : -

c. Jadwal kerja : -

d. Lain-lain (sebutkan) : -

II. Riwayat Keluarga


Genogram :

Tn. Dn Ny. N Tn. C


Ny. Bs

Tn. T Ny. S
Tn. B Ny. B Ny. A

Tn. Y Tn. A Ny. D

Penjelasan Genogram
Tn. T berusia 81 tahun merupakan anak pertama dari dua bersaudara, memiliki orang tua
yang sdh meninggal yaitu Ny. N dan yang sudah meninggal Tn. Dn dan memiliki 1 orang adik masih
sehat dan sudah berkeluarga yaitu Ny. S yang berusia 55 tahun. Ny. B yaitu istri Tn. T berusia 75
tahun yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Ny. B memiliki satu orang kakak laki-laki
yaitu Tn. B yang berusia 77 tahun satu orang adik perempuan yaitu Ny. A yang berusia 55 tahun. Ibu
dan ayah Ny. B yaitu Ny. Bs sudah meninggal di usia 85 tahun. Sedangkan ayah Ny. B yaitu Tn. C
sudah meninggal di usia 79 tahun. Dari hasil pernikahan Tn. T dan Ny. B dikaruniai tiga orang anak
yang berjenis kelamin dua orang laki-laki dan satu orang perempuan yaitu Tn. Y, Tn. A dan Ny. D.
Keluarga Tn. T Terdiri dari Tn. T sebagai kepala keluarga, Ny. B sebagai ibu rumah tangga, kemudia
Tn. Y, Tn. A dan Ny. D sebagai anak yang tinggal dalam satu rumah. Kini Tn. T dirawat di RSU
SURYA HUSADHA Ruang LT 3 dengan keluhan nyeri pada paha kiri dengan diagnose medis
Close Fraktur Ost. Femur Sinistra.

III. Riwayat Lingkungan

Kebersihan Lingkungan : Pasien mengatakan setiap harinya membersihkan lingkungan tempat


tinggalnya secara rutin setiap pagi dan sore hari dibantu oleh anaknya

Bahaya : Pasien tidak memiliki bahaya di lingkungan tempat tinggalnya kecuali


dengan kendaraan yang lalu lalang di depan rumahnya yang merupakan jalan
raya

Polusi : Pasien mengatakan setiap harinya terpapar asap kendaraan yang berlalu
lalang di jalan raya tepatnya di depan rumah pasien dan keluarga pasien.

IV. Aspek Psikososial

1. Pola pikir dan persepsi


a. Alat bantu yang digunakan :
[-] kaca mata
[-] alat bantu pendengaran

b. Kesulitan yang dialami : [-]


sering pusing
[-] menurunnya sensitifitas terhadap panas dingin [-]
membaca/menulis
2. Persepsi diri

Hal yang dipikirkan saat ini : Pasien mengatakan hal yang dipikirkannya saat ini adalah keadaan
keluarganya di rumah tanpa dirinya serta cara agar memperoleh kesembuhannya
dengan cepat. Pasien mengatakan memikirkan hal yang akan dilakukan di rumah
saat diperbolehkan keluar dari rumah sakit
Harapan setelah menjalani perawatan : Pasien berharap agar setelah menjalani perawatan nyeri
pada kakinya tepatnya pada paha pasien dan fungsi kakinya dapat berangsur pulih
sehingga dapat berkumpul bersama keluarga dan menjalani aktivitas berdagang

Perubahan yang dirasakan setelah sakit : Pasien mengatakan tidak mengalami perubahan berarti
yang dirasakan saat sakit

3. Suasana hati : Pasien mengatakan suasana hatinya saat pengkajian sedang baik

4. Hubungan/komunikasi : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dengan siapapun

a. Bicara

[√] jelas bahasa utama : Bahasa Indonesia

[√] relevan bahasa daerah : Bahasa Bali .

[√] mampu mengekspresikan


[√] mampu mengerti orang lain

b. Tempat tinggal

[ ] sendiri
[√] bersama orang lain, yaitu Suami dan kedua anaknya

c. Kehidupan keluarga

- Adat istiadat yang dianut : pasien menganut adat istiadat badung tempat tinggalnya

- Pembuatan keputusan dalam keluarga : dalam keluarga pasien pembuat keputusan


keluarga pasien berada di tangan suami sebagai kepala keluarga

- Pola komunikasi : komunikasi yang dilakukan pasien dua arah dan pasien
berkomunikasi dengan baik tanpa adanya kelainan

- keuangan

[√] memadai

[ ] kurang

d. Kesulitan dalam keluarga

[-] hubungan dengan orang tua

[-] hubungan dengan sanak keluarga

[-] hubungan dengan suami/istri


5. Kebiasaan seksual

a. Gangguan hubungan seksual disebabkan kondisi sebagai berikut : [-]


fertilitas [-] menstruasi
[-] libido [-] kehamilan

[-] ereksi [-] alat kontrasepsi

b. Pemahaman terhadap fungsi seksual : Pasien mengatakan sudah memiliki pengetahuan dan
pemahaman mengenai seksualitas termasuk fungsi seksual serta pasien tidak memiliki
masalah dalam reproduksi

6. Pertahanan koping

a. Pengambilan keputusan [ ]
sendiri
[√] dibantu orang lain; sebutkan Suami dan anaknya
b. Yang disukai tentang diri sendiri : Pasien mengatakan menyukai pribadinya yang semangat
dan ramah
c. Yang ingin dirubah dari kehidupan : Pasien mengatakan ingin merubah kebiasaan
buruknya seperti suka memaksakan dirinya untuk
aktivitas yang berlebihan serta sifatnya yang
ceroboh .

d. Yang dilakukan jika sedang stress :

[√] pemecahan masalah [ ] cari pertolongan

[ ] makan [ ] makan obat

[ ] tidur

[ ] lain-lain (misalnya marah, diam dll) sebutkan ...............................................

.............................................................................................................................

7. Sistem nilai – kepercayaan

a. Siapa atau apa yang menjadi sumber kekuatan : Yang menjadi sumber kekuatan
pasien adalah Tuhan dan keluarga

b. Apakah Tuhan, Agama, Kepercayaan penting untuk anda :

[√] ya [ ] tidak
c. Kegiatan Agama atau Kepercayaan yang dilakukan (macam dan frekuensi)
Sebutkan : Kegiatan agama yang dilakukan pasien secara hindu yaitu seperti melakukan
persembahyangan setiap hari dua kali sehari pada pagi dan sore hari dengan menyajikan
sesajian sesuai peraturan atau kepercayaan keagamaannya
d. Kegiatan Agama atau Kepercayaan yang ingin dilakukan selama di rumah sakit, Sebutkan :
Pasien mengatakan hanya dapat bersembahyang di atas tempat tidur selama berada di rumah
sakit.

V. Pengkajian Fisik

A. Vital Sign
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Suhu : 36o C
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
B. Kesadaran
Compos mentis
GCS : 15 ( Eye: 4 Verbal : 5 Motorik : 6)
C. Keadaan Umum
 Sakit/nyeri : Nyeri Akut
 Skala nyeri :8
 Nyeri di daerah : Kaki kiri
 Status gizi : Normal
BB : 54 Kg TB : 175 cm
 Sikap : Tenang
 Personal Hygiene : Bersih
 Orientasi Waktu/tempat/orang : tidak terganggu, pasien tidak mengalami disorientasi
D. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1. Kepala
 Bentuk : mesochepal
 Lesi/luka :-
2. Rambut
 Warna : hitam
 Kelainan :-
3. Mata
 Penglihatan : normal
 Sklera : tidak ikterik
 Konjungtiva : anemis
 Pupil : isokor
 Kelainan :-
4. Hidung
 Pembau : normal
 Secret/darah/polip : -
 Tarikan cuping hidung : tidak
5. Telinga
 Pendengaran : normal
 Secret/cairan/darah: tidak
6. Mulut dan Gigi
 Bibir : kering
 Mulut dan tenggorokan ; normal
 Gigi : penuh/normal
7. Leher
 Pembesaran tyroid : tidak
 Lesi : tidak
 Nadi karotis : teraba
 Pembesaran tyroid : tidak
8. Thorax
 Jantung : 1. Nadi 80% x/menit
2. kekuatan : kuat
3. irama : teratur
 Paru : 1. Frekwensi : teratur
2. kwalitas : normal
3. suara nafas : vesikuler
4. batuk : tidak
5. sumbatan jalan nafas :-
 Retraksi dada : tidak ada
9. Abdomen
 Peristaltik usus : ada : 8 x/menit
 Kembung : tidak
 Nyeri Tekan ; abdomen tidak sakit jika ditekan
 Ascietas : tidak ada
10. Genetalia
 Alat bantu :-
 Kelainan :-
11. Kulit
 Tugor : normal
 Laserasi :-
 Warna kulit : mormal ( sawo matang)
12. Estremitas
 Kekuatan otot
Kanan kiri
555 555
555 444

 ROM : ROM pasien terganggu saat menggerakan kaki sebelah kiri


 Akral : hangat
 CRT : <2 detik
 Edema : tidak ada

13. Data pemeriksaan fisik neurologis


i. Kranium ( inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, transluminasi, dll) : dalam batas normal
ii. Korpus vetebrata ( inspeksi, palpasi, perkusi, mobilitas, dll) : dalam batas normal

1. Tanda-tanda perangsang selaput otak


a. Kaku kuduk (-)
b. Tanda kaki Brudzinki (-)
c. Tanda kering (-)
d. Tanda leher Brudzinski (-)
2. Motorik
a) Tenaga
Kanan kiri
555 555
555 444
b) Tonus
Kanan kiri
Normal Normal

Normal menurun
3. Refleks
a. R. Fisiologis
Bisep ( kanan : + kiri : ++)
Trisep ( kanan : + kiri : ++)
Radius ( kanan :- kiri : +)
Ulna ( kanan :- kiri : +)
b. R. Statokinek
Leri ( kanan : + kiri : +)
Grewel ( kanan : + kiri : +)
Mayer ( kanan : + kiri : +)
4. Koordinasi (normal)
Gerak involunter (normal)
Langkah dan gaya jalan ( langkah dan gaya jalan hati-hati)
5. Fungsi Luhur
GCS: E4, V5, M6

VI. Data Penunjang

a. Pemeriksaan Penunjang; Laboratorium DLL

Hasil data pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 15 FEBRUARI 2023 pukul 08.00
WITA yang dilakukan di instalasi laboratorium Patologi Klinik RSU SURYA HUSADHA
didapatkan hasil pemeriksaan sebagai berikut :

Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan


Leukosit 6.4 10e3/uL 4.6-10.2
Eritrosit 3.58 10e6/uL 3.80-6.50
Hemoglobin 11.1 g/dL 11.5-18.00
Hematokrit 32.4 % 37-54
MCV 90.7 fL 80-100
MCH 30.8 Pg 27-32
MCHC 33.0 % 31-36
RDW-CV 13,9 % 11.5-14.5
Trombosit 260 10e3/uL 150-400
MPV 8,1 fL 7.8-11.0
Lymp % 27.4 % 20-40
MID % 10.7* % 1.7-9.3
Gran % 62 % 77-100
Lymp# 1.90 10e3/uL 0.60-5.20
MID# 0.7* 10e3/uL 0.10-0.60
Gran# 4 10e3/uL 2.0-6.5

b. Program Terapi

 Perawatan luka
 IVFD RL 20 tpm
 Paracetamol Flash 1 gram @8jam rute IV
 Ceftriaxone 2 gr Pre OP rute IV
 Ranitidine 1 amp @12 jam rute IV
B. ANALISIS DATA

DATA FOCUS ANALISIS MASALAH


DS : Trauma langsung Nyeri Akut
 Pasien mengeluh nyeri
pada luka post operasi Fraktur
pada pahanya
 Pasien mengatakan Pergeseran Fragmen Tulang
nyeri seperti ditusuk-
tusuk dengan skala Pelepasan Histamin
nyeri 8 yang dirasakan
di paha bagian kanan Merangsang Nosiseptor
dan kiri, nyeri (reseptor nyeri)
dirasakan saat pasien
berusaha NYERI AKUT
menggerakkan kakinya

DO :
 Pasien menunjukkan
ekspresi wajah
meringis dan merintih
kesakitan
 Pasien mengeluh
merasakan nyeri yag
cukup kuat pada
kakinya
 Ekspresi wajah pasien
tegang
 Pasien kesulitan saat
menggerakkan kakinya
 Mobilisasi dibantu
sepenuhnya
 Skala nyeri : 8 (Berat)
 Pasien terlihat
memegangi area paha
 TTV :
TD : 120/80 mmHg
S : 37ºC
N : 82x/menit
RR : 22x/menit

DS : Trauma langsung Hambatan Mobilitas Fisik


 Pasien mengatakan
selama dirumah sakit Fraktur
pasien BAB dan BAK
dibantu sepenuhnya Diskontinuitas Tulang
oleh keluarga
 Pasien mengatakan Perubahan jaringan sekitar
merasa lemas dan
kurang bersemangat Pergeseran fragmen tulang
 Pasien mengatakan
sangat sulit untuk Deformitas
menggerakkan kakinya
dan merasa nyeri saat Gangguan fungsi ekstremitas
mencoba untuk
menggerakkan kakinya HAMBATAN MOBILITAS
FISIK
DO :
 Mobilisasi pasien
dibantu keluarga
sepenuhnya
 Pasien terlihat lemas
dan lesu
 Pasien selalu mengeluh
nyeri pada pahanya saat
berusaha
menggerakkan
badannya
 Pasien mengalami
penurunan derajat
kekuatan otot
 Derajat kekuatan otot :
1
 Pergerakkan pasien
terbatas
 TTV
TD : 120/80 mmHg
S : 37ºC
N : 80x/menit
RR : 22x/menit

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik ditandai dengan perilaku ekspresif,
ekspresi wajah nyeri, sikap tubuh melindungi area nyeri, dan keluhan tentang intensitas
dan kulitas nyeri.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan penurunan kekuatan otot
ditandai dengan penurunan keterampilan motorik, penurunan rentang gerak, kesulitan
membolak balik posisi, dan mobilisasi dibantu sepenuhnya.
D. PERENCANAAN
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI

1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen Nyeri
agens cedera fisik ditandai dengan 2 x 24 jam, diharapkan nyeri pasien berkurang  Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
perilaku ekspresif, ekspresi wajah atau hilang, dengan kriteria hasil : meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
nyeri, sikap tubuh melindungi area Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
nyeri, dan keluhan tentang intensitas  Tidak ada nyeri yang dilaporkan dan factor pencetus
dan kulitas nyeri.  Tidak mengerang atau menangis  Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
 Tidak tampak ekspresi wajah nyeri penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
 Beristirahat dengan nyaman/tidak gelisah dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan

 Tidak berkeringat berlebihan akibat prosedur

 Frekuensi nafas dalam batas normal Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat
(dewasa : 16 – 24 x/menit) mencetus atau meningkatkan nyeri (mis.,

 Tekanan darah normal (dewasa : (110- ketakutan, kelelahan, keadaan monoton, dan

130)/(70-80) mmHg) kurang pengetahuan)

 Denyut nadi dalam batas normal (dewasa : Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi) untuk
60 – 100 x/menit) mengurangi nyeri

 Skala nyeri berkurang  Delegasi pemberian individu penurun nyeri yang


optimal dengan peresepan analgesic
 Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri
 Pantau tanda – tanda vital

2. Hambatan mobilitas fisikSetelah dilakukan asuhan keperawatan selamaTerapi Latihan : Ambulasi


berhubungan dengan nyeri dan3 x 24 jam, diharapkan hambatan mobilitas Beri pasein pakaian yang tidak mengekang
penurunan kekuatan otot ditandaifisik pada pasein dapat berkurang dengan Sediakan tempat tidur berketinggian rendah, yang
dengan penurunan keterampilankriteria hasil : sesuai
motorik, penurunan rentang gerak,Ambulasi  Bantu pasein untuk duduk di sisi tempat tidur
kesulitan membolak balik posisi, dan Tidak terganggu untuk menopang berat untuk memfasilitasi penyesuain sikap tubuh
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NO. TGL/JAM IMPLEMENTASI RESPON PARAF


1. 15 -2- 2023 Memonitor tanda-tanda vital TD : 120/80mmHg
08.00 WITA RR : 22x/menit
S : 36ºC
N : 80x/menit

09.00 WITA
Makukan pengkajian nyeri komprehensif P : Nyeri akibat faktur
yang meliputi lokasi, karakteristik, Q : Tajam seperti ditusuk-
onset/durasi, frekuensi, kualitas, tusuk
intensitas atau beratnya nyeri dan factor R : Pada daerah paha
pencetus S : Nyeri berat, skala 8
T : Hilang timbul

10.00 WITA
Menggali informasi mengenai nyeri, Px mengatakan nyeri yang
seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri dirasakan akibat adanya close
akan dirasakan, dan antisipasi dari fraktur pada bagian paha
ketidaknyamanan akibat prosedur kanan dan kiri, px
mengatakan nyeri yang
dirasakan hilang timbul saat
kaki digerakkan.

11.00 WITA
Bantu pasein untuk duduk di sisi tempat Px kooperatif, px
tidur untuk memfasilitasi penyesuain mengatakan merasa lebih
sikap tubuh nyaman saat diposisikan semi
fowler

12.00 WITA
Bantu pasien untuk perpindahan, sesuai Px mengatakan merasa lebih
kebutuhan nyaman, dan tidak merasakan
sakit pada punggungnya

13.00 WITA
Mengajarkan teknik non farmakologi Px mampu mengikuti teknik
(relaksasi nafas dalam) untuk mengurangi relaksasi nafas dalam yang
nyeri diajarkan, px mengatakan
merasa lebih rileks dan nyeri
bisa dikontrol

Px tidak menolak pemberian


14.00 WITA
analgetik.
Delegasi pemberian penurun nyeri
yang optimal dengan peresepan analgesi

Px belum bisa melakukan


17.00 WITA
Bantu pasein untuk berdiri dan ambulasi secara total, px
ambulasi dengan jarak tertentu dan dapat mengikuti intruksi
dengan jumlah staf tertentu sesuai kemampuannya.
Dorong pasein untuk “bangkit
sebanyak dan sesering yang diinginkan

19.00 WITA Px kooperatif dan


Mendorong pasien dalam istirahat/tidur mengatakan akan mencoba
yang adekuat untuk membantu penurunan untuk tidur secara lebih
nyeri efektif

16-2- 2023
TD : 120/70mmHg
07.00 WITA
Memonitor tanda-tanda vital RR : 24x/menit
Mengobservasi KU pasien S : 36ºC
N : 90x/menit
KU : wajah px terlihat
lebih segar dan cerah dan
personal hygiene px
terjaga
09.00 WITA

P : Nyeri akibat faktur


Makukan pengkajian nyeri Q : Tajam seperti ditusuk-
komprehensif yang meliputi lokasi, tusuk
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, R : Pada daerah paha
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri S : Nyeri berat, skala 7
dan factor pencetus T : Hilang timbul
11.00 WITA
Px mengatakan nyeri yang
Menggali informasi mengenai nyeri, dirasakan akibat adanya close
seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri fraktur pada bagian paha
akan dirasakan, dan antisipasi dari kanan dan kiri, px
ketidaknyamanan akibat prosedur mengatakan nyeri yang
dirasakan hilang timbul saat
kaki digerakkan.

11.00 WITA
Px kooperatif, px
mengatakan merasa lebih
nyaman saat diposisikan semi
Bantu pasein untuk duduk di sisi tempat
fowler
tidur untuk memfasilitasi penyesuain
sikap tubuh
13.00 WITA
Px mengatakan merasa lebih
nyaman, dan tidak merasakan
sakit pada punggungnya
Bantu pasien untuk perpindahan, sesuai
kebutuhan

14.00 WITA Px mampu mengikuti teknik


relaksasi nafas dalam yang
diajarkan, px mengatakan
merasa lebih rileks dan nyeri
Mengajarkan teknik non farmakologi
bisa dikontrol
(relaksasi nafas dalam) untuk mengurangi
nyeri

Px tidak menolak pemberian


analgetik.
15.00 WITA
Px beum bisa melakukan
Delegasi pemberian penurun nyeri yang ambulasi secara total, px
optimal dengan peresepan analgesi dapat mengikuti intruksi
17.00 WITA
sesuai kemampuannya.

Bantu pasein untuk berdiri dan ambulasi Px mengatakan sudah dapat


dengan jarak tertentu dan dengan jumlah tidur dengan waktu yang

19.00 WITA staf tertentu cukup, px tidur dari pukul


22.00 WITA dan bangun
Dorong pasein untuk “bangkit sebanyak pagi pukul 06.00 WITA.
dan sesering yang diinginkan
Mendorong pasien dalam istirahat/tidur TD : 120/70mmHg
yang adekuat untuk membantu penurunan RR : 22x/menit
nyeri S : 37ºC
17-2- 2023 N : 88x/menit
08.00 WITA KU : px tidak lesu,wajah px
terlihat lebih segar dan cerah
Memonitor tanda-tanda vital
dan personal hygiene px
Mengobservasi KU pasien
terjaga

P : Nyeri akibat faktur


Q : Tajam seperti ditusuk-
09.00 WITA tusuk
R : Pada daerah paha
S : Nyeri berat, skala 5
T : Hilang timbul
Makukan pengkajiannyeri komprehensif
yang meliputi lokasi, karakteristik,
Px mengatakan nyeri yang
onset/durasi, frekuensi, kualitas,
dirasakan akibat adanya close
intensitas atau beratnya nyeri dan factor
11.00 WITA fraktur pada bagian paha
pencetus
kanan dan kiri, px
mengatakan nyeri yang
dirasakan hilang timbul saat
Menggali informasi mengenai nyeri,
kaki digerakkan.
seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan dirasakan, dan antisipasi dari
Px kooperatif, px
ketidaknyamanan akibat prosedur
mengatakan merasa lebih
nyaman saat diposisikan semi
fowler
13.00 WITA

Px mengatakan merasa lebih


nyaman, dan tidak merasakan
Bantu pasein untuk duduk di sisi tempat sakit pada punggungnya
tidur untuk memfasilitasi penyesuain
14.00 WITA
sikap tubuh Px mampu mengikuti
teknik relaksasi nafas
dalam yang diajarkan, px
Bantu pasien untuk perpindahan, mengatakan merasa lebih
sesuai kebutuhan rileks dan nyeri bisa
dikontrol
15.00 WITA

Px tidak menolak
Mengajarkan teknik non farmakologi pemberian analgetik.
(relaksasi nafas dalam) untuk mengurangi
nyeri Px belum bisa
melakukan ambulasi
secara total, px dapat
16.00 WITA mengikuti intruksi sesuai
kemampuannya.
Delegasi pemberian penurun nyeri
17.00 WITA yang optimal dengan peresepan analgesi Px mengatakan sudah dapat
tidur dengan waktu yang
Bantu pasein untuk berdiri dan cukup, px tidur dari pukul
ambulasi dengan jarak tertentu dan 22.00 WITA dan bangun
dengan jumlah staf tertentu pagi pukul 06.00 WITA.
Dorong pasein untuk “bangkit
19.00 WITA sebanyak dan sesering yang diinginkan

Mendorong pasien dalam


istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri
F. EVALUASI KEPERAWATAN
NO TGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN PARAF

1 18- 2- 2023 S:
19.00 WITA  Pasien mengatakan nyeri pada luka
post operasi sudah mulai berkurang
 Pasien mengatakan nyeri seperti
ditusuk- tusuk dengan skala nyeri
yang mulai berkurang yaitu skala 5
O:
 Pasien masih menunjukkan ekspresi
wajah meringis sewaktu-waktu,
namun KU pasien dalam keadaan
baik dan tidak lesu
 Pasien mulai bisa menggerakkan
kakinya, dan melakukan mobilisasi
ringan
 TTV :
TD : 120/70mmHg
RR : 22x/menit
S : 37ºC
N : 88x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pertahankan kondisi pasien dan
lanjutkan intervensi
2 18-2-2023 S:
19.00 WITA  Pasien mengatakan selama dirumah
sakit pasien BAB dan BAK dibantu
sepenuhnya oleh keluarga
 Pasien mengatakan keadaannya
sudah mulai membaik dan rasa lemas
yang dirasakan sudah mulai
berkurang
 Pasien mengatakan mulai bisa
menggerakkan kakinya dan rasa
nyeri sudah mulai berkurang
O:
 Mobilisasi pasien dibantu keluarga
sepenuhnya
 Pasien terlihat lebih bersemangat
 Pasien mulai melatih diri untuk
bermobilisasi ringan
 Pergerakkan pasien terbatas sesuai
kemampuan
 TTV :
TD : 120/70mmHg
RR : 22x/menit
S : 37ºC
N : 88x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pertahankan kondisi pasien dan
lanjutkan intervensi

Denpasar, 18 FEBRUARI 2023


Mahasiswa

(NI KETUT SURYANI)

Anda mungkin juga menyukai