Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT DENGAN FRAKTUR FEMUR

I. KONSEP DASAR TEORI


A. Anatomi Fisiologi Fraktur
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang
berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses
“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut
“Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapatdi klasifikasikan
dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya:
1. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah
proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis
terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng
epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena
akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan
oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang
memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis
dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-
tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang
berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen dan
testosteron merangsang
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.
5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang
yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan
jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut). Tulang tersusun atas sel,
matriks protein dan deposit mineral.
Pembentukan tulang berlangsung
secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang.
Kecepatan pembentukan tulang
berubah selama hidup. Pembentukan
tulang ditentukan oleh rangsangn
hormon, faktor makanan, dan jumlah
stres yang dibebankan pada suatu
tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-
sel pembentuk tulang yaitu osteoblas.

B. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum
tulang belakang (hema topoiesis).
5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

C. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis


dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, cit Jimi (2015).
Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil
akibat kecelakaan, terjatuh dan luka (Bleby & Bishop, cit Jimi (2015).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, cit Faqih (2016).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, cit
Faqih 2016).
Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap (Nanda, 2015).

D. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat :Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan
cruris
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang)
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
3. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
1) Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
Grade I : luka bersih, panjangnya ≤ 1 cm.
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
4. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma:
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
7. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
8. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
9. Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.

Gambar 1.2 Tipe fraktur


E. Etiologi
1. Trauma langsung/ direct trauma yaitu apabila fraktur terjadi di tempat
dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan,
pukulan yang mengakibatkan patah tulang).

2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma Misalnya penderita jatuh


dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan
dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

F. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur.
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
Skema
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1
sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. X-Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans.
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. Pemeriksaan Darah Lengka, Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan
Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju
Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat
luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa
otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi:
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau
cederah hati.
I. Penatalaksanaan dengan Konservatif dan Operatif
1. Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih
memungkinkan terjadinya pertumbuhan tulang panjang. Selain itu,
dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi.
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah:
a) Immobilisasi dan penyangga fraktur
b) Istirahatkan dan stabilisasi
c) Koreksi deformitas
d) Mengurangi aktifitas
e) Membuat cetakan tubuh orthotik
b. Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban
dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan
sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu
panjang tulang yang patah.
2. Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak
keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini
disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma
fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi
yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini
dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan
paku.

J. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam
ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala-gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit
yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada
kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang
terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada
fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan
kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak
terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat
menyebabkan oklusi pada pembuluh-pembuluh darah pulmonary
yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh,
gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit
ptechie.
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular
dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling
sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher),
saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi
suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang
terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan
merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang
mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous
(infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur
terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur
tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka
amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom
kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang
lebih besar.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.
Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh
jaringan fibrosa. Kadang –kadang dapat terbentuk sendi palsu pada
tempat ini. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan non union adalah
tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar
dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.

II. Manajemen Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan
Fraktur Femur
A. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian primer
1) Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardia, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit
dan membrane mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
3) Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar
rochi/aspirasi.
b. Pengkajian sekunder
1) Aktivitas/istirahat
a) Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
b) Keterbatasan mobilitas
2) Sirkulasi
a) Hipertensi (kadang terlihat sebgai respon nyeri/ansietas)
b) Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)
c) Tachikardia
d) Penurunan nadi pada bagian distal yang cedera
e) Capillary refill melambat
f) Pucat pada bagian yang terkena
g) Masa hematoma pada sisi cedera
3) Neurosensori
a) Kesemutan
b) Deformitas, krepitasi, pemendekan
c) Kelemahan
4) Kenyamanan
a) Nyeri tiba-tiba saat cedera
b) Spasme/kram otot
5) Keamanan
a) Laserasi kulit
b) Perdarahan
c) Perubahan warna
d) Pembengkakan lokal
(Musliha, 2010)

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1) Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi
2) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada
lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan intregritas
tulang, terapi pembatasan gerak, kerusakan musculoskeletal
4) Resilko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan hilangnya darah
dari luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cedera pada pembuluh darah.
5) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah arteri atau vena, trauma pada pembuluh darah.
6) Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan cedera jaringan
lunak sekuderakibat fraktur femur terbuka.

2. Perencanaan Keperawatan
a. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi
2) Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan cedera jaringan
lunak sekuderakibat fraktur femur terbuka.
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah arteri atau vena, trauma pada pembuluh darah.
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan intregritas
tulang, terapi pembatasan gerak, kerusakan musculoskeletal
5) Resilko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan hilangnya
darah dari luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cedera pada pembuluh
darah.
6) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada
lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang

b. Rencana Asuhan Keperawatan


1) Diagnosa 1:
a) Rencana Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri yang dialami pasien
berkurang atau hilang.
b) Kriteria Hasil
(1) Pasien menyatakan nyeri berkurang
(2) Pasien mengungkapkan mampu tidur / istirahat dengan baik.
(3) Pasien tampak rileks
(4) TD pasien dalam rentang normal 100/60- 120/80 mmHg
(5) Frekuensi nadi pasien dalam rentang normal 80-100 x/menit
(6) Skala nyeri 0 dari 0 – 10
(7) Pasien dapat beraktivitas sesuai kemampuan.
c) Rencana Tindakan
(1) Observasi TTV.
R: Mengetahui kondisi pasien sehingga dapat menentukan rencana
selanjutnya seperti peningkatan nadi, tekanan darah dimana
menunjukan adanya peningkatan atau penurunan akibat rasa
nyeri sehingga merupakan indikator atau derajat nyeri secara
tidak langsung.

(2) Kaji nyeri dengan teknik PQRST.


R: Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan perubahan
dimana memerlukan evaluasi dan intervensi yang berguna
dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
(3) Anjurkan klien istirahat di tempat tidur.
R: Istirahat yang adekuat dapat mengurangi intensitas nyeri dimana
istirahat dapat meningkatkan normalisasi fungsi organ,
misalnya menurunkan ketidaknyamanan pada daerah abdomen
post operasi.
(4) Beri posisi nyaman.
R: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah
atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi terlentang.
(5) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
R: Distraksi menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan
perhatian pasien dengan cara mengajak pasien dalam hal-hal
yang digemari pasien. Relaksasi mengurangi ketegangan,
membuat perasaan lebih nyaman, dan meningkatkan
mekanisme koping.
(6) Beri kompres hangat / dingin sesuai indikasi.
R: Menghilangkan atau mengurangi nyeri melalui cara
meningkatkan rasa nyaman dimana dengan mengompres di
sekitar daerah yang terindikasi dapat memvasodilatasi dan
meningkatkan aliran sirkulasi sehingga dapat mengurangi
ketegangan dan meningkatkan relaksasi otot akibat nyeri yang
ditimbulkan dan memberikan sensasi yang menyenangkan.
(7) Intruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri
itu muncul.
R: Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat
menurunkan beratnya serangan yang ditimbulkan.

(8) Beri teknik sentuhan yang terapeutik, biofeedback, hipnotis sendiri,


dan reduksi stress.
R: Memberikan pasien sejumlah pengendali nyeri dan / atau dapat
mengubah mekanisme sensasi nyeri dan mengubah persepsi
nyeri.
(9) Beri informasi mengenai manajemen nyeri.
R: Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berlangsung, dan antisipasi ketidak nyamanan
akibat timbulnya nyeri sehingga pasien tidak mengalami
kecemasan dan pasien mampu mandiri untuk menangani jika
nyeri itu timbul.
(10) Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
R: Analgetik berguna mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi
lebih nyaman dimana obat golongan analgesik akan merubah
persepsi dan interprestasi nyeri sistem saraf pusat pada thalamus
dan korteks serebri. Analgesik akan lebih efektif diberikan
sebelum pasien merasakan nyeri yang berat dibandingkan
setelah mengeluh nyeri.

2) Diagnosa 2
a) Rencana tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kerusakan
integritas jaringan dapat diatasi.
b) Kriteria hasil
(1) Penyembuhan luka sesuai waktu
(2) Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
c) Rencana tindakan
(1) Observasi keadaan kulit/kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada
klien.
R : menjadi data dasar untuk memberikan informasi intervensi
perawatan luka, alat apa yang akan dipakai, dan jenis larutan apa
yang akam dilakukan.
(2) Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan.
R : apa bila masih belum tercapai kriteria evaluasi, sebaiknya perlu
dikaji ulang faktor-faktor apa yang menghambat pertumbuhan
jaringan lika.
(3) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.
R : perawatan luka dengan teknik steril dapat mengurangi kontaminasi
kuman langsung kearea luka
(4) Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat
tenun kencang)
R : Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.
(5) Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal
bebat/gips.
R : Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan
kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada
imobilisasi.
(6) Kolaborasi dengan tim bedah untuk dikukan bedah perbaikan pada
karusakan jaringan agar tingkat kesembuhan dapat dipercepat.
R : Bedah perbaikan dilakukan terutama pada klien fraktur terbuka
dengan luka yang luas yang dapat menjadi pintu masuk kuman
yang ideal.

3) Diagnosa 3
a) Rencana tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi jaringan
efektif
b) Kriteria hasil
(1) Meningkatkan perfusi jaringan
(2) Tingkat kesadaran composmentis
(3) Fungsi kognitif dan motorik/sensorik yang membaik
(4) Tidak terjadinya tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra
Kranial)
(5) Tekanan darah dalam rentang yang normal (100/60- 120/80 mmHg)
(6) Nadi perifer tidak teraba
(7) Edema perifer tidak ada
c) Rencana tindakan
(1) Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya bunyi
jantung ekstra.
R : Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya
peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan.
(2) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan
dengan keadaan normalnya.
R : Untuk mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
TIK.
(3) Melakukan perawatan sirkulasi perifer secara komprehensif misal:
periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, dan suhu
ekstremitas.
R : Mengetahui keefektifan intervensi dan perkembangan pasien.
(4) Ajarkan pasien pentingnya mematuhi diit dan program pengobatan.
R : Mempercepat proses penyembuhan.
(5) Tinggikan anggota badan yang terkena 20 derajat atau lebih tinggi
dari jantung.
R : Meningkatkan aliran darah balik vena.
(6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti trombosit & anti
koagulan
R : Untuk meningkatkan aliran darah serebral

4) Diagnosa 4
a) Rencana tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat
melakukan mobilitas fisik secara mandiri atu kerusakan mobilitas fisik
dapat berkurang
b) Kriteri hasil
(1) Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang
paling tinggi yang mungkin
(2) Mempertahankan posisi fungsional
(3) Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit
c) Rencana tindakan
(1) Kaji kemampuan mobilisasi pasien
R : Menilai sejauh mana masalah yang dialami pasien
(2) Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
R :Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,
mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi,
mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.
(3) Berikan penyangga pada ekstrimitas yang bermasalah
R : Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.
(4) Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
R: Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan
(dekubitus, atelektasis, penumonia).
(5) Dorong/pertahankan asupan cairan.
R: Mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi
urinarius dan konstipasi
(6) Berikan diet TKTP.
R: Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
(7) Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
R: Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual

5) Diagnosa 5
a) Rencana tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan resiko syok
hipovolemik tidak terjadi.
b) Kriteria hasil
(1) Klien tidak mengeluh pusing
(2) Membra mukosa lembab
(3) Turgor kulit normal
TTV dalam batas nomal (N : 80-100 x/menit, TD : 100/60- 120/80
mmHg)
(4) CRT <2 detik
(5) Urine >600 ml/hari
c) Rencana tindakan
1) Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa, haluaran
urine).
R: Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan oleh keadaan status
cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunan
produksi urine, pemantauan yang ketat pada produksi urine <
600 ml/ hari merupakan tanda-tanda terjadinya
syok hipovolemik.
2) Kaji sumber kehilangan cairan.
R: Kehilangan cairan dapat berasal dari faktor gijal dan diluar
ginjal. Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume
cairan ini juga haris diarasi. Perdarahan harus dikendalikan.
3) Auskultasi tekanan darah. Bandingkan kedua lengan.
R: hipotensi dapat terjadi pada hipovolemia yang menunjukan
terlibatnya sistem kardiovaskuler untuk melakukan konpensasi
mempertahankan tekanan darah.
4) Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara
teratur.
R : Mengetahui adanya pengaruh penungkatan tahanan perifer.
5) Pantau frekuensi dan irama jantung.
R : Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukan komplikasi
disritmia.
6) Kolaborasi pemberian cairan melalui intravena.
R : Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan
memudahkan perawat dalam melakukan kontrol asupan dan
haluaran cairan.

6) Diagnosa 6
a) Rencana tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi
b) Kriteri hasil
1) Tidak terdapat tanda dan gejala infeksi
2) Klien mampu mendiskripsikan proses penularan penyakit, factor
yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
3) Klien mempunyai kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
4) Jumlah leukosit dalam batas normal(5.000 – 10.000)
c) Rencana tindakan
1) Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi
R: peningkatan suhu tubuh merupakan salah satu tanda
terjadinya proses infeksi.
2) Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap,
LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)
R: Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis.Kultur
untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.
3) Lakukan perawatan perawatan luka
R: Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan
luka.
4) Ajarkan klien untuk mempertahankan kebersihan luka.
R: Meminimalkan kontaminasi dan resiko terjadinya infeksi
5) Jelaskan kepada klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
R: Mencegah terjadinya infeksi secara lebih awal
6) Kolaborasi pemberian antibiotika
R: Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan
secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi.

3. Pelaksanaan
Menurut Nursalam (2011), Implementasi adalah pelaksanaan dari
rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi
dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing order
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

4. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasinya (Nursalam, 2011), maka hasil yang
diharapkan sesuai dengan rencana tujuan, yaitu:
a. Nyeri yang dialami pasien berkurang.
Kriteria hasil:
1) Pasien menyatakan nyeri berkurang
2) Pasien mengungkapkan mampu tidur / istirahat dengan baik.
3) Pasien tampak rileks
4) TD pasien dalam rentang normal 100/60- 120/80 mmHg
5) Frekuensi nadi pasien dalam rentang normal 80-100 x/menit
6) Skala nyeri 0 dari 0 - 10
7) Wajah tampak tenang dan rileks.
8) Pasien dapat beraktivitas sesuai kemampuan.

b. Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi


Kriteria hasil :
1) Penyembuhan luka sesuai waktu
2) Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

c. Perfusi jaringan efektif


Kriteria hasil :
1) Meningkatkan perfusi jaringan
2) Tingkat kesadaran composmentis
3) Fungsi kognitif dan motorik/sensorik yang membaik
4) Tidak terjadinya tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra
Kranial)
5) Tekanan darah dalam rentang yang normal (100/60- 120/80 mmHg)
6) Nadi perifer tidak teraba
7) Edema perifer tidak ada

d. Pasien dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri atu kerusakan


mobilitas fisik dapat berkurang
Kriteri hasil :
1) Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang
paling tinggi yang mungkin
2) Mempertahankan posisi fungsional
3) Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit
e. Resiko syok hipovolemik tidak terjadi
Kriteria hasil :
1) Klien tidak mengeluh pusing
2) Membra mukosa lembab
3) Turgor kulit normal
4) TTV dalam batas nomal (N : 80-100 x/menit, TD : 100/60- 120/80
mmHg)
5) CRT <2 detik
6) Urine >600 ml/hari

f. Tidak terjadi infeksi


Kriteri hasil :
1) Tidak terdapat tanda dan gejala infeksi
2) Klien mampu mendiskripsikan proses penularan penyakit, factor
yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
3) Klien mempunyai kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4) Jumlah leukosit dalam batas normal(5.000 – 10.000)
DAFTAR PUSTAKA

Faqih N, Umamul. (2016). Asuhan Keperawatan dengan Masalah Fraktur:


Universitas Jember

Jimi. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Tn. D dengan fraktur femur di Rumah
Sakit Suaka Insan Banjarmasin. Studi Kasus. Banjarmasin: STIKES SI

Nanda (2015). Alikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda.


Edisi Revisi. Jilid 2. Jakarta: Mediaaction

Nursalam (2011). Dokumentasi Asuhan Keperawatan. Edisi 2 Jakarta: EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2010). Patofisiologi: CONSEP klinis


proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.

Sudart dan Burnner, (2015). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi Revisi. Vol 4.


Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai