Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR
DI RUANG 19
DEPARTEMEN SURGICAL

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:
ANGGA DWI SAPUTRA
NIM: 135070200111005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
FRAKTUR

1. Definisi Fraktur
 Fraktur adalah patah tulang yaitu suatu kondisi dimana terjadi kerusakan atau
diskontinuitas tulang baik pada tulang atau pun tulang rawan yang biasanya juga
mengenai jaringan disekitarnya (Corwin, Elizabeth J, 2009).
 Fraktur adalah diskontinuitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Brunner & Suddarth,2002)
 Fraktur adalah kerusakan pada kontinuitas tulang, dimana tulang yang paling
sering terkena adalah klavikula, humerus, radius dan ulna, femur (sering dikaitkan
penganiayaan anak), lempeng epifisis (potensial untuk deformitas pertumbuhan).
(Mary E, 2001)
 Tulang merupakan satu-satunya materi dalam tubuh yang mampu melakukan
regenerasi sehingga menjadi baru ( jika terjadi luka pada kulit, kulit akan sembuh
dengan membawa bekas dan tidak sepenuhnya baru, karena pada bekas cedera
kadang tidak dapat muncul rambut,lipatan atau keringat). Namun tulang
sebaliknya, tulang mampu menyembuhkan dirinya sendiri, dan tulang baru yang
tumbuh, pada akhirnya akan menjadi sekuat tulang aslinya (Mehmet, C, 2010).
 Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh ( Reavers dan
Lockhart, 2001).
 Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang terbesar dan terkuat
pada tubuh (Brooker, 2001).
 Kecenderungan tulang untuk mengalami fraktur bergantung pada kekuatan dan
beratnya trauma (Michael. J, 2008).

2. Etiologi Fraktur
 Etiologi Fraktur menurut Oswari, E,1993 meliputi :
a. kekerasan langsung
kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Misalnya pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
b. kekerasan tidak langsung
kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. kekerasan akibat tarikan otot.
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah
tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang
akibat tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom, karena otot
triseps dan biseps mendadak berkontraksi
d. patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
 Etiologi Fraktur (Brunner & Suddarth, 2002) :
a. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang
akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis,
dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh
maka akan terjadi fraktur. Fraktur karena infeksi seperti Osteomyelitis Rakhitis ,
suatu penyakit tulang yang disebabkan karena defisiensi vitamin D, Rakhitis
bisa disebabkan defisiensi diet, kegagalan arbsorbsi vitamin D, asupan kalsium
atau fosfat rendah
 Etiologi Fraktur (Corwin, Elizabeth J, 2009) :
a. Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar dari pada daya
tahan tulang akibat trauma.
b. Fraktur stress atau fatigue, fraktur yang fatigue biasanya sebagai akibat dari
penggunaan tulang secara berlebihan yang berulang – ulang,karena kekuatan
otot meningkat lebih cpat daripada kekuatan tulang. Biasanya menyertai
peningkatan yang yang cepat tingkat latihan atlet,atau permulaan aktivitas fisik
yang baru. mengangkat beben selama 30 menit/minggu sudah cukup untuk
membantu menjaga dan membangun kepadatan tulang. Sebaiknya latihan
tersebut dilakukan dalam tiga sesi sepuluh menit. Dengan seperti itu, tubuh
bisa dapat mendapatkan manfaatnya selama maksimum. Beberapa latihan
untuk membangun tulang, tidak harus melibatkan beban dari luar, namun
dapat menggunakan berat badan sendiri (Mehmet, C, 2010)

3. Klasifikasi Fraktur
 Menurut Corwin, Elizabeth J, 2009 fraktur dapat di klasifikasikan menjadi :
a. Fraktur Komplet
Fraktur yang menegenai tulang secara keseluruhan,tulang bergeser dari posisi
normal atau garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang.
b. Fraktur Inkomplet
Fraktur yang menegnai tulang secara parsial atau bila garis patah tidak melalui
seluruh garis penampang tulang.
c. Fraktur tertutup (simple)
Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit. Berdasarkan jumlah garis
fraktur Simple terdapat satu garis fraktur. Berdasarkan luas garis fraktur hair Line
Fraktur, garis fraktur tidak tampak.
d. Fraktur terbuka (compound)
Fraktur yang menyebabkan robeknya kulit
Fraktur tertutup dan terbuka dapat bersifat komplet atau inkomplet.
 Sedangkan menurut Brunner & Suddarth tahun 2002,klasifikasi fraktur meliputi :
a. Fraktur Komplet
b. Fraktur Inkomplet
c. Fraktur tertutup (simple)
d. Fraktur terbuka (compound)  Fraktur terbuka di gradasi menjadi :
- Grade 1 : luka bersih <1cm panjangngnya
- Grade 2 : Luka bersih tanpa kerusakan jaringan lunaka yang ekstensif
- Grade 3 : luka sanagat terkontaminasi mengalami kerusakan jaringan lunaka
yang ekstensif
e. Jenis Khusus Fraktur
- Greenstick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah dana sisi tulang
lainnya membengkok
- Transversal  Fraktur sepanjang garis tengah tulang
- Oblik fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak
stabil dibanding transversal)
- Spiral  fraktur memuntir seputar batang tulang
- Kominutif  fraktur dengan tulang ecah menjadi beberapa fragmen
- Depresi  fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering
terjadi ada tulang tengkorak dan tulang wajah)
- Kompresi  fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)
- Patologik  fraktur yang terjadi pada daerah tulang yang berpenyakit (kista
tulang, penyakit paget,metastasis tulang, tumor)
- Avulsi  tertariknya fragmen tulangoleh ligamen atau tendo
adaperlekatannya
- Epiviseal  fraktur melalui epifisis
- Impaksi  fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fagmen tulang
lainnya.
 Ada 150 jenis fraktur tapi hanya lima yang utama yaitu (Engram Barabara, 2008) :
a. Fraktur Komplet
b. Fraktur Inkomplet
c. Fraktur tertutup (simple)
d. Fraktur terbuka (compound)
e. Fraktur Patologis
 Klasifikasi (Mansjoer, Arif, et al, 2000) :
a. Berdasarkan tempat  Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst.
b. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
- Fraktur kominit  garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
- Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
- Fraktur Multipel  garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang
berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan
sebagainya.
c. Berdasarkan posisi fragmen :
- Undisplaced (tidak bergeser)/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.
- Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur
d. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
- Tidak adanya dislokasi.
- Adanya dislokasi
e. Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :
- Tipe Ekstensi: Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan
bawah dalam posisi supinasi.
- Tipe Fleksi: Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan
dalam posisi pronasi.
 Klasifikasi berdasarkan adanya dislokasi atau pergeseran atau displaced (PPNI
Klaten, 2009)
a. At axim : Membentuk sudut
b. At lotus : Fragmen tulang berjauhan
c. At longitudinal : Berjauhan memanjang
d. At lotus cum contractiosnum : Berjauhan dan memendek.
 Fraktur yang paling banyak terjadi pada anak (Muscari, M. 2005) :
a. Bend fraktur dikarakteristikkan dengan membengkoknya tulang pada titik yang
patah dan tidak dapat diluruskan tanpa dilakukan suatu intervensi.
b. Buckle fraktur terjadi akibat kegagalan kompresi pada tulang ditandai dengan
tulang yang menerobos dirinya sendiri
 Berikut gambar dari fraktur tulang :

4. Manifestasi Klinis Fraktur


 Manifestasi Klinis (Mary E, 2001) :
a. Lima tanda yang terlihat pada semua jenis fraktur adalah nyeri, denyut nadi,
pucat, perestesia, dan paralisis. Temuan karakteristik lainnya antara lain
deformitas, bengkak, memar, spasme otot, nyeri tekan, nyeri, gangguan sensasi,
kehilangan fungsi, mobilitas abnormal, krepitus, syok, atau tidak mau berjalan
(pada anak yang lebih kecil).
b. Nyeri biasanya menyertai patah tulang traumatik dan cedera jaringan lunak.
Spasme otot dapat terjadi setelah patah tulang dan menimbulkan nyeri. Pada
fraktur stres, nyeri biasanya menyertai aktivitas dan berkurang dengan istirahat.
Fraaktu patologis mungkin tidak disertai nyeri.
c. Krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang digerakkan karena
ujung-ujung patahan tulang bergeser satu sama lain.
d. Deformitas, dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
ekstremitas.
e. Ekimosis ( perdarahan subkutan)
f. Spasme otot karena kontraksi involunter disekitar fraktur
g. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri
atau spasme otot.
h. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5,5
cm. (PPNI Klaten, 2009)
i. Pembengkakan disekitar tempat fraktur akan menyertai proses inflamasi.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam
atau beberapa hari setelah cedera.
j. Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan kerusakan
syaraf.
k. Denyut nadi dibagian distal fraktur harus utuh dan sama dengan bagian
nonfraktur. Hilangnya denyut nadi disebelah distal dapat menandakan sindrom
kompartemen.
l. Penurunan sensasi
Disebabkan karena adanya kerusakan pada saraf akibat terjepit atau terputus
oleh fragmen tulang.
 Temuan pada pemeriksaan diagnostik dan laboratorium (Muscari, M. 2005 ) :
a. Pemeriksaan radiografik menunnjukkan keabnormalan atau fraktur.
b. Pemeriksaan darah menyatakan pendarahan (penurunan hematokrit dan
hemoglobin) dan kerusakan otot (peningkatan aspartat transminase[AST] dan
lactic dehydrogenase[LDH]).
c. Hasil foto rontgen yang abnormal
d. Kelemahan terbesar tulang adalah ketika tulang mengalami fraktur maka akan
menghabiskan waktu 3-6 bulan untuk mendapatkan tulang seperti aslinya lagi.
Dan ketika mengalami fraktur, tulang akan menyebabkan jaringan disekitarnya
baik otot atau sendi melemah (Mehmet, C. 2010)

5. Faktor Resiko
 Menurut penyebabnya (Suratun, dkk.2008) :
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.
 Faktor resiko secara umum (Suratun, dkk.2008) :
a. Usia
Semakin tinggi usia penderita maka semakin rendah pula ketahanan/imunitas
tubuhnya. Hal ini menyebabkan resiko terjadinya fraktur pun semakin meningkat
dan juga berpengaruh terhadap lamanya penyembuhan karena regenerasi sel
dan jaringan pada usia senja membutuhkan waktu yang lama. Untuk laki-laki
usia di atas 45 tahun lebih berisiko terkena fraktur.
b. Lingkungan kerja
Orang yang pekerjaannya berat seperti kuli panggul cenderung berisiko terkena
fraktur karena aktivitas yang terlalu sering melibatkan otot dan rangka yang
berpotensi cedera berat. Lingkungan kerja. Orang yang pekerjaannya berat
seperti kuli panggul cenderung beresiko terkena fraktur karena aktivitas yang
terlalu sering melibatkan otot dan rangka yang berpotensi untuk cedera berat.
c. Kurangnya asupan kalsium yang diserap tubuh
Kurangnya asupan kalsium yang diserap tubuh dapat menjadi faktor risiko yang
menyebabkan terjadinya fraktur, karena kurangnya asupan kalsium dapat
memicu terjadinya berbagai penyakit tulang (contoh: osteoporosis) yang dapat
mengakibatkan tulang bersifat rapuh dan mudah mengalami fraktur
d. Riwayat penyakit
Penyakit yang dialami dapat memperburuk kondisi frakturnya. Misalnya pada
penderita DM kronis karena luka ulcerdan gangren yang dialami di bagian yang
terkena fraktur.
e. Gaya hidup
Orang yang merokok dan konsumsi alkohol lebih beresiko terkena fraktur
f. Massa tulang
g. Osteoporosis
Cenderung terkena pada wanita usia lanjut (karena menopause)
h. Aktivitas Olahraga
Aktivitas yang berat dengan gerakan yang cepat pula dapat menjadi risiko
penyebab cedera pada otot dan tulang. Daya tekan pada saat berolah raga
seperti hentakan, loncatan atau benturan dapat menyebabkan cedera dan jika
hentakan atau benturan yang timbul cukup besar maka dapat mengarah pada
fraktur. Setiap tulang yang mendapat tekanan terus menerus di luar
kapasitasnya dapat mengalami keretakan tulang. Kebanyakan terjadi pada kaki,
misalnya pada pemain sepak bola yang sering mengalami benturan kaki antar
pemain. Kelemahan struktur tulang juga sering terjadi pada atlet ski, jogging,
pelari, pendaki gunung ataupun olahraga lain yang dilakukan dengan kecepatan
yang berisiko terjadinya benturan yang dapat menyebabkan patah tulang
(Corwin, Elizabeth J, 2009).
 Manifestasi Klinis . (Michael J, 2008) :
a. Kekurangan vitamin C, karena Vit C diperlukan untuk sintesis dan maturasi
kolagen tipe I yang merupakan protein struktural utama dalam matriks tulang.
b. Kebiasaan minum kopi, Karena terdapat kandungan kafein yang akan
meningkatkan ekskresi kalsium ke dalam urin.
c. Kebiasaan merokok dapat mengurangi densitas tulang.Konsumsi alkohol,
berhubungan dengan peningkatan resiko terjatuh.
 Faktor resiko osteoporosis yang jika dibiarkan akan menyebabkan fraktue tulang
yaitu (Tandra, H. 2009) :
a. Nutisi
b. Gaya hidup yang salah
c. Obat-obatan
d. Merokok
e. Dan faktor lain.
 Selama beberapa tahun ini faktor resiko fraktur ditentukan dengan menggunakan
BMD(bone mass dencity) yaitu tingkat kekuatan dan kepadatan tulang. Berbagai
faktor lain yang yaitu (Pranoto,A. 2010) :

a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Riwayat keluarga
Berhubungan dengan gen pembentuk tulang (Mehmet, C. 2010).
d. Gaya hidup.

6. Patofisiolologi Fraktur
(Dilampirkan)

7. Pemeriksaan Diagnostik Fraktur


 Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada fraktur adalah (Brunner &
Suddarth. 2002 ) :
a. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di
dalam darah.
b. Radiologi :
- X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
- Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi.
- CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
- Tomografi, MRI
- Ultrasonografi & scan ulang dengan radio isotop (pavey patrick,2003)
 Pemeriksaan Diagnostik (Marta D, 2011) :
a. Myelografi: Menggambarkan cabang-cabang syaraf spinal dan pembuluh darah
di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
b. Arthrografi: Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.Biopsi tulang dan otot: lebih di indikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
 Pemeriksaan diagnostik :
a. anamnesis ada trauma, kapan terjadi, bagaimana nyerinya.
b. pemeriksaan umum
c. pemeriksaan status lokasi -inspeksi: deformitas,bengkak, ada luka/tidak ada
laserasi/tidak ada perubahan warna kulit. -palpasi:nyeri tekan,krepitasi , as druk
pain
8. Penatalaksanaan Medis
 Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad, 1998. Sebelum menggambil
keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitive. Prinsip penatalaksanaan
fraktur ada 4 R yaitu :
a. Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anannesis, pemeriksaan kelinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk
pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduction :
tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Dapat dicapai
yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari
penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk
mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi mekanis.Reduksi terbuka
diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka
merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan
plat. Reduction internafixation (orif) yaitu dengan pembedahan terbuka kan
mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan
skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian
tulang yang fraktur secara bersamaan.
c. Retention, imobilisasi fraktur
tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah pergerakan yang
dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang
mengalami fraktur) adalah dengan traksi.Traksi merupakan salah satu
pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai
kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang
dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi,
mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri,
mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2
pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi.
d. Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin
 Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya
pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau
diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan
traksi.
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
b. Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah
tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
c. Debridemen
d. Penutupan luka
Luka tipe i yang kecil dan tidak terkontaminasi, yang dibalut dalam beberapa jam
setelah cidera, setelah debridement, dapat dijahit. Luka yang laim harus
dibiarkan terbuka hingga bahay infeksi telah dilewati. Luka itu dibalut sekedarnya
dengan kasa steril dan diperiksa setelah 5 hari. Kalau bersih, luka tersebut
dijahit.
e. Diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin D dan mineral serta tinggi kalsium
(Brunner And Suddarth 2001)
f. Pemberian analgesik untuk mengurangi tingkat nyeri (Niluh, A. 2003)
 Penanganan pada fraktur terbuka:
a. Lakukan penanganan cepat maksimal 6-7 jam pasca fraktur
b. Pemberian antibiotik, toksoid tetanus
c. Lakukan kultur tulang, serum, untuk mengetahui adanya infeksi dan
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi
d. Tindakan debridement

9. Komplikasi Fraktur
 Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur (Suratun, dkk. 2008) :
a. Komplikasi awal
- Syok : dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema
- Emboli lemak : dapat terjadi 24-27 jam
- Sindrom kompartemen : perfusi jaringan otot kurang dari kebutuhan
- Infeksi dan tromboemboli
b. Komplikasi lanjutan
- Mal-union/non-union
- Necrosis avaskular tulang
- Reaksi terhadap alat fiksasi intera
 Komplikasi dibagi menjadi 3 yaitu (Brooker, C, 2008) :
a. Komplikasi cepat (saat cedera):
- Pendarahan
- Kerusakan arteri dan saraf
- Kerusakan jaringan sekitar
b. Komplikasi awal (beberapa jam-hari):
- Infeksi
- Emboli lemak
- Sindrom kompartemen
c. Komplikasi lambat
- Delay union (penyatuan tulang terlambat): saat fraktur tidak menyatu pada
waktu yang telah diperkirakan.
- Mal union (penyatuan yang salah) : saat fraktur sudah menyatu sepenuhnya
tetapi pada posisi yang salah, dan pembedahan mungkin dilakukan
tergantung pada disabiliti dan hasil potensial
- Non union(tidak ada penyatuan): dapat terbentuk sendi palsu
- Deformitas
- Necrosis avaskular: kematian jaringan tulang akibat tidak adekuatnya
vaskularisasi bagian tersebut
PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan
pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
d) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu
dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
e) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap
f) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
g) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang
pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
h) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
i) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul
kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa
tidak efektif.
j) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak
klien
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk
dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri
kepala.
(3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak
ada lesi, simetris, tak oedema.
(5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
(6)Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler (untuk status neurovaskuler  5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
(2) Cape au lait spot (birth mark).
(3) Fistulae.
(4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
(6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(7) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill
time  Normal > 3 detik
(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.
(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau
distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan
atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan
lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan
pasif.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan
dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari
bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang
dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1) Bayangan jaringan lunak.
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga
rotasi.
3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang
sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana
tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang
tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari
tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme
penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas
tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi,
keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
KOLABORASI
1 Nyeri akut b/d spasme otot,NOC NIC : Pain Management
gerakan fragmen tulang,
 Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
edema, cedera jaringan
 Pain control, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
lunak, pemasangan traksi,
 Comfort level Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
stress/ansietas, lukaKriteria Hasil : Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
operasi.  Mampu mengontrol nyeri(tahunyeri pasien
penyebab nyeri, mampu menggunakanEvaluasi pengalaman nyeri masa lampau
tehnik nonfarmakologi untukEvaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
mengurangi nyeri, mencari bantuan) ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
 Melaporkan bahwa berkurangBantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
nyeri
dengan menggunakan manajemen nyeriKurangi faktor presipitasi nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala,Ajarkan tentang teknik non farmakologi
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeriTingkatkan istirahat
berkurang Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
 Tanda vital dalam rentang normal berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

2 Gangguan pertukaran gasNOC : NIC : Airway Management


b/d perubahan aliran darah,
 Respiratory Status : Gas exchange Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
emboli, perubahan membran
 Respiratory Status : ventilation Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
alveolar/kapiler (interstisial,
 Vital Sign Status Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
edema paru, kongesti) Kriteria Hasil : Pasang mayo bila perlu
 Mendemonstrasikan peningkatanLakukan fisioterapi dada jika perlu
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Memelihara kebersihan paru paru danAuskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
bebas dari tanda tanda distressLakukan suction pada mayo
pernafasan Berika bronkodilator bial perlu
 Mendemonstrasikan batuk efektif danBarikan pelembab udara
suara nafas yang bersih, tidak adaAtur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
sianosis dan dyspneu (mampuMonitor respirasi dan status O2
mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips) Respiratory Monitoring
 Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
 Tanda tanda vital dalam rentang normal
 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
 auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
3 Gangguan mobilitas fisik b/dNOC : Latihan Kekuatan
kerusakan rangkaJoint Movement : Active  Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program
neuromuskuler, nyeri, terapiMobility Level latihan secara rutin
restriktif (imobilisasi). Self care : ADLs Latihan untuk ambulasi
Transfer performance  Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan
Kriteria Hasil : keluarga.
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik  Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker
 Mengerti tujuan dari peningkatan
 Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang
mobilitas aman.
 Memverbalisasikan perasaan dalamLatihan mobilisasi dengan kursi roda
meningkatkan kekuatan dan
 Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda &
kemampuan berpindah cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
 Memperagakan penggunaan alat Bantu
 Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh
untuk mobilisasi (walker)  Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
 Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
 Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg
benar untuk menghindari kelelahan, keram & cedera.
 Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.
4 Gangguan integritas kulit b/dNOC : NIC : Pressure Management
fraktur terbuka, pemasanganTissue Integrity : Skin and Mucous
 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
traksi (pen, kawat, sekrup) Membranes  Hindari kerutan padaa tempat tidur
Kriteria Hasil :  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
 Integritas kulit yang baik bisa
 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
dipertahankan  Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Melaporkan adanya gangguan sensasi
 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
atau nyeri pada daerah kulit yang
 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
mengalami gangguan  Monitor status nutrisi pasien
 Menunjukkan pemahaman dalam
 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang
 Mampumelindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
5 Risiko infeksi b/dNOC : NIC : Infection Control (Kontrol infeksi)
ketidakadekuatan  Immune Status Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
pertahanan primer
 Risk control Pertahankan teknik isolasi
(kerusakan kulit, taruma Batasi pengunjung bila perlu
jaringan lunak, prosedurKriteria Hasil : Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
invasif/traksi tulang)  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
 Menunjukkan kemampuan untuk
 Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
mencegah timbulnya infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
 Jumlah leukosit dalam batas normal  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Menunjukkan perilaku hidup sehat  Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
6 Kurang pengetahuanNOC : NIC :
tentang kondisi, prognosis
Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
dan kebutuhan pengobatan
Kowledge : health Behavior Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
b/d kurang terpajan atauKriteria Hasil : penyakit yang spesifik
salah interpretasi terhadapPasien dan keluarga menyatakanJelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
informasi, keterbatasanpemahaman tentang penyakit, kondisi,dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
kognitif, kurangprognosis dan program pengobatan Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
akurat/lengkapnya informasiPasien dan keluarga mampudengan cara yang tepat
yang ada melaksanakan prosedur yang dijelaskanGambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
secara benar Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
Pasien dan keluarga mampuSediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
menjelaskan kembali apa yangtepat
dijelaskan perawat/tim kesehatanHindari harapan yang kosong
lainnya Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang
tepat
Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara
yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Elizabeth J, Corwin. 2008. Buku saku patofisiologi. Jakarta : EGC
Muscari, Mary E. 2001. Panduan Belajar keperawatan Pediatrik Ed:3. Jakarta: EGC
Gibney Michael, dkk. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Suratun, dkk.2008. Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC
Michael. J. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC
Mehmet, C. 2010. Sehat tanpa dokter. Bandung : Qanita
Oswari, E.1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Engram Barabara. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC
Pavey Patrick. 2003. At a Glance Medicine. Jakarta : EGC
Tandra, H. 2009. Mengenal, Mengatasi, dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta: Gramedia.
Niluh, A. 2003. Keperawatan medikal bedah: klien dengangangguan sistem pernapasan.
Jakarta: EGC
Brooker, C. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC
Marta D.A. 2011. Asuhan Keperawatan Fraktur.
http://www.scribd.com/doc/86545197/makalah-askep-fraktur (Diakses pada tanggal 12
Desember 2015)
PPNI Klaten. 2009. Fraktur. http://ppniklaten.com/index.php?
option=com_content&view=article&id (Diakses pada tanggal 12 Desember 2015).
Pranoto,A. 2010. FRAX Fracture Risk Assessement Tools.
http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_FRAX%20%28Fracture%20Risk
%20Assessmnt%20Tools%29_3415_2099. Diakses tanggal 12 Desember 2015)

Anda mungkin juga menyukai