Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KONSEP TEORITIS

A. KONSEP FRAKTUR
1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2007). Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di
istregritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi
faktor lain seperti proses degenerativejuga dapat berpengaruh terhadap
kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008).
Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas
tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur
terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan
saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2012).

Fraktur femur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang


paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka
yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf,
dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung pada paha (Zairin, 2012).
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur diatas, dapat
disimpulkan bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana
terjadi kehilangan kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung maupun trauma tidak langsung dengan adanya kerusakan
jaringan lunak.
2. Etiologi
Etiologi fraktur menurut Muttaqin, A (2008), Fraktur dapat terjadi
akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam menahan
tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang
menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang
menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, kompresi
vertical dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya
pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak. Fraktur
disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem.
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki,
biasanya fraktur terjadi pada umur di bawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor. Pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan
meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormone pada menopause.
1. Trauma
Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
b. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
2. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya
proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau osteoporosis.
3. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang
tersebut tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang
menimpanya.
4. Spontan
terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
5. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh
dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras.
6. Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran
pergelangan kaki yang kuat dan sering dikait dengan gangguan
kesejajaran. (Apley, G.A. 1995 : 840)
3. Klasifikasi
1. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi menjadi :
a. Fraktur complete : tulang patah terbagi menjadi dua bagian
(fragmen) atau lebih.
b. Fraktur incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi :
1) Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih
di tempat, biasa terjadi di tulang pipih.
2) Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os.
radius, ulna, clavikula dan costae.
3) Buckle Fracture, fraktur dimana korteksnya melipat ke dalam.
2. Berdasarkan garis patah atau konfigurasi tulang:
a. Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-
1000 dari sumbu tulang)
b. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau
>1000 dari sumbu tulang)
c. Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang
d. Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
e. Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur.
3. Berdasarkan hubungan antar fragman fraktur :
a. Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat
anatomisnya
b. Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya,
terbagi atas:
1) Shifted Sideways, menggeser ke samping tapi dekat
2) Angulated, membentuk sudut tertentu
3) Rotated, memutar
4) Distracted, saling menjauh karena ada interposisi
5) Overriding, garis fraktur tumpang tindih
6) Impacted, satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.
4. Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang
fraktur dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh
b. Fraktur terbuka, apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka
yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar yang
memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai
ke tulang, terbai atas :
1) Derajat I
a) Luka kurang dari 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
c) Kraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
d) Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
a) Laserasi lebih dari 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c) Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi
struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat
tinggi.
4. Manifestasi Klinis
1. Deformitas
2. Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti : rotasi
pemendekan tulang, Penekanan tulang
3. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
4. Echumosis dan perdarahan subculaneus
5. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
6. Tendernes atau keempuka
7. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
8. Kehilangan sensasi (Mati rasa, munkin terjadi dari rusaknya
saraf atau perdarahan).
9. Pergerakan abnormal
10. Syock hipovolemik dari hilangnya hasil darah.
11. Krepitasi
5. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Price (2006), Patah tulang biasanya terjadi
karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena trauma
langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah
tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar
tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya
timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan
sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.
Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi
pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapatmengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen. Tulang bersifat
rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya .
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Rontgen : Untuk mengetahui lokasi, tipe fraktur dan garis fraktur
secara langsung. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan
operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, MRI : dapat digunakan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau
menrurun. Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah
trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah
transfusi multiple atau cedera hati.
7. Penatalaksanaan
1. Rekognasi
Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu
suplai neurovascular ekstremitas. Karena itu begitu diketahui
kemungkinan fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera
harus dipasang bidai untuk melindunginya dari kerusakan.
2. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang
fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:
a. Skin Traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempelkan plester langsung pada kulit dan biasanya digunakan
untuk jangka pendek (48-72 jam).
b. Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan
tulang yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan
bentuk dengan memasukkan pins atau kawat ke dalam tulang.
3. Reduksi
a. Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
b. Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
4. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna.
8. Perawatan Perioperatif
1. Perawatan Pre Operasi :
a. Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan daerah yang akan di
operasi sudah dibersihkan (di cukur dan personal hygiene)
b. Kateterisasi
c. Puasa mulai tengah malam sebelum operasi esok paginya (pada
spinal anestesi dianjurkan untuk makan terlebih dahulu)
d. Informed Consent
e. Pendidikan Kesehatan mengenai tindakan yang dilakukan di meja
operasi
2. Perawatan intra Operasi :
a. Menerima Pasien dan memeriksa kembali persiapan pasien
b. Identitas pasien
c. Surat persetujuan operasi
d. Pemeriksaan laboratorium darah, rontgen, EKG.
e. Mengganti baju pasien
f. Menilai KU dan TTV
g. Memberikan Pre Medikasi : Mengecek nama pasien sebelum
memberikan obat dan memberikan obat pre medikasi.
h. Mendorong pasien kekamar tindakan sesuai jenis kasus pembedahan
i. Perawatan dilakukan sejak memindahkan pasien ke meja operasi
samapai selesai
9. Komplikasi
a. Dini
1) Compartement syndrome : Merupakan komlikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Tekanan intracompartement dapat dibuka
langsung dengan cara whitesides. Penanganan: dalam waktu
kurang 12 jam harus dilakukan fascioterapi.
2) Infeksi : Pada trauma orthopedic infeksi di mulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi juga bisa karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat
3) Avaskuler nekrosis : Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena
aliran darah ketulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan
nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia
4) Shock : karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi.
5) Kekakuan sendi: Hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang
terlalu lama. Pada persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi
hambatan gerak, hal ini dapat diatasi dengan fisiotherapi .

B. KONSEP ORIF
1. Pengertian
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk
pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang
mengalami fraktur.
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu
tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang
patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal
fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu
intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) Merupakan tindakan
pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian
melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang
yang patah
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah tindakan invasif
bedah fiksasi internal dengan dengan tujuan untuk mempertemukan serta
memfiksasi kedua ujung fregmen tulang yang patah dengan menggunakan
pin, sekrup, kawat, batang atau lempeng untuk mempertahankan reduksi
(Mutaqin, 2013, hal. 341).
2. Tujuan tindakan operasi
Tujuan dari operasi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang
agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini
berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang
panjang dengan tipe fraktur tranvers.
1. Imobilisasi sampai tahap remodeling
2. Melihat secara langsung area fraktur
3. Mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran.
3. Patofisiologi
Mekanisme cedera atau fraktur juga dapat terjadi dengan trauma tidak
langsung seperti akibat adanya daya putar atau puntir yang dapat
mengakibatkan fraktur pada tulang kaki dalam tingkatan yang berbeda,
pada cedera tidak langsung salah satu dari fregmen tulang dapat
menembus kulit (Noor, 2016, hal. 542).
Pada tindakan operasi ORIF pada fraktur dapat mengakibatkan
terputusnya kontinuitas tulang dan jaringan sehingga dapat mengakibatkan
atau merangsang necosiptor sekitar untuk mengeluarkan histamin,
bradikinin dan prostaglandin yang akan merangsang A-delta untuk
menghantarkan rangsangan nyeri sehingga menimbulkan sensasi nyeri
dan mengakibatkan Nyeri akut pada pasien (Rosyidi, 2013, hal. 57).
Tindakan operasi ORIF dalam penyembuhan tulang pasien akan
dilakukan tindakan pemasangan alat seperti traksi, pen, kawat scrup, dan
plat batang logam digunakan untuk mempertahankan fregmen tulang
dalam posisinya, hal ini mengakibatkan fungsi ekstermitas terganggu
sehingga menimbulkan Gangguan mobilitas fisik (Rosyidi, 2013, hal. 42).
Pada bekas luka post operasi dilakukan penanganan reduksi tertutup,
ekstermitas dipertahankan dengan gips, traksi, bidai danfiksator eksterna
pada tindakan ini jika dilakukan tidak benar maka dapat menyebabkan
Resiko infeksi (Suraton, 2009). Pada tindakan insisi dapat mempengaruhi
jaringan sekitar yaitu kerusakan saraf sensori, kerusakan jaringan lemak,
dari tindakan ini dapat mengakibatkan luka terbuka sehingga dapat
menimbulkan Kerusakan integritas kulit (Cahyani, 2012).
4. Indikasi
1. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
2. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
3. Fraktur Kominutif
4. Fraktur Pelvis
5. Fraktur terbuka
6. Trauma vaskuler
7. Fraktur shaft humeri bilateral
8. Floating elbow injury
9. Fraktur patologis
10. Reduksi tertutup yang sukar dipertahankan
11. Trauma multiple
12. Fraktur terbuka derajatI II
5. Kontra indikasi
1. Pasien dengan penurunan kesadaran
2. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
3. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
6. Komplikasi
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incisi relatif
kecil dan fiksasi cenderung aman. Komplikasi akn terjadi bila ada
penyakit penyerta dan gangguan pada proses penyambungan tulang.
7. Keluhan Post Op ORIF
Keluhan pada pasien post operasi ORIF biasanya meliputi, kesadaran
yang belum optimal akibat efek dari anastesi dan kemampuan dalam
orientasi lingkungan, pasien cenderung mengalami hipotermi, penurunan
peristaltik usus dan penurunan kontrol otot , setelah 6-8 jam kemudian
mulai mengeluh nyeri pada area lutut (Mutaqin 2013, hal. 365-360).
8. Perawatan Pasca Operatif ORIF
Proses keperawatan pasca operatif bedah ORIF merupakan salah satu
bagian dari asuhan kepeerawatan perioperatif dimana asuhan terdiri dari:
1. Asuhan yang diberikan pada pasien dari kamar operasi dan diruang
pulih sadar sampai kesadaran pasien optimal
2. Asuhan lanjutan setelah pasien kembali ke bangsal rawat inap bedah
ortopedi untuk dilakukan rawat lanjutan

Pada saat melakukan transportasi pasca beda, perawat perlu


mengkaji dan mempertahankan jalan nafas dengan memposisikan kepala
dibelakang, dan punggung tangan selalu menilai adanya arus udara yang
keluar dari jalan nafas yang menandakan kepatenan jalan nafas optomal
(Mutaqin, 2013, hal. 368).

9. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
1. Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.
1) Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma,
yang bergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang,
berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik
fungsi maupun bentuk.
2. Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan
keadaan proksimal serta bagian distal klien, terutama mengenai
status neurovaskuler.
b. Keadaan Lokal.
1. Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :
1) Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi)
2) Fistula
3) Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi
4) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal)
5) Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas)
6) Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)
2. Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi
klien diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi).
1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit.
2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
edema terutama di sekitar persendian.
3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal)
4) Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang.
c. Move (pergerakan terutama rentang gerak). Pemeriksaan dengan
menggerakan ekstremitas, kemudian mencatat apakah ada keluhan nyeri
pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat adalah pergerakan aktif dan
pasif.
10. Persiapan dan prosedur di ruang operasi
 Inform concent
Surat persetujuan kepada pasien dan keluarga mengenai
pemeriksaan sebelum operasi, alasan, tujuan, keuntungan, kerugian
tindakan operasi
 Diit
Pasien dipuasakan selama 8 jam sebelum operasi
 Persiapan kebersihan kulit
Untuk membebaskan daerah operasi dari mikroorganisme,
persiapan yang dilakukan adalah pencukuran rambut pada daerah perut ,
daerah sekitar anus dan alat reproduksi.
 Terapi pharmacologic
Narkotik dihindari karena dapat menghilangkan tanda dan gejala,
antibiotik untuk menanggulangi infeksi
 Pengecekan status
Mengecek status pasien sudah tepat dilakukan operasi orif, dengan
menyesuaikan diagnosanya. Apabila sudah tepat diagnosanya maka
segera diantar ke ruang operasi untuk dilakukan operasi
 Persiapan alat dan ruangan
- Alat tidak steril : Lampu operasi, Cuter unit, Meja operasi, Suction,
Hepafik, Gunting
- Alat Steril : Duk besar 3, Baju operasi 4, Selang suction steril,
Selang cuter Steril,side 2/0, palain 2/0,berbagai macam ukuran jarum
11. Tehnik pembedahan dan alat

1) Persiapan:
a. Alat-alat disiapkan
b. Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi
c. Klien dipasang bedside monitor
d. Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu
mengenakan jas operasi dan sarung tangan.
2) Pelaksanaan operasi
a. Klien diintubasi dengan ET sebelumnya dilakukan general anestesi
b. Klin diposisikan telentang dengan kepala sedikit ekstensi
c. Dalam stadium anastesi dilakukan disinfektan menggunakan
betadine,kemudian diblilas menggunakan alkohol 70 %
d. Dipasang linen (doek steril), difiksasi dengan doek klem, selanjutnya
ditutup/dipasang doek lubang besar(mempersempit area yang akan
dioperasi).
e. Melakukan insisi dengan pisau bedah ± 10 cm,secara horizontal dari
lapisan kulit,lemak, otot.
f. Melakukan pemegangan tulang menggunakan reduction,kemudian
memposisikannya pada posisi semula,kemudian memasang plate
pada tlang sambil memegang dengan retractor dan melakukan
pengeburan, memasang plate dan screw sebanyak 7 dengan obeng.
g. Control perdarahan  perdarahan disuction atau dep dengan
kassa,dan memakai cuter.
h. Memposisikan tulang dengan keadaan semula,mengukur panjang
plate dan screw
i. Kemudian tulang di bor dan diukur kedalaman bor dengan alat
penduga
j. Memasang plate dan screw pada tulang yang telag dibor
k. Mencuci dengan NaCl, dan memastikan tidak ada lagi perdarahan.
l. Melakukan hecting dengan polisorb 2-0, pada sevi menggunakan
safil 2-0 dan pada bagian kulit menggunakan byosin 4-0
m. Menutup luka dengan sufra tulle, kasa dan diplester.
n. Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl 0,9%, dan handuk
basah.
o. Operasi selesai, mengobservasi A, B, C, ET dilepaskan
p. Klien dipindahkan ke brancard dan pindahkan keruang recovery.

 boar :1  satu set perlengkapan ET : 1 set.


 redaction : 2  gunting jaringan :2
 retractor : 2  gunting benang :1
 lastpat :2  pingset sirurgis :2
 arteri klem panjang :2  pingset anatomis : 2
 arteri klem kecil/pendek : 2/2  mangkok(kom) :2
 nakulder : 1  quret :1
 duk klem : 1  jarum traumatik maupun atraumatik :
 kobra :2 1
 kassa kecil : 20  couter :1
 duk steril :3  suction :1
 plate :1  benang : polysorb 2-0, biopsin 4-
 screw :6 0
 penduga :1  penduga : 1
C. KONSEP RUANG ICU/ICCU
1. Pengertian
ICU : Unit perawatan khusus pada pasien sakit berat & kritis,
cidera dengan penyakit yang mengancam nyawa dengan melibatkan
tenaga kesehatan terlatih serta di dukung dengan kelengkapan peralatan
khusus.
ICCU : Unit perawatan khusus pasien cardiologis yang
mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih serta di
dukung dengan kelengkapan peralatan khusus.
2. Ruang Lingkup
1. Diagnosis & penatalaksanaan spesifik penyakit – penyakit Acut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian
2. Memberi bantuan & mengambil alih fungsi fital tubuh
3. Pemantauan fungsi fital tubuh dan penatalaksanaan terhadap
komplikasi yang ditimbulkan oleh :
a. Penyakit
b. Kondisi Pasien yang buruk
c. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang tergantung pada
fungsi alat / mesin dan orang lain.
3. Klasifikasi
Dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
1. ICU Primer
Pelayanan pada pasien yang memerlukan perawatan ketat ( Higt
Care ), mampu melukukan RJP & memberikan ventilasi bantu 24 - 48
jam. Kekususan ruang ICU primer adalah :
a. Ruang tersendiri, letak dekat ruang kamar bedah, IRD & ruang
rawat lainnya.
b. Memiliki persyaratan / kriteria pasien yang masuk dan keluar
c. Memiliki ruang anestesiologi sebagai kepala
d. Dokter 24 jam
e. Ada konsultan siap dipanggil
f. Memiliki 25% sertifikat ICU, minimal 1orang per shift
g. Ada pemeriksaan panjang 24 jam / laborat, rongent & fidioterapi
2. ICU Sekunder
Pelayanan yang khusus mampu memberikan Ventilasi lebih lama.
Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah :
a. Ruang tersendiri, letak dekat ruang kamar bedah, IRD & ruang
rawat lainnya
b. Memiliki persyaratan / kriteria pasien yang masuk dan keluar
c. Memiliki ruang anestesiologi sebagai kepala
d. Dokter 24 jam
e. Tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU & minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam & penyakit bedah
selama 3 tahun.
f. Mampu melakukan bantuan ventilasi
g. Pemeriksaan penunjang 24 jam
h. Memiliki ruang isolasi
3. ICU Tersier
Mampu memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dengan
bantuan hidup multi sistem yang komples dengan jangka waktu yang
tidak terbatas.
Khususan yang dimiliki ICU tersier adalah :
a. Ruang tersendiri, letak dekat ruang kamar
bedah, IRD & ruang rawat lainnya
b. Memiliki persyaratan / kriteria pasien yang masuk
dan keluar
c. Memiliki ruang anestesiologi sebagai kepala
d. Dokter 24 jam
e. Tenaga perawat lebih dari 75% bersertifikat ICU & berpengalaman
pada ruang penyakit dalam & bedah selama 3 tahun
f. Pemeriksaan penunjang 24 jam
g. Memiliki paling sedikit 1 orang yang mampu mendidik medis dan
perawat agar memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
h. Memiliki staf tambahan tenaga administrasi , tenaga rekanmedik,
tenaga ilmiah dan penelitian.
4. Kriteria Pasien Masuk Dan Keluar ICU
Ada 3 prioritas pasien masuk ICU yaitu :
1. Prioritas I
Pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan bantuan ventilasi,
monitoring obat – obatan vosoaktif secara kontinyu.
Misal : pasien bedah kardiotoraksik, pasien shock septic.
2. Prioritas II
Pasien yang memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU,
karena memerlukan terapi inkusif segera. misalnya : pada pasien
penyakit dasar jantung, paru / ginjal acut & berat / telah mengalami
pembedahan mayor.
3. Prioritas III
Pasien sakit kritis dan tidak stabil dimana kemungkinan
kesembuhan atau mendapat manfaat dari terapi ICU. Misalnya : Pasien
dengan keganasan metastase fisik disertai infeksi pericardial tamponade
/ sumbatan jalan nafas dll.
5. Indikasi Pasien Keluar ICU
Ada 3 kriteria pasien keluar ICU yaiutu :
1. Pasien prioritas 1
Pasien dipindahkan apabila tidak membutuhkan lagi perawatan
intensif / jika terapi mengalami kegagalan, proguasa jangka pendek
buruk.
Contoh : pasien dengan tiga / lebih gagal sistim program
2. Pasien Prioritas 2
Apabila hasil pemantauan insentif menunjukkan bahwa perawatan
insentif tidak dibutuhkan lagi.
3. Pasien Prioritas 3
Bila kebutuhan untuk terapi telah tidak ada lagi, dan kemungkinan
kemungkinan kesembuhan sangat kecil. Misal : penyakit paru kronis,
penyakit lever terminal, karsinama yang telah menyebar luas.
D. ASKEP TEORITIS
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
a) Riwayat Perjalanan penyakit
- Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
- Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
- Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
- Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
- Kehilangan fungsi
- Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
- Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis
kortikosteroid dalam jangka waktu lama
- Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal,
terutama pada wanita
- Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
- Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c) proses pertolongan pertama yang dilakukan
- Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan
gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum
dipindahkan
- Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
2. Pemeriksaan fisik
a. Mengidentifikasi tipe fraktur
b. Inspeksi daerah mana yang terkena
- Deformitas yang nampak jelas
- Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
- Laserasi
- Perubahan warna kulit
- Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c. Palpasi
- Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
- Krepitasi
- Nadi, dingin
- Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
3. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
b. Kerusakan intergritas kulit b.d medikasi
c. Hambatan Mobilitas Fisik b.d gangguan muskuloketeletal
d. Resiko syok hipovolemik
4. Intervensi

Diagnosa Luaran intervensi


Keperawatan
1. Nyeri akut 1. Pain level Pola management
b/d agen 2. Pain control 1. Lakukan
cidera fisik 3. Confort level pengkajian nyeri
Kriteria hasil: secara
1. Mampu mengontrol konfehensif
nyeeri termasuk
2. Melaporkan baha lokasi,berat nyeri
nyeri berkurang dan faktor
3. Mampu pencetus
megendalikan nyeri 2. Observasi adanya
4. Menyatukan rasa petunjuk non
nyaman verbal,mengenal
ketidaknyamanan
3. Gunkan strategi
komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
4. Pertimbangkan
tipe dan sumber
nyeri jika memilih
strategi
penurunan nyeri
5. Ajarkan teknik
non varmakologi
6. Berikan individu
penurunan nyeri
7. Kolaborasi
dengan dokter
2. Kerusakan 1.tissue integrity : skin and Insision self care
integritas mocus 1. Membersihkan,
kulit b/d 2. membranes membantu dan
medikasi 3. hymodialis akses menningkatkan
Kriteria hasil: proses
a. Integritas kulit yang penyembuhan
baik yang luka
dipertahankan 2. Monitor proses
b. Tidak ada luka dan penyembuhan
lesi pada kulit area insisi
c. Perfusi jaringan baik 3. Monitor tanda dan
d. Menunjukan gejala infeksi
pemahamann dalam 4. Bersihkan area
proses perbaikan kulit sekitar jahitan
dan mencegah atau
terjadinya cideraa menggunakan lidi
berulang. kapas steril
e. Mampu melindungi 5. Gunakan preparat
kulit dan antiseptic sesuai
mempertahankan program
kelembabpan kulit 6. Ganti balutan
dan perawatan alami pada interval
waktu yang sesuai
3. Gangguan 1. Joint Movement : Exercise therapy :
mobilitas Active ambulation
fisik b/d 2. Mobility level 1. Konsultasi
gangguan 3. Self care : ADLs dengan terapi
muskulosklet 4. Transfer perfomence fisik tentang
al Kriteria hassil: rencana ambulasi
a. Klaen meningkat sesuai kebutuhan
dalam aktifitas fisik 2. Bantuan klaen
b. Mengerti tujuan dari untuk
peningkatan mobilitas menggunakan
c. Memverbalisasikan tongkat saat
perasaan dalam berjalan dan
meningkatkan cegah terhadap
kekuatan dan cidera
kemampuan 3. Kaji kemampuan
berpinddah klaen dalam
d. Memperagakan mobilisasi
penggunaan alat 4. Latih pasien
e. Bantu untuk dalam pemenuhan
mobilisasi (walker) kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuaikemampuan
5. Dampingi dan
bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
ADL’s Ps
6. Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan bantuan jika
dibutuhkan
4. Resiko syok 1. Syok prefention Sypk prevention
hipovolemik 2. Syok management 1. Monitor status
Kriteria hasil: sirkulasi,warna
1. Nadi dlam batas kulit,suhu kulit,
normal denyut
2. Irama jantung dalam jantung,HR,ritme
batass normal nadi perifer dan
3. Irama pernfasan kapiler refill
dalam batas normal 2. Monitor tnda
inadekuat
oksigenasi
jaringan
3. Monitor suhu dan
pernafasan
4. Monitor input dan
aotput
5. Pantau nilai labor
HB,HT,AGD,elek
trolit
6. Monitor
hemodinamik
7. Monitortanda dan
gejala asites
8. Mobitor tanda
awal syok
Syok management
1. Monitor fungsi
neurologis
2. Monitor fungsi
renal
3. Monitor naadi
4. Monitor ststus
cairan,input dan
output
5. Catt gas darah
6. Monitor EKG
7. Monitor nilai
labor
8. Monitor gejala
gagal nafas

Anda mungkin juga menyukai