LAPORAN PENDAHULUAN
2. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, kedaan tulang itu sendiri dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap (Price, Wilson, 2003).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Brunner & Suddarth, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontuinitast ulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare,2002).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpukan bahwa fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan oleh trauma,rudapaksa atau
oleh penyebab patologis yang dapat digolongkan sesuai dengan jenis dan
kontinuitasnya.
3. Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya:
a. Fraktur Fisiologis
Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga
fisik, olahraga, dan trauma dapat disebabkan oleh:
1) Cidera langsung berarti pukulan lansung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
2) Cidera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan,misalnya jatuh dengan tangan terjulur menyebabkan fraktur
klavikula, atau orang tua yang terjatuh mengenai bokong dan berakibat
fraktur kolom femur.
b. Fraktur Patologis
Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur. Dapat terjadi pada berbagai keadaan
berikut:
1) Tumor tulang, terbagi menjadi jinak dan ganas
2) Infeksi seperti Osteomielitis
3) Scurvy (penyakit gusi berdarah)
4) Osteomalasia
5) Rakhitis
6) Osteoporosis ( Rasjad, 2007)
Umumya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur
terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor.
Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada
laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait
dengan perubahan hormon pada menopause.
4. Klasifikasi
a. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka atau patah tulang terbuka adalah hilangnya kontinuitas tulang
disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah)
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada area yang terkena.
b. Farktur tertutup
Fraktur tertutup atau patah tulang tertutup adalah hilangnya kontinitas tulang
tanpa disertai kerusakan jaringan kulit yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung atau kodisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis).
5. Patogenesis
6. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Ketika patah tulang, terjadi kerusakan
di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal
tersebut terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kanal medul antara tepi tulang bawah periostrium
dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat
sirkulasi jaringan nekrotik ditandai dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit,
ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan peningkatan tekanan dalam
sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak
tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain.
Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi
histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk
ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan
menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndrom
comportement.
Tulang bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk
tulang baru diantara ujung patahan tulang-tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel.
Pada stadium poliferasi sel menjadi fibrokartilago. Sel yang mengalami poliferasi
terus masuk kedalam lapisan yang lebih dalam dan bergenerasi sehingga terjadi
osteogenesis. Sel-sel yangberkembang memiliki potensi yang kardiogenik
8. Manisfestasi Klinis
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembekakan lokal, dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
nomalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkapi satu sama lain 2,5 – 5 cm (1 – 2 inci).
d. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya ( uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cidera ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
9. Komplikasi
a. Komplikasi awal
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang bisa berakibat fatal dalam
beberapa jam setelah cidera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau
lebih dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas
permanen jika tidak ditangani segera. Komplikasi awal lainnya yang berhubungan
dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli (emboli paru) yang dapat
menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cidera dan koagulopati
intravaskuler diseminata (KID).
b. Komplikasi lambat
Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan. Penyatuan lambat terjadi bila
penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk jenis dan tempat
fraktur tertentu. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi
sistemik dan distaksi ( tarikan jauh ) fragmen tulang.
Tidak ada penyatuan terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-ujung
patahan tulang. Pasien mengeluh tidak nyaman dan gerakan yang menetap pada
tempat fraktur. Faktor yang ikut berperan dalam masalah penyatuan meliputi
infeksi pada tempat fraktur, interposisi jaringan diantara ujung-ujung tulang,
imobilisasi dan manipulasi yang tidak memadai, yang menghentikan
pembentukan kalus, jarak yang terlalu antara fragmen, kontak tulang yang
terbatas dan gangguan asupan darah yang mengakibatkan nekrosis avaskuler
(Brunner & suddarth, 2002).
12. Komplikasi
1. Non-union, delayed-union dan mal-union tulang dapat terjadi, yang menimbulkan
deformitas atau hilangnya fungsi.
2. Sindrom kompartemen.
3. Ditandai dengan kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang
disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan
pembengkakan interstitial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang
menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal
ini menyebabkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang
mempersarafi area tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak
dapat menggerakkan jari tangannya. Untuk memeriksa sindrom kompartemen, hal
berikut harus dievaluasi dengan sering pada tulang yang cedera atau digips: nyeri,
pucat, parestesia dan paralisis. Denyut nadi mungkin teraba atau mungkin tidak.
4. Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang,
termasuk humerus. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum tulang,
atau dapat terjadi akibat sistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi
mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah
patah tulang panjangsering tersangkut di sirkulasi paru dan dapat menimbulkan
gawat napas dan gagal napas.
(Elizabeth J. Corwin, 2009; 338)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf, kerusakan
neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang.
b. Resiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan hilangnya darah dari
luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cedera pada pembuluh darah.
c. Resiko tinggi sindrom komparteman yang berhubungan dengan terjebaknya
pembuluh darah, saraf, dan jaringan lunak lainnya akibat pembengkakan.
d. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entree luka fraktur
terbuka, luka pasca-bedah.
e. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan cidera jaringan lunak
sekuderakibat fraktur terbuka.
b. Resiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan hilangnya darah dari
luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cidera pada pembuluh darah.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, resiko syok hipovolemik tidak terjadi.
Kriteria hasil: Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor
kulit normal, TTV dalam batas nomal, CRT <3 detik, urine >600 ml/hari.
Intervensi :
1) Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa, haluaran urine).
Rasional: Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan oleh keadaan status
cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi
urine, pemantauan yang ketat pada produksi urine < 600 ml/ hari merupakan
tanda-tanda terjadinya syok kardiogenik.
2) Kaji sumber kehilangan cairan.
Rasional: Kehilangan cairan dapat berasal dari faktor ginjal dan diluar
ginjal. Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini
juga haris diarasi. Perdarahan harus dikendalikan.
3) Auskultasi tekanan darah. Bandingkan kedua lengan.\
Rasional: hipotensi dapat terjadi pada hipovolemia yang menunjukkan
terlibatnya sistem kardiovaskuler untuk melakukan kompensasi
mempertahankan tekanan darah.
4) Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.
Rasional: Mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer.
5) Pantau frekuensi dan irama jantung.
Rasional: Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukankomplikasi
disritmia.
6) Kolaborasi :Pertahankan pemberian cairan melalui intravena.
Rasional: Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan
memudahkan perawat dalam melakukan kontrol asupan dan haluaran cairan.
d. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entree luka fraktur
terbuka, luka pasca-bedah.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda dan gejala infeksi, pengangkatan jahitan pasca
bedah ORIF dapat dilakukan pada hari ke-10.
Intervensi :
1) Kaji faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi yang masuk ke
port de entree.
Rasional: faktor port de entree fraktur femur adalah luka terbuka dari
fraktur, luka pasca-bedah, sisi luka dari staksi tulang, setiap sisi besi pada
fiksasi eksterna. Faktor-faktor ini harus dipantau oleh perawat dan dilakukan
perawatan luka steril.
2) Lakukan menajemen keperawatan :
a) Lakukan perawatan luka steril pada hari ke 2 pasca-bedah ORIF atau
apabila kasa terlihat kotor.
Rasional: perawatam luka steril dilakukan idealnya pada hari ke 2 dan
perawatan selanjutnya tidak setiap hari. Biasanya dilakukan setiap dua
hari sekali atau apabila kasa terlihat kotor, dapat dilakukan setiap hari.
b) Lakukan perawatan luka secara steril pada luka pasca-bedah ORIF
dengan iodin providum dan dibersihkan dengan alkohol 70% dengan
teknik swabbing dari arah dalam keluar.
Rasional: teknik swabbing secara steril dapat membersihkan sisa
nekrotik, debris, dan dapat mengurangi kontaminasi kuman.
c) Desinfeksi daerah pemasangan fiksasi eksterna dengan iodin providum
dan dibilas dengan alkohol 70%.
Rasional: desinfeksi dengan iodin providun dapatmenghilangkan kuman
pada sekitar logam yang masuk kekulit pada fiksasi eksterna.
3) Tingkatkan asupan nutrisi tinggi kalori dan tinggi protein.
Rasional: meningkatkan imunitas tubuh secara umum dan membantu
menurunkan resiko infeksi.
4) Kolaborasi :Beri antibiotik sesuai indikasi.
Rasional: Satu atau beberapa agens diberikan yang bergantung pada sifat
patogen dan infeksi yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA