Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian tentang fraktur banyak dikemukakan oleh beberapa sumber
antara lain : fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
tipe dan luasnya (Smeltzer, 2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa
(Sjamsuhidajat, 1997). Sedangkan menurut Doenges (2000) fraktur adalah
pemisahan atau patahnya tulang.
Fraktur adalah patah atau gangguan kontinuitas tulang (Depkes, 1995).
Menurut price, fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik.
Amputasi merupakan pengangkatan anggota tubuh yang melibatkan
pemotongan sebagian atau seluruh anggota badan (Marrelli, 2008). Amputasi
adalah pembedahan yang melibatkan pemotongan sebagian atau seluruh anggota
badan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar fraktur ?
2. Bagaimana konsep dasar amputasi ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien fraktur ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien amputasi ?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar fraktur
2. Mengetahui konsep dasar amputasi
3. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien fraktur
4. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien amputasi
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Fraktur


1. Defenisi
Pengertian tentang fraktur banyak dikemukakan oleh beberapa sumber
antara lain : fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
tipe dan luasnya (Smeltzer, 2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa
(Sjamsuhidajat, 1997). Sedangkan menurut Doenges (2000) fraktur adalah
pemisahan atau patahnya tulang.
Fraktur adalah patah atau gangguan kontinuitas tulang (Depkes, 1995).
Menurut price, fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik.
Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur, yang beresiko tinggi
untuk terjadinya fraktur adalah orang yang lanjut usia, orang yang bekerja yang
membutuhkan keseimbangan, masalah gerakan, dan pekerjaan – pekerjaaan yang
beresiko tinggi (Reeves, Rous, Lockhart, 2001).
2. Etiologi
Menurut Sjamsuhidajat (1997) bahwa terjadinya fraktur dapat disebabkan
oleh karena trauma baik langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung
seperti benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius ulna,
dan dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada tangan
yang menyebabkan tulang klavikula dan radius distal patah.
Menurut Engram (1998) fraktur juga dapat disebabkan oleh karena proses
patologis misalnya adanya tumor, infeksi, osteoporosis pada tulang. Depkes
mengatakan bahwa penyebab primer fraktur adalah kecelakaan kendaraan
bermotor atau jatuh, olahraga, exercise yang kuat, dan malnutrisi. Sedangkan
menurut Long (1996) bahwa penyebab fraktur adalah kelemahan tulang akibat
penyakit kanker atau osteoporosis, patah karena letih, patah tulang karena otot
tidak dapat mengabsorpsi energi seperti karena berjalan kaki terlalu jauh.
3. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma
(Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki
terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh
dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot
misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan
di kulit. (Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran
darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai.
Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-
jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk
tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000:
299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner
& suddarth, 2002: 2287)
4. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis dari fraktur adalah
nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan lokal dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yag dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gerakan antara fragmen satu
dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
5. Klasifikasi Fraktur
a. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur
yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur
tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan
dunia luar
b. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur
yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit
dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau
from without (dari luar).
c. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya
mal-union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang
6. Penatalaksanaan
Menurut Long (1996), ada beberapa terapi yang digunakan untuk pada
pasien fraktur antara lain :
a. Debridemen luka untuk membuang kotoran, benda asing, jaringan
yang rusak dan tulang yang nekrose.
b. Memberikan toksoid tetanus.
c. Membiakkan jaringan.
d. Pengobatan dengan antibiotik.
e. Menutup luka bila tidak ada gejala infeksi.
f. Reduksi fraktur.
g. Imobilisasi fraktur.
h. Kompres dingin boleh dilakukan untuk mencegah perdarahan, edema,
dan nyeri.
i. Obat penawar nyeri.
7. Komplikasi
a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan
yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan
masif pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh
darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat
pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau
ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas
bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
h. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat
i. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau
necrosis iskemia.
j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak
dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor
instability
8. WOC
B. Konsep Dasar Amputasi
1. Pengertian
Amputasi merupakan pengangkatan anggota tubuh yang melibatkan
pemotongan sebagian atau seluruh anggota badan (Marrelli, 2008). Amputasi
adalah pembedahan yang melibatkan pemotongan sebagian atau seluruh anggota
badan.
2. Etiologi
Trauma merupakan penyebab utama amputasi di seluruh dunia. Di negara-
negara maju, trauma biasanya terjadi sebagai akibat kecelakaan industri,
kecelakaan pertanian, atau kendaraan bermotor kecelakaan, yang meliputi mobil,
sepeda motor dan kereta api.
Indikasi utama bedah amputasi bisa disebabkan oleh :
a. Iskemia, karena penyakit reskularisasi perife, biasa nya pada orangtua
seperti pada penyakit artherosklerosis dan diabetes mellitus.
b. Trauma, amputasi bisa diakibatkan karena kecelakaan dan thermal
injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti
pagets disease dan kelaian kongenital.
Faktor predisposisi terjadinya amputasi yaitu :
a. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
b. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
c. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
d. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh
lainnya.
e. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara
konservatif.
Deformitas organ.
Secara umum penyebab amputasi adalah (Lukman, 2009, hal.
60) kecelakaan, penyakit, dan gangguan kongenital. Berdasakan
pendapat diatas, dapat disimpulkan penyebab amputasi adalah vaskuler
perifer, infeksi, trauma, deformitas, tumor ganas dan paralisis.
3. Patofisiologi
Chronic Limb Ischaemia merupakan klasifikasi dari penyakit arteri
peripheral. Biasanya dikaitkan dengan obstruktif di arteri aterosklerotik. Proses
penyakit ini, penting untuk dicatat bahwa karena hasilnya chronic limb ischaemia
yaitu dari ketidak seimbangan antara suplai nutrisi dan permintaan metabolik pada
jaringan distal (Dieter, 2017). Salah satu penyebabnya adalah aterosklerosis.
Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari
tubuh dengan metode :
a. Metode terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada
Pasien dengan infeksi yang mengembang atau berat. Dimana
pemotongan dilakukan pada tingkat yang sama. Bentuknya benar-
benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih dan luka dapat
ditutup setelah tidak terinfeksi.
b. Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang lebih mungkin. Pada
metode ini kulit tepi ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka,
pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang dapat di temukan pada pasien dengan post operasi
amputasi antara lain :
a. Nyeri akut
b. Keterbatasan fisik
c. Pantom snydrome
d. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman
e. Adanya gangguan citra tubuh mudah marah , cepat tersinggung pasien
cenderung berdiam diri.
Dampak masalah dalam sitem tubuh
1) Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam ke adaan imobilitas maka akan
menyebabkan penekanan pada fungsi sismatik serta penurunan
katekolamin dalam darah sehingga munurunkan kecepatan
metabolisme basal.
2) Ketidak seimbangan cairan dan metabolik
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme
lebih dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik
koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan
intravascular ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang
rendah sehingga menyebabkan odema. Immobilitas menyebabkan
sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan
yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior
untuk mengahambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi
peningkatan diuresis (Nurarif, 2015, hal. 31)
5. Klasifikasi
a. Jenis amputasi
Amputasi dapat terbuka (guillotine) atau tertutup (flap). Amputasi
terbuka, dilakukan jika infeksi terjadi. Luka tidak menutup, tetapi tetap
terbuka untuk drain. Ketika infeksi tidak lagi terjadi, pembedahan
untuk menutup luka. Pada amputasi tertutup, luka di tutup dengan flap
(penutup) kulit yang di jahit di atas punting. (Priscilla, 2017, hal. 1647)
b. Tingkatan amputasi
1) Ekstermitas atas
Amputasi pada ektermitas atas dapat mengenai tangan kanan atau
tangan kiri, hal ini berkaitan dengan aktifitas seahari-hari seperti
makan, minum, mandi, berpakaian dan aktifitas yang lainnya yang
melibatkan tangan.
2) Ekstermitas bawah
Amputasi pada ekstermitas ini dapat mengenai semua atau
sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin
kemampuanya. (Nurarif, 2015, hal. 30)
c. Berdasarkan pelaksanaan amputasi
1) Amputasi selektif/terencan
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus
menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan
alternative terahir.
b. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi
lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
c. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan
/kehilangan kulit yang luas. (Bararah, 2013, hal. 256)
6. Penatalaksanaan
a. Balutan rigid tertutup
Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga
jaringan lunak dan mengotrol nyeri, serta mencegah kontrakstur.
Segera setealah pembedahan balutan gips rigid dipasang dan
dilengkapi tempat memasang ekstensi prostesis sementara (pylon) dan
kaki buatan. Pasang kaus kaki streril pada sisi steril, dan bantalan
dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (puntung) kemudian
dibalut dengan gips elastis yang ketika mengeras akan memberikan
tekanan yang merata. Gips diganti segitar 10-14 hari. Bila terjadi
peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus
segera diganti. (Lukman, 2009, hal. 62)
b. Balutan lunak
Balutan dengan atau tampa kompresi dapat digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai
imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung
dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
(Lukman, 2009, hal. 62)
c. Amputasi bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-
tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan
nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering.
Sepsis ditangani dengan antibiotik. Dalam beberapa hari, bila infeksi
telah terkontrol dan klien telah stabil, dilakukan amputasi difinitif
dengan penutupan kulit. (Lukman, 2009, hal. 63)
7. Komplikasi
Perdarahan, infeksi, dan keruskan kulit merupakan komplikasi amputasi.
Pendarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besr dan dapat
menjadi masif. Infeksi dapat tejadi pada semua pembedahan dengan peredaran
darah yang buruk atau dengan adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan
kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi pengunaan prostensis.
Menurut pusdiknes, komplikasi yang dapat terjadi pada amputasi adalah infeksi,
nyeri phantom(phantom limp-pain), neuroma, keruskan kulit, dan fleksi
kontraktur. (Lukman, 2009, hal. 62)
H WOC
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Fraktur


1. Pengkajian
a. Identitas klien : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang digunakan sehari-hari, status perkawinan, pendidikan , pekerjaan,
tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama : Pada umunya keluhan utama pada kasus fraktur
adalah rasa nyeri.
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang, Pengumpulan data yang dilakukan
untuk menentukan sebab terjadinya fraktur, yang dapat membantu
dalam menentukan perencanaan tindakan.
2) Riwayat penyakit dahulu, Pengumpulan data ini ditentukan
kemungkinan penyebab fraktur dan memberi bentuk berapa lama
tulang tersebut menyambung.
3) Riwayat penyakit keluarga, Pengumpulan data ini untuk
mengetahui penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang yang merupakan salah satu faktor terjadinya fraktur .

d. Aktivitas /istirahat : Apakah setelah terjadi fraktur ada keterbatasan


gerak/kehilangan fungsi motorik pada bagian yang terkena fraktur
(dapat segera maupun sekunder, akibat pembengkakan/ nyeri).
e. Sirkulasi : Terdapat tanda hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai
respon terhadap nyeri/ansietas) atau hypotention (hipovolemia).
Takikardi (respon stress,
hipovolemia). Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi
cidera.
f. Neurosensori : Gejala yang muncul antar lain spasme otot,
kebas/kesemutan, deformitas local, pemendekan rotasi, krepitasi,
kelemahan/kehilangan fungsi.
g. Nyeri/ Kenyamanan : Nyeri berat tiba-tiba saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan tulang, dapat berkurang
pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf dan
spasme/kram otot.
h. Keamanan : Tanda yang muncul laserasi kulit, avulasi jaringan,
perdarahan, dan perubahan warna kulit dan pembengkakan lokal
(Lukman, 2012).
2. Diagnosa
a. Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan pembuluh darah
b. Nyeri akut b.d pergeseran fragmen tulang
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan struktur tulang
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Hasil
1. Perfusi perifer Setelah dilakukan Intervensi
tidak efektif tindakan keperawatan Perawatan sirkulasi
b.d 2x24 jam perfusi pada (SIKI : hal 345)
peningkatan klien meningkat dengan Observasi
tekanan kriteria hasil : (SLKI : - Periksa sirkulasi
pembuluh hal 84) perifer ( misal
darah - Edema perifer nadi perifer,
menurun edema, pengisian
- Penyembuhan kapiler, warna,
luka meningkat suhu,
anklebrachial
index)
- Monitor panas,
kemerahan,
nyeri, atau
bengkak pada
ekstremitas
-
Terapeutik
- Hindari
pemasangan
infus atau
pengambilan
darah di area
keterbatan
perfusi
- Hindari
pengukuran
tekanan darah
pada ekstremitas
dengan
keterbatasan
perfusi
- Hindari
penekanan dan
pemasangan
torniquet pada
area cedera
- Lakukan
pencegahan
infeksi
- Lakukan
perawatan kaki
dan kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi
- Anjurkan
melakukan
perawatan kulit
yang tepat (mis
melembabkan
kulit yang kering
pada kaki)
- Ajarkan program
diet untuk
memperbaiki
sirkulasi (mis
rendah lemak
jenuh, minyak
ikan omega 3)
- Informasikan
tanda dan gejala
darurat yang
harus di laporkan
(mis rasa sakit
yang tidak hilang
saat istirahat,
luka tidak
sembuh,
hilangnya rasa)
2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Intervensi
pergeseran tindakan keperawatan Manajemen nyeri
fragmen 2x24 jam diharapkan (SIKI : hal 201)
tulang tingkat cedera pada klien Observasi
menurun dengan kriteria - Identifikasi
hasil : (SLKI : hal 135) lokasi,
- Fraktur menurun karakteristik,
- Perdarahan frekuensi,
menurun kualitas, intesitas
nyeri
- Identifikasi skala
nyeri
- Identifikasi
respon nyeri non
verbal
- Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi
nyeri
- Kontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
Edukasi
- Jelaskan
penyebab,
periode dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Ajarkan teknik
nonfarnakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
3. Gangguan Setelah dilakukan Intervensi
mobilitas fisik tindakan keperawatan Dukungan mobilisasi
b.d kerusakan 2x24 jam diharapkan (SIKI : hal 30)
struktur tulang mobilitas fisik pada klien Observasi
meningkat dengan - Identifikasi
kriteria hasil : (SLKI : adanya nyeri
hal 65) atau keluhan
- Pergerakan fisik laiinya
ekstremitas - Identifikasi
meningkat toleransi fisik
- Kekuatan otot melakukan
meningkat pergerakan
- Nyeri menurun - Monitor kondisi
- Kelemahan fisik umum selama
menurun melakukan
mobilisasi
Terapeutik
- Fasilitasi
aktivitas
mobilisasi
dengan alat
bantu (mis pagar
tempat tidur)
- Fasilitasi
melakukan
pergerakan, jika
perlu
- Libatkan
keluarga untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan
mobilisasi
sederhana (mis
duduk di tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke
kursi)

4. Implementasi
Merupakan wujud dari intervensi yang sudah ada, dimana perawat
melakukan tindakan yang dapat memantau pasien dalam memenuhi kebutuhan
pasien yang mengalami fraktur.
5. Evaluasi
Mengevaluasi apakah pasien dengan fraktur kebutuhannya terpenuhi dan
menentukan apakah intervensi dilanjutkan atau dihentikan
a. S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dirasakan secara subjektif
b. O : keadaan objektif yang dapat didefenisikan oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi
keperawatan
c. A : analisis perawat setelah mengetahui renpons subjektif dan
objektif yang dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah
ditentukan mengacu pada tujuan rencana keperawatan
d. P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis

B. Asuhan Keperawatan Amputasi


1. Pengkajian
a. Identitas Diri Klien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), nomor MR,
umur, pekerjaan, agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS,
alasan masuk RS, cara masuk RS, penanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya pada klien dengan amputasi keluhan utamanya yaitu
klien mengatakan nyeri pada luka, mengalami gangguan pada
sirkulasi dan neurosensori, serta memiliki keterbatasan dalam
beraktivitas.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kita kaji kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala
(tiba-tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara
penanggulangan
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah ada kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trauma
dan fraktur), kaji apakah ada riwayat penyakit Diabetes Mellitus,
penyakit jantung, penyakit gagal ginjal dan penyakit paru.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama, kaji apakah ada anggota keluarga yang
merokok ataupun menggunakan obat-obatan.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum Klien
a) Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis
b) Berat badan : Biasanya normal
c) Tinggi badan : Biasanya normal

2) Tanda-Tanda Vital
a) TD : Biasanya normal (120/80mmHg)
b) Nadi : Biasanya normal
c) RR : Biasanya normal (18-24 x/i)
d) Suhu : Biasanya normal (36-37 °C)
3) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : Bentuk, karakteristik rambut serta kebersihan
kepala
Palpasi : Adanya massa, benjolan ataupun lesi
b) Mata
Inspeksi : Sklera, conjungtiva, iris, kornea serta reflek pupil
dan tanda-tanda iritasi
c) Telinga
Inspeksi : Daun telinga, liang telinga, membran tympani,
adanya serumen serta pendarahan
d) Hidung
Inspeksi : Lihat kesimetrisan, membran mukosa, tes
penciuman serta alergi terhadap sesuatu
e) Mulut
Inspeksi : Kebersihan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi dan
tonsil
f) Leher
Inspeksi : Kesimetrisan leher, pembesaran kelenjar tyroid
dan JVP
Palpasi : Arteri carotis, vena jugularis, kelenjar tyroid,
adanya massa atau benjolan
g) Thorax / Paru
Inspeksi : Bentuk thorax, pola nafas dan otot bantu nafas
Palpasi : Vocal remitus
Perkusi : Batas paru kanan dan kiri
Auskutasi : Suara nafas
h) Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri
Auskultasi : Batas jantung I dan II
i) Abdomen
Inspeksi : Asites atau tidak
Palpasi : Adanya massa atau nyeri tekan
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus
j) Kulit
Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit, adanya jaringan parut
atau lesi dan CRT.
k) Ekstremitas
Kaji nyeri, kekuatan dan tonus otot
2. Diagnosa
a. Nyeri akut b.d inflamasi (SDKI : hal 172)
b. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskletal (SDKI : hal
124)
c. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh (SDKI : hal
186)
d. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi tentang penanganan
penyakit (SDKI : hal 246)
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Tindakan Keperawatan
Hasil
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Intervensi
inflamasi tindakan keperawatan Manajemen nyeri (SLKI :
2x24 jam diharapkan hal 201)
tingkat nyeri pada klien Observasi
menurun dengan - Identifikasi lokasi,
kriteria hasil : (SLKI : karakteristik,
hal 145) durasi, frekuensi,
- Keluhan nyeri kualitas, intesitas
menurun nyeri
- Perasaan takut - Identifikasi skala
mengalami nyeri
cedera berulang - Identifikasi
respons nyeri
verbal
- Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
- Identifikasi
pengaruh nyeri
terhadap kualita
hidup
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
- Kontrol
lingkungan yang
memperat nyeri
- Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
- Berikan analgetik,
jika perlu
2. Gangguan Setelah dilakukan Intervensi
mobilitas fisik tindakan keperawatan Dukungan mobilisasi
b.d gangguan 2x24 jam diharapkan (SIKI : hal 30)
muskuloskletal mobilitas fisik pada Observasi
klien meningkat - Identifikasi
dengan kriteria hasil : adanya nyeri atau
(SLKI : 65) keluhan fisik
- Pergerakan laiinya
ekstremitas - Identifikasi
meningkat toleransi fisik
- Kekuatan otot melakukan
meningkat pergerakan
- Rentang gerak - Monitor kondisi
meningkat umum selama
- Gerakan melakukan
terbatas mobilisasi
menurun Terapeutik
- Kelemahan - Fasilitasi aktivitas
fisik menurun mobilisasi dengan
alat bantu (mis
pagar tempat
tidur)
- Fasilitasi
melakukan
pergerakan, jika
perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan
mobilisasi
sederhana (mis
duduk di tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke
kursi)
3. Gangguan Setelah dilakukan Intervensi
citra tubuh b.d tindakan keperawatan Promosi citra tubuh
perubahan 2x24 jam diharapkan Observasi
struktur/bentu citra tubuh pada klien - Identifikasi
k tubuh meningkat dengan harapan citra
kriteria hasil : (SDKI : tubuh berdasarkan
hal 19) tahap
- Melihat bagian perkembangan
tubuh - Identifikasi
meningkat perubahan citra
- Menyentuh tubuh yang
bagian tubuh mengakibatkan
- Verbalisasi isolasi sosial
kecacatan - Monitor apakah
bagian tubuh pasien bisa
meningkat melihat bagian
- Verbalisasi tubuh yang
kehilangan berubah
bagian tubuh Terapeutik
meningkat - Diskusikan
- Verbalisasi perubahan tubuh
perasaan negatif dan fungsinya
tentang - Diskusikan
perubahan perbedaan
tubuh menurun penampilan fisik
terhadap harga
diri
- Diskusikan
persepsi pasien
dan keluarga
tentang perubahan
citra tubuh
Edukasi
- Jelaskan kepada
keluarga tentang
perawatan
perubahan citra
tubuh
- Anjurkan
mengungkapkan
gambaran diri
terhadap citra
tubuh
- Anjurkan
mengikuti
kelompok
pendukung
- Latih fungsi tubuh
yang dimiliki
- Latih
mengungkapkan
kemampuan diri
kepada orang lain
maupun kelompok
4. Defisit Setelah dilakukan Intervensi
pengetahuan tindakan keperawatan Edukasi kesehatan (SIKI :
b.d kurang 2x24 jam diharapkan hal 65)
terpapar tingkat pengetahuan Observasi
informasi pada klien meningkat - Identifikasi
tentang dengan kriteria hasil : kesiapan dan
penanganan (SLKI : hal 146) kemampuan
penyakit - Kemampuan menerima
menjelaskan informasi
pengetahuan Terapeutik
tentang suatu - Sediakan materi
topik dan media
- Prilaku sesuai pendidikan
pengetahuan kesehatan
- Jadwalkan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan
kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
- Jelaskan faktor
risiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
- Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat

4. Implementasi
Merupakan wujud dari intervensi yang sudah ada, dimana perawat
melakukan tindakan yang dapat memantau pasien dalam memenuhi kebutuhan
pasien yang mengalami amputasi.
5. Evaluasi
Mengevaluasi apakah pasien anak dengan penyakit campak
kebutuhannya terpenuhi dan menentukan apakah intervensi dilanjutkan atau
dihentikan
a. S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dirasakan secara subjektif
b. O : keadaan objektif yang dapat didefenisikan oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi
keperawatan
c. A : analisis perawat setelah mengetahui renpons subjektif dan objektif
yang dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan
mengacu pada tujuan rencana keperawatan
d. P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami fraktur
dan amputasi dilakukan secara medis dan non medis. Untuk mengurangi rasa
nyeri pada klien ajarkan klien teknik relaksasi dan kompres pada bagian yang
bengkak.

B. Saran
Dalam memberikan tindakan keperawatan hendaknya seorang perawat
mendokumentasikan hasil tindakan agar bisa dipertanggung jawabkan.
Diharapkan untuk penulisan makalah berikutnya lebih sempurna dari segi isi dan
penulisan.
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Heather T. Herdman & Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan :


Definis & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 Terjemahan Indonesia. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Huda Amin Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC NOC. Jogjakarta :
Mediaction.
Khodijah, Siti. 2011. Efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas
nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H. Adam Malik, Medan. Jurnal
Universitas Sumatra Utara.
Lukman, N. N. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
GangguanMukuloskeletal . Jakarta: Salemba Medika.
Moorhead Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore :
El Sevier.
M. Gloria Bulechek, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC).
Singapore : El Sevier.
Persatuan perawat indonesia. Cetakan ii (2019). Standar diagnosa keperawatan
indonesia. Jakarta : DPP PPNI
Persatuan perawat indonesia. Cetakan ii (2019). Standar luaran keperawatan
indonesia. Jakarta : DPP PPNI

Persatuan perawat indonesia. Cetakan ii (2019). Standar intervensi keperawatan


indonesia. Jakarta : DPP PPNI

Risnanto & Uswatun Insani. 2014. Asuhan keperawatan medikal bedah.


Yogyakarta : Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai