Anda di halaman 1dari 40

DI

OLEH
KELOMPOK : 3

WAHYUNA Nim 20010111


DARA AYU KANASYA Nim 20010131
NADARIAH Nim 20010116
SHIBA SASALBILA Nim 20010095
RIANA NATASYAH Nim 18010061
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW. kepada keluarganya, sahabatnya
dan kepada kita selaku umatnya semoga kita mendapat syafa’at darinya di akhirat
kelak.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak
yang mendukung dalam penyusunan makalah ini. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, maka kami menerima kritik dan sarannya dari para pembaca,
karena kami telah berusaha melakukan semaksimal mungkin agar mencapai
tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Sigli, Desember 2023

Penulis
BAB I
PENDAUHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease) adalah keadaan terjadinya
penurunan fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menaun)
disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif dan
umumnya tidak dapat pulih kembali (irreversible). Gejala penyakit ini umumnya
adalah tidak ada nafsu makan, mual, muntah, pusing, sesak nafas, rasa lelah,
edema pada kaki dan tangan, serta uremia (Almatsier, 2006).
Penyakit gagal ginjal kronis yang sudah mencapai stadium akhir dan ginjal
tidak berfungsi lagi, diperlukan cara untuk membuang zat-zat racun dari tubuh
dengan terapi pengganti ginjal yaitu dengan cuci darah (Hemodialisis), Continous
Ambulatory Peritoneal Dialysis(CAPD), danpencangkokan (Transplantasi)
ginjal.Terapi pengganti yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah
hemodialisis. Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang
menggunakan alat khusus dengan tujuan mengeluarkan oksin uremik dan
mengatur cairan akibat penurunan laju filtrasi glomerulus dengan mengambil alih
fungsi ginjal yang menurun (Djarwoto, 2018).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanalah Laporan Pendahuluan pada pasien Ckd ?
2. Bagaimanakah contoh kasus pada pasien CKD ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Laporan Pendahuluan pada pasien Ckd ?
2. Untuk mengetahui Bagaimanakah contoh kasus pada pasien CKD ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Chronic Kidney Disease


Chronik Kidney Desease adalah : kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang
beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal). (Nursalam. 2006)
Chronik Kidney Desease adalah: suatu sindrom klinis yang disebabkan
oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut. ( Slamet Suyono, 2001).
Chronik Kidney Desease adalah : gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk memperhatikan
metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth. 2002).
Chronik Kidney Desease biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis
dan penyakit vaskular , penyakit agen nefrotik dan penyakit endokrin (Marlynn E.
Doenges. 2000)
Chronik Kidney Desease adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih,
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal progresif, mengarah pada penyakit ginjal
tahap akhir dan kematian (Susan Martin Tucker, 1998).
Dari kelima pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Cronik
Kidney Desease adalah suatu gangguan fungsi renal yang progresif irreversible
yang disebabkan oleh adanya penimbunan limbah metabolik di dalam darah,
sehingga kemampuan tubuh tidak mampu mengekskresikan sisa- sisa sampah
metabolisme dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh.

B. Etiologi
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
3. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
5. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

C. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal, kreatinin serum dan kadar
BUN normal, asimptomatik, tes beban kerja pada ginjal: pemekatan
kemih, tes GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal, kadar BUN meningkat (tergantung
pada kadar protein dalam diet), kadar kreatinin serum meningkat, nokturia
dan poliuri (karena kegagalan pemekatan). Ada 3 derajat insufisiensi
ginjal:
a. Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Kondisi berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia, kadar ureum dan
kreatinin sangat meningkat, ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis
cairan dan elektrolit, air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ
1,010 (Smeltzer,2001).
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium
dari tingkat penurunan LFG :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001) antara lain : hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin –
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema.
2. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
3. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
4. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas)
5. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.

7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa


biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
8. System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

E. Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth(2002),Slamet Suyono(2001) dan Sylvia A.
Price,(2000) adalah sebagai berikut : Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis
kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab
diantaranya infeksi, penyakiy peradangan, penyakit vaskular hipertensif,
gangguan jaringan penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik (DM, Hipertiroidisme), Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik),
nefropati obstruktif(saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian bawah).
Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya di ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun didalam darah,
sehingga terjadinya uremia dan mempengaruhi sistem sistem tubuh, akibat
semakin banyaknya tertimbun produk sampah metabolik, sehingga kerja ginjal
akan semakin berat.
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dan penurunan
jumlah glomeruli yang dapat menyebabkan penurunan klirens. Substansi darah
yang seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk memfiltrasinya.
Sehingga mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN)
meningkat. Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine secara normal.
Sehingga tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi tahanan natrium dan cairan. (Brunner &
Suddarth, 2002).
Asidosis metabolic dapat terjadi karena ketidakmampuan ginjal
mengekspresikan muatan asam yang berlebihan terutama amoniak (NH3) dan
mengabsorpsi bikarbonat.
Anemia, terjadi akibat berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga
rangsangan eritropoisis pada sumsum tulang menurun, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi,
asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan paling
sering pada saluran cerna dan kulit. (Slamet Suyono, 2001)
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan dalam
metabolismenya. Dengan menurunya filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan
peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Sehingga
menyebabkan perubahan bentuk tulang. Penyakit tulang dan penurunan
metabolisme aktif vitamin D karena terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon sehingga menyebabkan osteodistrofi (penyakit
tulang uremik)
Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur.
Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-
10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup
lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus
ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisi
(Sudoyo, 2006)

PATHWAY
F. Pemeriksaan Penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka
perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
kolaborasi antara lain :
1. Pemeriksaan lab.darah
a. Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
b. RFT ( renal fungsi test ) : ureum dan kreatinin
c. LFT (liver fungsi test )
d. Elektrolit : Klorida, kalium, kalsium
e. koagulasi studi : PTT, PTTK
f. BGA
2. Urine
a. urine rutin
b. urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. Pemeriksaan kardiovaskuler
a. ECG
b. ECO
4. Radidiagnostik
a. USG abdominal
b. CT scan abdominal
c. BNO/IVP, FPA
d. Renogram
e. RPG ( retio pielografi )

G. Komplikasi
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diit berlebihan.
2. Asidosis metabolic, osteodistropi ginjal, sepsis, neuropati perifer,
hiperuremi, anemia akibat penurunan eritropoetin,
3. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat,
4. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.

H. Penatalaksanaan
Menurut Sylvia Price (2000) adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Medis
a. Obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah Metildopa (Aldomet),
propanolol dan klonidin. Obat diuretik yang dipakai adalah furosemid
(lasix).
b. Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa dan
insulin intravena yang memasukan K+ ke dalam sel, atau dengan
pemberian kalsium glukonat 10% intravena dengan hati-hati
sementara EKG terus diawasi. Bila kadar K+ tidak dapat diturunkan
dengan dialisis, maka dapat digunakan resin penukar kation natrium
polistiren sulfonat (Kayexalate).
c. Pengobatan untuk anemia yaitu : rekombinasi eritropoetin (r-EPO)
secara meluas, saat ini pengobatan untuk anemia uremik : dengan
memperkecil kehilangan darah, pemberian vitamin, androgen untuk
wanita, depotestoteron untuk pria dan transfusi darah.
d. Asidosis dapat tercetus bilamana suatu asidosis akut terjadi pada
penderita yang sebelumnya sudah mengalami asidosis kronik ringan,
pada diare berat yang disertai kehilangan HCO3. Bila asidosis berat
akan dikoreksi dengan pemberian pemberian NaHCO3 parenteral.
e. Dialisis : suatu proses dimana solut dan air mengalir difusi secara
pasif melalui suatu membran berpori dari suatu kompartemen cair
menuju kompartemen lainnya.
f. Dialisis peritoneal : merupakan alternatif dari hemodialisis pada
penanganan gagal ginjal akut dan kronik.
g. Pada orang dewasa, 2 L cairan dialisis steril dibiarkan mengalir ke
dalam rongga peritoneal melalui kateter selama 10-20 menit.
Biasanya keseimbangan cairan dialisis dan membran semipermeabel
peritoneal yang banyak vaskularisasinya akan tercapai setelah
dibiarkan selama 30 menit.
h. Transplantasi ginjal : prosedur standarnya adalah memutar ginjal
donor dan menempatkannya pada fosa iliaka pasien sisi kontralateral.
Dengan demikian ureter terletak di sebelah anterior dari pembuluh
darah ginjal, dan lebih mudah dianastomosis atau ditanamkan ke
dalam kandung kemih resipien.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, penimbangan berat
badan setiap hari, batasi masukan kalium sampai 40-60 mEq/hr, mengkaji
daerah edema.
3. Penatalaksanaan diit
Tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium, batasi diit rendah
protein sampai mendekati 1 g / kg BB selama fase oliguri. Untuk
meminimalkan pemecahan protein dan untuk mencegah penumpukan
hasil akhir toksik. Batasi makanan dan cairan yang mengandung kalium
dan fosfor (pisang, buah dan jus-jusan serta kopi).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC KIDNEY DISEASE

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Biodata Pasien
Nama pasien : Ny. S
Umur : 69 tahun
Jeniskelamin : Perempuan
Alamat : Guntur, Wonorejo, Demak
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk : 24 Oktober 2019
Diagnosa medis : SNH, CKD
No registrasi : 485303
b. Penanggung Jawab
Nama : Tn. H
Umur : 43 tahun
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dangan pasien : Anak
Alamat : Tegalrejo, Tlogomulyo,
Pedurungan Semarang
2. Catatan Masuk
Tanggal Masuk ICU : 1 November 2019
Tanggal Pengkajian : 25 November 2019
Jam : 17.10 WIB
3. Pengkajian Primer
a. Airway
Klien tidak mampu bicara, klien tepasang ETT, terdapat sekret di
selang ETT.
b. Breathing
Klien bernafas menggunakan ventilator mode A/C dengan FiO 2 45%,
SpO2 100%, RR 14x/menit. Terdengar suara ronchi di lobus paru
kanan dan kiri, klien bernapas dengan pernapasan dada.
c. Circulation
Tekanan darah klien 173/92 mmHg, HR 100x/menit, dan suhu
36,8oC, akral teraba hangat, CRT kembali dalam 3 detik, mukosa bibir
kering, turgor kulit buruk, cairan yang masuk infus RL 30 cc/jam dan
SP Furosemide 2cc/jam di tangan kiri, urine 24 jam 100 cc, balance
cairan +250cc.
d. Disability
Kesadaran composmentis dengan GCS : E4M6VET.
e. Exposure
Klien terpasang DC, NGT, terdapat lesi di tangan kanan berwarna
kemerahan serta luka dekubitus di bagian bokong seluas ±6cm, skor
pengkajian nyeri menggunakan Critical Care Pain Observation Tool
(CPOT) adalah 4.
4. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Klien tampak sesak napas, terdapat banyak sekret di selang ET dan
mulut.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Ny. M berusia 69 tahun, tanggal 24 Oktober 2019 pukul 02.52 WIB
diantar oleh keluarga datang ke IGD RSUD KRMT Wongsonegoro
mengalami penurunan kesadaran dengan tanda – tanda vital tekanan
darah 198/103 mmHg, nadi 85 x/menit, suhu 37oC, SpO2 93%. Klien
dipindah ke ruang Banowati untuk menjalani rawat inap. Tanggal 24
Oktober 2019 itu pula klien mengalami perburukan dan akhirnya
ditransfer ke ruang ICU untuk perawatan intensif. Klien sempat
kembali masuk ke ruang Banowati pada tanggal 1 November 2019,
namun hanya sehari saja klien kembali masuk ke ICU hingga
sekarang, karena mengalami perburukan keadaan.
c. Riwayat Keperawatan Dahulu
Klien memiliki riwayat sakit ginjal, hipertensi dan stroke sejak 7
tahun yang lalu dan mengalami overhidrasi / edema anasarka.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan didalam keluarga tidak memiliki riwayat
penyakit serupa dengan klien.

GENOGRAM

Keterangan :

Laki- laki Pasien Meninggal

Perempuan Tinggal serumah


Klien tinggal serumah dengan anak perempuannya. Menurut Ny.M klien
sering minum air putih dan teh hangat. Keluarga mengatakan ayah klien juga
menderita penyakit yang sama. Yaitu gagal ginjal. Ny.M selaku anak
perempuan dari Ny.S mengatakan sehari sebelum sesak napas, klien masih
mengobrol dengan keluarga.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : CM, GCS : E4M6VETT
b. Tanda-tanda vital :
1) Tekanan darah : 173/92mmHg
2) Nadi : 100x/mnt
3) Pernafasan : 14 x/mnt
4) Suhu : 36,8oC
5) SPO2 : 100 %
c. Pemeriksaan Head to Toe :
1) Kepala
Kepala mesocepal, rambut panjang hitam beruban, tidak terdapat
benjolan ataupun lesi pada kepala.
2) Hidung
Tidak terdapat pernafasan cuping hidung, terpasang selang NGT,
tidak tampak penumpukan sekret di hidung.
3) Telinga
Simetris, bersih tidak ada penumpukan serumen, tidak ada lesi
serta tidak memakai alat bantu dengar.
4) Mata
Konjungtiva anemis, pupil isokor 2+/2+, sklera tidak ikterik,
reflek terhadap cahaya positif.
5) Mulut
Tidak tampak cyanosis, mukosa bibir kering, tidak terdapat
stomatitis.
6) Leher
Bentuk simetris tidak terdapat deviasi trakea, tidak terdapat
distensi jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak
ada pembesaran tonsil.
7) Kulit
Kulit kering, CRT 3 detik, turgor kulit buruk, terdapat luka
dekubitus di bagian bokong seluas ±6 cm, dan terdapat lesi di
tangan kanan berwarna kemerahan.
d. Abdomen
1) Inspeksi : Perut klien terlihat cembung supel, tidak
ada lesi, tidak ada acites dan spider navi.
2) Auskultasi : Bising usus 8 x/menit.
3) Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar dan
limpa.
4) Perkusi : Terdengar suara redup.

e. Thorax
1) Paru-paru
a) Inspeksi : Ekspansi dada optimal, pergerakan dada
sewaktu ekspirasi dan inspirasi simetris.
b) Palpasi : Vokal fremitus seimbang kanan dan kiri.
c) Perkusi : Sonor seluruh lapang paru.
d) Auskultasi : Suara napas ronchi pada seluruh lapang
paru.

2) Jantung
 Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis.
 Palpasi : Ictus cordis teraba di intercosta ke IV-V,
pada mid clavicula 2cm medial sinistra.
 Perkusi : Suara perkusi jantung pekak.
 Auskultasi : Bunyi jantung S1-S2 reguler, tidak ada
bunyi jantung tambahan seperti murmur
dan gallop

f. Genetalia
Klien tidak memiliki masalah pada sistem reproduksi.
g. Ekstremitas
1) Atas
Tangan kiri terpasang infus RL 30 cc/jam dan SP Furosemide
2cc/jam, akral teraba dingin, tidak ada sianosis, terdapat edema di
seluruh tubuh / anasarka, CRT 3 detik, turgor kulit buruk,
kekuatan otot tangan kanan kiri 3, terdapat lesi berwarna
kemerahan di tangan kanan.
2) Bawah
Kedua kaki pasien tidak terdapat luka, tidak terdapat sianosis,
edema di kedua kaki, teraba dingin, CRT 3 detik, turgor kulit
buruk, kekuatan otot kaki kiri kanan 3.

B. DATA PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 25 November 2019 :
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Blood Gas Analyser
PH 7.575 7.350 – 7.450
PCO2 35.8 mmHg 35.0 – 42.0
PO2 101.7 mmHg 83.0 – 108.0
SO2% 98.5 95.0 – 98.0
Hct 29.0 % 35 – 45
Natrium 131.4 mmol/L 135.0 -147.0
Kalsium 3.50 mmol/L 3.50 – 5.0
Klorida 98 mmol/L 95 – 105
Laktat 1.0 mmol/L 0.7 – 2.5
HCO3- 33.5 mmol/L 21 – 28
TCO2 34.6 mmol/L 23 – 27
BE – efc 11.3 mmol/L -2 - 3
BE – b 11.5 mmol/L
AaDO2 210.7 mmHg
a/A 0.3
RI 2.1
PO2 / FiO2 50.0 mmHg
Interpretasi hasil BGA : Alkalosis metabolik
Tanggal : 25 November 2019. Pukul 11:05 WIB
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Ureum 76.6 mg/dL 17.0 – 43.0
Kreatinin 2.9 mg/dL 0.5 - 0.8
Natrium 133.0 mmol/L 135.0 - 147.0
Kalium 3.50 mmol/L 3.50 - 5.0
Kalsium 1.05 mmol/L 1.00 – 1.15
Hemoglobin 8.8 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 26.70 g/dL 35 – 47
Leukosit 10.5 /uL 3.6 – 11.0
Trombosit 170 /uL 150 – 400

2. Pemeriksaan X-Foto Thorax AP


Tanggal 18 November 2019 :
Tampak terpasang ETT dengan ujung distal setinggi V Th 5.
Tampak terpasang double lumen catheter dengan ujung distal setinggi
SIC 8-9 posterior kanan.
COR : Bentuk dan letak normal.
Kalsifikasi arkus aorta.
Pulmo : Corakan vaskuler meningkat.
Tampak bercak pada kedua perihiler.
Diafragma dan sinus kostofrenikus kiri normal. Sinus kanan tumpul.
Tulang dan soft tissue baik.
Kesan :
- Letak ETT terlalu dalam
- Ujung double lumen catheter berada pada kontur cavoatrial junction.
- Cor bentuk dan letak normal.
- Kalsifikasi arkus aorta.
- Gambaran bronkopneumonia.
- Efusi pleura kanan.
3. Penghitungan Kebutuhan Cairan :
Input Output
1. Makanan : 0 cc 1. BAB : 1 x 50 = 50 cc
2. Minum : 150 cc 2. BAK : 70 cc
3. Infus : 30 cc/jam (720 cc) 3. IWL : 500 cc
Total : 870 cc Total : 620 cc
Balance cairan
Input – (Output + IWL)
870 cc – 620 cc
= +250 cc

4. Index Barthel
No Item yang dinilai Skor Hasil Pengkajian
1. Makan 0 = Tidak mampu 0
1 = Butuh bantuan
memotong lauk,
mengoles mentega dll
2 = Mandiri
2. Mandi 0 = Tergantung orang lain 0
1 = Mandiri
3. Perawatan diri 0 = Membutuhkan 0
bantuan orang lain
1 = Mandiri dalam
perawatan muka,
rambut, gigi, dan
bercukur
4. Berpakaian 0 = Tergantung orang 0
lain
1 = Sebagian dibantu
(misal mengancing
baju)
2 = Mandiri
5. Buang air kecil 0 = Inkontinensia atau 0
pakai kateter dan
tidak terkontrol
1 = Kadang
Inkontinensia (maks,
1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur
untuk lebih dari 7
hari)
6. Buang air besar 0 = Inkontinensia (tidak 0
teratur atau perlu
enema)
1 = Kadang Inkontensia
(sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan 0
orang lain
1 = Membutuhkan
bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa
hal sendiri
2 = Mandiri
8. Transfer 0 = Tidak mampu 0
1 = Butuh bantuan untuk
bisa duduk (2 orang)
2 = Bantuan kecil (1
orang)
3 = Mandiri
9. Mobilitas (berjalan 0 = Immobile (tidak 0
di permukaan mampu)
datar) 1 = Menggunakan kursi
roda
2 = Berjalan dengan
bantuan satu orang
3 = Mandiri (meskipun
menggunakan alat
bantu seperti,
tongkat)
10. Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 0
1 = Membutuhkan
bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
C. ANALISA DATA

No Waktu Data Fokus Etiologi Masalah

1. Senin, 25 November 2019 1. DS : - Penumpukan sekret di Ketidakefektifan


2. DO : jalan napas bersihan jalan nafas
a. Klien terpasang ETT, tampak
sekret keluar dari celah bibir dan
di dalam selang ETT
b. Auskultasi paru terdengar suara
ronchi basah di kedua lapang paru
c. RR : 14 x/menit,
d. SpO2 : 99%
2 Senin, 25 November 2019 1. DS : - Mekanisme pengaturan Kelebihan volume
2. DO : melemah (Penurunan cairan
a. Tampak edema di seluruh tubuh haluaran urine, dan retensi
(edema anasarka) cairan dan natrium).
b. Pitting edema > 3 detik
c. TD 173/92 mmHg, HR 100x/mt
d. Balance cairan +250cc
3 Senin, 25 November 2019 3. DS : - Hambatan kerusakan Defisit Perawatan Diri
4. DO : muskuloskeletal dan
a. Klien membutuhkan bantuan penuh kelemahan (Critical care)
untuk pemenuhan ADL nya
b. Skor indeks Barthel 0
(Ketergantungan total)

D. PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret di jalan napas
2. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah (Penurunan haluaran urine, dan retensi cairan dan natrium).
3. Defisit perawatan diri b.d hambatan kerusakan muskuloskeletal dan kelemahan (Critical care)

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari / Kode Tujuan dan Hasil yang
No Diagnosa Intervensi TTD
Tgl, Jam Dx.Kep diharapkan
1. Senin, 25 Bersihan jalan 1 Setelah dilakukan asuhan 1. Posisikan klien dengan posisi semi
November napas tidak keperawatan selama 3x24 jam fowler untuk memaksimalkan ventilasi
2019 efektif b.d diharapkan bersihan jalan nafas 2. Monitor keluaran sekret pada klien
17.30 penumpukan efektif dengan kriteria hasil : 3. Kaji tanda – tanda vital klien
WIB sekret di jalan 1. Tidak terdapat penumpukan 4. Auskultasi suara napas klien
napas sekret di mulut maupun ET 5. Monitor saturasi O2
2. RR : 12 – 20x/menit 6. Monitor suara paru
3. Ronchi berkurang 7. Lakukan suction
8. Berikan terapi O2 melalui ventilator
mekanik
9. Kolaborasi pemberian terapi
ekspektoran untuk mengencerkan dahak

2. Senin, 25 Kelebihan 2 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status cairan


November volume cairan keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Batasi masukan cairan
2019 b.d mekanisme diharapkan kebutuhan cairan 3. Identifikasi sumber potensial cairan
17.30 pengaturan adekuat dengan kriteria hasil : 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga
WIB melemah 1. Tidak terdapat edema tentang pembatasan cairan.
(Penurunan 2. TD dalam batas yang 5. Bantu pasien dalam menghadapi
haluaran urine, ditentukan ketidaknyamanan akibat pembatasan
dan retensi 3. Menunjukkan turgor kulit cairan
cairan dan normal tanpa edema
natrium).
3. Senin, 25 Defisit 3 Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kebutuhan klien untuk alat
November perawatan diri keperawatan selama 3 x 24 jam kebersihan diri, berpakaian, toileting
2019 b.d hambatan diharapkan defisit perawatan 2. Sediakan bantuan kepada klien secara
17.30 kerusakan diri teratasi dengan kriteria hasil penuh hingga klien mampu memenuhi
WIB muskuloskelet : ADLnya secara mandiri
al dan 1. Klien terbebas dari bau 3. Ajarkan klien untuk mendorong
kelemahan badan kemandirian
(Critical care) 2. Menyatakan kenyamanan 4. Beri aktivitas rutin pada klien sehari-
3. Dapat melakukan akttivitas harinya
dengan bantuan 5. Pertimbangkan usia klien dalam
beraktivitasDorong klien untuk
melakukan secara mandiri, dan beri
bantuan jika klien tidak mampu
6. Berikan reinforcement positif pada klien
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Kode
Hari,
No Jam Diagnosa Implementasi Respon TTD
tanggal
Kep
1 Senin, 25 1. Memposisikan klien dengan posisi S : -
November semi fowler untuk memaksimalkan O :
2019 ventilasi  Kesadaran CM, GCS : E4M6VET
2. Memberikan terapi O2 melalui  Tanda-tanda vital :
ventilator TD : 173/92 mmHg
3. Monitor keluaran sekret pada klien HR : 100 x/mnt
4. Melakukan suction RR : 14 x/mnt
5. Melakukan auskultasi suara napas Suhu : 36.8oC
17.30
1,2 6. Monitor TTV SpO2 : 100%
WIB
7. Berkolaborasi pemberian obat  Suara napas ronchi basah pada seluruh
ekspektoran (Combivent dan lapang paru
Flixotide/8jam)  Klien tampak nyaman setelah diberi
8. Mencegah klien jatuh obat ekspektoran
9. Membantu memenuhi kebutuhan  Sekret berwarna putih keruh, kental
klien  Setelah dilakukan suction sekret
10. Berkolaborasi dengan dokter berkurang
pemberian obat injeksi  Klien terpasang ET, ventilator mode
(Omeprazole 40 mg/12 jam, SP A/C dengan FiO2 : 45%
Furosemide 1 A/24 jam,  Tampak klien mengalami edema di
Gentamicin ½ amp 40 mg/12 jam, seluruh tubuh / edema anasarka
Paracetamol 1 vial k/p (t > 380C),  Pitting edema > 3 dt
GDS / 8 jam, Novorapid 8-8-8 ui,
Nebulizer (combivent, flixotide)/8
jam)
1. Memposisikan klien dengan posisi S : -
semi fowler untuk memaksimalkan O :
ventilasi  Kesadaran CM, GCS : E4M6VET
2. Memberikan terapi O2 melalui  Tanda-tanda vital :
ventilator TD : 170/109 mmHg
3. Monitor keluaran sekret pada klien HR : 104 x/mnt
18.30 4. Melakukan suction RR : 14 x/mnt
1,2
WIB 5. Monitor TTV Suhu : 36,8oC
6. Mencegah klien jatuh SpO2 : 100%
7. Membantu memenuhi kebutuhan  Klien terpasang ETT, ventilator mode
klien A/C dengan FiO2 : 45%
8. Memberikan susu (sonde Nefrisol  Klien posisi semi fowler, terpasang
50cc) siderail
 Klien bedrest
 Tampak klien mengalami edema di
seluruh tubuh / edema anasarka
 Pitting edema > 3 dt
1. Memposisikan klien dengan posisi S : -
semi fowler untuk memaksimalkan O :
ventilasi  Kesadaran CM, GCS : E4M6VET
2. Memberikan terapi O2 melalui  Tanda-tanda vital :
ventilator TD : 156/70 mmHg
3. Monitor keluaran sekret pada klien HR : 69 x/mnt
4. Melakukan suction RR : 14 x/mnt
5. Memonitor TTV Suhu : 36,7oC
20.00 6. Membantu memenuhi kebutuhan SpO2 : 100%
1,2
WIB klien  Klien terpasang ETT, ventilator mode
7. Mencatat keluaran urine (30 cc) A/C dengan FiO2 : 50%
8. Monitor balance cairan  Sekret berwarna putih keruh, berbusa
 Klien tampak nyaman setelah
dilakukan suction
 Tampak klien mengalami edema di
seluruh tubuh / edema anasarka
 Pitting edema > 3 dt
2 Selasa, 26 1. Memposisikan klien dengan posisi S : -
November semi fowler untuk memaksimalkan O :
2019 ventilasi  Kesadaran CM, GCS : E4M6VET
2. Memberikan terapi O2 melalui  Tanda-tanda vital :
ventilator TD : 140/77 mmHg
3. Melakukan auskultasi suara napas HR : 100 x/mnt
4. Monitor keluaran sekret pada klien RR : 87 x/mnt
5. Melakukan suction Suhu : 37oC
6. Monitor TTV SpO2 : 100%
7. Mencegah klien jatuh  Suara napas ronchi pada seluruh
16.00
1,2 8. Membantu menuhi kebutuhan klien lapang paru
WIB
9. Memberikan nutrisi (sonde nefrisol  Klien tampak nyaman setelah diberi
50cc) obat ekspektoran
10. Berkolaborasi dengan dokter  Sekret berwarna putih keruh, kental
pemberian obat injeksi.  Setelah dilakukan suction sekret
berkurang
 Klien terpasang ETT, ventilator mode
A/C dengan FiO2 : 45%
 Tampak klien mengalami edema di
seluruh tubuh / edema anasarka
 Pitting edema > 3 dt
1. Memonitor TTV S:-
2. Memposisikan klien dengan posisi O:
semi fowler untuk memaksimalkan  Kesadaran CM, GCS : E4M6Vtrakeostomi
ventilasi  Klien terpasang ventilator mode A/C
3. Memberikan terapi O2 melalui dengan FiO2 : 45%
ventilator  Posisi klien semi fowler
4. Monitor keluaran sekret pada klien  Tanda-tanda vital :
5. Memberikan nutrisi (sonde nefrisol TD :157/72 mmHg
17.30
1 50cc) HR : 82 x/mnt
WIB
6. Mencatat keluaran urine (30 cc) RR : 14 x/mnt
Suhu : 36oC
SpO2 : 100%
 Sekret berwarna putih keruh
 Klien tampak menahan rasa sakit
 Tampak klien mengalami edema di
seluruh tubuh / edema anasarka
 Pitting edema > 3 dt
1. Memposisikan klien dengan posisi S : -
20.30 semi fowler untuk memaksimalkan O :
1,2
WIB ventilasi  Kesadaran CM, GCS : E4M6Vtrakeostomi
2. Memberikan terapi O2 melalui  Tanda-tanda vital :
ventilator TD : 150/79 mmHg
3. Monitor keluaran sekret pada klien HR : 89 x/mnt
4. Melakukan suction RR : 14 x/mnt
5. Memonitor TTV Suhu : 36,7oC
6. Monitor balance cairan SpO2 : 100%
7. Membantu memenuhi kebutuhan  Klien terpasang ventilator mode A/C
klien dengan FiO2 : 45%
 Klien bedrest
 Sekret berwarna putih kekuningan
 Klien tampak nyaman setelah
dilakukan suction
 Tampak klien mengalami edema di
seluruh tubuh / edema anasarka
 Pitting edema > 3 dt

3 Rabu, 27 1. Memposisikan klien dengan posisi S : -


November semi fowler untuk memaksimalkan O :
2019 23.20 ventilasi  Kesadaran CM, GCS : E4M6VET
1,2
WIB 2. Memberikan terapi O2 melalui  Tanda-tanda vital :
ventilator TD : 147/77 mmHg
3. Melakukan auskultasi suara napas HR : 82 x/mnt
4. Monitor keluaran sekret pada klien RR : 14 x/mnt
5. Melakukan suction Suhu : 37oC
6. Monitor TTV SpO2 : 99%
7. Mencegah klien jatuh  Suara napas ronchi pada seluruh
8. Membantu menuhi kebutuhan klien lapang paru
9. Memberikan nutrisi (sonde nefrisol  Klien terpasang ventilator mode A/C
50cc) dengan FiO2 : 45%
10. Berkolaborasi dengan dokter  Sekret terdapat di mulut klien,
pemberian obat injeksi berwarna putih keruh, kental
 Setelah dilakukan suction sekret
berkurang
 Posisi klien semi fowler, terpasang
siderail
 Klien tampak nyaman setelah diganti
pampers
 Tampak klien mengalami edema di
seluruh tubuh / edema anasarka
 Pitting edema > 3 dt
1. Memonitor TTV S:-
02.40
1,2 2. Membantu personal hygiene klien O:
WIB
(sibin dan ganti pampers)  Kesadaran CM, GCS : E4M6VET
3. Melakukan medikasi rawat luka  Tanda-tanda vital :
GB Dekub TD : 145/76 mmHg
4. Monitor keluaran sekret pada klien HR : 89 x/mnt
5. Melakukan suction RR : 14 x/mnt
6. Menghitung keluaran urine (20cc) Suhu : 36,6oC
SpO2 : 100%
 Sekret terdapat di mulut klien,
berwarna putih keruh, kental
 Klien terpasang ventilator mode A/C
dengan FiO2 : 45%
 Klien tampak nyaman setelah sibin
dan ganti pampers
 Klien tampak nyaman setelah
dilakukan suction
 Tampak klien mengalami edema di
seluruh tubuh / edema anasarka
 Pitting edema > 3 dt
1. Memposisikan klien semi fowler S : -
06.00 untuk memaksimalkan ventilasi O:
1,2
WIB 2. Memberikan terapi O2 melalui  Kesadaran CM, GCS : E4M6VET
ventilator  Klien terpasang ventilator mode A/C
3. Melakukan suction dengan FiO2 : 45%
4. Memonitor TTV  Klien posisi semi fowler
5. Monitor balance cairan  Mulut klien tampak sedikit sekret,
6. Membantu memenuhi kebutuhan warna jernih
klien  Klien tampak nyaman

G. CATATAN PERKEMBANGAN

Hari, SOAP
No Diagnosa Keperawatan TTD
tanggal, jam (Subjektif, Objektif, Analisa, Plan)

1 1. Bersihan jalan napas tidak S:-


efektif berhubungan dengan O:
penumpukan sekret di jalan 1. Kesadaran CM, GCS : E4M6VET
Senin, 25 napas 2. Tanda-tanda vital :
November 2. Kelebihan volume cairan b.d TD : 173/92 mmHg
2019 mekanisme pengaturan HR : 100 x/mnt
21.00 WIB melemah (Penurunan RR : 14 x/mnt
haluaran urine, dan retensi Suhu : 36,9oC
cairan dan natrium) SpO2 : 100%
3. Klien terpasang ETT, ventilator mode A/C dengan FiO2 :
45%
4. Suara napas ronchi pada seluruh lapang paru
5. Klien bedrest
6. Balance cairan +250cc
7. Tampak klien mengalami edema di seluruh tubuh / edema
anasarka
8. Pitting edema > 3 dt
A:
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret di jalan
napas dan kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan
melemah (penurunan haluaran urine, dan retensi cairan dan
natrium) belm teratasi.
P:
Lanjutkan intervensi
1. Memposisikan klien dengan posisi semi fowler untuk
memaksimalkan ventilasi
2. Memberikan terapi O2 melalui ventilator
3. Melakukan auskultasi suara napas
4. Monitor keluaran sekret pada klien
5. Melakukan suction
6. Monitor TTV
7. Berkolaborasi pemberian obat ekspektoran (Combivent dan
Flixotide/8 jam)
8. Mencegah klien jatuh
9. Membantu memenuhi kebutuhan klien
10. Membatasi masukan cairan dan monitor balance
11. Berkolaborasi dengan dokter pemberian obat injeksi dan
obat oral.
12. Dokumentasi
2 1. Bersihan jalan napas tidak S:-
efektif berhubungan dengan O:
penumpukan sekret di jalan  Kesadaran CM, GCS : E4M6VET
napas  Tanda-tanda vital :
2. Kelebihan volume cairan b.d TD : 147/87 mmHg
Selasa, 26
mekanisme pengaturan HR : 89 x/mnt
November
melemah (penurunan RR : 14 x/mnt
2019
haluaran urine, dan retensi Suhu : 36,7oC
14.00 WIB
cairan dan natrium) SpO2 : 100%
 Klien terpasang ventilator mode A/C dengan FiO2 : 45%
 Klien bedrest
 Tampak klien mengalami edema di seluruh tubuh / edema
anasarka
 Pitting edema > 3 dt
 Balance cairan +82cc
A:
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret di jalan
napas dan kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan
melemah (penurunan haluaran urine, dan retensi cairan dan
natrium) belum teratasi.
P:
Lanjutkan intervensi
 Memposisikan klien dengan posisi semi fowler untuk
memaksimalkan ventilasi
 Melakukan auskultasi suara napas
 Monitor keluaran sekret pada klien
 Melakukan suction
 Monitor TTV
 Berkolaborasi pemberian obat ekspektoran (Combivent dan
Flixotide/8 jam)
 Mencegah klien jatuh
 Membantu menuhi kebutuhan klien
 Monitor balance cairan
 Berkolaborasi dengan dokter pemberian obat injeksi dan
obat oral.

3 1. Bersihan jalan napas tidak S :-


efektif berhubungan dengan O:
penumpukan sekret di jalan  Kesadaran CM, GCS : E4M6VET
napas  Tanda-tanda vital :
2. Kelebihan volume cairan b.d TD : 145/75 mmHg
mekanisme pengaturan HR : 69 x/mnt
melemah (penurunan RR : 14 x/mnt
haluaran urine, dan retensi Suhu : 36,7oC
Kamis, 28
cairan dan natrium) SpO2 : 100%
November
 Klien bedrest
2019
 Suara napas ronchi
07.00 WIB
 Sekret kental putih keruh
 Tampak klien mengalami edema di seluruh tubuh / edema
anasarka
 Pitting edema > 3 dt
 Baance cairan (-202 cc)
A:
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret di jalan
napas dan kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan
melemah (penurunan haluaran urine, dan retensi cairan dan
natrium) belum teratasi.
P:
Lanjutkan intervensi
 Memposisikan klien dengan posisi semi fowler untuk
memaksimalkan ventilasi
 Melakukan auskultasi suara napas
 Monitor keluaran sekret pada klien
 Melakukan suction
 Monitor TTV
 Monitor balance cairan
 Berkolaborasi pemberian obat ekspektoran (Combivent dan
Flixotide/8 jam)
 Mencegah klien jatuh
 Membantu menuhi kebutuhan klien
 Berkolaborasi dengan dokter pemberian obat injeksi dan
obat oral
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah. Banyak kondisi klinis yang bisa
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik, akan tetapi, apapun sebabnya,
respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Dan gagal
ginjal kronik juga dapat memberikan tanda dan gejala secara sitemik bagi tubuh
serta masalah keperawatan berupa Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane
mukosa mulut, resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan
vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi
toksik, kalsifikasi jaringan lunak, resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan
dengan akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit, gangguan status
metabolic dan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.

B. Saran
1. Bagi mahasiswa supaya memberikan asuhan keperawatan yang tepat
kepada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) sesuai dengan
perkembangan ilmu.
2. Bagi institusi agar dapat mengembangkan konsep asuhan keperawatan
pada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD).
3. Bagi tenaga kesehatan agar menerapkan asuhan keperawatan yang tepat
kepada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) sesuai dengan
perkembangan ilmu.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC

NANDA. 2012. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia:


North American Nursing Diagnosis Association.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Supartondo. ( 2001 ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Balai Penerbit


FKUI

Anda mungkin juga menyukai