Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

GAGAL GINJAL KRONIS

NAMA : RALF D. TAMPI

NIM : 21061501

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SARIPUTRA INDONESIA TOMOHON


DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………………..

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...

BAB I

KONSEP PENYAKIT

- PENGERTIAN ………………………………………………………………………...
- ETIOLOGI/ PENYEBAB………………………………………………………………
- PATOFISIOLOGI……………………………………………………………………

- MANIFESTASI KLINIS……………………………………………………………….
- PEMERIKSAAN PENUNJANG………………………………………………………
- PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN…………………………………………

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

- PENGKAJIAN………………………………………………………………………….
- DIAGNOSA KEPERAWATAN………………………………………………………
- PERENCANAAN………………………………………………………………………
- IMPLEMENTASI………………………………………………………………………
- EVALUASI……………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan  kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
limpahan rahmat dan kasih-NYA sehingga saya bisa menyelesaikan makalah tentang
“GAGAL GINJAL KRONIS”.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan dan banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat saya
harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.

semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak serta
menambah wawasan pemikiran bagi kita semua yang membaca. Akhir kata diucapkan
terima kasih Tuhan Yesus Memberkati.

Tomohon, 10 Desember 2021

Penulis
BAB I

KONSEP PENYAKIT

A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginja
lanjut secara bertahap. (Doenges, 1999; 626)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyababkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Bernner & Suddarth, 2001;
1448).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812). Sesuai dengan topik
yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada dasarnya pengelolaan tidak
jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada terminologi akhir CKD lebih
baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan
CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal
yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan
terminology CCT ( clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien
dating dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah
CRF.

B. ETIOLOGI/ PENYEBAB
- Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonephritis
- Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
- Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif
- Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
- Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
- Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
- Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
- Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 :
1448).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal
dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat


penurunan LFG :

- Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
- Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
- Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
- Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 1529mL/menit/1,73m2
- Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effuse perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
( kelemahan dan hipertropi otot –otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi
garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik,
dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain :
1. Pemeriksaan lab.darah
- Hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test )
ureum dan kreatinin
- FT (liver fungsi test )
- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
- Koagulasi studi
PTT, PTTK
BGA
2. Urine
- urine rutin
- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. Pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )

F. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis ).
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien sebelum masuk ke
Rumah sakit. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya didapatkan keluhan utama
bervariasi, mulai dari urin keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa
kering, rasa lelah, nafas bau (ureum) dan gatal pada kulit.
2. Riwayat kesehatan lalu
Pada gagal ginjal krinis dimulai dengan periode gagal injal akut dengan berbagai
penyabab. Maka dari itu perawat dapat mengkaji apakah sebelumnya mengalami
penyakit yang dapat memicu terjadinya gagal ginjal kronis. Tanyakan juga riwayat
imunisasi klien dan adanya masalah atau tidak saat pre-natal, intra natal, dan post
natal dan lalukan pemriksaan antropometri .
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit bawaan atau menular sehinggah silsilah keluarga
tidak terlalu berdampak namun pencetus sekunder seperti DM (Diabetes Militus) dan
hipertensi memiliki pengaruh terhadap penyakit gagal ginjal kronis karna penyakit
tersebut bersifat herediter.
4. Riwayat tumbuh kembang
Perawat dapat menanyakan kepada orang tua pasien mengenai riwayat tumbuh
kembang pasien dari bayi sampai saat pengkajian dilakukan.
5. Riwayat nutrisi
Pola makan/ minum dan input/ output normal atau tidak. Adanya rasa mual, muntah
dan anoreksia, menyebabkan penurunan berat badan klien
6. Aktivitas sehari-hari
Akan tergantung dengan kondisi tubuh yang lemah dan adanya rasa nyeri atau tidak
7. Pemeriksaan fisik (focus masalah)
- Keadaan umum dan tanda tanda vital.
Kondisi klien dengan gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran
bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV. sering didapatkan RR
meningkat, hipertensi/ hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif.
- Sistem pernapasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/ alkalosis
respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis gangguan. Pola
napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh
mempertahankan ventilasi.
- Sistem hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu, biasanya terjadi
TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi jantung, nyeri dada, dyspneu,
gangguan irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya.
- Sistem perkemihan
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi,
reabsorpsi, dan sekresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah penurunan
urine output < 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output).
- System pencernaan
Gangguan system pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit. Sering ditemukan
anoreksia, nausea, vomit dan diare.
8. Pohon masalah
Yang paling sering terjadi adalah ketidaksembangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b/d asupan nutrisi yang tidak cukup dan intoleransi aktivitas serta
ketidakefektifan pola napas .
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Perubahan nutrisi
4. Perubahan pola nafas
5. Gangguan perfusi jaringan
6. Intoleransi aktivitas
7. Kurang pengetahuan tentang tindakan medis
8. Resiko tinggi terjadinya infeksi

C. PERENCANAAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung
dalam batas normal, nadi perifer kuat dan samadengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada system aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder :


volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria
hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan
cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,


muntah.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan
Kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau
menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi.
c. Berikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek social
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut
yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi


melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan secret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis


Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan.
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untukmemberikan
tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada
kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,


keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa)


b.d salah interpretasi informasi.
a. Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.
b. Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD
serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).
c. Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
d. Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
e. Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Tahap - tahap tindakan keperawatan, yaitu:
1. Tahap 1 persiapan: review antisipasi tindakan keperawatan, menganalisis
pengetahuan dari ketrampilan yang diperlukan, mengetahui yang mungkin timbul,
mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang
kondusif, mengidentifikasi aspek - aspek hukum dan etik.
2. Tahap 2 intervensi: tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan
tanggung jawab perawat secara professional antara lain: Independen adalah suatu
kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter
atau tenaga kesehatan lainnya. Interdependen adalah suatu kegiatan yang
memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga
sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter. Dependen adalah pelaksanaan rencana
tindakan medis

E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan
evaluasi adalah untuk melibatkan kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan. Jenis evaluasi dapat dibagi
dalam 2 jenis, yaitu:
1. Evaluasi berjalan. Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan
perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami klien. Format yang
dipakai adalah format SOAP
S: Data Subjektif
Adalah perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang didasarkan pada apa
yang dirasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan klien
O: Data Objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain
A: Analisis
Penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif maupun objektif) apakah berkembang
kearah perbaikan atau kemunduran
P: Perencanaan
Rencana penanganan klien yang didasarkan pada hasil analisis diatas yang berisi
melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis


Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai