Anda di halaman 1dari 98

CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara
bertahap (Doenges, 1999; 626)

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001;
1448)

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada
kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk
menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( clearance creatinin test )
dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3
stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan
terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

B. ETIOLOGI
 Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
 Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
 Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
 Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
 Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
 Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
 Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
 Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi
ginjal telah hilang 80% – 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
 Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik.
 Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
 Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat


penurunan LFG :
 Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
 Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
 Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
 Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
 Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat
digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg ) 72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung
kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi
pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:


 Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
 Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
o Gangguan gastrointestinal. Anoreksia, nausea, dan fomitus yang
berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada
saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia.
o Gangguan musculoskeletal. Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya
sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan
terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan
hipertropi otot – otot ekstremitas.
o Gangguan Integumen. kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning –
kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis
dan rapuh.
o Gangguan endokrim. Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi
menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic
glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
o Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa. biasanya
retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
 System hematologi. anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik,
dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain :

 Pemeriksaan lab.darah
o Hematologi,Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
o RFT ( renal fungsi test ),ureum dan kreatinin
o LFT (liver fungsi test )
o Elektrolit, Klorida, kalium, kalsium
o koagulasi studi, PTT, PTTK, BGA
 Urine
o urine rutin
o urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
 pemeriksaan kardiovaskuleR
o ECG, ECO
 Radidiagnostik
o USG abdominal, CT scan abdominal, BNO/IVP, FPA, Renogram
o RPG ( retio pielografi )
E. Penatalaksanaan

Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD maka
penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi,
penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan
adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.

1. Penatalaksanaan medis
 Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml,
maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
 Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
 Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
 Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume
intravaskuler.
 Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak
memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau
dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini
memerlukan gejala.
 Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai
pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium
pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium
kadang – kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
 Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
 Dialisis.
 Transplantasi ginjal.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
 Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan
dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
 Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat
diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.

3. Penatalaksanaan Diet
 Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
 Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
 Lemak diberikan bebas.
 Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
 Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan
makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika
terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai
biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.

Pengkajian

Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan CKD perlu dilakukan
pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari berbagai aspek yang ada
sehingga dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada klien dengan CKD.

Pengkajian pada klien CKD menurut Suzanne C. Smeltzer, Doenges (1999) dan Susan
Martin Tucker (1998).

 Sistem Kardiovakuler
Tanda dan gejala : Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum). Edema periorbital,
fiction rub pericardial, dan pembesaran vena jugularis, gagal jantung, perikardtis
takikardia dan disritmia.
 Sistem Integument
Tanda dan gejala : Warna kulit abu – abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus,
echimosis, kulit tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, turgor kulit buruk, dan gatal –
gatal pada kulit.
 Sistem Pulmoner
Tanda dan gejala : Sputum kental , nafas dangkal, pernafasan kusmaul, udem paru,
gangguan pernafasan, asidosis metabolic, pneumonia, nafas berbau amoniak, sesak
nafas

 Sistem Gastrointestinal
Tanda dan gejala : Nafas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal,
sto,atitis dan pankreatitis.

 Sistem Neurologi
Tanda dan gejala : Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, penurunan
konsentrasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, dan perubahan
perilaku, malaise serta penurunan kesadaran.

 Sistem Muskuloskletal
Tanda dan gejala : Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop,
osteosklerosis, dan osteomalasia.

 Sisem Urinaria
Tanda dan gejala : Oliguria, hiperkalemia, distropi renl, hematuria, proteinuria, anuria,
abdomen kembung, hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan asidosis metabolik.

 Sistem Reproduktif
Tanda dan gejala : Amenore, atropi testikuler, penurunan libido, infertilitas.

 Penyuluhan dan pembelajaran


Gejala : Riwayat keluarga DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis
herediter, kalkulus urinaria, malignasi, riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun
lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang telah didapat atau terkaji, kemudian data dikumpulkan
maka dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang
ada pada klien dengan CKD. Menurut Doenges (1999), Lynda Juall (1999), dan Suzanne
C. Smeltzer (2001) diagnosa keperawatan pada klien CKD adalah sebagai berikut :
 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
kurang atau pembatasan nutrisi.
 Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
volume cairan.
 Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin.
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolisme.
 Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan penekanan produksi/sekresi
eritropoetin.
 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, penurunan fungsi
ginjal.
 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan tidak mengenal sumber informasi.

Perencanaan Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan pada klien dengan CKD ditemukan, maka dilanjutkan
dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas
diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut

 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.


Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tampa kelebihan cairan.
Kriteria Evaluasi :
o Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
o BB stabil.
o TTV dalam batas normal.
o Tidak ada edema.

Intervensi :
o Awasi denyut jantung TD dan CVP.
o Catat pemasukan dan pengeluaran akurat..
o Awasi berat jenis urine.
o Timbang BB tiap hari dengan alat ukur dan pakaian yang sama.
o Batasi pemasukan cairan.
o Kaji kulit, area tergantung edema, evaluasi derajat edema.
o Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
o Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : Kreatinin, ureum HB/Ht, kalium dan natrium
serum.
o Kolaborasi foto dada, berikan/batasi cairan sesuai indikasi.
o Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik, anti hipertensif
o Kolaborasi untuk dialisis sesuai indikasi.

 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan


nutrisi.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria Evaluasi :
Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi
individu. Bebas edema.
Intervensi :
o Kaji/catat pemasukan diet.
o Beri makan sedikit tapi sering.
o Berikan pasien daftar makanan tatau cairan yang diizinkan dan dorong terlibat
pada pemilihan menu.
o Timbang BB tiap hari.
o Kolaborasi pemeriksaan lab BUN, albumin serum, transferin, natrium, kalium.
o Kolaborasi dengan ahli gizi, berikan kalori tinggi rendah protein.
o Batasi kalsium, natrium dan pemasukan fosfat sesuai indikasi.
o Berikan obat sesuai indikasi, seperti zat besi, kalsium, Vit D, Vit B Komplek, anti
emetik.
 Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
volume cairan.
Tujuan : Curah jantung adekuat.
Kriteria evaluasi :
TD dan frekuensi dalam batas normal. Nadi perifer kuat dan waktu pengisian kapiler
vaskuler. Dispneu tidak ada.
Intervensi :
o Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer/kongesti
vaskuler dan keluhan dyspneu.
o Kaji adanya/derajat hipertensi : awasi TD, perhatikan perubahan posturat.
o Selidiki keluhan nyeri dada, beratnya (skala 1- 10) dan apakah tidak mantap
dengan inspirasi dalam posisi terlentang.
o Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti kapiler, suhu
dan sensori atau mental.
o Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
o Kolaborasi pemeriksaan lab : Elektrolit, BUN, Foto dada.
o Berikan obat antihipertensif, contoh : Prozin (minipres), captopirl (capoten),
klonodin (catapres), hidralazin (apresolinie).

 Perubahan proses fikir berhubungan dengan akumulasi toksin.


Tujuan : Tingkat mental meningkat
Kriteria evaluasi : Dapat mengeidentifikasi cara untuk mengkompensasi gangguan
kognitif/deficit memori.
Intervensi :
o Kaji luarnya gangguan kemampuan berfikir, memori, dan orientasi.
o Pastikan dari orang terdekat tingkat mental pasien biasanya.
o Berikan orang terdekat informasi tentang status pasien.
o Berikan lingkungan tenang dan izinkan menggunakan televise, radio, dan
kunjungan.
o Orientasikan kembali terhadap lingkungan, orang dan sebagainya.
o Hadirkan kenyataan secara singkat, ringkas, dan jarang menantang dan pemikiran
tidak logis.
o Komunikasikan informasi/instruksi dalam kalimat pendek dan sederhana.
Tanyakan pertanyaan ya/tidak, ulangi penjelasan sesuai kebutuhan.
o Buat jadwal teratur untuk aktivitas yang diharapkan.
o Kolaborasi : awasi pemeriksaan lab BUN/kreatinin, elektrolit serum, kadar glukosa,
AGD.
o Hindari penggunaan barbiturate dan opiad.
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik.
Tujuan : Mempertahankan kulit utuh.
Kriteria Evaluasi : Menunjukkan prilaku/teknik untuk mencegah erusakan atau cedera
kulit.
Intervensi :
o Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler.
o Pertahankan kemerahan, eskoriasi, observasi terhadap ekimosis, purpura.
o Pantau masukan cairan dan hidrasi kuli dan membran mukosa.
o Inspeksi area tergantung terhadap edema.
o Ubah posisi sering, gerakan pasiaen dengan berlahan, beri bantalan pada tonjolan
tulang dengan kulit domba, pelindung siku tumit.
o Berikan perawatan kulit.
o Barikan salap atau krim(analin, aquaphor).
o Pertahanan linen kering dan bebas keriput.
o Selidiki keluhan gatal.
o Anjurkan pasienm menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan
tekanan pada area pruritus, pertahankan kuku pendek.
o Anjurkan menggunakan pakaian katun dan longgar

 Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penekanan produksi atau


sekresi eritropoetin.
Tujuan : Cedera tidak terjadi.
Kriteria Evaluasi :
 Tidak mengalami tanda atau gejala perdarahan.
 Mempertahankan atau menunjukkan perbaikan nilai laboratorium.
Intervensi :
o Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan.
o Observasi takikardia, kulit atau membrane mukosa pucat, dispneu dan nyeri dada.
o Awasi tingkat kesadaran klien.
o Evaluasi respon terhadap aktivitas, kemampuan untuk melakukan tugas.
o Batasi contoh vaskuler, kombinasikan tes laboratorium bila mungkin.
o Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, perdarahan area
ekimosis karena trauma kecil, ptechie, pembengkakan sendi atau membran
mukosa.
o Hematemesis sekresi Gastrointestinal atau darah feses.
o Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil bila mungkin dan
lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan atau penusukan vaskuler.
o Kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium : jumlah trombosit, faktor pembekuan
darah.
o Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi contoh sediaan besi, asam fosfat (folvite),
sianokobalamin (betaun), simetidin (tegamert), ranitidine (zartoc), anatasiad,
pelunak feses, laxative bulk (metamucit).
KONSEP DASAR PENYAKIT ASMA

1. DEFINISI

Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversible, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan
nafas.

Asma sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh penyakit ini terhadap
kehamilan, persalinan, dan nifas serta sebaliknya adalah bervariasi. Asma sering
merupakan penyakit keturunan. Diagnosis biasanya mudah didapat, karena wanita telah
sering berobat kepada dokter atau pengobatan non medis. Serangan asma biasanya
timbul pada usia kehamilan 24-36 minggu, jarang pada akhir kehamilan. Frekuensi dan
beratnya serangan akan mempengaruhi hipoksia pada janin.

2. ETIOLOGI
Klasifikasi Asma berdasarkan Etiologi
 Asma Bronkhial Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang mengalami atopi akibat pemaparan allergen.
Allergen yang masuk tubuh melalui saluran pernapasan, kulit, saluran pencernaan,
dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen
presenting cells (APC). Setelah allergen diproses dalam sel APC, selanjutnya oleh
sel tersebut allergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui pelepasan
interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui pelepasan interleukin 2 (II-2) oleh
sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan sinyal untuk berproliferasi menjadi
sel plasma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan karena kedua sel tersebut
pada permukaannyan memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan
trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.
Orang yang telah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada
permukaan tersebut belumlah menunjukan gejala. Orang tersebut sudah dianggap
desentisisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kalinya atau lebih dengan
allergen yang sama, allergen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada dalam
permukaan mastosit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influks Ca++ ke
dalam sel dan perubahan di dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan dalah mediator yang sudah
terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai
sifat biologis, yaitu histamine, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A),
Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase, dan kinin. Efek yang segera terlihat
oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktivitas bronchus merupakan bronchus yang mudah sekali mengerut
(konstriksi) bila terpapar dengan bahan/factor dengan kadar yang rendah yang
pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa misalnya allergen (
inhalan dan kontaktan), polusi, asap rokok/dapur, bau-bauan yang tajam, dan
lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan.
Saat ini telah diketahui bahwa hiperreaktivitas bronchus disebabkan oleh inflamasi
bronchus yang kronis. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah
besar pada cairan bilas bronchus klien dengan asma bronchial sebagai bronchitis
kronis eosinofilik. Hiperreaktivitas berhubungan dengan beratnya derajat penyakit.
Secara klinis, adanya hiperreaktivitas bronchus dapat dibuktikan dengan
dilakukannya uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan pada hal-hal tersebut, pada saat ini penyakit asma secara klinis
dianggap sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel. Secara patofisiologi,
asma juga dianggap sebagai suatu hiperreaksi bronchus dan secara patologi
sebagai suatu peradangan saluran pernapasan.
Mukosa dan dinding bronchus pada klien dengan asma akan terjadi edema.
Terjadinya infiltrasi pada sel radang terutama eosinofil dan terlepasnya sel silia
menyebabkan adanya getaran silia dan mucus diatasnya. Hal ini membuat salah
satu daya pertahanan saluran pernapasan menjadi tidak berfungsi lagi. Pada klien
dengan asma bronchial juga diremukan adanya penyumbatan saluran pernapasan
oleh mucus terutama oada cabang-cabang bronchus.
Akibat dari bronkhospapme, edema mukosa dan dinding bronchus, serta
hipersekresi mucus menyebabkan terjadinya penyempitan pada bronchus dan
percabangannya, sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi
(wheezing), dan batuk yang produktif.
 Asma Bronkhial tipe Non-atopik (intrinsik)
Asma nonalergenik ( asma intinsik ) terjadi bukan karena pemaparan alergen
tetapi terjadi akibat beberapa factor pencetus seperti infeksi saluran pernafasan
bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat, dan tekanan jiwa atau
stress psikologis. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama
gangguan saraf simpatis, yaitu blokade adrenergik beta lebih dominan dari pada
adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktivitas adrenergik beta lebih dominan
dari pada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma, aktifitas adrenergik alfa
diduga meningkat sehingga mengakibatkan bronkhokontriksi dan menimbulkan
sesak nafas.
Reseptor adrenergic beta diperkirakan terdapat dalam enzim yang berada di
membrane sel yang diknal dengan adenil siklase atau disebut juga messenger
kedua. Bila reseptor ini dirangsang, enzim adenil siklase tersebut diaktifkan dan
akan mengatalisasi ATP dalam sel menjadi 3’5’ siklik AMP.
CAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronchus,
menghambat pelepasan mediator dari mastosit/basofil dan menghambat sekresi
kelenjar mucus. Akibat blokade reseptor adrenergic beta, fungsi reseptor
adrenergic alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronchus sehingga menimbulkan
sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori Blokade Adrenergik Beta.

Faktor pencetus timbulnya asma diantaranya sebagai berikut:


 Zat alergi/alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan
serangan asma misalnya debu rumah, tengau debu rumah (Dermatophagoides
pterinissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut, dan
sebagainya.
 Infeksi saluran napas
Infeksi saluran nafas terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan
salah satu factor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronchial.
 Pengaruh udara
Ibu hamil dengan asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta
bau yang tajam.
 Factor Psikis/ tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tapi pencetus asma, karena banyak orang yang
mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma bronchial. Factor ini
berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil
kepribadiaanya.
 Olahraga/kegiatan jasmani yang berat
Serangan penderita asma bronchial akan mendapatkan serangan asma bila
melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan.
 Obat-obatan
Beberapa klien atau ibu hamil dengan asma bronchial ada yang sensitive/alergi
terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat, kodein, dan sebagainya.
 Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan factor pencetus yang menyumbang 2-15 %
klien dengan asma bronchial.

Beberapa tanda dan gejala pada penyakit asma adalah:


1. Sesak napas tiba-tiba
2. Riwayat serangan asma sebelumnya
3. Riwayat atopi pada keluarga
4. Batuk produktif, sering pada malam hari
5. Gejala utama: ekspirasi memanjang dan weezing (+) yang terdengar dengan atau
tanpa stetoskop (dapat juga disertai takikardi, retraksi suprasternal dan sianosis)

3. PENANGANAN / PENATALAKSANAAN
Pemberian obat kepada penderita asma bronchial harus dihindari dari faktor
pencetus seperti infeksi saluran pernafasan atas, alergen, udara dingin, faktor psikis,
Olahraga/kegiatan jasmani yang berat, obat-obatan dan lingkungan kerja.

Kehamilan :

Gunakan obat lokal seperti aminofilin atau kortikosteroid inhalasi atau oral pada serangan
asma ringan . Obat antiasma modern umumnya tidak berpengaruh negatif terhadap janin
selama digunakan sesuai anjuran dokter , kecuali adrenalin . Adrenalin mempengaruhi
pertumbuhan janin akibat penyempitan pembuluh darah ke janin yang dapat
mengganggu oksigenasi pada janin tersebut . Namun harus diingat bahwa aminofilin
dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus saat persalinan nanti .

Pada serangan asma , berikan cairan intravena , encerkan sekresi cairan di paru, berikan
( setelah pengukuran PO2, PCO2) sehingga tercapainya PCO2> 60mmHg dengan
kejenuhan 95% oksigen atau normal , cek fungsi paru , cek bayi , dan berikan obat
kortikosteroid .

Pada status asmatikus dengan gagal nafas , jika setelah pengobatan intensif setelah 30-
60 menit tidak terjadi perubahan , secepatnya lakukan intubasi . Berikan antibiotik jika
terdapat dugaan terjadi infeksi .

DAFTAR PUSTAKA

Feryanto, Achmad. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika

Mansjoer, Arief. 1999.Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke III Jilid I. Jakarta : Media
Aesculapius

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri.Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta : Salemba Medika

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Rukiyah,Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta: TIM


BERAT BADAN LAHIR RENDAH ( BBLR )
A. Defenisi
Bayi berat badan lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi baru lahir yang berat badan
lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu neonatus dengan berat
badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada
tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500
gram disebut Low Birth Weight Infants ( BBLR).
Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan berat badan lahir rendah dapat
dibagi menjadi 2 golongan :
1. Prematuritas murni.
Adalah bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai
berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut
Neonatus Kurang Bulan – Sesuai Masa Kehamilan ( NKB- SMK).
2. Dismaturitas.
Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term.
Dismatur ini dapat juga Neonatus Kurang Bulan – Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB-
KMK), Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ), Neonatus Lebih
Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NLB- KMK ).

B. Etiologi BBLR
1. Faktor Ibu.
 Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya:
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM,toksemia gravidarum,
dan nefritis akut.
 Usia ibu
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20 tahun, dan multi
gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat.Kejadian terendah ialah pada usia
antara 26 – 35 tahun.
 Keadaan sosial ekonomi
Keadaan ini sangat berperanan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian
tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah.
Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan
pengawasanantenatal yang kurang. Demikian pula kejadian prematuritas pada
bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah.ternyata lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi yang lahir dari perkawinan yang sah.
 Sebab lain
Ibu perokok, ibu peminum alkohol dan pecandu obat narkotik.
2. Faktor janin.
 Hidramion
 Kehamilan ganda
 Kelainan kromosom.
3. Faktor lingkungan
Tempat tinggal didaerah radiasi dan terpapar racun

C. Pathofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia
ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien),
proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan
agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi
fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan
gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya
asfiksia.
Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai
dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha
bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita
asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam
periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan
penurunan tekanan darah.

Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan


pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan
pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut
dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen
tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan
berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya
asidosis metabolik.

Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan


oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan
mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan
menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan
jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan
tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan
kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak.

Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya (Medicine and linux.com)

D. Prognosis
Pada saat ini harapan hidup bayi dengan berat 1501- 2500 gram adalah 95 %, tetapi
berat bayi kurang dari 1500 gram masih mempunyai angka kematian yang tinggi.
Kematian diduga karena displasia bronkhopulmonal, enterokolitis nekrotikans, atau
infeksi sekunder.
BBLR yang tidak mempunyai cacat bawaan selama 2 tahun pertama akan
mengalami pertumbuhan fisik yang mendekati bayi cukup bulan dengan berat sesuai
masa gestasi.
Pada BBLR , makin imatur dan makin rendah berat lahir bayi, makin besar
kemungkinan terjadi kecerdasan berkurang dan gangguan neurologic

E. Penatalaksanaan
 Prematuritas murni
 Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk
pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan
hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan,
pemberian makanan dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi serta mencegah
kekurangan vitamin dan zat besi.
 Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan
baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena
itu bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas
badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam inkubator maka
suhu bayi dengan berat badan , 2 kg adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi
dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak
ada bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang
berisi air panas, sehingga panan badannya dapat dipertahankan.
 Makanan bayi prematur
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan
kalori 110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat.
Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan
menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah,sehingga
pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih
sering. ASI merupakan makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang
paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat
diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan
memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60
cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg BB/
hari.
 Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang
masih lemah,kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan anti bodi
belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehinggatidak terjadi persalinan prematuritas ( BBLR).
Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara
khusus dan terisolasi dengan baik.
 Dismaturitas (KMK)
a. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterina serta
menemukan gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultra
sonografi.
b. Memeriksa kadar gula darah ( true glukose ) dengan dextrostix atau
laboratorium kalau hipoglikemia perlu diatasi.
c. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
d. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK.
e. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi
mekonium Sebaiknya setiap jam dihitung frekwensi pernafasan danbila
frekwensi lebih dari 60x/ menit dibuat foto thorax.

F. Pemeriksaan diagnostik
1. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis ).
2. Hematokrit ( Ht ) : 43%- 61 % ( peningkatan sampai 65 % atau lebih menandakan
polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic
prenatal/perinatal ).
3. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia
atau hemolisis berlebihan ).
4. Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12
mg/dl pada 3-5 hari.
5. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-
rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
6. Pemantauan elektrolit ( Na, K, Cl ) : biasanya dalam batas normal pada awalnya.
7. Pemeriksaan Analisa gas darah.

G. Gambaran klinis
Menunjukkan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaannya lemah :
 Fisik.
bayi kecil
pergrakan kurang dan masih lemah
kepala lebih besar dari pada badan
berat badan < 2500 gram
 Kulit dan kelamin
kulit tipis dan transparan
lanugo banyak
rambut halus dan tipis
genitalia belum sempurna
 Sistem syaraf
refleks moro
refleks menghisap, menelan, batuk belum sempurna
 Sistem muskuloskeletal
axifikasi tengkorak sedikit
ubun-ubun dan satura lebar
tulang rawan elastis kurang
otot-otot masih hipotonik
tungkai abduksi
sendi lutut dan kaki fleksi
kepala menghadap satu jurusan
 Sistem pernafasan
pernafasan belum teratur sering apnoe
frekwensi nafas bervariasi

H. Komplikasi

 Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres respirasi,


penyakit membran hialin

 Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu

 Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak

 Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah

 Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)

 Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal


Bronchopneumonia ( BP )
A. Pengertian
 Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercakInfiltrat(Whalley and
Wong, 1996).
 Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang
lama,tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan
meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
 Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (SylviaAnderson,
1994).
 Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang
disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

B. Etiologi
 Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus
Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni),
Mycobacterium Tuberculosis.
 Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices
Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans,
Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
 Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan
tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit
menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

C. Patofisiologi
 Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh
virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga
terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya
penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan
mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang
terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
 Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan
napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan
produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga
pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak
lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas,
hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan
yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi
dapat digambarkan pada skema proses.

D. Manifestasi klinis
 Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini
umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas
sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif “napas bunyi” pemeriksaan paru
 saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan
nyaring.
 Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai
dengan infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot,
anoreksia dan kesulitan menelan.

E. Pemeriksaan penunjang
 Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi
langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya,
tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
 Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan
pergeseran LED meninggi.
 Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu
atau beberapa lobus.

F. Penatalaksanaan
 Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500
mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari.
 Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada
kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan
Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid
pengobatan simtomatik seperti :
 Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
Simptomatik terhadap batuk. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif.
Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan
broncodilator
 Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat.
Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang
mempunyai spektrum sempit.

G. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sitemik
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Tumbuh kembang anak usia 6 – 12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik
berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi
tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita
sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya.

Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk


perubahan sosial dan emosi.
Motorik kasar
 Loncat tali
 Badminton
 Memukul
 Motorik kasar dibawah kendali kognitif dan secara bertahap meningkatkan irama dan
kehalusan.

Motorik halus
 Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
 Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.

Kognitif
 Dapat berfokus pada lebih dari satu asfek dan situasi
 Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
 Dapat membalikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
 Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan dating
Bahasa
 Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
 Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan
 Menggunakan bahasa sebagai alat komuniukasi verbal
 Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

Dampak hospitalisasi
 Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan
stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi
anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
 Penyebab anak stress meliputi ;
 Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
 Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
 Lingkungan asingKebiasaan sehari-hari berubah
 Pemberian obat kimia
 Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
 Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
 Selalu ingin tahu alasan tindakan
 Berusaha independen dan produktif
 Reaksi orang tua
 Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak
 Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit

ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS


1. Pengkajian
 Riwayat kesehatan
 Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.
 Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
 Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
 Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
 Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal,
gelisah, sianosis
 Pemeriksaan fisik
 Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
 Auskultasi paru ronchi basah
 Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
 Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)
 Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan
o Usia tingkat perkembangan
o Toleransi / kemampuan memahami tindakan
o Koping
o Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
o Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
o Pengetahuan keluarga / orang tua
 Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan
 Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan
 Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya

2. Diagnosa keperawatan
 Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.
 Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
 Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi yang tidak adekuat.
 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
 Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan
kurangnya informasi.
 Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi

3. Intervensi
Diagnosa 1
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.
KH : sekret dapat keluar.
Rencana tindakan :
 Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan
bunyi napas abnormal.
 Lakukan suction sesuai indikasi.
 Beri terapi oksigen setiap 6 jam
 Ciptakan lingkungan / nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang
 Beri posisi yang nyaman bagi pasien
 Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan
 Lakukan perkusi dada
 Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas

Diagnosa 2
Tujuan ; pertujaran gas kembali normal.
KH : Klien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas
secara optimal dan oksigenisasi jaringan secara adekuat
Rencana tindakan :
 Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda cianosis
 Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler
 Beri oksigen sesuai program
 Monitor AGD
 Ciptakan lingkungan yang nyaman
 Cegah terjadinya kelelahan

Diagnosa 3.
Tujuan : Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal
KH : Tanda dehidrasi tidak ada.
Rencana tindakan :
 Catat intake dan output cairan (balanc cairan)
 Anjurkan ibu untuk tetap memberikan cairan peroral
 Monitor keseimbangan cairan , membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat,
kesadaran menurun, tanda-tanda vital.
 Pertahankan keakuratan tetesan infuse
 Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, respirasi)

Diagnosa 4.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
KH : Klien dapat mempertahankan/meningkatkanpemasukan nutrisi..
Rencana tindakan :
 Kaji status nutrisi klien
 Lakukan pemeriksaan fisik abdomen klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan
inspeksi)
 Timbang BB klien setiap hari.
 Kaji adanya mual dan muntah
 Berikan diet sedikit tapi sering
 Berikan makanan dalam keadaan hangat
 kolaborasi dengan tim gizi
Diagnosa 5
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang
Rencana tindakan :
 Observasi tanda-tanda vital
 Berikandan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada
daerah dahi dan ketiak
 Libatkan keluarga dalam setiap tindakan
 Berikan minum per oral
 Ganti pakaian yang basah oleh keringat
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas.

Diagnosa 6
Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya
meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH : Orang tua klien mengerti tentang penyakit anaknya.
Rencana tindakan :
 Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya
 Kaji tingkat pendidikan orang tua klien
 Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan
dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai
 Tekankan perlunya melindungi anak.
 Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.
 Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum
dimengertinya

Diagnosa 7
Tujuan : Cemas anak hilang
KH : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi
setelah dilakukan tindakan keperawatan
Rencana tindakan :
 Kaji tingkat kecemasan klien
 Dorong ibu / keluarga klien mensufort anaknya dengan cara ibu selalu didekat
klien.
 Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya
 Lakukan kunjungan, kontak dengan klien
 Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien
 Berikan mainan sesuai kesukaan klien dirumah

4. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Brochopneumonia dalah :
a. Pertukaran gas normal.
b. Bersihan jalan napas kembali efektif
c. Intake dan output seimbang
d. Intake nutrisi adekuat
e. Suhu tubuh dalam batas normal
f. Pengetahuan keluarga meningkat
g. Cemas teratasi
SEPSIS NEONATORUM
DEFINISI
 Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum
dapat berlangsung cepat sehungga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan
yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48jam.(perawatan bayi beriko
tinggi, penerbit buku kedoktoran, jakarta : EGC).
 Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat
minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau
1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).

ETIOLOGI
Penyebabnya biasanya adalah infeksi bakteri:
1. Ketuban pecah sebelum waktunya
2. Perdarahan atau infeksi pada ibu.
3. Penyebab yang lain karena bakteri virus, dan jamur, yang terserang bakteri, jenis
bakteri bervariasi tergantung tempat dan waktu:
 Streptococus group B (SGB)
 Bakteri enterik dari saluran kelamin ibu
 Virus herpes simplek
 Enterovirus
 E. Coli
 Candida
 Stafilokokus.
4. Gejala
5. Bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu
tubuhnya turun-naik.
6. Gejala lainnya adalah: gangguan pernafasan, Kejang, Jaundice (sakit
kuning)Muntah, Diare, Perut kembung.
7. Gejalanya tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
 Infeksi pada tali pusar (omfalitis) bisa menyebabkan keluarnya nanah atau darah
dari pusar.
 Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak bisa menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada
ubun-ubun
 Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada
lengan atau tungkai yang terkena
 Infeksi pada persendian bisa menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri
tekan dan sendi yang terkena teraba hangat
 Infeksi pada selaput perut (peritonitis) bisa menyebabkan pembengkakan perut
dan diare berdarah.

PATOGENESIS
 Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan
endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan
ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan
metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade
menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan
perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated
intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005)
 Patogenesis juga dapat terjadi antenatal, intranatal, dan paskanatal yaitu;
 Antenatal
Terjadi karena adanya faktor resiko, pada saat antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh melalui sirkulasi darah
janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang menebus plasenta, antara
lain: virus rubella, herpes, influeza, dan masih banyak yang lain.
 Intranatal
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman ada pada vagina dan serviks naik
mencapai korion dan amnion.akibatnya terjadilah amnionitis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi oleh bayi sehingga
menyebabkan infeksi pada lokasi yang terjadi pada janin melalui kulit bayi saat
bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman.
 Pascanatal
Infeksi yang terjadi sesudah persalinan, umumnya terjadi akibat infeksi
nasokomial dari lingkungan di luar rahim,( misal : melallui alat-alat, penghisap
lendir, selang endotrakea, infus, dan lain-lain). Dan infeksi dapat juga terjadi
melalui luka umbillikus.

Selain dari faktor patofisiologi ada beberapa faktor yan menyebabkan yaitu
 Faktor predisposisi
Terdapar berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi
sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis.
 Faktor tersebut adalah :
 Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan
 Perawatan antenatal yang tidak memadai
 Ibu menderita eklampsia, diabetes mellitus
 Pertolongan persalina yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
 Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan.
 Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus.
 Tidak menerapakan rawat gabung
 Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak
 Ketuban pecah dini,

PATHWAY
 Invasi Bakteri dan kontaminasi sistemik
 Pelepasan endotoksi oleh bakteri
 Perubahan fungsi miokaridum hipotalamus
 Gangguan proses pernapasan pusat termuregulator
 Gangguan fungsi mitokondria ketidakstabilan suhu
 Kekacauan metabolic yang progresif
 Kerusakan dan kematian sel
 Penurunan perfusi jaringan
 Asidosis metabolik
 Syok septik insufisiensi
 Disseminated Intravasculer coagulation
 Sepsis neonatorum ( Bobak : 2005 )

MANIFESTASI KLINIS
1. Umum : panas, hipotermi, malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran nafas: apnu, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih,
sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan. (Arif,
2000)

Bentuk manisfetasi klinis yang lain adalah:


 Tersangka bakteri
 Sepsis neonatorum
 Saluran pernapasan dispnea, takipnea, apnea.
 Tampak tarikan otot pernapasan
 Merintih, dan mengorok
 Mengalami hiportemia
 Aktivitas lemah atau tanpa tidak ada yang sakit
 Dan berat badan menurun secara tiba-tiba.

KOMPLIKASI
 Dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemia, anemia, hiperbilirubinemia, dan
meningnitis dan DIC.

PENCEGAHAN
Sepsis neonatarum adalah penyebab kematian utama pada neonatus, tanpa pengobatan
yang memadai, gangguan ini dapat menyebabakan kematian dalam waktu singkat. Oleh
karena itu, tindakan pencegahan mempunyai arti penting karena dapat mencegah
terjadinya kesakitan dan kematian.
Tindakan pencegahan itu dapat dilakukan dengan cara :

1. Pada Masa Antenatal


Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
iminisais, pengobatan terhadap infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang
memadai, penangan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan
kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila
diperlukan.

2. Pada Saat Persalinan


Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dalam arti persalinan
diperlukan sebagai tindakan operasi, tindakan intervensi pada ibu dan bayi
seminimal mungkin dilakukan. Mengawasi keaadan ibu dan janin yang baik
selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan, dan
menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.

3. Pada Masa Sesudah Persalinan


Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal,
pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan agar tetap
bersih, setiap bayi menggunakan peralatan sendir. Tindakan invasif harus
dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Sebelum dan sesudah
memegang bayi harus mencuci tangan gterlebih dahulu. Dan bayi yang
berpenyakit menular harus diisolasi, dan pemberian antibotik secara rasional,
sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.

PENGOBATAN
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metobolisme
tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk
kebutuhan nutrisi. Dan monitor pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif
berdasarkan pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, dan dapat diberi
secara parental. Pilihan obat yang diberikan adalah ampisilin, dan gentasimin, atau
kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasi tes resistensi.

PROGNOSIS
Tergantung pada masa gestasi, jenis kuman, sensitifitas kuman dan lama penyakit, dan
25% bayi meninggal meskipun telah diberikan antibiotik dan perawatan intensif. Angka
kematian pada bayi prematur yang kecil adalah 2 kali lebih besar. Dan kira-kira angka
kematian kasus adalah 30-60%.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik :
Organsisme penyebab terjadinya infeksi bisa diketahui dengan melakukan pemeriksaan
mikroskopis maupun pembiakan terhadap contoh darah, air kemih maupun cairan dari
telinga dan lambung. Jika diduga suatu meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal.
Bila ditemukan satu atau lebih faktor resisko infeksi adalah sebagai berikut ;
1. Ibu selama melahirkan demam ( suhu > 38.5 oC).
2. Ibu leukositosis ( lekosit > 1500/ mm3).
3. Air ketuban keruh dan atau berbau busuk.
4. Ketuban pecah >12 jam sebelum lahir.
5. Partus kasep

Langkah diagnosis :
1. Indikasi faktor resiko infeksi yang didiagnosa tersangkan infeksi.
2. Tetapkan apakah kasus tersangka infeksi berkembang menjadi sepsis
neonatarum dengan mengamati munculnya gejala klinis serta kelainan hasil
pemeriksaan laboratorium
3. Untuk penderita yang telah mengalami kelainan klinis dapat dilakukan dengan
identifikasi pemeriksaan secara cermat
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin,pemeriksaan CRP dan kultur
darah.
5. Semua penderita sepsis neonatorum dilakukan lumbal fungsi untuk melihat
apakah sudah terjadi komplikasi, batasan minignitis :
 Usia 0-48 jam > 100
 Usia 2-7 hari > 50
 Usia > 7 hari > 22
6. Bila ada alat ultrasonografi ( USG), maka USG transfontanel bisa membantu
menegakkan diagnosis meningitis.

PENATALAKSANAAN
1. Terapi Suportif
2. Segera berikan cairan secara parentral untuk memperbaiki gangguan sirkulasi,
mengatasi dehidrasi dan kelainan metabolik. Berikan oksigen bila didapat
gangguan respirasi/sodroma gawat napas.bila ditemukan hiperbiliribinemia
lakukan foto terapi/tranfusi tukar. Bila sudah makan per oral beri ASI atau susu
formula.
3. Terapi Spesifik
Segera berikan anti biotika polifragmasi :
Tersangka infeksi.
 Ampisilin, dosis 100 mg/kg BB/ hari.dibagi 2 dosis
 Gentamisin, dosis 21/2 mg/ kgBB/ 18jam. Im sekali pemberian untuk bayi
cukup bulan.
 Gentasimin, dosis 21/2 kgBB/24 jam, sekali pemberian, untuk bayi kurang
bulan.
 lama pemberian 3-5 hari dinilai apakah menjadi sepsis. Kalau tidak
antibiotika,dapat dihentikan.

Sepsis Neonatorum
 Pilihan pertama : Ceftazidim 50 mg/kgBB/hari, iv, dibagi 2 dosis.
 Bila tidak ada perbaikan klunis dalam 48 jam atau keadaan umum semakin
memburuk, pertimbangkan pindah ke antibiotika lain yang lebih paten,
misalnya : 20 mg/kg/BB iv, tiap 8jam, atau sesuai dengan hasil resistensi test.
Lama pemberian 7-10 hari.

Sepsis Neonatorum Dengan Meningitis


 Sama dengan butir dua, dengan catatan : dosis ceftazidim 100
mg/kgBB/hari, dosis menjadi 40 mg/kgBB/hari, dengan lama pemberian 14-
21 hari.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


 PENGKAJIAN
 Identitas Klien
 Riwayat Penyakit
 Keluhan utama
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu.
 Riwayat penyakit keluarga
Riwayat Tumbuh Kembang
 Riwayat prenatal
Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar
atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat
yang diberikanpd ibu selama hamil / persalinan, persalinan dgntindakan /
komplikasi.
 Riwayat neonatal
Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat tergantung kepada
penyebeb ikterus itu sendiri. Bayi menderita sindrom gawat nafas, sindrom
crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hiperparatiroidisme, infeksi
pasca natal dan lain-lain.
 Riwayat Imunisasi
 PemeriksaanFisik
 Inspeksi
 Palpasi
 Auskultasi
 Perkusi
 StudiDiagnosis
Pemeriksaan biliribin direct dan indirect, golongan darah ibu dan bayi, Ht, jumlah
retikulosit, fungsi hati dan tes thyroid sesuai indikasi.
 Prioritas masalah

 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1. Hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi,
peningkatan metabolism
2. resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
3. resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan kebocoran cairan kedalam
intersisial
4. resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan terganggunya
pengiriman oksigen kedalam jaringan,
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
6. resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun
7. kurang pengetahuan berhubungan kurangnya informasi
(Doenges, 2000)

 NTERVENSI KEPERAWATAN
a. hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi,
peningkatan metabolism
Tujuan : Suhu tubuh dalam keadaan normal ( 36,5-37 )
Intervensi :
pantau suhu pasien
Rasional : suhu 38,9 -41,1 derajad celcius menunjukkkan proses penyakit
infeksius akut
b. pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen sesuai indikasi
Rasional : suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal
c. berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol
Rasional : membantu mengurangi demem
d. kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya aspirin, asetaminofen
Rasional : mengurangi demem dengan aksi sentral pada hipotalamus
e. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemi
Tujuan / Kriteria hasil
Intervensi : pertahankan tirah baring
Rasional : menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen pantau
perubahan pada tekanan darah
R: hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme
menyerang aliran darah pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan
disritmia
R: disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia
kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas
R: peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek
langsung endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak
catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya
R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal
kaji perubahan warna kulit,suhu, kelembapan
R: mengetahui status syok yang berlanjut
kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral
R: mempertahankan perfusi jaringan
kolaborasi dalam pemberian obat
R: mempercepat proses penyembuhan
f. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kebocoran cairan kedalam intersisial
Tujuan / Kriteria hasil
Intervensi :catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya
R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal serta
menyebabkan hipovolemia pantau tekanan darah dan denyut jantung
R: pengurangan dalam sirkulasi volum cairan dapat mengurangi tekanan Darah
kaji membrane mukosa
R: hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi
kolaborasi dalam pemberian cairan IV misalnya kristaloid
R: cairan dapat mengatasi hipovolemia
g. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen
kedalam jaringan
Tujuan /Kriteria hasil :
Intervensi : pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi
fowler
R: meningkatkan ekspansi paru-paru
pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafas
R: pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan
sirkulasi endotoksin
auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengi
R: kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan
indikator dari kongesti pulmona/ edema intersisial
catat adanya sianosis sirkumoral
R: menunjukkna oksigen sistemik tidak adequate
selidiki perubahan pada sensorium
R: fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi
sering ubah posisi
R: mengurangi ketidakseimbangan ventilasi

DAFTAR PUSTAKA
Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.
Behrman (2000). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.
Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.
Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
ASFIKSIA
A. Bayi Baru Lahir
 Definisi bayi baru lahir
Bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai
alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat
badan 2500–4000 gram, nilai APGAR > 7 dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah dan Lia,
2010; h. 2).
Neonatus ialah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus meyesuaikan
diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra uterin (Rukiyah dan Lia, 2010; h.
2).
Neonatus atau bayi baru lahir adalah dari lahir sampai usia 1 bulan (Maryunani,
2008h. 19).

 Ciri-ciri bayi normal


Menurut pendapat Azrief dan Weni (2009; h.
 Berat badan 2500 – 4000 gram
 Panjang badan lahir 48 – 52 cm
 Lingkar dada 30 – 38 cm
 Lingkar kepala 33 – 35 cm
 Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180 x/menit, kemudian
menurun sampai 120-140 kali/menit.
 Pernafasan peda menit-menit pertama cepat kira-kira 80 kali/menit, kemudian
menurun setelah tenangkira-kira 40 kali/ menit.
 Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan
diliputi vernik kaseosa.
 Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna.
 Kuku telah agak panjang dan lemas.
 Genitalia: labia mayora sudah menutupi labia minora (pada perempuan), testis
sudah turun (pada laki-laki).
 Reflek isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
 Reflek moro sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan
seperti memeluk.
 Graff reflek sudah baik, apabila diletakkan esuatu benda di atas telapak tangan,
bayi akan menggenggam atau adanya gerakan reflek.
 Eliminasi baik, urin dan mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama,
mekoneum berwarna hitam kecoklatan.

 Dasar asuhan bayi baru lahir


Menurut Depkes (2010; h. 10), dalam setiap persalinan, penatalaksanaan bayi baru
lahir menganut beberapa prinsip yang penting diantaranya:
 Jaga bayi tetap hangat
 Isap lendir dari mulut dan hidung (bila perlu)
 Keringkan
 Pemantauan tanda bahaya
 Klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun, kira-kira 2 menit
setelah lahir
 Lakukan inisiasi menyusui dini
 Beri suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular, di paha kiri anterolateral setelah
inisiasi menyusu dini
 Beri salep mata antibiotika pada kedua mata
 Pemeriksaan fisik
 Beri imunisasi hepatitis B 0,5 ml intramuskular, di paha kanan anterolateral, kira-
kira 1-2 jam setelah pemberian vitamn K1.

 Tanda – tanda bahaya pada bayi baru lahir


Menurut Saifuddin,dkk (2002; h. N-36), bahwa tanda-tanda bahaya bayi baru lahir
adalah:
 Pemberian ASI sulit, bayi sulit menghisap, atau hisapan lemah.
 Kesulitan bernapas, yaitu pernapasan cepat >60x /menit atau menggunakan otot
napas tambahan
 Latergi yaitu bayi terus menerus tidur tanpa bangun untuk makan.
 Warna abnormal pada kulit atau bibir biru (sianosis) atau bayi sangat kuning
 Suhu terlalu panas (febris) atau terlalu dingin (hipotermi)
 Tanda atau perilaku abnormal atau tidak biasa.
 Gangguan gastrointestinal, misalnya tidak bertinja selama 3 hari pertama setelah
lahir, muntah terus– menerus, muntah dan perut bengkak, tinja hijau tua atau
berdarah atau lendir.
 Mata bengkak atau mengeluarkan cairan.

B. Asfiksia
a. Definisi Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Prawirohardjo, 2007; h. 709).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir (Depkes, 2010; h. 2).
Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan
pernafasan pada bayi baru lahir (Rukiyah, dkk, 2009; h. 168).
b. Klasifikasi
Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009; h. 45)menggolongkan asfiksia
neonatorum sebagai berikut:
 Atas dasar pengalaman klinis, Asfiksia Neonatorum dibagi dalam:
 Virgorous baby” nilai Apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan.
 Mild-moderate asphyxia ( asfiksia sedang)”, nilai Apgar 4-6, pada pemeriksaan
fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang
baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.
 Asfiksia berat, nilai Apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-
kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
 Klasifikasi asfiksia neonatorum menurut ringan beratnya, yaitu bebang bayi
atau asfiksia neonatorum dibagi dalam dua tingkat, sebagai berikut:
Asfiksia Livida (Bebang biru)
Dengan gejala warna kulit kebiru-biruan, tonus otot cukup tegang denyut
jantung cukup kuat, lebih dari 100x/menit. Asfiksia Palida (Bebang
putih)Dengan gejala warna kulit putih, tonus otot lemas, dan denyut jantung
kurang dari 100x/menit.

C. Etiologi
Menurut Depkes (2010; h. 2), beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi
penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir diantaranya adalah:
 Faktor Ibu
o Preeklampsia dan eklampsi
oPerdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
o Partus lama atau partus macet
o Demam selama persalinan
o Infeksi berat (malaria,sifilis,TBC,HIV)
o Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
 Faktor Tali pusat
o Faktor yang menyebabkan penurunan sirkulasi uteroplasenter
yang berakibat menurunnya pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat
menyebabkan asfiksia bayi baru lahir:
o Lilitan tali pusat
o Tali pusat pendek
o Simpul tali pusat
o Prolapsus tali pusa
 Faktor Bayi
o Adanya asfiksia terjadi tanpa didahului gejala dan tanda gawat janin,
umumnya hal ini disebabkan oleh faktor berikut ini :
o Bayi premature (selama 37 minggu kehamilan)
o Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstrasi
vakum, ekstrasi forsep)
o Kelainan bawaan (kongenital)
o Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
 Faktor Resiko
o Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009; h. 49) faktor resiko terjadinya
asfiksia terkait beberapa kondisi yang berhubungan dengan kehamilan, proses
persalinan dan melahirkan, antara lain adalah:
o Penyakit ibu seperti diabetes, hipertensi dalam kehamilan, penyakit hati dan
ginjal serta penyakit kolagen dan pembuluh darah.
o Faktor janin seperti prematuritas, pertumbuhan janin terhambat atau IUGR dan
cacat bawaan.
o Proses persalinan dan melahirkan seperti gawat janin dengan
atau tanpa mekonium dalam cairan ketuban, serta penggunaan
anestesi dan analgesic golongan narkotika.

Berikut adalah faktor resiko asfiksia neonatorum dengan kategori–kategori antara lain:
faktor resiko antepartum, intrapartum, dan karakteristik janinnya.
Faktor Resiko Antepartum Faktor Resiko Intrapartum Faktor Resiko Janin
 Primipara
 Demam saat kehamilan
 Hipertensi dalam Kehamilan
 Anemia
 Perdarahan antepartum
 Malprasentasi
 Partus lama
 Mekonium dalam air ketuban
 Ketuban pecah dini
 Induksi oksitosin
 Prolaps tali pusat
 Prematuritas
 BBLR
 Pertumbuhan janin Terhambat (IUGR)
 Sumber: Maryunani dan Nurhayati (2009; h. 50)
D. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia
ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transient), proses ini dianggap
sangat perlu untuk merangsang kemoresepor pusat pernafasan
agar terjadi “primary gasping” yang kemudian akan berlanjut
dengan pernafasan.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama


kehamilan dan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tidak teratasi akan menyebabkan kematian.
Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversible atau tidak tergantung kepada
berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu
(primary apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan
teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi
selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (secondary apneau). Pada tingkat ini
ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.

Di samping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme dan
pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan
pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan
berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikosis
glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan
berkurang asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan
tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan
kardiovaskuler.

Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk
terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi dapat menimbulkan kematian atau
gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya (Maryunani dan Nurhayati, 2009; h. 50)

E. Tanda dan gejala


Menurut Departemen kesehatan dalam buku APN (2008; h. 109), bahwa tanda dan
gejala asfiksia adalah;
 Pernafasan megap – megap
 Warna kulit kebirua
 Kejang
 Penurunan kesadaran

F. Penegakan Diagnosa
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau
hipoksia janin. Diagnosis anoksia atau hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda– tanda gawat janin (Rukiyah, 2010; Lia 2010;
Prawirohardjo, 2005). Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
 Denyut jantung janin: frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan
semenit. Apabila frekuensi denyutan turun sampai di bawah 100 permenit di luar
his dan lebih–lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
 Mekonium dalam air ketuban: adanya mekonium pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi
rangsangan nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani
terbuka. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.

G. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang sangat menunjang adanya asfiksia yaitu analisa gas
darah yang menunjukkan hasil:
PaO₂ 55 mm H₂

Ph < 7,30h

H. Komplikasi
Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009; h. 53) komplikasi dari asfiksia neonatorum
meliputi berbagai organ yaitu :
 Otak: hipoksia iskemik ensefalopati, edema serebri, kecacatan cerebral palsy (CP)
 Jantung dan paru: hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru,
edema paru
 Gastrointestinal: enterokolitis nekrotikans
 Ginjal: tubular nekrosis akut
 Hematologi: DIC (Disseminated Intravaskular Coagulation)

I. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir


Menurut DinKes (2010; h. 4) bidan harus siap melakukan resusitasi bayi baru lahir
pada setiap menolong persalinan. Persiapan yang diperlukan adalah :
 Persiapan keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan
persalinan.
 Persiapan tempat resusitasi
Gunakan ruangan yang hangat dan terang karena ruangan yang hangat akan
mencegah bayi hipotermi.
Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, cukup keras, bersih, kering dan hangat
misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar
panas dan tidak berangin (jendela atau pintu yang terbuka).
 Persiapan alat resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga harus
disiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:
 Kain ke 1: untuk mengeringkan bayi baru lahir yang basah oleh air ketuban
segera setelah lahir
 Kain ke2: untuk menyelimuti bayi baru lahir agar tetap kering dan hangat
 Kain ke 3: untuk ganjal bahu bayi.
 Alat penghisap lendir DeLee atau bola karet
 Alat ventilasi
 Tabung dan sungkup atau balon sungkup
Jika mungkin sungkup dengan bantalan udara untuk bayi cukup bulan dan
premature
 Kotak alat resusitasi
 Sarung tangan
 Jam atau pencatat waktu
 Persiapan diri
 Pastikan penolong sudah menggunakan alat pelindung diri untuk melindungi
dari kemungkinan infeksi:
 Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek plastik, masker,
penutup kepala, kacamata, sepatu tertutup).
 Lepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci tangan.
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol
dan gliserin.
 Keringkan dengan kain atau tisue bersih.
 Selanjutnya gunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan.

Keputusan resusitasi bayi baru lahir


Menurut Depkes (2010; h. 8) bidan harus mampu melakukan penilaian untuk mengambil
keputusan guna menentukan tindakan resusitasi. Penilaian
Sebelum bayi baru lahir :
 Apakah kehamilan cukup bulan

 Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium (warna kehijauan) ?


Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan):

 Menilai apakah bayi menangis atau bernapas atau tidak


megap-megap?

 Menilai apakah tonus otot bayi baik atau bayi bergerak aktif?

Keputusan

 Memutuskan bayi perlu resusitasi jika:


 Bayi tidak cukup bulan dan atau air ketuban bercampur meconium
 Bayi megap-megap atau tidak bernapas
 Tonus otot bayi tidak baik atau bayi lemas
 Tindakan Mulai lakukan resusitasi jika:
 Bayi tidak cukup bulan
 Air ketuban bercampur meconium
 Bayi megap-megap atau tidak bernapas
 Tonus otot bayi tidak baik atau bayi lemas

Penatalaksanaan resusitasi bayi baru lahir


Menurut Depkes (2010; h. 12) setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa bayi
baru lahir perlu resusitasi, tindakan harus segera dilakukan:
 Pemotongan tali pusat
 Bidan yang sudah terbiasa dan terlatih meletakkan bayi di atas kain yang ada di perut
ibu dengan posisi kepala sedikit ekstensi, lalu selimuti dengan kain, tetapi bagian
dada dan perut tatap terbuka kemudian klem dan potong tali pusat. Tali pusat tidak
usah diikat dulu dan tidak diberi betadine.
 Tindakan resusitasi bayi baru lahir

TAHAP I: LANGKAH AWAL


Langkah awal diselesaikan dalam waktu 40 per menit dan tidak ada retraksi berat: jangan
ventilasi lagi, letakkan bayi dengan kontak kulit bayi ke kulit ibu pada dada ibu dan
lanjutkan asuhan pasca resusitasi. Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan
kehangatan.
Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi.
Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang napas.
Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air). Setiap 30 detik,
hentikan ventilasi, kemudian lakukan penilaian ulang bayi apakah bernapas, tidak
bernapas atau megap-megap. Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, teruskan
ventilasi 20 kali dalam 30 detik, kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik.

Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi.
Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi, apa yang anda lakukan dan mengapa. Mintalah
keluarga untuk mempersiapkan rujukan. Teruskan ventilasi selama mempersiapkan
rujukan. Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medik persalinan.

Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas dan nilai denyut jantung. Lanjutkan ventilasi 20 kali
dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air). Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian
nilai ulang napas dan denyut jantung. Jika dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar,
lanjutkan ventilasi selama 10 menit. Hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak
terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan
pencatatan. Bayi yang mengalami henti jantung 10 menit kemungkinan besar mengalami
kerusakan otak yang permanen.

TAHAP III: ASUHAN PASCA RESUSITASI

Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan


perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan yang diberikan sesuai dengan hasil
resusitasi:

 Resusitasi bershasil lakukan asuhan pasca resusitasi


 Jika perlu rujukan
 Jika resusitasi tidak berhasil
 Asuhan pasca resusitasi
 Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan kesehatan pasca resusitasi, yang
diberikan baik kepada bayi baru lahir ataupun ibu dan keluarga.
 Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai keadaan bayi baru lahir setelah menerima
tindakan dan dilakukan pada keadaan :
 Resusitasi berhasil : bayi menangis dan bernapas normal sesudah langkah awal atau
sesudah ventilasi.
 Pemantauan dan perawatan tali pusat
 Inisiasi menyusui dini
 Pencegahan hipotermi
 Pemberian vitamin K1
 Pencegahan infeksi
 Pemeriksaan fisik
 Pengukuran antropometri
 Pemberian imunisasi Hepatitis B unijek
 Pencatatan dan pelaporan
 Resusitasi belum atau kurang berhasil : bayi perlu rujukan yaitu sesudah resusitasi 2
menit belum bernapas atau megap-megap atau pada pemantauan didapatkan
kondisinya memburuk.
 Resusitasi tidak berhasil : sesudah resusitasi dilanjutkan 10 menit dari bayi tidak
bernapas dan tidak terdengar detak jantung.
 Terapi pada resusitasi
 Menurut Prawirohardjo (2005: h. 714) pengisapan cairan lambung hanya dilakukan
pada bayi-bayi tertentu untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya regurgitsi dan
aspirasi, terutama pada bayi yang sebelumnya menderita gawat-janin, yang
dilahirkan dari ibu yang mendapat obat-obat analgesia/anestesia dalam
persalinannya, pada bayi premature, dan sebagainya.
Tentang penggunaan obat-obat analeptik seperti lobelin, koramin, vandid, dan lain-
lain dewasa ini tidak diberikan lagi dan asfiksia berat bahkan merupakan
kontraindikasi untuk penggunaannya. Nalorphin merupakan obat satu-satunya yang
dapat diberikan pada bayi apabila asfiksia yang terjadi disebabkan oleh penekanan
pernapasan akibat morfhin atau pethidin dan obat-obat berasal dari golongan itu
yang diberikan pada ibu selama persalinan.
 Menurut Rukiyah, dkk (2009; h.168) obat-obatan yang diberikan pada resusitasi bayi
baru lahir adalah:
 Epinheprine
Dosis yang direkomendasikan 0,1 – 0,3 ml/kg. BB dalam larutan 1:10.000
(0,01mg–0,03mg/kgBB) melalui iv atau endotrakeal diulang setiap 3- 5 menit bia
perlu.
 Bikarbonat
Dosis yang digunakan 1- 2 meq/kgBB (0,5 meq/ml larutan). Diberikan secara
lambat iv minimal lebih dari 2 menit bila ventilasi dan perfusi baik.
Distress Pernafasan (RDS)
A. Pengertian
Sindrom distress pernafasan (RDS) kumpulan gejala yang terdiri dari disnue atau
hipernu, dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60x/menit sianosis, rintihan dan
ekspirasi dan kelainan otot otot pernafasan pada inspirasi (Djitowiyono, 2010, hlm.89)
Sindrome distress pernafasan adalah penyakit paru paru yang akut dan berat,
terutama menyerang bayi bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% - 5% bayi bayi
cukup bulan (Hockenberry, Marilyn, 2004, hlm. 394).

B. Etiologi
Menurut Djitowiyono (2010, hlm.89). Sindrom distress pernafasan dapat disebabkan
karena:
 Obstruksi saluran pernafasan bagian atau Atresia esofagus.
 Atresia koana bilateral.
 Kelainan penyakit paru
 Penyakit membran hialin.
 Perdarahan paru
 Kelainan diluar paru
 Pneumotorak
 Hernia diaframaktika

C. Patofisiologi
Pada bayi dengan RDS, dimana adanya ketidakmampuan paru –paru untuk
mengembangkan dan alveolus terbuka. RDS pada bayi yang belum matur
menyebabkan gagal pernafasan karena imaturnya dinding dada parenkim paru dan
imaturnya endotelium kapiler yang menyebabkan kolaps paru pada akhir ekspirasi.
Pada bayi dengan RDS disebabkan oleh menurunya jumlah surfaktan atau
perubahan kualitatif surfaktan, dengan demikian menimbulkan ketidakmampuan
alveoli untuk ekspansi. Terjadi perubahan tekanan intra extrahoracic dan
menurunnya pertukaran udara.

Secara alamiah perbaikan paru mulai setelah 24-48 jam. Sel yang rusak akan diganti.
Membran hialin, berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam saringan
serum protein di pagosit oleh makrofag. Sel cuboidal menempatkan pada alveolar
yang rusak dan epitelium jalan nafas, kemudian terjadi perkembangan sel kapiler
baru pada alveoli. Sintesis surfaktan memulai lagi dan kemudian membentuk
perbaikan alveoli untuk pengembangan

D. Manifestasi Klinis
Menurut Surasmi (2003, hlm.73). Ada beberapa manisfestasi klinis sindrom distress
pernafasan yaitu berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit sindrom disteres
pernafasan sangat dipengaruhi tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan
dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang di tunjukan. Gejala dapat
tampak setelah beberapa jam kelahiran.
Bayi RDS yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai
prognosis lebih baik. Adapun gejala umum RDS:
 Takipnea (>60x/mnt).
 Pernafasan dangkal.
 Mendengkur.
 Sianosis.
 Pucat.
 Kelelahan.
 Apnea dan pernafasan tidak teratur.
 Penurunan suhu tubuh.
 Retraksi suprasternal dan substernal.
 Pernafasan cuping hidung.

E. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi sindrom distress pernafasan pada bayi menurut Corwin
(2009, hlm.559)
 Sebagian bayi yang selamat dari RDS kemudian mengindap displasia
bronkopulmonalis atau BPD (bronchopulmonary dysplasia), yaitu suatu penyakit
pernafasan kronis yang ditandai pembentukan jaringan parut dialveolus, inflamasi
alveolus dan kapiler dan hipertensi paru.
 Tanda tanda dispnea dan hipoksia dapat berlanjut menyebabkan kelelahan, gagal
nafas, bahkan kamatian pada bayi.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Betz Cecily (2002, hlm. 416).
Kaji foto toraks
 Pola retikulogranular difus bersama bronkogram udara yang saling tumpang
tindih.
 Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat.
 Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga kena ( bayi dari ibu
diabetes, hipoksia, gagal jantung kongesti).
 Bayangan timus yang besar.
 Bergranul merata pada bronkogram udara, yang menandakan penyakit berat jika
terdapat pada beberapa jam pertama.
 Menurut Surasmi (2003, hlm. 74). Ada beberapa pemeriksaan diagnostik yang
harus dilakukan:
o Darah, urin dan glukosa darah (untuk mengetahui hipoglikmia).
o Kalsium serum (unutk menentukan hipokalsemia).
o Analisa gas darah (untuk menentukan pH serum asidosis).
o paO2 (tes untuk hipoksia).

G. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi ( 2001, hlm.267). penatalaksanaan sindrom distress pernafasan ada
5 yaitu:
o Pertahankan oksigen
o Pertahankan nutrisi adekuat
o Pertahankan suhu lingkungan netral
o Pertahankan PO2 dalam batas normal
o Intubasi bila perlu

H. Asuhan Keparawatan Secara Teoritis


Asuhan keperawatan secara teoritis terhadapat bayi dengan sindrom disteres
pernafasan terdiri dari : Pengkajian, diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Evaluasi.
1. Pengkajian
Menurut Surasmi ( 2003, hlm 76 ) pengkajian yang dapat dilakukan pada bayi
dengan sindrom distress pernafasan yaitu:
 Identifikasi faktor resiko.
Data yang dicari adalah kelahiran preterm, riwayat kehamilan sekarang
(apakah selama ibu hamil menderita hipotensi atau pendarahan), riwayat
neonatus (lahir asfiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada keadaan
hipotermia), nilai APGAR rendah (termasuk tindakan resusitasi yang
dilakukan pada bayi).
 Kaji sistem pernafasan, tanda dan gejala RDS.
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gjala RDS. Gejala
tersebut dapat terjadi pada saat kelahiran atau antara waktu 2 jam.
Perkembangan penyakit terjadi dengan cepat yang dimulai dengan takipnea
(>60x/menit), pernafasan mendengkur, atau retraksi subkostal/ interkostal,
diikuti oleh pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, peningkatan gejala
lapar udara (serangan apnea, hipotonus), gerakan tubuh berirama, sulit
bernafas dan sentakan dagu, pada awalnya suara nafas mungkin normal.
Kemudian dengan menurunnya pertukaran udara nafas menjadi parau dan
pernafasan dalam.
 Kaji sistem kardiovaskuler
o Adanya mur-mur.
o Bradikardia ( dibawah 100x/ menit) dengan hipoksemia berat.
o Denyut jantung dalam batas normal.
 Kaji sianosis, indikasi keperawatan hipoksia
 Kaji hasil laboratorium.
o Pemeriksaa diagnostik untuk menentukan maturitas paru meliputi
pemeriksaan:
o Lesitin/spingomelin, rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur.
o Fasfatidigliserol, meningkat pada usia kehamilan 33 minggu.
o Gas darah arteri (indikasi gagal pernafasan), PaO2 kurang dari 50mmHg
dan PCO2 diatas 60 mmHg
o Peningkatan kadar kalium (kalium dikeluarkan dari trauma sel alveolar).
o Sinar X menunjukan adanya atelektasis
 Kaji endotrakheal tube (selang intubasi).
 Fungsi keperawatan yang paling peting adalah mengamati respons bayi
terhadap terapi. Mukus mungkin terkumpul disaluran pernafasan yang akan
menghambat saluran pernafasan dan selang endotrakea. Pengisapan
dilakukan bila hanya diperlukan dan berdasarkan pertimbangan terhadap
bayi tersebut. Pertimbangan terhadap pengisapan termasuk auskultasi dada,
pembuktian bahwa oksigenisasi rendah, kelebihan kelembapan pada selang
endotrakea dan kepekaan bayi.
 Pada saat melakukan pengisapan mukus perawat harus menyadari dan
waspada tentang hal berikut.
 Pengisapan bukan prosedur yang aman karna dapat menyebabkan spasme
bronkus, bradikardia karena stimulasi saraf vagal, hipoksia dan pningkatan
tekanan intrakranial sehingga mendorong bayi pada keadaan hemoragi
intraventrikuler. Tindakan ini tidak boleh dilakukan secara rutin. Tekhnik
pengisapan yang tidak tepat dapat menyebabkan infeksi, kerusakan jalan
pernafasan bahkan pneumotoraks.
 Penting diperhatikan bahwa pengisapan yang terus menerus akan ikut
megeluarkan udara bersamaan dengan keluarnya mukus. Oleh karna itu,
sekali pengisapan tidak boleh lebih dari 5 detik ( pengisapan menyebabkan
saluran udara terhambat.
 Tujuan pengispan jalan nafas buatan adalah menjaga terbukanya jalan nafas
pada bronkus. Pengisapan yang dilakukan diluar endotrakea dapat
menyebabkan lesi trauma pada trakea.
 Awasi oksigenasi atau oksimetri denyut nadi sebelum, selama, dan sesudah
pengisapan untuk memberi penilaian yang terus menerus terhadap status
oksigenasi dan untuk menghindari hipoksemia.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Hockenberry, Marilyn ( 2004, hlm 394) menyebutkan ada 3 diagnosa
keperawatan yang terjadi pada bayi dengan sindrome distress prnafasan yaitu:
o Pola nafas tidak efektif b/d defisiensi surfaktan dan ketidak stabilan alveolar.
o Resiko tinggi cedera karena peningkatan tekanan intrakranial (TIK), b/d
imaturitas sistem saraf pusat dan respon stress fisiologis.
o Perubahan proses keluarga b/d krisis situasi, maturasi, kurang pengetauan
(kelahiran bayi preterm dan/ atau sakit), gangguan proses kedekatan orang tua.
Sedangkan menurut Suriadi, (2001, hlm.268) ada 7 diagnosa keperawatan yang
dapat terjadi pada bayi dengan sindrome distress pernafasan yaitu:
o Gangguan pertukaran gas b/d surfaktan paru tidak adekuat.
o Tidak efektif bersihan jalan nafas B/D obstruksi atau adanya sekret pada jalan
nafas.
o Tidak efekif pola nafas b/d ketidak seimbangan nafas bayi dengan ventilator
o Resiko injuri b/d ketidak seimbangan asam basa O2 dan CO2 dan barotrauma
(perlukaan dinding mukosa) dari alat bantu nafas.
o Resiko perubahan peran orang tua b/d hopitalisasi sekunder dari situasi krisis
pada bayi.
o Resiko kurangnya volume cairan b/d hilangnya cairan yang tanpa disadari
o Perubahan nutrisi kurang dari kebutuha tubuh b/d ketidakmampuan menelan,
motalitas gastrik menurun dan kurangnya penyerapan.

3. Intervensi Keperawatan
Menurut Suriadi (2001, hlm. 269), ada beberapa intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan pada bayi dengan sindrom distress pernafasan yaitu
a. Gangguan pertukaran gas b/d surfaktan paru tidak adekuat.
 Hasil yang diharapkan: pertukaran gas yang adekuat yang ditandai dengan
nilai analisa gas darah dan saturasi oksigen dalam batas normal.
 Intervensi;
 Identifikasi bayi mungkin adanya resiko resiko yang muncul.
 Monitor status pernfasan, distres pernafasan dan lapor kedokter bila terjadi
keburukan kondisi pernafasan.
 Monitor analisa gas darah.
 Posisikan bayi dengan tepat agar ada upaya bernafas.
 Pertahankan suhu lingkungan netral.
 Mengurangi pegangan.
 Pemberian oksigen sesuai program.
b. Tidak efektif bersihan jalan nafas b/d obstruksi atau adanya sekret pada jalan
nafas.
 Hasil yang diharapkan: Kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan yang
ditandai dengan bunyi nafas adekuat dan ada pergerakan pergerakan dinding-
dinding dada.
 Intervensi:
 Kaji dada bayi apakah bunyi nafas bilateral dan adanya ekspansi selama
inspirasi.
 Atur posisi bayi untuk memudahkan drainage.
 Lakukan pengisapan lendir.
 Kaji kepatenan jaln nafas setiap jam.
 Kaji posisi kepatenan alat ventiltor setiap jam.
 Auskultasi kedua lapang paru.
c. Tidak efekif pola nafas b/d ketidak seimbangan nafas bayi dengan ventilator.
 Hasil yang diharapkan: Support ventilator tepat dan ada usaha bayi untuk
bernafas yang ditandai dengan analisa gas darah dalam batas normal.
 Intervensi:
 Monitor serial analisa gas darah sesuai program
 Menggunakan alat bantu nafas sesuai intruksi.
 Pantau ventilator setiap jam.
 Berikan lingkungan yang kondusif supaya bayi dapat tidur, gunakan
sedative bila perlu sesuai program.
 Kaji adanya usaha bayi dalam bernafas.
d. Resiko injuri b/d ketidak seimbangan asam basa O2 dan CO2 dan barotrauma
(perlukaan dinding mukosa) dari alat bantu nafas.
 Hasil yang diharapkan: Bayi tidak mengalami ketidak seimbangan asam basa
dan barotrauma.
 Intervensi:
 Evaluasi gas darah untuk melihat fungsi abnormal pernafasan
 Monitor pulse oximetri.
 Monitor komplikasi.
 Pantau dan pertahankan ketepatan posisi alat bantu nafas atau ventilator.
e. Resiko perubahan peran orang tua b/d hopitalisasi sekunder dari situasi krisis
pada bayi.
 Hasil yang diharapkan: Orang tua bayi akan menerima keadaan anaknya dan
mau melakukan bonding dan mengidntifikasi perannya.
 Intervensi:
 Jelaskan semua alat alat (monitor, ETT, ventilator) pada orang tua.
 Ajarkan orang tua untuk selalu menyentuh bayi, bercakap dan belaian
kasih sayang.
 Ajarkan cara orang tua untuk berpartisipasi dalam perawatan bayi.
 Intruksikan pada ibu untuk memberikan ASI dan ajarkan cara merangsang
pengluaran ASI.

f. Resiko kurangnya volume cairan b/d hilangnya cairan yang tanpa disadari.
 Hasil yang diharapkan:Keseimangan cairan dan elektrolit dapat dipertahakan
 Intervensi:
 Pertahankan cairan infus sesuai protokol yang ada.
 Peningkatan pemberian cairan dapat dilihat dari hasil output urine, dan
jumlah makanan enteral yang didapat.
 Monitor intake dan output dan catat secara ketat.
 Monitor juga output urine pada popok.
 Kaji elektrolit, sodium dan potasium.
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuha tubuh b/d ketidakmampuan menelan,
motalitas gastrik menurun dan kurangnya penyerapan .
 Hasil yang diharapkan: Kebutuhan intake nutrisi dapat dipertahakan.
 Intervensi:
 Pasang NGT untuk pemberian minum
 Evaluasi abdomen
 Pastikan selang NGT masuk tepat pada lambung.
 Berikan makan atau minuman melalui NGT secara bertahap.
 Tinggikan kepala anak sedikit pada saat akan minum.
 Pemberian makan/minum pada anak secara perlahan lahan.
 Tempatkan bayi dengan posisi miring kekanan setelah pemberian minum
selama satu jam.
 Pantau residual sisa makanan atau minuman sebelum pemberian
makanan.

4. Implementasi
Pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disesuaikan dengan
tujuan dari tindakan keperawatan.

5. Evaluasi
Sebagai langkah terakhir evaluasi menetapkan kondisi klien disesuaikan dengan
tujuan keperawatan. Artinya masalah yang diungkapkan sebagai diagnosa
keperawatan dinilai sebagai berhasil atau gagal. Untuk mempermudah pemahaman
tahap asuhan keperawatan pada bayi RDS dalam hal asuhan keperawatan.
BERAT BADAN LAHIR SANGAT RENDAH
A. Definisi

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya
pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram (Wahidiyat, Iskandar. 2005: 1051).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi (Pusponegoro. 2004: 306).
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang mempunyai berat badan 2500
gram atau kurang pada waktu lahir (Berhman. 1999: 586).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa berat badan lahir rendah
(BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari atau sama dengan
2500 gram pada waktu lahir dan bukan bayi prematur.
B. Etiologi
 Faktor Ibu
 Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya : toksemia,
gravidarum, pendarahan antepartum, trauma fisik dan fisiologis, adapun
penyakit lainnya seperti nefritis akut, diabetes melitus, infeksi akut atau
tindakan operatif.
 Usia
 Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20 tahun
dan pada multigrafida yang jarak antara kelahirannya terlalu dekat.Kejadian
terendah ialah pada usia ibu antara 26 – 35 tahun.
 Keadaan sosial ekonomi
 Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian
tertinggi terdapat pada golongan sosial-ekonomi yang rendah, hal ini
disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal
yang kurang (Wahidiyat, Iskandar. 2005: 1052).
 Faktor Janin
 Kehamilan gand
 Hidramnion
 Ketuban pecah din
 Cacat bawaan
 Infeksi (Rabella, Sifilis, toxosmasis)
 insufisiensi plasenta
 Inkompatibilitas darah ibu dan janin (faktor rhessus, golongan darah ABO
(Surasmi. 2003: 32).
 Faktor Plasenta
 Plasenta previa
 Solusio plasenta (Surasmi. 2003: 23).

C. Klasifikasi

 Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasinya.
 Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu bayi yang lahir dengan
berat badan antara 1000 sampai 1500 gram.
 Bayi berat badan lahir amat sangat rendah (BBLASR) yaitu bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 1000 gram (Wong, Donna L. 2004: 423).
D. Manifestasi klinis
 Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram
 Panjang badan sama dengan atau kurang dari 45 cm
 Lingkar dada kurang dari 30 cm
 Lingkar kepala kurang dari 33 cm
 Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
 Kepala relatif lebih besar dari badannya
 Kuku tipis dan transparan
 Rambut lanugo masih banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan
 Jaringan lemak subkutan tipis dan kurang
 Tangisan lemah dan jarang
 Pernafasan tidak teratur dan sering timbul apnea
 Otot-otot masih hipotonik sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua paha
dalam abduksi, sendi lutut dan pergelangan kaki dalam fleksi atau lurus dan
kepala mengarah kesatu sisi
 Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk
belum sempurna
 Tumit mengkilap, telapak kaki halus
 Alat kelamin laki-laki hipopigmentasi pada skrotum, testis belum turun kedalam
skrotum, untuk bayi perempuan klitoris menandai labia minora belum menutupi
labia mayora
 Frekuensi nadi berkisar antara 100 – 140 per menit. Pada hari pertama frekuensi
pernafasan 40 – 50 per menit, pada hari berikutnya 35 – 45 per menit
 Tulang rawan daun telinga imatur (Berhman. 1999: 777).

E. Patofisiologi
Alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi matur. Oleh sebab itu ia
mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Makin pendek
masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya,
dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin tingginya angka
kematian.
Dalam hubungan ini sebagian besar kematian perinatal terjadi pada bayi-bayi
prematur. Bersangkutan dengan kurang sempurnanya alat-alat tubuhnya baik
anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul beberapa kelainan seperti suhu
tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang
disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat kurangnya jaringan lemak
dibawah kulit, permukaan kulit yang relatif lebih luas dibandingkan dengan berat
badan, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang oleh karena lemak coklat
(brown fat) yang belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi
sebagaimana mestinya.
Gangguan pernafasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR. Hal ini
disebabkan oleh kekurangan surfaktan, pertumbuhan dan pengembangan paru yang
belum sempurna, otot pernafasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah
melengkung, penyakit gangguan pernafasan yang sering diderita bayi prematur
adalah penyakit membran hiallin dan aspirasi pneumonia. Disamping itu sering timbul
pernafasan periodik dan apnea yang disebabkan oleh pusat pernafasan dimedulla
yang belum imatur.
Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi, distensi abdomen akibat dari
motilitas usus berkurang, volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan
lambung bertambah, daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa,
vitamin yang larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang, kerja dari
sfingter kardio-esophagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi
isi lambung ke esophagus dan mudah terjadi aspirasi.
Gangguan imunologik daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena
rendahnya kadar Ig G gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup
membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih
belum baik (Prawirohardjo. 2005: 775 – 776).

F. Penatalaksanaan
o Pengaturan suhu lingkunga
 Bayi dimasukan dalam inkubator dengan suhu yang teratur
 Bayi berat badan dibawah 2 Kg 35° C
 Bayi berat badanB 2 Kg – 2,5 Kg 34° C
 Suhu inkubator diturunkan 1°C setiap Minggu sampai bayi dapat
ditempatkan pada suhu lingkungan sekitar 24 – 27°C
(Mochtar.1998:448).
o Makanan bayi BBLR
Umumnya bayi prematur belum sempurna reflek menghisap dan batuknya,
kapasitas lambung masih kecil dan daya enzim pencernaan terutama lipase
masih kurang. Maka makanan diberikan dengan pipet sedikit demi sedikit namun
lebih sering (Mochtar. 1998: 448).
o Pemberian O₂
Pemberian O₂ dianjurkan sekitar 30-35% pemberian dengan head box 6 liter/menit
(Berhman. 1999: 594).
o Inkubator
Inkubator modern mempertahankan panas tubuh dengan menyediakan lingkungan
atmosfer yang hangat dan keadaan kelembaban standar. Inkubator juga
menyediakan suplai oksigen yang diatur dan mengurangi kontaminasi atmosfer,
jika inkubator dibersihkan dengan teliti. Berdasarkan pengalaman yang terakhir,
ternyata suhu optimal inkubator untuk menghasilkan kehilangan panas dan
konsumsi oksigen yang minimal bagi bayi yang tidak berpakaian adalah suhu yang
dapat mempertahankan suhu inti bayi pada 36,50C-37,50C (Berhman.1999:594).
o Pemberian nutrisi
ASI merupakan pilihan pertama bagi bayi, apabila ASI belum keluar dapat
diberikan PASI. Bila bayi belum bisa menghisap dapat dilakukan dengan NGT.
Pembuatan ASI atau PASI pada hari I diberikan 50-60 ml/kg BB/hari dan
seterusnya dapat meningkat sesuai kondisi bayi.
Kebutuhan ASI / PASI sesuai dengan umur bayi dapat digambarkan dalam tabel
berikut ini

Umur / hari Jumlah ml /kg BB

1 50 – 60

2 100

3 125

4 150

5 160

6 175

7 200

14 225

21 175

28 150

(Mirzanie, Hanifah. 2005: 33)..

o Pencegahan Infeksi
Bayi prematur mempunyai kerentanan yang lebih besar terhadap infeksi yang
menuntut dilakukan pencucian secara cermat pada tangan sampai siku petugas
dan setelah menangani bayi, tindakan untuk mengurangi kontaminasi makanan
dan semua benda yang berhubungan dengan bayi, pencegahan kontaminasi
udara, menghindarkan keadaan berdesakan dan membatasi kontak langsung dan
tidak langsung dengan perawat. Tidak seorangpun yang sedang mengalami
infeksi diperkenankan memasuki ruangan bayi (Berhman. 1999: 600).

G. Fokus pengkajian
 Aktivitas atau Istirahat
Status sadar mungkin 2 - 3 jam beberapa hari pertama. Bayi tampak semi-koma
saat tidur dalam meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan mata
cepat (REM) tidur sehari rata-rata 20 jam.
 Sirkulasi
Rata-rata nadi apikal 120 - 160 dpm, dapat berfluktasi dari 70 - 100 dpm (tidur)
sampai 180 dpm (menangis).
 Eliminasi
Abdomen lunak tanpa distensi, bising usus aktif pada beberapa jam setelah
kelahiran. Urine tidak berwarna atau kuning pucat dengan 6 - 10 popok basah per
24 jam, pergerakan feses mekonium dalam 24 - 48 jam kelahiran.
 Pernafasan
Takipnea sementara dapat terilihat, khususnya setelah kelahiran sesaria atau
persentasi bokong. Pola nafas diafragmatik dan abdominal dengan gerakan
sinkron dari dada dan abdomen, pernafasan dangkal atau cuping hidung ringan
kadang-kadang dapat terlihat.
 Makanan / Cairan
Berat badan rata-rata 2500 - 4000 gram atau kurang dari 2500 gram menunjukkan
kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus diperhatikan. Bayi dengan
dehidrasi harus diberi infus. Beri minum dengan tetes ASI atau sonde karena
reflek menelan BBLR belum sempurna, kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120
– 150 ml/kg BB per hari.
 Berat badan Kurang dari 2500 gram.
 Suhu
Berat badan lahir rendah mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu
tubuhnya harus dipertahankan.
 Integrumen
Pada Berat badan lahir rendah mempunyai adanya tanda-tanda kulit tampak
mengkilat dan kering (Doenges. 2001: 567).

H. Diagnosa dan intervensi keperawatan


 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan produksi mukus berlebihan dan
stres akibat dingin (Doenges. 2001: 558 – 561).
Tujuan : Pasien menunjukkan oksigenasi yang adekuat.
Kriteria hasil :
o Oksigenasi jaringan adekuat
o Jalan nafas paten.
o Pernafasan memberikan oksigenasi dan pembuangan CO2 yang adekuat.
Intervensi
o Tempatkan pada posisi terlentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung
menghadap keatas untuk mencegah penyempitan jalan nafas.
o Rasional : Dapat mempermudah pernafasan dan menurunkan episode
apnea.
o Kaji frekuensi pernafasan dan pola pernafasan
o Rasional : Membantu dalam membedakan periode perputaran pernafasan
normal dari serangan apnea.
o Berikan rangsangan taktil yang segera.
o Rasional : Merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh
atau kembalinya pernafasan spontan.
o Berikan posisi miring
o Rasional : Untuk mencegah aspirasi pada bayi dengan mukus berlebihan.
o Observasi adanya tanda distress pernafasan.
o Rasional : Untuk mengetahui adanya pernafasan cuping hidung retraksi,
takipnea, apnea, mengorok, sianosis.
o Kolaborasi dalam pemberian O2.
o Rasional : Perbaikan kadar O2 dan CO2 serta dapat meningkatkan
fungsi pernafasan.

 Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan
penurunan lemak tubuh yang subkutan (Doenges. 2001: 642 – 645).
Tujuan : Pasien dapat mempertahankan suhu tubuh yang stabil.
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal.
Intervensi
o Kaji suhu dengan sering, periksa suhu rektal pada awalnya.
o Rasional : Hipotermi membuat bayi cenderung pada distres dingin.
o Tempatkan bayi dalam inkubator atau pakaian hangat dalam keranjang
terbuka untuk mempertahankan suhu tubuh stabil.
o Rasional : Mempertahankan lingkungan termonetral dan mencegah stres
dingin
o Gunakan lampu pemanas selama prosedur.
o Rasional : Menurunkan kehilangan panas.
o Kurangi pemasangan aliran udara.
o Rasional : Menurunkan kehilangan panas karena konveksi atau konduksi.
o Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah, pertahankan kepala bayi
tetap tertutup.
o Rasional : Menurunkan kehilangan melalui evaporasi.
o Pertahankan pakaian tetap kering.
o Rasional : Mencegah hipotermi.

 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang (


Doenges. 2001: 654 – 658).
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi nosokomial.
Kriteria hasil : bayi tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi nosokomial.
Intervensi
o Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
o Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang.
o Lakukan perawatan tali pusat.
o Rasional : penggunaan alkohol lokal dan berbagai anti mikroba yang
membantu mencegah kolonisasi.
o Pertahanan teknik aseptik dalam perawatan tali pusat.
o Rasional : mencegah timbulnya infeksi
o Isolasi bayi yang mengalami infeksi sesuai instruktisional.
o Rasional : membatasi kontak langsung dengan lingkungan luar.
o Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai instruksi.
o Rasional : Mencegah infeksi.
o Pantau tanda-tanda infeksi.
o Rasional : untuk mengetahui apakah terjadi tanda-tanda infeksi.
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (resiko tinggi) berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena imaturitas atau penyakit (Wong,
Donna L. 2004: 427).
Tujuan : pasien menunjukkan nutrisi yang adekuat untuk mempertahankan
keseimbangan nitrogen dan menunjukkan penambahan berat badan yang tepat.
Kriteria hasil : bayi menunjukkan penambahan berat badan yang tepat.
Intervensi
o Monitor keadaan umum pasien.
o Rasional : mengetahui kondisi pasien.
o Kaji reflek hisap bayi secara periodik.
o Rasional : reflek hisap dan menelan yang buruk atau sekresi berlebihan
dapat secara negatif mempengaruhi masukan
o Timbang berat badan bayi setiap hari.
o Rasional : untuk mengetahui berat badan bayi
o Awasi dan hitung kebutuhan kalori bayi tiap hari.
o Rasional : mengetahui nutrisi yang masuk.
o Monitor tetesan infus.
o Rasional : Mempertahankan kebutuhan nutrisi.
o Pertahanankan cairan parenteral / nutrisi sesuai instruksi
o Rasional : mempertahankan nutrisi.

 Resiko tinggi kekurangan atau kelebihan volume cairan berhubungan dengan


karakteristik fisiologik imatur dari bayi preterm dan atau imaturitas (Wong, Donna
L. 2004: 427 – 428).
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan status hidrasi adekuat.
Kriteria hasil : bayi dapat menunjukkan hemostatis.
Intervensi
o Berikan cairan parenteral atau oral secara adekuat.
o Rasional : penggantian cairan menambah volume darah.
o Kaji tingkat hidrasi bayi.
o Rasional : fontanel cekung, turgor kulit buruk, penurunan keluaran urine dan
membran mukosa kering menunjukkan dehidrasi.
o Berikan cairan parenteral sesuai program
o Rasional : untuk menghindari dehidrasi.
o Evaluasi turgor kulit, membran mukosa
o Rasional : kehilangan cairan yang minimal dapat dengan cepat
menimbulkan dehidrasi.
PERSALINAN NORMAL
1. DEFENISI PERSALINAN
a) Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinkan serangkaian
perubahan yang besar pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melaui jalan
lahir. (Moore,2001)
b) Persalinan adalah suatu proses dimana seorang wanita melahirkan bayi yang
diawali dengan kontraksi uterus yang teratur dan memuncak pada saat
pengeluaran bayi sampai dengan pengeluaran plasenta dan selaputnya dimana
proses persalinan ini akan berlangsung selama 12 sampai 14 jam (Mayles, 1996)
c) Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus ke dunia luar. (Prawirohardjo,2002)
d) Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin. (Prawirohardjo,2002)
e) Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi
yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran
plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
berlangsung dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan ibu sendiri).

2. SEBAB-SEBAB MULAINYA PERSALINAN


Penurunan Kadar Progesteron
progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim. Sebaliknya estrogen
meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan terdapat keseimbangan
antara kadar progesteron dan estrogen didalam darah, tetapi pada akhir
kehamilan atau 1-2 minggu sebelum partus terjadi penurunan pada progesteron
sehingga timbulhis.
Teori Oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi
otot-otot rahim.
Keregangan Otot-Otot
Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung, bila dindingnya teregang
oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin teregang
otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.
Pengaruh Janin
Hypofise dan kelenjar supra renal janin rupa-rupanya juga memegang peranan,
oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.
Teori Prostaglandin
Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15 sampai aterm terus
meningkat. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot
rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan. Prostaglandin dianggap dapat
merupakan pemicu terjadinya persalinan.

3. TAHAP PERSALINAN
Kala I
Didefinisikan sebagai permulaan persalinan yang sebenarnya. Dibuktikan dengan
perubahan serviks yang cepat dan diakhiri dengan dilatasi serviks yang komplit
(10 cm), hal ini dikenal juga sebagai tahap dilatasi serviks.
Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan untuk
multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan
pembukaan primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam.

Fase laten
Dimulai dari puncak kontraksi yang regular sampai 3 cm dilatasi. Kontraksi terjadi
setiap 10-20 menit dan berakhir 15-20 detik. Dimana pembukaan serviks
berlangsung lambat, berlangsung dalam 7 -8 jam.

Fase aktif
Berlangsung mulai dari kemajuan aktif sampai dilatasi lengkap terjadi. Secara umum
dari pembukaan 4 cm (akhir dari fase laten) sampai 10 cm atau dilatasi akhir kala I
dan berlangsung selama 6 jam.

Fase aktif dibagi kedalam 3 fase :


 Akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm
 Dilatasi maksimal/kemajuan maksimal : selama 2 jam pembukaan berlangsung
cepat dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm
 Deselerasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam dari pembukaan 9 sampai
10 cm atau lengkap

Kala II

Dimulai dari pembukaan lengkap dari serviks dan berakhir dengan lahirnya bayi.
Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit, dan multigravida 30 menit
Gejala utama kala II :
 His terkoordinir, kuat, cepat (2-3 menit sekali)
 Kepala janin di dasar panggul
 Merasa mau BAB
 Anus membuka
 Vulva membuka
 Perineum menonjol
 PD pembukaan lengkap

Kala III

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak
lebih dari 30 menit.

Tanda-tanda klinis dari pelepasan plasenta yaitu :


 Semburan darah
 Pemanjangan tali pusat
 Perubahan bentuk uterus : dari diksoid menjadi bentuk bundar (globular)
 Perubahan dalam posisi uterus : uterus naik di dalam abdomen.

Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum, untuk
mengamati keadaan ibu terutama terhadap perdarahan postpartum.
4. TUJUAN ASUHAN PERSALINAN
Memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai
pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek sayang
ibu dan sayang bayi. Banyak penyulit atau komplikasi yang mengakibatkan kematian
ibu dan bayi dapat dihindarkan jika persalinan dikelola dengan baik.
Semua kelahiran harus selalu dihadiri oleh petugas yang terlatih serta kompeten
dengan secara cepat mendiagnosa dan menangani penyulit.
Pendekatan komprehensif merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan
persalinan dan bayi baru lahir.

 Lima benang merah dalam asuhan persalinan :


 Membuat keputusan klinik
 Pengumpulan data
 Diagnosis kerja
 Penatalaksanaan klinik
 Evaluasi hasil implementasi tatalaksana
 Asuhan sayang ibu dan bayi
 Persalinan merupakan peristiwa alam
 Sebagian besar persalinan umumnya akan berlangsung normal
 Pertolongan memfasilitasi proses persalinan
 Tidak asing, bersahabat, rasa saling percaya, tahu dan siap membantu
kebutuhan klien, memberi dukungan moril, dan kerjasama semua pihak
(penolong-klien-keluarga)
 Pencegahan infeksi
 Kewaspadaan standar
 Mencegah terjadinya dan transmisi penyakit
 Proses pencegahan infeksi instrumen dan aplikasinya dalam pelayanan
 Barier protektif
 Budaya bersih dan lingkungan yang aman
 Rekam medik (Dokumentasi)
 Kelengkapan status klien
 Anamnesis, prosedur dan hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, dan uji atau
penapisan tambahan lainnya
 Partograf sebagai instrumen membuat keputusan dan dokumentasi klien
 Kesesuaian kondisi klien dan prosedur klinik terpilih
 Upaya dan tatalaksana rujukan yang diperlukan
 Sistem rujukan efektif
 Alasan keperluan rujukan
 Jenis rujukan (darurat atau optimal)
 Tatalaksana rujukan
 Upaya yang dilakukan selama merujuk
 Jaringan pelayanan dan pendidikan
 Menggunakan sistem umum dan sistem internal rujukan kesehatan

Sebagai bidan, klien akan mengandalkan pengetahuan, keterampilan dan


pengambilan keputusan yang kita lakukan untuk :

 Mendukung ibu dan keluarganya secara fisik dan emosional selama persalinan dan
kelahiran
 Membuat diagnosa, menangani komplikasi-komplikasi dengan cara pemantauan
ketat dan deteksi dini selama persalinan dan kelahiran
 Merujuk ibu untuk mendapatkan asuhan spesialis jika perlu
 Memberikan asuhan yang akurat kepada ibu, dengan intervensi minimal, sesuai
dengan tahap persalinannya
 Memperkecil resiko infeksi dengan melaksanakan pencegahan infeksi yang aman
 Selalu memberitahukan pada ibu dan keluarganya mengenai kemajuan, adanya
penyulit maupun intervensi yang akan dilakukan dalam persalinan
 Memberikan asuhan yang tepat untuk bayi segera setelah lahir
 Membantu ibu dengan pemberian asi dini

5. TANDA-TANDA PERSALINAN
 Tanda Persalinan Sudah Dekat
 Adanya Lightening
Menjelang minggu ke-36, pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri
karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul. Gambaran Lightening pada
primigravida menunjukkan hubungan antara ketiga P, yaitu ; power (kekuatan
his), passage (jalan lahir normal), passanger (janinnya dan plasenta).
 Terjadinya his permulaan (his palsu)
Sifat his permulaan (his palsu) :
o Rasa nyeri ringan di bagian bawah
o Datangnya tidak teratur
o Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda
o Durasinya pendek
o Tidak bertambah bila beraktifitas

 TandaPersalinan
 Penipisan dan pembukaan serviks ( Effacement dan Dilatasi serviks )
Effacement serviks adalah pemendekan dan penipisan serviks selama tahap
pertama persalinan. Serviks yang dalam kondisi normal memiliki panjang 2
sampai 3 cm dan tebal sekitar 1 cm, terangkat ke atas karena terjadi
pemendekan gabungan otot uterus selama penipisan segmen bawah rahim
pada tahap akhir persalinan. Hal ini menyebabkan bagian ujung serviks yang
tipis saja yang dapat diraba setelah effacement lengkap. Pada kehamilan
aterm pertama, effacement biasanya terjadi lebih dahulu dari pada dilatasi..
Pada kehamilan berikutnya, effacement dan dilatasi cenderung bersamaan.

Tingkat effacement dinyatakan dalam persentase dari 0% sampai 100%.


Dilatasi serviks adalah pembesaran atau pelebaran muara dan saluran serviks,
yang terjadi pada awal persalinan. Diameter meningkat dari sekitar 1 cm
sampai dilatasi lengkap (sekitar 10 cm) supaya janin aterm dapat dilahirkan.
Apabila dilatasi serviks lengkap, serviks tidak lagi dapat di raba. Dilatasi serviks
lengkap menandai akhir tahap pertama persalinan

 Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi


minimal 2 kali dalam 10 menit)
Ibu melakukan kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan untuk
mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus. Kontraksi uterus involunter, yang
disebut kekuatan primer, menandai dimulainya persalinan. Kekuatan primer
membuat serviks menipis, berdilatasi dan janin turun. Segera setelah bagian
presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah, yakin bersifat
mendorong keluar. Kekuatan sekunder tidak mempengaruhi dilatasi serviks,
tetapi setelah dilatasi serviks lengkap, kekuatan ini cukup penting untuk
mendorong bayi keluar dari uterus dan vagina
 Keluarnya lendir bercampur darah (Show) melalui vagina
Sumbatan mukus, yang di buat oleh sekresi servikal dari proliferasi kelenjar
mukosa servikal pada awal kehamilan, berperan sebagai barrier protektif dan
menutup kanal servikal pada awal kehamilan.
Blood show adalah pengeluaran dari mukus plug tersebut. Blood show
merupakan tanda dari persalinan yang sudah dekat, yang biasanya terjadi
dalam jangka waktu 24-48 jam terakhir, asalkan belum dilakukan pemeriksaan
vaginal dalam 48 jam sebelumnya karena pemecahan mukus darah selama
waktu tersebut mungkin hanya efek trauma minor atau pecahnya mukus plug
selama pemeriksaan. Normalnya, darah yang keluar hanya beberapa tetes,
perdarahan yang lebih banyak menunjukan penyebab yang abnormal.

Sumber

Departemen Kesehatan RI, (2007), Asuhan Persalinan Normal

Benett, V.R. (1996). Myles textbook for midwives 12th edition. United Kingdom : Churchill
Livingstone, 1996

Farrer, Helen, (1999), Perawatan maternitas, Jakarta: EGC

Manuaba, Ida bagus Gde, (1998), Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan, & Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam, (1998), Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi. Jilid 1
Edisi 2, Jakarta : EGC

Moore, Hacker, (2001), Esensial Obstetri & Ginekologi, Jakarta : Hipokrates.

Prawirohardjo, Sarwono, (2002), Ilmu Kebidanan, Jakarta : YBPSP

Saifuddin,dkk, (2001), Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal,
Jakarta : JNPKKR

Sastrawinata, Sulaiman, Prof, (1983), Obstetri Fisiologi, Bandung: FK UNP


SECTIO CAESARIA
A. Pengertian

Sectio Caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuatsayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau sectio caesaria adalah suatu
histerektomia untuk janin dari dalam rahim(Mochtar, R 1998 )

Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding rahim(Mansjoer, A, 2001 ).

Post operasi adalah keadaan dimana telah dilakukan operasi atau pembedahan untuk
melahirkan janin (Mansjoer, A, 2001).

Letak sungsang adalah keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di
fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri(Prawirohardjo, 1999)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Post Sectio Caesaria dengan letak
sungsang adalah masa setelah melahirkan janin dengan cara pembedahan pada dinding
uterus untuk memudahkan proses kelahiran janin karena sumbu janin berada terhadap
sumbu ibu atau terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di
bawah kavum uteri.

Sectio Caesarea mempunyai beberapa tipe sebagai berikut :

 Sectio Caesarea transperitonealis


 Sectio Caesarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira
sepanjang 10 cm.

Kelebihan

 Mengeluarkan janin lebih cepat


 Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan

 Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada


riperitonearisasi yang baik
 Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan

 Sectio Caesarea ismika (profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang
konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm

Kelebihan :

 Penjahitan luka lebih mudah


 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga periutoneum
 Perdarahan kurang
Klitoris

Klitoris identik dengan penis pada pria kira-kira sebesar kacang hijau sampai cabai rawit
dan ditutupi oleh frenulum klitoris.
Klitoris terdiri dari :
 GlansGlans terdiri dari sel-sel berbentuk flisi fonnis
 KorpusTerdapat 2 korpora kavernosa, dimana pada dindingnya terdapat serabut
otot polos.
 KruraBentuknya tipis dan panjang berawal di permukaan inferior ramus iskiopubis
dan menyatu tepat di bawah pertengahan arkus pubis membentuk korpus klitoris.
 Panjang klitoris jarang melebihi 2 cm bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun dan
posisinya sangat berlipat karena tarikan labia minora. Akibatnya ujung klitoris
mengarah ke bawah dan menuju liang vagina(Cunningham, 2005)

Vulva
Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang
mulai dari klitoris, kanan kiri di batasi bibir kecil, sampai ke belakang di batasi perineum
(Prawirohardjo, 1999)
Vestibulum
Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia minora di lateral dan
memanjang dari klitoris di atas hingga fourchet di bawah. Vestibulum adalah jaringan
fungsional pada wanita yang berasal dari urogenital pada embrio. Pada tahap
kematangan terdapat 6 buah lubang: uretra, vagina, 2 saluran kelenjar bartholini dan
kadang kala terdapat duktus dari kelenjar parauretral atau disebut juga duktus skene.
Bagian posterior vestibulum antara fourchet dan liang vagina disebut fossa navikularis,
yang agak jarang terlihat kecuali pada wanitamultipara karena biasanya rusak setelah
melahirkan.
Di sekitar vestibulum terdapat kelenjar vestibularis mayor yaitu kelenjar bartholini.
Kelenjar ini terletak di bawah otot konstriktor vagina dan kadang kala ditemukan tertutup
sebagian oleh bulbus vestibularis(Cunningham, 2005)

Introitus vagina
Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina. Dilindungi oleh labia minora, dapat dilihat
jika bibir kecil dibuka, ditutupi oleh selaput dara (hymen)(Mochtar, 1998)

Selaput dara (hymen)


Merupakan selaput yang menutupi introitus vagina. Biasanya berlubang membentuk
semilunaris, anulinaris, tapisan, septata, atau fimbria. Bila tidak berlubang disebut atresia
himenalis atau himen Imperforata. Himen akan robek pada koitus apalagi setelah
bersalin. Sisanya disebut kurunkula himen atau sisa hymen (Mochtar, 1998)

Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang
menopang perineum adalah diagfragma pelvis dan urogenital. Diagfragma pelvis terdiri
dan muskulus levator ani dan muskulus koksigeus. Diagfragma urogenital terdiri dari
muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus kontriktor uretra dan selubung fasia
eksterna dan internal(Cunningham, 2005)
Organ Interna

Gambar

Organ Reproduksi interna pada wanita.(Sumber: Wiknjosastro, 2005)

 Vagina

Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke atas dan ke


belakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina memiliki panjang kurang dari
7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm.

Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu 14sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui
sekresi uterus dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian jalan
lahir saat persalinan.

Dinding Vagina terdiri atas empat lapisan :

 Lapisan epitel gepeng berlapis; pada lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi
cairan akan merembes melalui epitel untuk memberi kelembaban.
 Jaringan konektif areolor yang dipasok pembuluh dengan baik.
 Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler.
 Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih.Fornik berasal dari kata latin yang
artinya selokan. Pada tempat serviks melajur ke dalam kubah vagina terbentuk
sebuah selokan melingkar yangmengelilingi serviks. Fornik ini terbagi menjadi
empat bagian : Fornik posterior, anterior dan dua buah fornik lateral.

 Uterus

Uterus merupakan organ muskuler yang sebagaian tertutup oleh peritonium atau serosa.
Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita tidak hamil terletak pada
rongga panggulantara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior.

Uterus wanita primipara panjang 6-8cm, dibandingkan dengan wanita multipara yang
panjangnya 9 –10 cm. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50 -70 gram,
sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram atau lebih
Uterus terdiri atas :
 Fundus Uterus
Merupakan bagian uterus proksimal, di situ kedua tuba falopi berinsersi ke uterus.
Di dalam klinik penting diketahui Sampai dimana fundus uteri berada oleh karena
tuanya kehamilandapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.
 Korpus Uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri
disebut kavumuteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan : serosa, muskula
dan mukrosa.
Mempunyai fungsi utama agar janin berkembang.
 Servik Uteri
Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak di bawah isthmus.
Servik memiliki serabut ototpolos, namun 16terutama terdiri atas jaringan kalogen,
ditambah
jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan sekret
yang kental dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar servikalis tersumbat dapat
terbentuk kista retensi berdiameter
beberapa milimeter yang disebut sebagai folikel nabothian.

Secara histologik uterus terdiri atas :


o Endometrium di corpus uteri dan endoserviks di serviks uteri merupakan bagian
terdalam dari uterus yaitu lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada
wanita yang tidak hamil. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar
dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk - keluk. Ukuran
endometrium bervariasi yaitu 0,5 cm hingga 5 mm. Endometrium terdiri dari epitel
permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang di dalamnya
banyak terdapat pembuluh darah. Epitel permukaan endometrium terdiri dari satu
lapisan sel kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterina berbentuk
tubuler merupakan invaginasi dari epitel, kelenjar ini menghasilkan cairan alkalis
encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab.
o Miometrium
Miometrum merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus dan terdiri dari
kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin di
dalamnya. Menurut Schwalm dan Dubrauszky, 1996 banyaknya serabut otot pada
uterus sedikit demi sedikit berkurang ke arah kaudal, sehingga pada serviks otot
hanya merupakan 10% dari massa jaringan. Selama masa kehamilan terutama
melalui proses hipertrofi, miometrium sangat membesar, namun tidak terjadi
perubahan yang berarti pada otot di serviks.
o Lapisan serosa, yakni peritonium visceral
Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan
ligamentrum yang menyokongnya.

 Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :


o Ligamentum Kardinal Sinistra et Dextra (Mackenroat)Yaitu ligamentum yang
terpenting mencegah suplay uterus tidak turterdiri atas jaringan ikat tebal dan
berjalan dari serviks danpuncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di
dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah antaralainvena dan arteri uterina.
o Ligamentum SakroUterium Sinistra et DextraYaitu ligamentum yang menahan
uterus agar tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan
kanan, ke arah os sakrum kiri dan kanan.
o Ligamentum Rotundum Sinistra et DextraYaitu ligamentum yang menahan uterus
dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah
inguinal kiri dan kanan.
o Ligamentum Latum Sinistra at DextraYaitu ligamentum yang meliputi tuba,
berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat di
bagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (Ovarium Sinisira at Dextra).
o LigamentumInfudibula PelviciumYaitu ligamentum yang menahan tuba falopi
berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya terdapat urat-urat
syaraf, saluran-saluran limfe, arteri dan vena ovarica. Istmus adalah bagian
uterus antara servik dan corpus uteri di liput ioleh peritonium viseral yang mudah
sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika vesika uterine

 Uterus diberi darah oleh arteri uterina sinistra at dextra yang terdiri dari ramus
asenden dan desenden. Pembuluh darah yang lain yang memperdarahi uterus
adalah arteri ovarica sinistra at dextra. Inversasi uterus terdiri dari atas sistem saraf
simpatis, parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari sistem parasimpatis ini berada
dalam panggul di sebelah kiri dan kanan os sakrum, berasal dari saraf sakral 2,3 dan
4, dan selanjutnya memasuki frankenhauser yang dari sistem simpatis masuk ke
dalam rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui bifurkasio aorta dan
promotorium terus ke bawah dan menuju pleksus frankenhauser. Serabut
saraftersebut memberi inervosi pada meometrium dan endometrium. Kedua sistem
simpatik dan parasimpatik mengandung unsur motorik dan sensorik. Simpatik dapat
menimbulkan kontraksi dan vasokontriksi sedangkan parasimpatik mencegah
kontraksi dan menimbulkan vosodillatasi.

 Tuba Falopi
Tuba falopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterina hingga suatu
tempat di dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang
tubafalopi antara 8-14cm, tuba tertutup oleh peritonium dan lumennya dilapisi membran
mukosa.
Tuba falopi terdiri atas :
 Pars Interstisialis, merupakan bagian yang terdapat di dinding uterus
 Pars Ismika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya.
 Pars Ampularis, bagian yang terbentuk agak lebartempat konsepsi terjadi.
 Pars Infudibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan
mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur
untuk kemudian menyalurkan ke dalam tuba,

 Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel, fungsinya untuk
perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintetis dan sekresi hormon steroid. Ukuran
ovarium, panjang 2,5 -5 cm, lebar 1,5-3cm, dan tebal 0,6 -1 cm. Setelah menopause
ovarium sangat kecil. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan
menempel pada lekukan dinding lateral pelvis di antara iliaka eksternal yang divergen
dan pembuluh darah hipogastrik fossa ovarica woldeyer. Ovarium melekat pada
ligamentum latum melalui mesovarium.
Struktur umum pada ovarium dapat dibedakan menjadi:
 Kortek
Ketebalannya sesuai dengan usia dan menjadi semakin tipis dengan
bertambahnya usia. Dalam lapisan inilah terletak ovarium dan folikel de graaf.
Bagian yang paling luar dari kortek yang kusam dan keputih-putihan sebagai
tunika albuginea, dimana permukaannya terdapat lapisan tunggal epitel kuboit
yaitu epitel germinal dari woldeyer.
 Medula
Terdiri dari jaringan penyambung longgar yang berkesinambungan dengan yang
dari mesovarium. Terdapatsejumlah besar arteri dan vena dalam medula dan
sejumlah kecil serat otot polos yang berfungsi dalam pergerakan ovarium-ovarium
disuplai oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Ovarium sangat kaya dengan
serat saraf tak bermyelin, yang untuk sebagaianbesar menyertai pembuluh
darah(Mochtar, R, 1998)

B. Fisiologi Post Partum


Perubahan fisiologi post partum menurut (Farrel, 2002) antara lain :
 InvolusioYaitu suatu proses fisiologis pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan
sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karena
sytoplasmanya yang berlebihan dibuang.
Involusio uterus
Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi
pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan tinggi fundus uteri (TFU),
setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1-2jari di bawah pusat, pada
hari ke -6
TFU normalnya berada di pertengahan simpnisis pubis dan pusat, pada hari ke -9
TFU sudah tidakteraba.
Involusio tempat melekatnya placenta
Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi tidak beraturan
dan ditutupi oleh vaskuler yang berkontraksi serta trombosis pada endometrium
terjadi pembekuan sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka
pada endometrium ini memungkinkanuntuk implantasi
dan pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang.
 Lochea
Kotoran yang keluar dari liang senggama, terdiri dari jaringan-jaringan mati dan
lendir berasal dari rahim dan liang senggama.
Menurut pembagiannya :
o Lochea rubra.Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari
kesatu dan kedua.
o Lochea sanguinolenta.Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah
dan pada hari ke-3 -6 post partum.
o Lochea serosa.Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung serum,
selaput lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati, pada hari ke-7 -10.
o Lochea alba.Berwarna putih atau jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa
serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke-1 -2 minggu
setelah melahirkan.
 Adaptasi fisika.
Tanda-tanda vitalSuhu meningkat akan menyebabkan terjadinya dehidrasi karena
perubahan hormonal tetapi bila suhu di atas 38°c dan selama 2 hari dalam 10 hari
pertama post partum perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih,
endometritis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3
post partum dapatmenyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu.
 Adaptasi kardiovaskuler
Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik ± 20 mmHg dapat terjadi
pada saat ibu berubah posisi berbaring ke duduk. Keadaan sementara sebagai
kompensasi kardiovaskuler 24terhadap penurunan tekanan dalam rongga panggul
dan pendarahan.
Denyut nadi berkisar 60 -70 kali per menit, berkeringat dan menggigil
mengeluarkan cairan yang berlebihan dari sisa-sisapembakaran melaui kulit sering
terjadi terutama malam hari.
 Adaptasi traktus uranius
Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang dapat
mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensitifitas terhadap tekanan cairan.
Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan
yang tidak sempurna. Biasanya ibu mengalami ketidak mampuan untuk buang air
kecil selama 2 hari pertama setelah melahirkan.
 Adaptasi sistem gastrointestinal
Diperlukan waktu 3-4hari sebelum faal usus kembali normal meskipun kadar
progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan makanan juga
mengalami penurunan selama 1-2hari.
 Adaptasi sistem endokrin
Perubahan buah dada, umumnya produksi ASI baru berlangsung pada hari ke 2 -3
post partum, buah dada tampak membesar, keras dan nyeri.
 Adaptasi sistem musculoskeletal
Otot diding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan mengakibatkan
hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas setelah melahirkan dinding
perut tampak lembek dan kendor.25g.
 Perinium
Setelah partus perineum menjadi kendor karena sebelumnya meregang oleh
tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum
sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih
kendor dari keadaan sebelum melahirkan (Multipara) (Bobak,Lowdermik, Jensen,
2004).
 Fase Penyembuhan Luka
Menurut porter&peri, 2005 ada 3 fase penyembuhan luka yaitu :
o Fase inflamasi Terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-4, pada waktu ini terjadi
bekuan darah, ketika mikro sirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah
seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus
spasium vaskuler selama 2 –3 hari, menyebabkan edema, teraba hangat,
kemerahan dan nyeri.
o Fase proliferati
Terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-20, pada fase ini fibroblas
memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi.
Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka, kuncup ini berkembang
menjadi kapiler yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang
baru.Kolagen adalah komponen utama dari jaringan ikat yang digantikan.
Fibroblas melakukan sintesis kolagen dan mukopoli sakarida. Dalam periode 2
sampai 4 minggu, rantai asamamino 26membentuk serat-serat dengan
panjang dan diameter yang meningkat, serat-serat ini menjadi kumpulan
bundel dengan pola yang tersusun baik. Sintesis kolagen menyebabkan kapiler
untuk menurun jumlahnya dalam upaya untuk menyeimbangkan jml kolagen
yang rusak. Sintesis dan lisis seperti ini mengakibatkan peningkatan kekuatan.
Fase maturasi
Terjadi pada hari ke-21 sampai sebulan atau bahkan tahunan, fibroblas mulai
meninggalkan luka, jaringan parut tampak besar, sampai fibri kolagen
menyusun ke dalam posisi yang lebih padat. Hal ini sejalan dengan dehidrasi,
mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan
seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 sampai
12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan
sebelum luka.
 Adaptasi psikososial
Menurut Bobak, Lowdermik, Jensen, 2004 ada 3 fasepada ibu post partum,yaitu :
 Fase taking in(fase dependen) Selama 1 -2 hari pertama, dependensi sangat
dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dan
bertanggung jawab sebagai ibu dan lebihmempercayakan kepada orang lain
dan ibu akan lebih baik meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahatnya.
Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang
pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.
 Fase taking hold(fase independent)
Ibu sudah menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan
memperlihatkan bayinya.
 Ibu mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya.
 Ibu mulai terbuka menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan bayinya.
 Fase letting go
 fase interdependent)
Fase ini merupakan suatu keadaan menuju peran baru. Ketidaktergantungan
dalam merawat diridan bayinya lebih meningkat.Mengenal bayi bahwa bayi
terpisah dari dirinya.

C. Macam -macam Anestesi


1. Pengertian
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya
rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap keadaan membawa
problema-problema tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat-obat
anestesi bersifat depresi pada organ -organ vital.
Aspek farmakologik anestesi yaitu :
 Narkotik dan analgesikb.
 Sedatif, hipnotik, dan neuroleptik
 Relaksasi otot
 otot
 Vasokonstriktor dan vasopresor
 Ksitosik
2. Teknik anestesi
a. Anestesi Umum
Pengertian Adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai
dengan hilangnya kesadaran.
b. Fisiologi terjadinya anestesi
Obat anestetika masuk ke pembuluh darah atau sirkulasikemudian menyebar
ke jaringan, yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang kaya akan
pembuluh darah yaitu otak sehingga kesadaran menurun atau hilang, disertai
hilangnya rasa nyeri dan lain-lain.
3. Cara pemberian obat :
 Melalui rectum : Tiopental 10%, kloralhidrat
 Intramuskular: ketamin HCl, diazepam
 Intra vena: Tiopental 5%, 2,5% diazepam, ketamin
 Perinhalasi : N2O, halotan, eter, metoksi, fluaton
PRE EKLAMPSI BERAT (PEB)
A. PENGERTIAN
Klasifikasi hipertensi kehamilan yang paling umum dipakai saat ini (Consensus
Report,1990) adalah :
 Preeklampsia-eklampsia
o Ringan
o Berat
 Hipertensi Kronis (sudah ada sebelum hamil)
 Hipertensi kronis dengan preeclampsia-eklampsia
 Hipertensi sementara

Preeklamsi berat (PEB) merupakan suatu penyakit vasospastik yang melibatkan banyak
sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, proteinuria dan terkadang disertai
edema kaki dan tangan.
Preeklampsi berat (PEB) adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi (tekanan darah) 160/110 mmHg atau lebih yang disertai proteinuria
dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (akhir triwulan kedua sampai
triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari Preeklampsi berat (PEB) masih belum diketahui, namun beberapa
penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya
preeklampsia berat. Faktor-faktor tersebut antara lain, gizi buruk, kegemukan dan
gangguan aliran darah ke rahim.
Adapun faktor resiko dari Preeklampsia Berat :
 Primigravida atau multipara dengan usia lebih tua
 Riwayat keluarga dengan preeclampsia atau eklampsia
 Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
 Ibu hamil dengan usia < 18 tahun atau lebih > 35 tahu
 Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan
tekanan darah tinggi)
 Kehamilan kembar
 Kehamilan mola

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi preeklampsi berat setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis
kehamilan.
Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi:
 Peningkatan volume plasma darah
 Vasodilatasi
 Penurunan resistensi vascular sistemik (systemic vascular resistance)
 Peningkatan curah jantung
 Penurunan tekanan osmotik koloid

Preeklampsi berat adalah suatu keadaan hiperdinamik dimana ditemukan hipertensi dan
proteinuria akibat hiperfungsi ginjal . Pada preeclampsia berat, volume plasma yang
beredar menurun, sehinga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal.
Terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air . Menyebabkan
perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta.
Vasospasme siklik menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah
merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Jika semua arteriola dalam tubuh
mengalami spasme, maka tekanan darah dengan sendirinya akan naik, sebagai usaha
untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi.
Kenaikan berat badan dan edema yang belum diketahui sebabnya, ada yang
mengatakan disebabkan oleh retensi air dan garam akibatnya penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstisial. Proteinuria disebabkan oleh spasme arteriola
sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Mochtar,1993:220). Hubungan antara
system imun dengan preeclampsia berat menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi
berpengaruh dalam perkembangan preeklampsia. Keberadaan protein asing,
plasenta,atau janin bisa membangkitkan respon imunologis lanjut. (Easterling dan
Benedetti 1989)

D. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIK)


Adapun manifestasi klinik Preeklampsia Berat :
PREEKLAMPSIA BERAT
EFEK PADA IBU Peningkatan menjadi ≥160/110 mmHg dua
Tekanan darah kali pemeriksaan dengan jarak 6 jam pada
ibu hamil yang beristirahat di tempat tidur.

MAP 160/110=127

Peningkatan berat badan Peningkatan berat badan lebih dari 0,5


kg/minggu selama trimester kedua dan
ketiga atau peningkatan berat badan yang
tiba-tiba sebesar 2kg setiap kali
Proteinuria Proteinuria 5 sampai 10g/dL dalam 24 jam
Dipstik Kualitatif atau
Analisi kuantitatif 24 jam ≥ + 2 protein dengan dipstick
Edema Edema umum, bengkak semakin jelas di
mata,wajah,jari,bunyi paru (rales) bisa
terdengar.
Refleks Hiperefleksi +3 atau lebih; klonus di
pergelangan kaki
Haluaran urine Oliguria: <30ml/jam atau 120ml/4jam
Nyeri kepala Berat
Gangguan penglihatan Kabur, fotofobia,bintik buta pada
funduskopi
Iritabilitas/afek Berat
Nyeri ulu hati Berat
Kreatinin serum Meningkat
Trombositopenia Ada
Peningkatan AST Jelas
Hematokrit Menigkat
EFEK PADA JANIN
Perfusi plasenta Perfusi menurun dinyatakan sebagai IUGR
pada ferus, DJ:deselerasi lambat
Prematur plasenta Pada waktu lahir plasenta terlihat lebih
kecil daripada plasenta yang normal untuk
usia kehamila, premature aging terlihat
jelas dengan berbagai daerah yang
sinsitianya pecah, banyak terdapat
nekrosis iskemik(infark putih), dan deposisi
fibrin intervilosa (infark merah) bisa terlihat.

Gejala-gejala subjektif yang dapat dirasakan pada preeklampsia berat adalah sebagai
berikut:
 Nyeri kepala: jarang ditemukan pada kasus ringan tetapi akan sering terjadi pada
kasus-kasus yang berat. Nyeri kepala sering terjadi pada daerah frontal dan
oksipital serta tidak sembuh dengan pemberian analgetik biasa.
 Nyeri Epigastrium: merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia
berat. Keluhan ini disebabkan karena tekanan pada kapsula hepar akibat edema
atau perdarahan.
 Gangguan penglihatan: Keluhan penglihatan tertentu dapat disebabkan oleh
spasme arterial,iskemia, dan edema pada retina dan pada kasus-kasus yang
langka disebabkan oleh ablasio retina.
 Sakit kepala yang berat.
 Perubahan pada refleks.
 Penurunan produksi kencing atau bahkan tidak kencing sama sekali.
 Ada darah pada air kencing.
 Pusing.
 Mual dan muntah yang berlebihan.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Urin : protein, reduksi, bilirubin, sedimen urin
 Darah : trombosit, ureum, kreatinin, SGOT, LDH, dan bilirubin
 USG

F. DIAGNOSIS BANDING
 Kronik hipertensi kehamilan
 Kehamilan dengan sindrom nefrotik
 Kehamilan dengan payah jantung

G. PENTALAKSANAAN PREEKLAMPSI BERAT (PEB)


Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat
selama perawatan dibagi menjadi :
 Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
 Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
 Perawatan aktif Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita
dilakukan pemeriksaan fetal assessment (NST & USG).

 Indikasi (salah satu atau lebih)


 Ibu
o usia kehamilan 37 minggu atau lebih
o adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan medikasi terjadi kenaikan desakan
darah atau setelah 24 jam perawatan medicinal, ada gejala-gejala status quo
(tidak ada perbaikan.
o Janin
o Hasil fetal assessment jelek (NST & USG)
o Adanya tanda IUGR
 Laboratorium
o Adanya HELLP syndrome (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia)
 Pengobatan Medisinal
Pengobatan medicinal pasien preeclampsia berat yaitu :
1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, reflex patella
setiap jam.
3. Infuse dekstrosa 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infuse RL (60-125cc/jam)
500 cc.
4. Antasida
5. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
6. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung
kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
8. Antihipertensi diberikan bila :
 Desakan darah sistolik lebih dari 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran
pengobatan adalah tekanan diastolik kurang dari 105 mmHg karena akan
menurunkan perfusi plasenta.
 Dosis hipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya
 Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral, catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul
dalam 500 cc cairan infuse atau catapress disesuaikan dengan tekanan darah.
 Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi
secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal
pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral
9. Kardiotonika
Indikasi bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat
dengan cedilanid D.
10. Lain-lain
 Konsul bagian penyakit dalam (jantung, mata)
 Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius dapat
dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.
 Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.
 Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat
diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum
janin lahir.

Pemberian Magnesium Sulfat


Cara Pemberian magnesium sulfat :
 Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan
20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gr di bokong kiri
dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7
cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak
mengandung adrenalin pada suntikan IM.
 Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian dosis
awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4
tidak melebihi 2-3 hari.
 Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
o Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10%
dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
o Reflex patella positif kuat
o Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
o Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam)
 MgSO4 dihentikan bila :
o Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, reflex fisiologis
menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan
selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah
4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter.
Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15
mEq/liter terjadi kematian jantung.
o Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :
Hentikan pemberian magnesium sulfat
Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV
Berikan oksigen
Lakukan pernafasan buatan
Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan
sudah terjadi perbaikan (normotensif).

Pengobatan Obstetrik
Cara Terminasi Kehamilan yang belum Inpartu :
 Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring
 Seksio sesaria bila :
o Fetal assessment jelek
o Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau
adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
o 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada
primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio
sesaria.
Cara Terminasi Kehamilan yang Sudah Inpartu :
Kala I

 Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
 Fase aktif :
o Amniotomi saja
o Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka
dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).

Kala II

Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.
Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah
pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan
memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.

PERAWATAN KONSERVATIF
 Indikasi : bila kehamilan pre term kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
 Pengobatan medisinal: Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif.
Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja
dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.
 Pengobatan Obstetri :
o Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
o MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
o Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal
gagal dan harus diterminasi.
o Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu
MgSO4 20% 2 gram intravenous.

Pasien dipulangkan bila :


 Penderita kembali ke gejala-gejala/tanda-tanda pre eklamsia ringan dan telah
dirawat selama 3 hari
 Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita
dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu).
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain : atonia uteri, sindrom HELLP, ablasio retina,
KID (Koagulasi Intravaskular Diseminata), gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru,
gagal jantung, hingga syok dan kematian.
I. Pencegahan Preeklampsi Berat (PEB)
Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan preeklampsi terutama preeklampsi
berat (PEB). Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam,
diet tinggi protein, suplemen kalsium, magnesium) atau medikamentosa (teofilin,
antihipertensi, diuretic, aspirin) dapat mengurangi kemungkinan timbulnya preeklampsi.

J. REFERENSI
Angsar M, Dikman. 1984. “Hipertensi dalam kehamilan” Simposium “ Era baru
pengobatan gagal jantung dan hipertensi”. Surabaya.

Angsar M, Dikman. 1985. “Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam kehamilan di


Indonesia”. Sat Gas Gestosis POGI Edisi I : Surabaya

Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kodekteran. Media Aesculapius : Jakarta

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika : Jakarta

Pritchard, Mac Donald. 1991. Obstetri Wiliams. Airlangga University Press : Surabaya

Sumampouw. 1994. Pre – Eklampsia. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/ UPF Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Dr. Soetomo 1994
KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A.PENGERTIAN
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda
persalinan. (Mansjoer, 2001: 310).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban pada setiap saat sebelum
permulaan persalinan tanpa memandang apakah pecahnya selaput ketuban terjadi pada
kehamilan 24 minggu atau 44 minggu. (Indriyani Dewi, 2008 : 1).

B. Etiologi

Menurut Mansjoer (2001: 310), etiologi ketuban pecah dini belum diketahui, tetapi faktor
predisposisi ketuban pecah dini itu sendiri ialah infeksi genetalia, servik inkompeten,
gemeli, hidramnion, kehamilan preterm, disproporsi sefalopelvik.

C.Patofisiologi

Skema 2.1 Patofisiologi Ketuban Pecah Dini

Infeksi inflamasi

Terjadi peningkatan aktifitas iL – 1 dan prostaglandin

Kolagenase jaringan


Depolimerasi kolagen pada selaput korion atau amion

Ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan

Ketuban pecah dini (Maria, 2009 : 2)

Penjelasan patofisiologi:

Pada kondisi yang normal kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast,
jaringan retikuler korion dan trofoblas, sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin, tetapi
karena ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput
korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan sehingga
terjadi ketuban pecah dini. (Maria, 2009)

D.Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis ketuban pecah dini adalah ;

 Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak.
 Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
 Janin mudah diraba.
 Pada periksa dalam sepaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah bersih.
 Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering. (Mansjoer, 2001: 313).

E.Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan leukosit darah: >15.000/ul bila terjadi infeksi.


 Tes lakmus merah berubah menjadi biru.
 Amniosentisis.
 USG: menentukan usia kehamilan, indek cairan amnion berkurang.(Mansjoer,
2001:313).

F. Komplikasi

 Infeksi.
 Partus preterm.
 Prolaps tali pusat.
Distosia (partus kering)(Mansjoer, 2001: 313).
ABORTUS
A. Pengertian
Banyak pengertian Abortus yang dirumuskan oleh para ahli berikut ini :
 Abortus adalah pengakhiran kehamilan dengan cara apapun sebelum janin cukup
berkembang untuk dapat hidup diluar kandungan.
 Abortus adalah penghentian atau berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin viable
(dalam konteks ini, usia kehamilan 20 minggu).
 Abortus adalah keguguran, pengeluaran hasil konsepsi dari uterus sebelum janin
viable, penghentian dini suatu proses alami atau penyakit, berakhirnya kehamilan
sebelum anak dapat hidup di dunia luar dengan berat <500 g atau umur kehamilan
<20 minggu.
 Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu
bertahan hidup.
 Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum
mampu hidup diluar rahim (belum viable), dengan kriteria usia kehamilan <20 minggu
atau berat janin <500 g.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa abortus
adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan
umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan kurang dari 500 gram.

Klasifikasi Abortus
Menurut terjadinya abortus dibedakan atas :
 Abortus spontan.
Abortus spontan adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas
(usia kehamilan 22 minggu).
Abortus spontan terbagi atas :
o Abortus Imminens (abortus mengancam) ialah proses awal dari suatu
keguguran, yang ditandai dengan perdarahan pervaginam, sementara
ostium uteri eksternum masih tertutup dan janin masih baik intrauterin.
o Abortus Insipiens ialah proses abortus yang sedang berlangsung dan tidak
lagi dapat dicegah, ditandai dengan terbukanya ostium uteri eksternum,
selain perdarahan.
o Abortus Inkomplit ialah proses abortus dimana sebagian hasil
konsepsi telah keluar melalui jalan lahir.
o Abortus Komplit ialah proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi
telah keluar melalui jalan lahir.
 Abortus infeksiosa
Abortus infeksiosa adalah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa
infeksi, baik yang diperoleh dari luar rumah sakit (RS) maupun yang terjadi setelah
tindakan di RS.
 Missed Abortion (retensi janin mati)
Missed Abortion ialah berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20 minggu, namun
keseluruhan hasil konsepsi itu tertahan dalam uterus selama 6 minggu atau lebih.
 Unsafe Abortion (abortus tidak aman).
Upaya yang terminasi kehamilan muda dimana pelaksana tindakan tersebut tidak
mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat
membahayakan keselamatan jiwa pasien.
B. Etiologi
Hal yang dapat menyebabkan abortus :
 Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling sering untuk abortus dini
dan kejadian ini kerapkali disebabkan oleh cacat kromosom.
 Abnormalitas uterus yang mengakibatkan kelainan kavum uteri atau halangan
terhadap pertumbuhan dan pembesaran uterus
 Kerusakan pada serviks akibat robekan yang dalam pada saat melahirkan atau
akibat tindakan pembedahan (dilatasi, amputasi)
 Penyakit-penyakit maternal dan penggunaan obat, penyakit mencakup infeksi virus
akut dan panas tinggi.
 Trauma, hubungan seksual khususnya kalau terjadi orgasme, dapat menyebabkan
abortus pada wanita dengan riwayat keguguran yang berkali-kali.
 Faktor-faktor hormonal, misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan
sebagai penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10-12 minggu.
 Sebab-sebab psikosomatik, stress dan emosi yang kuat diketahui dapat
mempengaruhi fungsi uterus lewat system hipotalamus-hipofise.

C. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan disekitarnya hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang
dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis
belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8 - 14 minggu
penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan
menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin
dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta.
D. Diagnosis
 Nyeri abdomen bawah
 Nyeri lepas
 Uterus teraba lemas
 Perdarahan berlanjut
 Lemah-lesu
 Demam
 Sekret vagina berbau
 Sekret dan pus (nanah) dari serviks
 Nyeri goyang serviks
E. Penanganan Umum Abortus
 Lakukan penilaian awal untuk segera menentukan kondisi pasien (gawat darurat,
komplikasi berat atau masih cukup stabil)
 Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi pasien sebelum melakukan
tindakan lanjutan (evaluasi medik atau merujuk)
 Penilaian medik untuk menentukan tindakan di fasilitas kesehatan setempat atau
dirujuk ke rumah sakit.
 Bila pasien syok atau kondisinya memburuk akibat perdarahan hebat, segera atasi
komplikasi tersebut.
 Gunakan jarum infus besar (ukuran16 G atau lebih besar) dan berikan tetesan cepat
(500 ml dalam 2 jam pertama) larutan garam fisiologis atau Ringer Laktat.
 Periksa kadar Hb, golongan darah dan uji padanan-silang (crossmatch)
 Ingat : kemungkinan kehamilan ektopik pada pasien hamil mudah dengan syok berat.
 Bila terdapat tanda-tanda sepsis, berikan antibiotika yang sesuai.
 Temukan dan hentikan dengan segera sumber perdarahan
 Lakukan pemantauan ketat tentang kondisi pasca tindakan dan perkembangan
lanjutan.
LETAK SUNGSANG
A.PENGERTIAN

Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah
( Presentasi Bokong). Angka kejadian : ± 3 % dari seluruh angka kelahiran.

B.PATOFISIOLOGI

Letak sungsang dapat terjadi akibat dari ;

1. Terdapat tumor dalam rongga uterus.


2. Terbentuknya segmen bawah rahim.
3. Hidramion.

Adapun letak sungsang dapat dibagi menjadi sebagai berikut :

1. Letak bokong murni ; prensentasi bokong murni (Frank Breech). Bokong saja yang
menjadi bagian terdepan sedangkan kedua tungkai lurus keatas.
2. Letak bokong kaki (presentasi bokong kaki) disamping bokong teraba kaki
(Complete Breech). Disebut letak bokong kaki sempurna atau tidak sempurna
kalau disamping bokong teraba kedua kaki atau satu kaki saja.
3. Letak lutut (presentasi lutut) dan
4. Letak kaki , yang keduanya disebut dengan istilah ; Incomplete Breech.

Tergantung pada terabanya kedua kaki atau lutut atau hanya teraba satu kaki atau lutut
disebut letak kaki atau lutut sempurna dan letak kaki atau lutut tidak sempurna.

Dari semua letak-letak ini yang paling sering dijumpai adalah letak bokong murni.
Punggung biasanya terdapat kiri depan. Frekuensi letak sungsang lebih tinggi pada
kehanilan muda dibandingkan dengan kehamilan a`terme dan lebih banyak pada
multigravida dibandingkan dengan primigarvida.

C.PENATALAKSANAAN

1. Waktu Hamil

Yang terpenting ialah usaha untuk memperbaiki letak sebelum persalinan terjadi dengen
versi luar. Tehnik :

 Sebagai persiapan :Kandung kencing harus dikosongkan Pasien ditidurkan


terlentang

 Bunyi jantung anak diperiksa dahuluKaki dibengkokan pada lutu dan pangkal paha
supaya dinding perut kendor.

 Mobilisasi : bokong dibebaskan dahulu

 Sentralisasi : kepala dan bokong anak dipegang dan didekatkan satusama lain
sehingga badan anak membulat dengan demikian anak mudah diputar.

 Versi : anak diputar sehingga kepala anak terdapat dibawah. Arah pemutaran
hendaknya kearah yang lebih mudah yang paling sedikit tekanannya. Kalau ada
pilihan putar kearah perut anak supaya tidak terjadi defleksi. Setelah versi berhasil
bunyi jantung anak diperiksa lagi dan kalau tetap buruk anak diputar lagi ketempat
semula.
 Setelah berhasil pasang gurita, observasai tensi, DJJ, serta keluhan.

2.Pimpinan Persalinan
 Cara berbaring :
o Litotomi sewaktu inpartu
o Trendelenburg
 Melahirkan bokong :
o Mengawasi sampai lahir spontan
o Mengait dengan jari
o Mengaik dengan pengait bokong
o Mengait dengan tali sebesar kelingking.
 Ekstraksi kaki
o Ekstraksi pada kaki lebih mudah. Pada letak bokong janin dapat dilahirkan
dengan cara vaginal atau abdominal (seksio sesarea)
 Cara Melahirkan Pervaginam
Terdiri dari partus spontan ( pada letak sungsang janin dapat lahir secara spontan
seluruhnya) dan manual aid (manual hilfe).
Waktu memimpin partus dengan letak sungsang harus diingat bahwa ada 2 fase
o Fase I : fase menunggu
Sebelum bokong lahir seluruhnya, kita hanya melakukan observasi. Bila
tangan tidak menjungkit ka atas (nuchee arm), persalinan akan mudah.
Sebaiknya jangan dilakukan ekspresi kristeller,karena halini akan
memudahkan terjadinya nuchee arm
o Fase II : fase untuk bertindak cepat.
Bila badan janin sudah lahir sampai pusat, tali pusat akan tertekan antara
kepala dan panggul, maka janin harus lahir dalam waktu 8 menit.Untuk
mempercepatnya lahirnya janin dapat dilakukan manual aid

D.PROGNOSIS
Bila dibandingkan dengan letak kepala, letak sungsang memberikan resiko yang lebih
tinggi bagi ibu maupun anak.
Morbiditas ibu meningkat disertai sedikit peningkatan mortalitas oleh karena tindakan
persalinan operatif, termasuk seksio sesar pada letak sungsang yang menetap.
Prognosis untuk janin letak sungsang lebih buruk dibandingkan dengan letak kepala.
Penyebab utama kematian perinatal adalah persalinan prematur, kelainan kongenital dan
trauma persalinan.
PARTUS LAMA ( KALA II LAMA )

1. PENGERTIAN
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12 jam atau
lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan aktif
(Syaifuddin AB., 2002 : h 184).
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24jam pada primigradiva, dan
lebih dari 18 jam pada multigradiva. (Mochtar, 1998 : h 348)
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam, yang dimulai dari
tanda-tanda persalinan.
2. Factor Penyebab
Menurut Saifudin AB, (2007: h 185) Pada prinsipnya persalinan lama dapat disebabkan
oleh :
 His tidak efisien (in adekuat)
 Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
 Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi bokong, dahi,
wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi kepala janin relative terhadap
pelvis dengan oksiput sebagai titik referansi. Janin yang dalam keadaan
malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama atau partus
macet. (Saifudin AB, 2007 : h 191)
 Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
 Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi terlalu besar dan
pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet. Cara penilaian serviks yang baik
adalah dengan melakukan partus percobaan (trial of labor). Kegunaan pelvimetre
klinis terbatas. (Saifudin AB, 2007 : h 187)
3. Faktor lain (Predisposisi)
a. Paritas dan Interval kelahiran (Fraser MD, 2009 : 432)
b. Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan. (Sujiyatini, 2009 : h 13).
Pada ketuban pecah dini bisa menyebabkan persalinan berlangsung lebih lama dari
keadaan normal, dan dapat menyebabkan infeksi. Infeksi adalah bahaya yang serius
yang mengancam ibu dan janinnya, bakteri di dalam cairan amnion menembus
amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia
dan sepsis pada ibu dan janin. (Wiknjosastro, 2007 : h )
KPD pada usia kehamilan yang lebih dini biasanya disertai oleh periode laten yang
lebih panjang. Pada kehamilan aterm periode laten 24 jam pada 90% pasien. ( Scott
RJ, 2002 : h 177)
4. Gejala klinik partus lama
Menurut chapman (2006 : h 42), penyebab partus lama adalah :
 Pada ibu :
 Gelisah
 Letih
 Suhu badan meningkat
 Berkeringat
 Nadi cepat
 Pernafasan cepat
 Meteorismus
 Didaerah sering dijumpai bandle ring, oedema vulva, oedema serviks, cairan
ketuban berbau terdapat mekoneum
 Janin :
 Djj cepat, hebat, tidak teratur bahkan negative
 Air ketuban terdapat mekoneum kental kehijau-hijauan, cairan berbau
 Caput succedenium yang besar
 Moulage kepala yang hebat
 Kematian janin dalam kandungan
 Kematian janin intrapartal
5. Diagnosis kelainan partus lama
Tabel 2.2 diagnosis Kelainan Partus Lama
Tanda dan gejala klinis Diagnosis
Pembukaan serviks tidak membuka (kurang dari Belum inpartu, fase labor
3 cm) tidak didapatkan kontraksi uterus

pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah Prolonged laten phase


8 jam inpartu
pembukaan serviks tidak melewati garis waspada
partograf
- Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari -3 Inersia uteri
kontraksi per 10 menit dan kurang dari 40 detik
- Secondary arrest of dilatation atau arrest of
descent - Disporporsi sefalopelvik
- Secondary arrest of dilatation dan bagian
terendah dengan caput terdapat moulase hebat,
- Obstruksi
edema serviks, tanda rupture uteri immenens,
fetal dan maternal distress
- Kelainan presentasi (selain vertex) - Malpresentasi

Pembukaan serviks lengakap, ibu ingin kala II lama (prolonged, mengedan, tetapi tidak
ada kemajuan second stage)

6. Penanganan partus lama menurut Saifudin AB (2007 : h 186) adalah :


a. False labor (Persalinan Palsu/Belum inpartu)
Bila his belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang. Periksa adanya
infeksi saluran kencing, KPD dan bila didapatkan adanya infeksi obati secara
adekuat. Bila tidak pasien boleh rawat jalan.
b. Prolonged laten phase (fase laten yang memanjang)
Diagnosis fase laten memanjang dibuat secara retrospektif. Bila his berhenti disebut
persalinan palsu atau belum inpartu. Bilamana kontraksi makin teratur dan
pembukaan bertambah sampaim 3 cm, dan disebut fase laten. Dan apabila ibu
berada dalam faselaten lebih dari 8 jam dan tak ada kemajuan, lakukan pemeriksaan
dengan jalan melakukan pemeriksaan serviks. :
o Bila didapat perubahan dalam penipisan dan p[embukaan serviks, lakukan drip
oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau NaCl) mulai dengan 8 tetes
permenit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (maksimal 40
tetes/menit) atau berikan preprat prostaglandin, lakukan penilaian ulang setiap
4jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin,
lakukan secsio sesarea.
o Bila tidak ada perubahan dalam penapisan dan pembukaan serviks serta tak
didapat tanda gawat janin, kaji ulang diagnosisnya kemungkinan ibu belum dalam
keadaan inpartu.
o Bila didapatkan tanda adanya amnionitis, berikan induksi dengan oksitosin 5U
dan 500 cc dekstrose (atau NaCl) mulai dengan 8 tetes permenit, setiap 15 menit
ditambah 4 tetes sampai adekuat (maksimal 40 tetes/menit) atau berikan preprat
prostaglandin, serta obati infeksi dengan ampisilin 2 gr IV sebagai dosis awal dan
1 gr IV setiap 6 jam dan gentamicin 2x80 mg.
c. Prolonged active phase (fase aktif memanjang)
 Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD (chepalo Pelvic Disporportion) atau
adanya obstruksi :
 Berikan berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki
kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan
 Bila ketuban intak, pecahkan ketuban. Bila kecepatan pembukaan serviks
pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm/jam, lakukan penilaian kontraksi
uterusnya.
d. Kontraksi uterus adekuat
Bila kontraksi uterus adekuat (3 dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik)
pertimbangkan adanya kemungkinan CPD, obstruksi, malposisi atau malpresentasi.
e. Chefalo Pelvic Disporpotion (CPD)
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila dalam persalinan terjadi
CPD akan kita dapatkan persalinan yang macet. Cara penilaian pelvis yang baik
adalah dengan melakukan partus percobaan (trial of labor) kegunaan pelvimetri
klinis terbatas.
- Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan SC
- Bila bayi mati lakukan kraniotomi atau embriotomi (bila tidak mungkin lakukan
SC)
f. Obstruksi (Partus Macet)
Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi :
 Bayi hidup lahirkan dengan SC
 Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi/embriotomi.
g. Malposisi/Malpresentasi
Bila tejadi malposisi atu malpresentasi pada janin secara umum :
o Lakukan evaluasi cepat kondisi ibu (TTV)
o Lakukan evaluasi kondisi janin DJJ, bila air ketuban pecah lihat warna air ketuban:
 Bila didapatkan mekoneum awasi yang ketat atau intervensi
 Tidakada cairan ketuban pada saat ketuban pecah menandakan adanya
pengurangan jumlah air ketuban yang ada hubungannya dengan gawat janin.
o Pemberian bantuan secara umum pada ibu inpartu akan memperbaiki kontraksi
atau kemajuan persalinan
o Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf
o Bila terjadi partus lama lakukan penatalaksanaan secar spesifik sesuai dengan
keadaan malposisi atau malpresentasi yang didapatkan. (Saifudin AB, 2007 : h
191-192)
h. Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia uteri)
Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disporporsi atau obstruksi bias disingkirkan,
penyebab paling banyak partus lama adalah kontraksi yang tidak adekuat
i. Kala II memanjang (prolonged explosive phase)
Upaya mengejan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen
ke plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara spontan,
mengedan dan menahan nafas yang etrlalu lama tidak dianjurkan. Perhatikan
DJJbradikardi yang lama mungkin terjadi akibat lilitan tali pusat. Dalam hal ini lakukan
ekstraksi vakum / forcep bila syarat memenuhi.
Bila malpresentasi dan tanda obstruksi bias disingkirkan, berikan oksitosin dri. Bila
pemberian oksitosin drip tidak ada kemajuan dalam 1 jam, lahirkan dengan bantuan
ekstraksi vacuum / forcep bila persyaratan terpanuhi. Lahirkan dengan secsio
sesarea.
PLASENTA PREVIA
A. PENGERTIAN
Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri
internum).
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan
jalan lahir pada waktu tertentu :
 Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta
 Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh
plasenta.
 Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir.
 Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan
jalan lahir.

B. CIRI – CIRI PLASENTA PREVIA


 Perdarahan tanpa nyeri
 Perdarahan berulang
 Warna perdarahan merah segar
 Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
 Timbulnya perlahan-lahan
 Waktu terjadinya saat hamil
 His biasanya tidak ada
 Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
 Denyut jantung janin ada
 Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
 Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
 Presentasi mungkin abnormal.

C. ETIOLOGI
Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapafaktor yang
meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekasoperasi rahim (bekas
sesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksirahim (radang panggul), kehamilan
ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim.

D. DIAGNOSIS PLASENTA PREVIA :


 Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu dan
berlangsung tanpa sebab.
 Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala
belum masuk pintu atas panggul
 Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.
 USG untuk menentukan letak plasenta.
 Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui
kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan
diatas meja operasi.

E. PENATALAKSANAAN PLASENTA PREVIA


1. Konservatif bila :
 Kehamilan kurang 37 minggu.
 Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
 Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh
perjalanan selama 15 menit).

2.Penanganan aktif bila :


 Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
 Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
 Anak mati

Perawatan konservatif berupa :


 Istirahat.
 Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia
 Memberikan antibiotik bila ada indikasii.
 Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
 Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan
konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak
ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak
boleh melakukan senggama.

Penanganan aktif berupa :


 Persalinan per vaginam.
 Persalinan per abdominal.
 Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up)
yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan
o Plasenta previa marginalis
o Plasenta previa letak renda
o Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah
matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan
atau hanya sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan
drips oksitosin pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan
protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio
sesar.

F. INDIKASI MELAKUKAN SEKSIO SESAR :

 Plasenta previa totalis


 Perdarahan banyak tanpa henti.
 Presentase abnormal.
 Panggul sempit.
 Keadaan serviks tidak menguntungkan (beelum matang).
 Gawat janin

Pada keadaan dimana tidak memungkinkan dilakukan seksio sesar maka lakukan
pemasangan cunam Willet atau versi Braxton Hicks.
HYPEREMESIS GRAVIDARUM
Definisi
 Hyperemesis Gravidarum adalah nausea dan vomitus dalam kehamilan yang
berkembang sedemikian luas sehingga terjadi efek sistemik, dehidrasi dan
penurunan berat badan. (Benzon, 1994 : 232)
 Hyperemesis Gravidarum adalah muntah-muntah yang terus-menerus
menyebabkan dehidrasi dan kelaparan pada kehamilan. (Persis, 1995 : 101)
 Hyperemesis Gravidarum adalah mual-mual yang berlebihan pada wanita hamil
sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi
buruk, karena terjadi dehidrasi. (Rustam Mochtar, 1998)
 Hyperemesis Gravidarum adalah mual muntah yang tidak menyembuhkan.
(Fredman, 1998 : 85)

Etiologi
Penyebab Hyperemesis Gravidarum belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor
prodisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh beberapa penulis.
 Faktor prodisposisi : primigravida, malahidatihidose, dan kehamilan ganda akibat
peningkatan HCl.
 Alergi terhadap salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, disebut juga faktor
organik.
 Faktor psikologis memegang peranan penting pada penyakit ini, rumah tangga yang
retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan. (I Bagus Gde, 1998 : 209 –
210)
 Menurut Benzo Taber dalam bukunya Kapita Selekta Kedokteran 1994 menyatakan
faktor Endokrin : Hypertiroid, Diabetes. (Benzon Taber, 199 : 275 – 276)

Gejala dan Tanda Hyperemesis Tingkat Pertama


 Muntah berlangsung terus
 Makan berkurang
 Berat badan menurun
 Kulit dehidrasi, tonus lemah
 Nyeri di daerah epigastrium
 Tekanan darah menurun dan nadi meningkat
 Lidah kering

Tanda Mungkin Hamil


 Pembesaran dan perubahan bentuk : konsistensi rahim, uterus membesar,
konsistensi rahim menjadi lunak.
 Perubahan pada serviks : serviks menjadi lunak pada perabaan selunak bibir.
 Kontraksi broxton hieks
 Balorment
 Meraba bagian janin
 Hyperpigmentasi kulit muka (cloasma gravidarum)
 Tanda Chadwick
 Tanda Piscacek
 Tanda Hegar
o Adanya amenarche
o Mual dan muntah
o Ibu merasakan pergerakan janin
o Sering kencing
Tanda Pasti Hamil
 Melihat, meraba, atau mendengar pergerakan janin oleh pemeriksa.
 Terdengar denyut jantung janin dengan menggunakan Funandescop atau
Doppler.
 Melihatrangka janin dengan USG.

Perubahan Fisiologis pada Ibu Hamil


 Uterus
Uterus bertambah besar dan alat yang beratnya 30 gram menjadi 1000 gram
dengan ukuran panjang 32 cm dan lebar 24 cm
 Mammae
Payudara atau mammae bertambah besar disebabkan karena hypertrofi dari
alveoli.
 Vagina
Pembuluh darah dinding vagina bertambah hingga warna selaput lendirnya
membiru atau disebut juga tanda Chadwick, elastisitas vagina bertambah.
 Ovarium
Pada salah satu Ovarium dapat ditemukan Corpus lureum graviditatis, tetapi
setelah bulan ke-4 lureum mengisut.
 Dinding Perut
Pada primigravida sering timbul garis memanjang atau serong. Pada perut
warnanya membiru dan disebut striae livida.
 Sirkulasi Darah
Volume darah bertambah, baik plasma maupun eritrositnya, tetapi penambahan
volume plasmanya yang distabilkan oleh hydraemia lebih menonjol hingga
biasanya kadar HB menurun.
 Sistem Urinaria
Pada kehamilan muda, uterus bertambah besar sehingga akan menekan kandung
kemih yang menyebabkan terdapat keluhan sering kencing.

Tujuan Antenatal Care


 Untuk mengurangi penyakit-penyakit masa ante partum.
 Supaya Ibu sehat mungkin pada saat post partum.
 Supaya ibu dapat memenuhi kebutuhan pada janin.
 Memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu dan bayi dengan cara membina
saling percaya dengan ibu.
 Kesehatan yang optimal pada ibu.

Tujuan pemeriksaan kehamilan TMI


Pemeriksaan kehamilan TMI dilakukan sedini mungkin ketika haid terlambat bulan.
 Setiap bulan sekalI
 Diambil data tentang laboratorium
 Pemeriksaan USG
 Observasi adanya penyakit yang dapat mempengaruhi kehamilan, komplikasi
kehamilan
GEMELLI (KEHAMILAN KEMBAR)
1. Pengertian
Kehamilan multipel ( multiple pregnancy ) adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Sering disebut juga sebagai kehamilan kembar ( twin pregnancy ). Kehamilan
tersebut selalu menarik perhatian baik bagi klien, dokter, perawat, bidan maupun
masyarakat pada umumnya.

Ibu yang melahirkan bayi kembar akan lebih banyak membutuhkan dukungan, baik itu
secara lahiriah maupun jasmaniah. Kehamilan kembar memang beresiko terhadap
persalinan yang lebih besar dibanding kehamilan tunggal. Semakin banyak jumlah janin
yang dikandung ibu, semakin tinggi resiko yang akan ditanggung ibu. Namun, dengan
segala risiko tersebut yang penting, rajin berkonsultasi ke dokter dan ikuti semua saran
kesehatan bagi kehamilan dan persalinan kembar untuk mencegah segala kemungkinan.

Wanita dengan kehamilan kembar memerlukan pengawasan dan perhatian khusus bila
diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu dan janin.

2. Etiologi
Bangsa, herediter, dan paritas hanya mempunyai pengaruh terhadap kehamilan kembar
yang berasal dari dua telur. Juga obat klomid dan hormon gonadotropin yang
dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi dilaporkan menyebabkan kehamilan dizigot.
Faktor-faktor tersebut dan mungkin faktor lain dan mekanisme tertentu menyebabkan
matangnya dua atau lebih folikel de graf atau terbentuknya dua ovum atau lebih dalam
satu folikel.
Pada fertilisasi in vitro dapat pula terjadi kehamilan kembar, jika telur-telur yang diperoleh
dapat dibuahi lebih dari stau dan jika semua embrio yang kemudian dimasukkan kedalam
rongga rahim ibu tumbuh berkembang lebih dari satu. Pada kembar yang berasal dari
satu telur, faktor bangsa, herediter, umur dan paritas tidak atau sedikit sekali
mempengaruhi terjadinya kehamilan kembar itu. Diperkirakan disini sebabnya adalah
faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil konsepsi. Faktor penghambat
yang mempengaruhi segmentasi sebelum blastula terbentuk, menghasilkan kehamilan
kembar dengan 2 amnion, 2 korion dan 2 plasenta seperti kehamilan kembar dizigot. Bila
faktor penghambat terjadi setelah blastula tetapi sebelum amnion terbentuk, maka akan
terjadi kehamilan kembar dengan 2 amnion sebelum primitive streak tampak, maka kan
terjadi kehamilan kembar denagan satu amnion. Setelah primitive streak terbentuk, maka
akan terjadi kembar dempet dalam berbagai bentuk.
3. Jenis Kehamilan Kembar
 Kembar dizigotik atau fraternal (DZ)
Kembar dizigotik (dikenal sebagai "kembar non-identik") terjadi karena zigot-zigot yang
terbentuk berasal dari sel telur yang berbeda. Terdapat lebih dari satu sel telur yang
melekat pada dinding rahim yang terbuahi oleh sel-sel sperma pada saat yang
bersamaan. Pada manusia, proses ovulasi kadang-kadang melepaskan lebih dari satu
sel telur matang ke tuba fallopi yang apabila mereka terbuahi akan memunculkan lebih
dari satu zigot.

Kembar dizigotik secara genetik tidak berbeda dari saudara biasa dan berkembang
dalam amnion dan plasenta yang terpisah. Mereka dapat memiliki jenis kelamin yang
berbeda atau sama.
Kajian juga menunjukkan bahwa bakat melahirkan kembar DZ diwariskan kepada
keturunannya (bersifat genetik), namun hanya keturunan perempuan yang mampu
menunjukkannya (karena hanya perempuan/betina yang dapat mengatur pengeluaran
sel telur).
Istilah kembar dampit diberikan bagi anak kembar dengan kelamin berbeda.

 Kembar monozigotik atau identik (MZ)


Kembar monozigotik terjadi ketika sel telur tunggal terbuahi dan membentuk satu zigot
(monozigotik). Dalam perkembangannya, zigot tersebut membelah menjadi embrio yang
berbeda. Kedua embrio berkembang menjadi janin yang berbagi rahim yang sama.
Tergantung dari tahapan pemisahan zigot, kembar identik dapat berbagi amnion yang
sama (dikenal sebagai monoamniotik) atau berbeda amnion. Hasil akhir dari proses
pengembaran monozigotik tergantung pada kapan pembelahan terjadi, dengan uraian
sebagai berikut :
o Apabila pembelahan terjadi didalam 72 jam pertama setelah pembuahan, maka
dua embrio, dua amnion serta dua chorion akan terjadi dan kehamilan diamnionik
dan di chorionik. Kemungkinan terdapat dua plasenta yang berbeda atau suatu
plasenta tunggal yang menyatu.
o Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8 maka dua embrio akan
terjadi, masing-masing dalam kantong yang terpisah, dengan chorion bersama,
dengan demikian menimbulkan kehamilan kembar diamnionik, monochorionik.
o Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion telah terbentuk,
maka pembelahan akan menimbulkan dua embrio dengan kantong amnion
bersama, atau kehamilan kembar monoamnionik, monochorionik.
o Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng embrionik
terbentuk, maka pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk kembar yang
menyatu.
Lebih jauh lagi, kembar identik bukan monoamniotik dapat berbagi plasenta yang sama
(dikenal dengan monokorionik, monochorionic) atau tidak. Semua kembar monoamniotik
pasti monokorionik. Berbagi amnion yang sama (atau amnion dan plasenta yang sama)
dapat menyebabkan komplikasi dalam kehamilan. Contohnya, tali pusar dari kembar
monoamniotik dapat terbelit sehingga mengurangi atau mengganggu penyaluran darah
ke janin yang berkembang.

Kembar MZ selalu berkelamin sama dan secara genetik adalah sama (klon) kecuali bila
terjadi mutasi pada perkembangan salah satu individu. Tingkat kemiripan kembar ini
sangat tinggi, dengan perbedaan kadang-kadang terjadi berupa keserupaan cerminan.
Perbedaan terjadi pada hal detail, seperti sidik jari. Bila individu beranjak dewasa, tingkat
kemiripan biasanya berkurang karena pengalaman pribadi atau gaya hidup yang
berbeda.

 Superfekundasi
Superfekundasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan pada ovulasi yang sama
pada dua koitus yang dilakukan dengan jarak waktu pendek. Kehamilan kembar ini sukar
dibedakan dengan kehamilan kembar dizigotik

 Superfetasi
Superfetasi adalah kehamilan kedua yang terjadi beberapa minggu atau beberapa bulan
setelah kehamilan pertama terjadi. Keadaan ini pada manusia belum pernah dibuktikan,
akan tetapi dapat ditemukan pada kuda.

4. Patofisiologi
Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi
dan seringkali terjadi putus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari,
triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ±
2500gram, triplet 1800gram, kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat
ditentukan dengan melihat plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila
terdapat satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah
monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka janin tersebut bisa
monozigotik tetapi lebih sering dizigotik.1,2 Pada kehamilan kembar dizigotik hampir
selalu berjenis kelamin berbeda. Kembar dempet atau kembar siam terjadi bila hambatan
pembelahan setelah diskus embrionik dan sakus amnion terbentuk, bagian tubuh yang
dimiliki bersama dapat.

Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan
kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering mengalami nausea
dan muntah yang melebihi yang dikarateristikan kehamilankehamilan tunggal. Perluasan
volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan
rata-rata kehilangan darah dengan persalinan vagina adalah 935 ml, atau hampir 500 ml
lebih banyak dibanding dengan persalinan dari janin tunggal.

Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih sedikit pada
kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan tunggal, yang
menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar haemoglobin. kehamilan
kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan. Sebagaimana
diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output meningkat sebagai akibat
dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume. Ukuran uterus yang
lebih besar dengan janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama
kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari
20 pon. Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari
jumlah cairan amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut.

Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta pemindahan banyak
visera abdominal selain juga paru dengan peninggian diaphragma. Ukuran dan berat dari
uterus yang sangat besar dapat menghalangi keberadaan wanita untuk lebih sekedar
duduk.

Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal
dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat dari
uropati obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urin output maternal dengan segera
kembali ke normal setelah persalinan. Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis
terapeutik dapat dilakukan untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk
memungkinkan kehamilan Berbagai macam stress kehamilan serta kemungkinan-
kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal yang serius hampir tanpa kecuali akan
lebih besar pada kehamilan kembar

5. Pertumbuhan Janin Kembar


1. Berat badan 1 janin kehamilan kembar rata – rata 1000 gram lebih ringan dari jenis
tunggal
2. Berat badan baru lahir biasanya pada kembar dua di bawah 2500 gram, triplet
dibawah 2000 gram, kuadriplet 1500 gram, dan quintuplet dibawah 1000 gram
3. Berat badan masing – masing janin dari kehamilan kembar tidak sama, umumnya
berselisih antara 50 sampai 1000 gram, dan karena pembegian sirkulasi darah tidak
sama, maka yang satu lebih kurang tumbuh dari yang lainnya
4. Pada kehamilan kembar dizigotik :
5. Dapat terjadi janin yang satu meninggal dan janin yang lain tumbuh sampai cukup
bulan.
6. Janin yang mati bisa diresorbsi ( Kalau pada kehamilan muda ), atau pada kehamilan
yang agak tua, janin jadi pipih yang disebut fetus papyraseus atau kompresus.
7. Pada kehamilan kembar monozogotik :
8. Pembuluh darah janin yang satu beranastomis dengan janin yang lainnya, karena itu
setelah bayi satu lahir tali pusat harus diikat untuk menghindari pendarahan. Karena
itu janin yang satu dapat terganggu pertumbuhannya dan menjadi monstrum, seperti
akardiakus dan kelainan lainnya.
9. Dapat terjadi sindroma transfuse fetal : pada janin yang mendapat darah lebih
banyak terjadi hidramnion,polisitemia,oedema, dan pertumbuhan yang baik.
Sedangkan janin kedua terlihat kecil, anemis, dehidrasi, oligohidrami, dan
mikrokardia, karena kurang mendapat darah.

6. Letak pada presentasi janin


Pada kehamilan kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan posisi kedua janin.
Begitu pula letak janin kedua, dapat berubah setelah janin pertama lahir, misalnya : dari
letak lintang dapat berubah menjadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai
kombinasi letak, presantasi dan posisi bisa terjadi. Yang paling sering di jumpai adalah :
 Kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala ( 44-47%)
 Letak membujur, presentasi kepala bokong ( 37-38%)
 Keduanya presentasi bokong ( 8-10 )
 Letak lintang dan presentasi kepala ( 5-5,3%)
 Letak lintang dan presentasi bokong ( 1,5-2%)
 Dua-duanya letak lintang ( 0,2-0,6%)
 Letak dan presentasi “69” adalah letak yang berbahaya, karena dapat terjadi kunci-
mengunci ( Interlocking )

7. Diagnosis Kehamilan Kembar


Sedikit kehamilan kembar (kehamilan multipel) terdiagnosis pada pertengahan pertama
kehamilan kecuali dengan scanning ultrasound. Meluasnya penggunaan pencitraan
ultrasonografik telah sangat mengurangi insidensi tidak terdeteksinya kehamilan kembar
sebelum persalinan. Dengan pemeriksaan ultrasonografi yang cermat, kantung
gestasional yang terpisah pada kehamilan kembar dapat diidentifikasi sangat dini.

Riwayat kembar, usia maternal lanjut, paritas tinggi, dan ukuran ibu besar pada keluarga
dari pihak ibu serta riwayat pernah hamil kembar merupakan petunjuk yang lemah, tetapi
riwayat baru mendapat klomifen atau gonadotropin atau kehamilan yang diperoleh dari
teknologi reproduksi dengan bantuan merupakan petunjuk yang kuat.
Pemeriksaan klinis disertai pengukuran akurat tinggi fundus merupakan hal yang penting.
Selama trimester kedua, ukuran uterus lebih besar daripada yang diperkirakan untuk usia
gestasi yang dihitung berdasarkan data haid.
Pada pertengahan kedua, kehamilan multipel dapat diduga jika:
 Lingkar abdomen dan ukuran uterus lebih besar dibandingkan dengan usia
kehamilan.
 Palpasi menunjukkan kelebihan bagian janin, dan dapat dideteksi dua bagian
kepala janin. Namun secara umum, janin kembar sulit didiagnosis dengan palpasi
bagian-bagian tubuh janin sebelum trimester ketiga. Bahkan pada tahap lanjut
kehamilan, mungkin sangat sulit mengidentifikasi kembar dengan palpasi
transabdominal, terutama apabila salah satu kembar, terletak di atas kembar
lainnya, apabila ibu gemuk, atau apabila terdapat hidramnion. Pemeriksaan lain
yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis kehamilan kembar
adalah:
 Bunyi Jantung JaninMenjelang akhir trimester pertama, kerja jantung janin dapat
dideteksi dengan peralatan ultrasonik Doppler. Beberapa waktu sesudahnya kita
dapat mengidentifikasi dua jantung janin apabila frekuensi keduanya jelas berbeda
satu sama lain serta dengan frekuensi denyut jantung ibu. Dengan menggunakan
stetoskop janin aural biasa, bunyi jantung janin pada kembar dapat diidentifikasi
melalui pemeriksaan yang cermat pada usia kehamilan 18-20 minggu.
 Pemeriksaan Radiologis
Radiograf abdomen ibu sebagai upaya membuktikan adanya janin multipel dapat
membantu pada keadaan-keadaan tertentu yang jarang, biasanya apabila
terdapat gestasi multipel ordo tinggi dan belum jelas berapa banyak janin yang
ada. Akan tetapi pemeriksaan dengan rotgen sudah jarang dilakukan untuk
mendiagnosa kehamilan ganda karena cahaya penyinaran
 Pemeriksaan Biokimiawi
Jumlah gonadotropin korionik dalam plasma dan urin, secara rata-rata lebih tinggi
daripada yang dijumpai pada kehamilan tunggal. Kembar sering terdiagnosis
sewaktu dilakukan pemeriksaan kadar alfa-fetoprotein serum ibu, walaupun
pemeriksaan ini saja tidak bersifat diagnostik.

Diagnosis pasti :
Secara klinis :
 Terdapat 2 kepala, 2 bokong, dan 1 atau 2 punggung
 Terdengar 2 DJJ di tempat yang berjauhan dengan perbedaan 10 denyut permenit
atau lebih.
 Sonogram dapat membuat diagnose kehamilan kembar pada triwulan pertama
 USG atau foto roentgen :Bayangan janin lebih dari 1 . Berdasarkan pemeriksaan
USG dapat terlihat 2 bayangan janin atau lebih dengan 1atau 2 kantong amnion.
Diagnosis dengan USG sudah setelah kehamilan 6-8 minggu dapat menentukan
diagnosis akurat jumlah janin pada uterus dari jumlah kantong gestasional yang
terlihat

Diagnosis Differensial :
 Kehamilan tunggal dengan janin besar
 Hidramnion, adalah suatu kondisi dimana jumlah air ketuban melebihi dari batas
normal. Untuk keadaan normal air ketuban berjumlah sebanyak antara 1 – 2 liter,
sedangkan kasus hidramnion melebihi batas dari 2 liter yaitu antara 4 – 5 liter.
Hidramnion dapat menyertai kehamilan kembar, kadang-kadang kelainan hanya
terdapat pada satu kantong amnion, dan lainnya oligohidramnion. Pemeriksaan USG
dapat menentukan apakah pada hidramnion ada kehamilan kembar atau tidak
 Mola Hidatidosa, biasa disebut hamil anggur, adalah kelainan di dalam kehamilan
dimana jaringan plasenta (ari-ari) berkembang dan membelah terus menerus dalam
jumlah yang berlebihan
 Kehamilan dengan tumor ( mioma/kista ovarium )
 Tidak terdengarnya dua denyut jantung pada pemeriksaan berulang, bagian kecil dan
besar yang sukar digerakkan, lokasinya yang tidak berubah, dan pemeriksaan
rontgen dapat membedakan kedua hal tersebut. Dewasa ini dengan USG.

8. Pengaruh Terhadap Ibu dan Janin


 Terhadap Ibu
o Kebutuhan akan zat-zat bertambah sehingga dapat menyebabkan anemia dan
defisiensi zat-zat lainnya.
o Kemungkinan terjadinya hidamnion bertambah 10 kali lebih besar
o Frekuensi pre-eklamsi eklamsi lebih sering.
o Karena uterus yang besar ibu mengeluh sesak napas, sering miksi, serta terjadi
udema dan varises pada tungkai dan vulva.
o Dapat terjadi inersia uteri, pendarahan post partum, dan solusio plasenta setelah
anak pertama lahir.
 Terhadap Janin
Usia kehamilan tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin pada kehamilan
kembar : 25% pada gemelli, 50% pada triplet, 75% pada quadruplet, yang akan lahir
4 minggu sebelum cukup bulan. Jadi kemungkinan terjadinya bayi premature akan
tinggi.Bila sesudah bayi pertama lahir terjadi solusio plasenta, maka angka kematian
bayi kedua tinggi. Sering terjadi kesalahan letak janin, yang juga akan mempertinggi
angka kematian janin.
9. Penatalaksanaan Kehamilan Kembar
 Perawatan Prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar dan mencegah
komplikasi yang timbul, dan bila diagnosis telah ditegakan pemeriksaan ulang harus
lebih sering ( 1x seminggu pada kehamilan > 32 minggu )
 Perbanyak istirahat dengan sering berbaring, sehingga aliran darah ke plasenta
meningkat dan pertumbuhan janin menjadi lebih pesat.
 Perbanyak makanan mengandung protein, dan makan lebih sering, namun dengan
porsi lebih sedikit. Karena kebutuhan zat besi pada ibu hamil kembar lebih besar
untuk mencukupi kebutuhan 2 janin dan agar pengeceran volume darah ibu lebih
meningkat. Karenanya, ibu perlu sering melakukan pemeriksaan kadar Hb dan
mengetahui jenis golongan darah serta rhesus ibu untuk persiapan tranfusi jika
diperlukan.
 Setelah kehamilan 30 minggu, koitus dan perjalanan jauh sebaiknya dihindari, karena
akan merangsang portus prematurus.
 Pemakaian korset gurita yang tidak terlalu ketat diperbolehkan, supaya terasa lebih
ringan.
 Periksa darah lengkap, Hb, dan golongan darah.
 Pematangan paru janin bila ada tanda – tanda portus prematurus yang mengancam
dengan pemberian bethametason 24 mg/hari.
 BATAS waktu kelahiran anak kedua antara 5 - 15 menit sesudah anak pertama. Jika
terlalu cepat, trauma persalinan pada anak kedua lebih besar ( setelah ikut stress
pada waktu anak pertama lahir, harus mengalami stress lagi pada persalinannya
sendiri ). Jika terlalu lama, dapat terjadi hipoksia.
 Minum secara teratur suplemen penambah darah yang diberikan oleh dokter untuk
mencegah anemia dan sekaligus sebagai nutrisi untuk kedua janin.
 Rawat inap bila :
 Ada kelainan obstetric
 Ada his/pembukaan serviks
 Adanya hipertensi
 Pertumbuhan salah satu janin terganggu
 Kondisi social yang tidak baik
 Profilaksis/mencegah portus prematurus dengan obat tokolitik.

Untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas perinatal pada kehamilan kembar, perlu
dilakukan tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya komplikasi seawall mungkin.
Diagnosis dini kehamilan kembar harus dapat ditegakkan sebagai perencanaan
pengelolaan kehamilan. Mulai umur kehamilan 24 minggu pemeriksaan antenatal
dilakukan tiap 2 minggu, dan sesudah usia kehamilan 36 minggu pemeriksaan dilakukan
tiap minggu. Istirahat baring dianjurkan lebih banyak karena hal itu menyebabkan aliran
darah keplasenta meningkat agar pertumbuhan janin baik.Kebutuhan kalori, protein,
mineral, vitamin dan asam lemak esential harus cukup oleh karena kebutuhan yang
meningkat pada kehamilan kembar. Kebutuhan kalori harus ditingkatkan sebesar 300
kalori perhari. Pemberian 60 sampai 100 mg zat besi perhari, dan 1 mg asam folat
diberikan untuk menambah zat gizi lain yang telah diberikan. Pemeriksaan ultrasonografi
dilakukan untuk mengetahui adanya diskordansi pada kedua janin pengukuran lingkar
perut merupakan indikator yang sensitif dalam menentukan diskordansi.Pada kehamilan
kembar terjadi peningkatan risiko persalinan preterm, sehingga dilakukan pemberian
kortikosteroid diperlukan untuk pematangan paru berupa betamethsone 12 mg/hari ,
untuk 2 hari saja. Bila tak ada betamethasone dapat diberikan dexamethasone serta
pemberian tokolitik.

Percepatan Pematangan Fungsi Paru

 Berdasarkan observasi sebelumnya bahwa kortikosteroid yang diberikan kepada


domba betina dapat mempercepat pematangan paru janin preterm, Liggins dan
Howie (1972) melakukan studi acak untuk mengevaluasi efek betametason yang
diberikan pada ibu (12 mg secara intramuskular dalam dua dosis, selang 24 jam)
untuk mencegah gawat nafas pada bayi preterm yang kemudian dilahirkan. Bayi –
bayi yang dilahirkan sebelum minggu ke-34 mengalami penurunan signifikan insiden
gawat nafas dan kematian neonatal akibat penyakit membran hialin bila kelahirannya
ditunda sekurang-kurangnya 24 jam setelah selesai pemberian betametason 24 jam
kepada ibu sampai 7 hari setelah selesai terapi steroid
 Glack (1979) menekankan bahwa produksi surfaktan kemungkinan dipercepat jauh
sebelum aterm pada kehamilan yang dipersulit oleh sejumlah kondisi dan stress
pada ibu atau janin. Seperti penyakit ginjal kronis, kardiovaskuler kronis, hipertensi
kehamilan, kecanduan heroin, pertumbuhan janin terhambat, infark plasenta,
korioamnionitis, atau ketuban pecah preterm. Pandangan ini dianut secara luas
meskipun data terbaru menyangkal hubungan ini
 Owen dak (1990) menyimpulkan bahwa suatu kehamilan yang mengalami “stress”
(terutama hipertensi pada kehamilan) tak banyak memberi keuntungan terhadap
ketahanan hidup janin. Demikian pula Hallal dan Bottoms (1993) mengkaji 1395
kehamilan yang dilahirkan pada usia gestasi antara 24 dan 35 minggu serta
menemukan bahwa ketuban pecah dini tidak berkaitan dengan pematangan paru
yang lebih cepat.
 Kortikosteroid mempercepat produksi surfaktan dari pneumosit dan mengurangi
insiden kematian neonatus, perdarahan intraserebral, dan enterokolitis. Dosis
betametason yang dianjurkan adalah 12.0 mg intramuskular, diulang dalam 24 jam.7
Deksametason diberikan dalam dosis 5 mg dengan interval 6 jam hingga tercapai
dosis total 20 mg. Pemberian kortikosteroid harus dimulai 24-48 jam sebelum
persalinan.8 Kortikosteroid diberikan untuk menginduksi pematangan paru janin pada
kehamilan 24 sampai 34 minggu jika tidak ditemukan tanda-tanda infeksi. Pemberian
kortikosteriod pada kehamilan kurang dari 23 minggu masih kontroversi. Pemberian
kortikosteroid pada kehamilan kurang dari 23 minggu tidak berguna untuk
memperbaiki keadaan pernafasan karena pada janin kurang dari 23 minggu belum
terbentuk sel pneumosit yang memproduksi surfaktan.
 Penelitian-penelitian yang dimulai tahun 1970an, yang menindaklanjuti
perkembangan anak-anak yang diberi terapi antenatal kortikosteroid sampai umur 12
tahun tidak memperlihatkan efek buruk dibidang perkembangan saraf jangka
panjang. Hal ini diukur berdasarkan adanya gangguan belajar, perilaku, dan motorik
atau sensorik (National Institute of Health Consensus Development Panel, 1995).
Namun terdapat efek jangka pendek pada ibu, antara lain edema paru, infeksi dan
pengendalian glukosa yang lebih sulit pada ibu diabetik. Tidak dilaporkan adanya
efek jangka panjang pada ibu.
 Kortikosteroid tidak hanya mempengaruhi pematangan paru saja, melainkan juga
merangsang persalinan. Jenssen dan Wright (1977), Mati dkk (1973) melaporkan
bahwa kortikosteroid dapat menginduksi persalinan pada manusia lebih dari 20 tahun
yang lalu. Selain itu, Elliot dan Radin (1995) mengkonfirmasi bahwa kortikosteroid
menginduksi kontraksi uterus dan persalinan preterm pada manusia.
 Esplin dkk (2000) membandingkan perkembangan mental dan psikomotor pada 429
bayi dengan berat lahir rendah yang terpajan dua kali atau lebih pemberian
kortikosteroid antenatal dengan bayi yang terpajan satu kali pemberian atau tidak
mendapatkan pajanan sama sekali. Mereka tidak menemukan adanya manfaat pada
dosis berulang. Pajanan terhadap pemberian kortikosteroid berulang secara
independen dan signifikan diikuti dengan perkembangan psikomotor yang abnormal
 Vermillion dkk (2000) dalam sebuah analisis terhadap 453 bayi, menetapkan bahwa
sepsis neonatorum awitan dini, korioamnionitis dan kematian neonatal secara
signifikan berhubungan dengan pemberian betametason dosis multiple pada ibu.
Thorp (2000) dan Guinn (2001) dkk melakukan percobaan prospektif besar dan tidak
menemukan manfaat pada pemberian steroid berulang. Dilaporkan terdapat
penurunan lingkar kepala yang signifikan pada bayi-bayi yang terpajan steroid.
Mercer dkk (2001) melaporkan penurunan berat dan panjang badan lahir yang
bergantung dosis pada neonatus yang terpajan terapi steroid antenatal.

10. Penanganan Dalam Persalinan


 Semua persiapan untuk resusitasi dan perawatan bayi prematur disediakan.
Golongan darah ibu sudah ditentukan dan persediaan darah diadakan mengingat
kemungkinan perdarahan post partum lebih besar.
 Kala I diperlakukan seperti biasa bila anak pertama letaknya memanjang. Karena
sebagian besar persalinan kembar bersalin prematur, maka pemakaian sedativa
perlu dibatasi. Episiotomi mediolateral dikerjakan untuk memperpendek kala
pangeluaran dan mengurangi tekanan pada kepala bayi.
 Setelah bayi pertama lahir, segera dilakukan pemeriksaan luar dan vagina untuk
mengetahuio letak dan keadaan janin kedua. Bila janin dalam letak memanjang,
selaput ketuban dipecahkan dan air ketuban dialirkan perlahan-lahan untuk
menghindari prolapsus funikuli. Penderita dianjurkan meneran atau dilakukan
tekanan terkendali pada fundus uteri, agar bagian bawah janin masuk dalam panggul
dan lahir spontan karena jalan lahir telah dillui anakpertama.
 Tenggang waktu antara lahirnya anak pertama dan kedua adalah 5 sampai 15 menit.
Kelahiran anak kedua kurang dari 5 menit setelah anak pertama lahir, dengan
tindakan yang cepat ini dapat menimbulkan trauma persalinan pada anak. Kelahiran
anak kedua lebuh dari 30 menit dapat mnimbulkan insufisiensi uteroplasenta, karena
berkurangnya volume uterus dan juga dapa terjadi solutio plasenta sebelum anak
kedua diulahirkan.
 Seksio sesaria pada kehamilan kembar dilakukan atas indikasi janin pertama dalam
letak lintang, prolapsus funikuli, plasenta previa, dll.

Anda mungkin juga menyukai