LAPORAN PENDAHULUAN
CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang bersifat progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer & Bare,
2002).
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, hal ini terjadi bila laju
B. Etiologi
1) Infeksi seperti pielonefritis kronik.
2) Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri renalis.
4) Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit polikistik ginjal, dan asidosis
tubulus.
5) Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, dan
amiloidosis.
6) Penyakit ginjal obstruktif seperti pembesaran prostat, batu saluran kemih, dan refluks
ureter.
7) Hiperkalemia : suatu kondisi yang menunjukkan adanya kelebihan kadar potasium di
dalam aliran darah. Penderita hiperkalemia sering kali tidak menunjukkan gejala,
tetapi beberapa orang mengalami denyut jantung yang tidak beraturan, denyut nadi
yang lambat dan lemah, kelelahan, lemas, kesulitan bernafas, dan mual.
C. Klasifikasi :
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
-
Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
Stadium 2
mL/menit/1,73 m2
-
Stadium 3
Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat
digunakan dengan rumus :
Clearance Creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat
iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan
cegukan,
kedutan
otot,
kejang,
perubahan
tingkat
kesadaran,
tidak
mampu
berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan Muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
( kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f.
Gangguan Endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
E. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth,
2001 : 1448).
F. Pemeriksaan Diagnostik
1) Gambaran laboratoris
Tes berikut dapat diindikasikan:
Elektrolit serum, BUN, dan kreatinin - BUN ini dan tingkat kreatinin akan meningkat
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Hiperkalemia atau tingkat bikarbonat
rendah dapat ada pada pasien dengan penyakit ginjal kronis.
Serum kalsium, fosfat, vitamin D, dan hormon paratiroid utuh (PTH) tingkat diperoleh
untuk mencari bukti penyakit tulang ginjal.
CBC hitung - Anemia normokromik normositik umumnya terlihat pada penyakit ginjal
kronis. Penyebab lain dari anemia harus disingkirkan.
Serum albumin - Pasien mungkin memiliki hipoalbuminemia karena hilangnya protein
urin atau malnutrisi.
Profil lipid - Sebuah profil lipid harus dilakukan pada semua pasien dengan penyakit
ginjal kronis karena risiko mereka terhadap penyakit kardiovaskular.
Urinalisis
- volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau tidak ada urine
-
ginjal berat)
- osmolalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular
- protein : derajat tinggi proteinuria (3+ s/d 4+)
2) Pemeriksaan pencitraan :
Plain x-ray abdomen - Terutama berguna untuk mencari batu radio-opak atau
nefrokalsinosis
Pyelogram intravena - Tidak umum digunakan karena potensi toksisitas kontras
intravena ginjal; sering digunakan untuk mendiagnosa batu ginjal
USG ginjal - ginjal echogenic kecil yang diamati pada gagal ginjal canggih. Ginjal
biasanya normal dalam ukuran nefropati diabetik maju, di mana ginjal yang terkena
dampak awalnya diperbesar dari hiperfiltrasi. Kelainan struktural, seperti ginjal
polikistik, juga dapat diamati.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a)
b)
Konservatif
-
Dialysis
- Peritoneal Dialysis
biasanya dilakukan pada kasus kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun
untuk mempermudah maka dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
Penatalaksanaan pasien yang menjalani hemodialisa
1. Diet dan masalah cairan
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat
adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk
akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam akan menumpuk pada serum pasien
dan bekerja sebagai toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut dikenal
dengan gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
2. Dampak diet rendah protein
Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan
demikian meminimalkan gejala. Diet ini tidak disukai penderita GGK karena merasa
disingkirkan ketika berada bersama orang lain karena ada beberapa pilihan makanan.
3. Pertimbangan medikasi
Obat yang diekresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang
memerlukan
obat-obatan
(preparat
glikosida
jantung,
antibiotik,
antiaritmia,
antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obatan
ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik.
Apabila seorang pasien menjalani dialis, semua jenis obat dan dosisnya harus
dievaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi yang sering merupakan bagian dari
susunan terapi dialisis, merupakan salah satu contoh dimana komunikasi, pendidikan
dan evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda.
c. Operasi
-
Pengambilan batu
Transplantasi ginjal
HEMODIALISA
Definisi
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisys jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa
minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease
(ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisa adalah
untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air
yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009). Menurut Nursalam (2006) hemodialisa
adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisa
digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang
membutuhkan dialisis waktu singkat.
Tujuan
1. Membuang produk sisa metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mengetahui tekanan banding antara darah dan
bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dan negatif (penghisap) dalam
kompartemen dialisat.
3. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Indikasi
1. Gagal ginjal akut
2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
3. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
4. Ureum lebih dari 200 mg/dl
5. PH darah kurang dari 7,1
6. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
7. Intoksikasi obat dan zat kimia
8. Sindrom Hepatorenal
Bentuk / Gambaran Peralatan Yang Digunakan
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Terdiri dari membran semi permeabel yang memisahkan kompartemen darah dan
dialisat.
2. Dialisat atau Cairan Dialisis
Yaitu cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini
dibuat dalam sistem bersih dengan air kran dan bahan kimia saring. Bukan merupakan
sistem yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial
terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat
menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeabel yang besar,
maka air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya
disediakan oleh pabrik komersildan umumnya digunakan oleh unit kronis.
3. Sistem Pemberian Dialisat
Yaitu alat yang mengukur pembagian proporsi otomatis dan alat mengukur serta
pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4. Aksesori Peralatan
a. Perangkat Keras, terdiri dari :
- Pompa darah, pompa infus untuk mendeteksi heparin
- Alat pemonitor suhu tubuh apabila terjadi ketidakamanan konsentrasi dialisat,
perubahan tekanan udara dan kebocoran darah.
b. Perangkat Disposibel yang digunakan selain ginjal buatan :
- Selang dialisis yang digunakan untuk mengalirkan darah antara dialiser dan pasien.
- Transfer tekanan untuk melindungi alat monitor dari pemajanan terhadap darah.
- Kantong cairan garam untuk membersihkan sistem sebelum digunakan.
Persiapan Pra Dialisis
Tingkat dan kompleksitas masalah-masalah yang timbul selama hemodialisa akan
beragam diantara pasien-pasien dan tergantung pada beberapa variabel. Untuk itu sebelum
proses hemodialisa, perlu dikaji terlebih dahulu tentang :
- Diagnosa penyakit
- Tahap penyakit
- Usia
- Masalah medis lain
- Nilai laboratorium
- Keseimbangan cairan dan elektrolit
- Keadaan emosi
Persiapan Peralatan
1. Jarum arteri
2. Selang normal saline
3. Dialiser
4. Bilik drip vena
5. Detektor
6. Port pemberian obat
7. Pemantau tekanan arteri
8. Pompa darah
9. Sistem pengalir dialiser
10. Pemantau tekanan vena
11. Jarum vena
12. Penginfus heparin
Prinsip Hemodialisa
a. Difusi
Adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam darah,
makin banyak yang berpindah ke dialisat
b. Osmosis
Adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan osmolitas
dan dialisat
c. Ultrafiltrasi
Adalah proses berpindahnya zar dan air karena perbedaan hidrostatik di dalam
darah dan dialisat
Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen
dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian
dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dializer merupakan lempengan rata atau
ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan bekerja
sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara
cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan
dialisat akan terjadi melalui membrane semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2002).
Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu difusi, osmosis,
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan
cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan
konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting
dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien
tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien)
ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui
penambahan tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis.
Tekanan negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan
memfasilitasi pengeluaran air (Suharayanto dan Madjid, 2009).
menerima jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukkan ke dalam
pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang akan mengalir melalui dializer.
Segmen vena fistula digunakan untuk memasukkan kembali (reinfus) darah yang sudah
didialisis.
3) Tandur
Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis, sebuah tandur
dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi,
material Gore-tex (heterograft) atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya
tandur tersebut dibuat bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan
fistula.
Sistem Kerja Dializer
Terdapat 2 (dua) tipe dasar dializer (Suharyanto dan Madjid, 2009), yaitu :
a. Pararel plate dialyzer
Pararel plate dializer, terdiri dari dua lapisan selotan yang dijepit oleh dua penyokong.
Darah mengalir melalui lapisan-lapisan membran, dan cairan dialisa dapat mengalir
dalam arah yang sama seperti darah, atau dengan daerah berlawanan.
b. Hollow Fiber atau capillary dialyzer
Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil, dan cairan dialisa
membasahi bagian luarnya. Aliran cairan dialisa berlawanan dengan arah aliran darah.
Suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan
dialisa. Bila sistem ini bekerja, darah mengalir dari penderita melalui tabung plastik (jalur
arteri), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke penderita melalui jalur vena.
Dialisat kemudian dimasukkan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di
luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah
dan dialisat terjadi di sepanjang membrane dialisis melalui proses difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi.
Komposisi cairan dialisis diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion
darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit
yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++,
Mg++, Cl-, asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat, dan fosfat dapat berdifusi
dengan mudah dari darah ke dalam cairan dialisis karena unsur-unsur ini tidak terdapat
dalam cairan dialisis. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam cairan
dialisis, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk
mengoreksi asidosis penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh penderita
menjadi bikarbonat. Glikosa dalam konsentrasi yang rendah (200 mg/100 ml)
ditambahkan ke dalam bak dialisis untuk mencegah difusi glukosa ke dalam bak dialisis
yang dapat mengakibatkan kehilangan kalori.
Heparin secara terus menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infuse lambat
untuk mencegah pembekuan. Bekuan darah dan gelembung udara dalam jalur vena
akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke aliran darah. Waktu yang
dibutuhkan seseorang untuk melakukan hemodialisa adalah tiga kali seminggu, dengan
setiap kali hemodialisa 3 sampai 5 jam.
Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar
penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/Minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika :
a.
b.
c.
d.
e.
ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
h. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak sesuai
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
KOMPLIKASI NYERI DADA AKIBAT HEMODIALISA PADA PASIEN DENGAN CKD
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan
menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.
Gangguan klirens renal adalah masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
(substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal). Ginjal kehilangan kemampuan
untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal yang mengakibatkan
terjadinya retensi cairan dan natrium. Ginjal tidak mampu membuang limbah sehingga hasil
metabolisme dan zat toksik kembali ke peredaran darah dan produksi substansi tertimbun
dalam darah dan mengakibatkan sindrom uremik. Terjadi penahanan cairan dan natrium
dapat meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Dilakukan dialysis untuk menggantikan fungsi ginjal dalam menetralisir elektrolit dan
cairan dalam tubuh. Penggunaan larutan dialisat asetat sebagai dialisat standart untuk
mengoreksi asidosis uremikum yang dan untuk mengimbangi kehilangan bikarbonat secara
difusi selama HD. Salah satu komplikasi yang ditimbulkan dar proses hemodialisa adalah
munculnya nyeri dada akibat adanya ultrafiltrasi yang cepat dan volume tinggi dapat
menyebabkan penarikan cairan yang berlebihan dan cepat ke dalam dialiser sehingga
menyebabkan penurunan volume cairan, penurunan PCO 2, elektrolit dalam tubuh yang
bersama dengan terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh dapat mengakibatkan hipovolemik
dan dapat terjadi nyeri dada pada pasien dengan CKD.
Pemeriksaan Fisik :
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:
Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental
dan banyak.
Tanda:
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa sputum.
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala:
Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak
nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan,
Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial,
pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala:
Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine
kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda:
Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit
gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda:
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur tulang,
defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
3.
INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung
dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a.
b.
c.
d.
d.
3.
Tujuan:
b.
atau
d.
e.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a.
b.
c.
d.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
d.
e.
Hemodyalisis access
o Warna kulit pada area shunt/fistula tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
o Hematoma pada area shunt minimal/tidak ada
o Edema perifer pada area distal shunt tidak ada
Pengetahuan : treatment
o Pasien mematuhi jadwal hemodialysis yang dianjurkan
Skin care
o Tanda-tanda inflamasi minimal
o Pasien mengerti cara perawatan vena shunt
Fluid overload severity
o Edema kaki tidak ada
o Kongesti vena tidak ada
o Peningkatan berat badan minimal
o Pusing tidak ada
o Kelemahan tidak ada
o Penambahan tekanan darah minimal
NIC :
Pre-hemodialisis
Pertahankan intake dan output
Kaji adanya pertambahan berat badan
Monitor site insersi vena danarteri
Monitor hasil lab jika diperlukan
Monitor vital sign
Intra hemodialysis
a. Monitor vital sign
b. Monitor blood flow
c. Monitor keadaan umum pasien: kelemahan, pusing, penurunan tekanan darah
secara tiba-tiba sebagaitan dan hipotensi, hipoglikemia
d. Kajiadanyanyeri yang tak tertahankan
e. Ajari teknik relaksasi napas dalam jika terjadi nyeri saat insersi
f. Monitor kestabilan alat hemodialisis
a.
b.
c.
d.
Post hemodialysis
Monitor vital sign
Monitor keadaan umum pasien
Ukur berat badan pasien
Monitor adanya edema pada lokasi insersi
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek GM, Butcher HW, Dochterman JM. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC)
ed5. St Louis: Mosby Elsevier.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologied 3. Jakarta: EGC.
Davey, P. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Herdman H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications
2012-2014. Oxford: Wiley Blacwell.
Mitchell, et al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit ed.7. Jakarta: EGC.
Morrhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2008. Nursing Outcomes Classification
(NOC) ed4. St Louis: Mosby Elsevier.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI
Williams, SH., Hopper. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing. Philadelphia: Davis
Comp.
PATHWAYS CKD
Obstruksi saluran
kemih
infeksi
vaskuler
zat toksik
reaksi
antigen
arteriosklerosis
tertimbun ginjal
Retensi urin
iritasi / cidera
jaringan
menekan saraf
perifer
hematuria
nyeri pinggang
GFR turun
GGK
sekresi protein
terganggu
sindrom uremia
perpospatemia
pruritis
gang.
integritas kulit
nausea, vomitus
resiko gangguan
nutrisi
gang.
keseimbangan
asam - basa
urokrom
tertimbun di
kulit
perubahan
warna kulit
iritasi lambung
mual,
muntah
tek. kapiler
naik
resiko
gangguan nutrisi
perdarahan
- hematemesis
- melena
anemia
Nyeri
dada
produksi Hb turun
oksihemoglobin
turun
suplai O2 kasar turun
intoleransi
aktivitas
COP turun
preload naik
beban jantung
naik
Komplikasi
HD
sekresi eritropoitis
turun
edema
(kelebihan volume cairan)
gastritis
Penurunan PCO2
bersamaan dengan sirkulasi
darah di luar tubuh
retensi Na
infeksi
Dialysis
(Hemodialisa
di RS)
anemia
RAA turun
metab. anaerob
syncope
(kehilangan kesadaran)
edema paru
gang. pertukaran gas
intoleransi aktivitas