A. Definisi CKD
CKD (Chronic Kidney Disease) atau yang biasa dikenal dengan gagal ginjal kronis
adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia ( urea
dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal ). Selain itu, gagal ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya
berlangsung selang beberapa tahun dan tidak reversible). (Nursalam, & Batticaca, F. B.
2008).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2015).
B. Etiologi
Pada klien yang mengalami gagal ginjal kronik biasanya terjadi penurunan fungsi
renal yang disebabkan karena produk aktif metabolisme protein tertimbun dalam darah,
sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan memengaruhi seluruh system tubuh.
Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala gagal ginjal kronik semakin
berat. Selain terjadinya penurunan fungsi renal, ada juga fungsi lain yang mengalami
gangguan, seperti gangguan clearance renal yang terjadi akibat penurunan jumlah
glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa
clearance kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukkan penurunan clearance
kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. (Brunner & Suddarth, 2001).
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF (Congestive Hearth
Failure), dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angiotensin
dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosterone. Kehilangan garam
mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan
perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk.Asidosis metabolik akibat
ginjal tidak mampu mensekresi asam (H⁺) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat
tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH₃⁻) dan mengabsorpsi natrium
bikarbonat (HCO₃⁻). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain terjadi. ( Barbara C
Long, 1996).
C. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
( Barbara C Long, 1996, 368)
D. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal
F. Komplikasi
Gejala komplikasi pada gagal ginjal kronik menurut Nursalam, & Batticaca, F. B.
(2008), yaitu:
a) Hipertensi
b) Anemia
c) Penyakit kardiovaskuler
d) Gangguang mineral dan tulang,
e) Nuropati periferal,
f) Gangguan kognitif,
g) Peningkatan infeksi,
h) Malnutrisi dan penurunan fungsi organ
i) Osteodistrofil renal
j) Asidosis metabolic
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges(2012) adalah :
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atauurine tidak ada
(anuria).
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkanoleh pus, bakteri, lemak,
pertikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
d) Klirens kreatinin, mungkin menurun
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi
natrium.
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus.
2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, biasanya kurang dari 7-8
gr
b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan.
e) Magnesium fosfat meningkat
f) Kalsium menurun
g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapatmenunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahancairan, penurunan pemasukan atau sintesa
karena kurangasam amino esensial.
h) Osmolaritas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.
3) Pemeriksaan radiologik
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB):
menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandungkemih, dan adanya obstruksi (batu).
b) Pielogramginjal :mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler,
masa.
c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandungkemih, refluks kedalam
ureter dan retensi.
d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanyamasa, kista, obstruksi
pada saluran perkemuhan bagian atas.
e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untukmenentukan
seljaringan untuk diagnosis hostologis.
f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi:dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa. Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia, dan gangguan
elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapatmenunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi.
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan danposisi ginjal, ukuran dan
bentuk ginjal.
j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn tumor).
k) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya
lesi invasif ginjal.
l) Pemeriksaan Laboratorium
Pemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal
ginjal kronik, menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat gagal
ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu
diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju LFG (filtrasi
glomerulus).
m) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible
seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah
proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai karena merupakan
tindakan yang non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus.
n) Foto Polos Abdome
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
o) Pemeriksaan Pielografi Retrogad
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
p) Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat penumpukan cairan
(fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.
UREMIKUM ENCEPHALOPATHY
Ensefalopati Metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang ditandai dengan:
Urea berasal dari hasil katabolisme protein. Protein dari makanan akan mengalami
perombakan di saluran pencernaan (duodenum) menjadi molekul sederhana yaitu asam amino.
Selain asam amino, hasil perombakan protein juga menghasilkan senyawa yang mengandung
unsur nitrogen (N), yaitu amonia (NH3). Asam amino tersebut merupakan produk dari
perombakan protein yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Sedangkan amonia merupakan
senyawa toksik yang bersifat basa dan akan mengalami proses detoksifikasi di hati menjadi
senyawa yang tidak toksik, yaitu urea melalui siklus urea. Selain itu, urea juga disintesis di hati
melalui siklus urea yang berasal dari oksidasi asam amino. Pada siklus urea, kelompok asam
amino (amonia dan L-aspartat) akan diubah menjadi urea. Produksi urea di hati diatur oleh N-
acetylglutamate. Urea kemudian mempunyai sifat yang mudah berdifusi dalam darah dan
diekskresi melalui ginjal sebagai komponen urin, serta sejumlah kecil urea diekskresikan melalui
keringat.
Uremia lebih sering terjadi pada chronic kidney disease (CKD), tetapi dapat juga terjadi
pada acute renal failure (ARF) jika penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat. Hingga
sekarang, belum ditemukan satu toksin uremik yang ditetapkan sebagai penyebab segala
manifestasi klinik pada uremia.
1. Definisi
Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik akut maupun subakut yang
terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan nilai kadar
Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt. Sebutan “uremic encephalopathy
sendiri memiliki arti gejala neurologis non spesifik pada uremia.
2. Gejala klinis
Apatis, fatig, iritabilitas merupakan gejala dini. Selanjutnya, terjadi konfusi, gangguan
persepsi sensoris, halusinasi, dan stupor. Gejala ini dapat berfluktuasi dari hari ke hari, bahkan
dalam hitungan jam. Pada beberapa pasien, terutama pada pasien anuria, gejala ini dapat
berlanjut secara cepat hingga koma. Pada pasien lain, halusinasi visual ringan dan gangguan
konsentrasi dapat berlanjut selama beberapa minggu.
Pada gagal ginjal akut, clouded sensorium selalu disertai berbagai gangguan motorik, yang
biasanya terjadi pada awal ensefalopati. Pasien mulai kedutan, jerk dan dapat kejang. Twitch
dapat meliputi satu bagian otot, seluruh otot, atau ekstremitas,aritmik, asinkron pada kedua sisi
tubuh pada saat bangun ataupun tidur. Pada beberapa waktu bisa terdapat fasikulasi, tremor
aritmik, mioklonus, khorea, asterixis, atau kejang. Dapat juga terjadi phenomena motorik yang
tidak terklasifikasi, yang disebut uremic twitch-convulsive syndrome.
Jika keadaan uremia memburuk, pasien dapat jatuh dalam keadaan koma. Jika asidosis
metabolik yang mengikuti tidak dikoreksi, akan terjadi pernapasan Kussmaul yang berubah
sebelum kematian, menjadi pernapasan Cheyne-Stokes.
3. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan jumlah sel darah lengkap untuk mendeteksi leukositosis, yang mungkin
menunjukkan penyebab infeksi dan menentukan apakah terdapat anemia. (Anemia dapat
berkontribusi pada keparahan perubahan mental.)
2. Pemeriksaan kalsium serum, fosfat, dan kadar PTH untuk menentukan adanya
hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan hiperparatiroidisme yang parah, yang menyebabkan
ensefalopati metabolik.
3. Kadar magnesium serum mungkin meningkat pada pasien dengan insufisiensi ginjal,
terutama jika pasien mengkonsumsi magnesium yang mengandung antasida.
Hipermagnesemia mungkin bermanifestasi sebagai ensefalopati.
4. Elektrolit, BUN, kreatinin, dan glukosa
a. Peningkatan kadar BUN dan kreatinin terlihat pada ensefalopati uremik.
b. Pemeriksaan elektrolit serum dan pengukuran glukosa untuk menyingkirkan
hiponatremia, hipernatremia, hiperglikemia, dan sindrom hiperosmolar sebagai
penyebab ensefalopati.7
5. Kadar obat dalam darah
a. Menentukan kadar obat karena obat dapat terakumulasi pada pasien dengan gagal
ginjal dan berkontribusi untuk ensefalopati (misalnya, digoxin, lithium).
b. Beberapa obat tidak dapat dideteksi dan diekskresikan oleh ginjal. Ini juga dapat
terakumulasi pada pasien dengan gagal ginjal, sehingga terjadinya ensefalopati
(misalnya, penisilin, cimetidine, meperidin, baclofen).
4. Penatalaksanaan
Koreksi anemia dengan eritropoetin rekombinan pada pasien dialisis dengan target Hb
11 sampai 12 g/dl dapat berhubungan dengan meningkatnya fungsi kognitif dan
menurunkan perlambatan pada EEG.
5. Dialisis
Hemodialisis adalah prosedur tindakan untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa atau
racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membran semipermiabel dimana
zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan
darah kembali ke dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan arti dari hemo yang berarti darah dan
dialisis yang berarti memindahkan.
TUJUAN HEMODIALISIS
Alat hemodialisis merupakan alat yang berada di luar tubuh yang dipergunakan sebagai
pengganti fungsi ginjal dan pemakaiannya biasanya dilakukan pada pasien yang menderita gagal
ginjal tahap akhir. Karena hemodialisis merupakan terapi untuk mengganti fungsi ginjal yang
rusak, maka hemodialsis memilki tujuan yang sama dengan fungsi ginjal, seperti membersihkan
produk-produk dalam tubuh yang bersifat racun, mengeluarkan kelebihan garam, dan
mengeluarkan kelebihan air. Hemodialisis juga dapat membantu dalam mengontrol tekanan
darah dan menjaga keseimbangan ion-ion yang penting dalam tubuh, seperti kalium, natrium,
kalsium, dan bikarbonat. Terapi dengan menggunakan hemodialisis ini tidak bertujuan untuk
mengembalikan fungsi ginjal, melainkan hanya mengganti sebagian fungsi ginjal agar dapat
meminimalisasi kerusakan organ yang lain.
Dialysis encephalopathy
Beberapa pasien yang menjalani dialisis dalam waktu lama dapat mengalami dialysis
encephalopathy atau dialysis dementia. Keadaan ini subakut, progresif dan seringkali fatal.
Gejalanya antara lain disartria, apraksia, perubahan kepribadian, psikosis, mioklonus, kejang dan
demesia. Pada sebagian besar kasus, keadaan ini dapat menyebabkan kematian dalam 6 bulan.
H. Pathway
\
Zat toksik Vaskular Infeksi
GFR turun
GGK
Koma
Sekresi protein terganggu Retensi Na
Penurunan Kapasitas
Adaptif Intracranial
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. J.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS
DI RUANG ICU
Tanggal :
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. DATA UMUM
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : NY J.S
Umur : 55 tahun
Suku / bangsa : Minahasa/Indonesia
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : SEA SATU JAGA Vll
Status perkawinan : Nikah
Diagnosa Medis : CKD On HD
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : TN . I
Umur : 35 tahun
Suku / bangsa : Minahasa/Indonesia
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : SEA SATU JAGA Vll
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien baru dari rawat inap jam 01.15 (4-3-22), kesadaran
apatis, gcs E4M4V4 sblm masuk ruang icu lemah badan, mual dan muntah
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menderita hipertensi, stroke
5. Riwayat Kesehatan keluarga
Keluarga mengatakan kelurga dari pasien memiliki penyakit hipertensi, diabetes militus
Temp : 36,0 oC
SPO2 : 99%
4. Kepala :
Bentuk : Mesochepal
Rambut : Hitam sedikit berubah putih, kusam
5. Mata
Palpebra : Tidak edema, konjungtiva anemis, sklera isokor, pupil : tidak ikterik, reflek
cahaya +/+, alat bantu : tidak ada,
6. Hidung
Simetris, tidak ada sekret dan tidak ada polip, terpasang ngt di hidung kanan
7. Telinga
Ada serumen, normal
8. Mulut / tenggorokan
Simetris, kotor, mukosa bibir kering, bibir pasien terlihat kering dan pucat
9. Dada
Paru-paru : Simetris ka/ki sama, tidak ada jejas, vocal premitus sama, Suara paru
sonor, Suara nafas vesikuler, ronkhi negatif, whezzing negative
10. Ekskremitas
Kekuatan otot : atas 4/1, bawah 4/1, akral hangat, terpasang infus tangan kanan, ada
odema di extermitas bawah
11. Data Penunjang
a. Laboratorium :
Hemoglobin : 6,6 g/dl
Leukosit : 7,7 10^3/uL
Ureum : 137 mg/dL
Kreatinin : 5,3 mg/dL
Natrium : 138 mg/dL
Kalium : 4,1 mg/dL
Chlorida : 101 mg/dL
b. Terapi :
Ondan 3x1 amp
Citicolin 2x1
mecobalamin 1x1
levofloxacin 1x500mg/ 48 jam
Candesartan 16mg 0-0-1
Amlodipin 10 mg 1-0-0
B com 2x1
Simvastatin 10mg 0-0-1
Transfusi 1 kolf PRC intra HD
c. Diet :
Saat ini pasien puasa karena ngt berwarna hitam
D. Analisis Data
DATA ETIOLOGI PROBLEM
Data Subjektif : Peningkatan Penurunan kapasitas adaptif
a. Keluarga pasien uremia di intracranial
mengatakan berbicara pembuluh darah
tidak jelas
Zat toksik
Data Objektif : terhadap otak
a. Kesadaran : Apatis .
GCS : E4M4V4 Penurunan
b. Pasien berbicara tidak kesadaran
jelas
c. Pasian tidak koperatif
d. Pasien gelisah
Data Objektif :
b. Bibir pasien terlihat
kering dan pucat
c. Terpasang ngt, ngt di
alirkan warna
kehitaman.
d. Terdapat penurunan
berat badan dalam 3
bulan terakhir dari
awalnya BB adalah
65 Kg menjadi 60 Kg
e. Saat ini pasien puasa
karena ngt berwarna
hitam
b. Oedema extremitas
Volume
bawah interstisial
c. Diuresis
menggunakan alat
Edema
bantu Jenis : Folley
Chateter
d. Hemoglobin :
6,6 g/dl
E. Diagnosa Keperawatan & Prioritas Diagnosa
1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial b/d Zat toksik terhadap otak
2. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Prod asam lambung naik
3. Hipervolemia b/d Retensi Na
F. INTERVENSI
Pemantauan cairan
Observasi
JAM
Observasi
Jam 11.00
1. Mengobservasi frekuensi dan
kekuatan nadi
N: 94x/menit, nadi kuat
2. Mengobservasi frekuensi
Jam 11.00 napas
RR: 20x/menit
3. Mengobservasi tekanan darah
Jam 11.00 TD:164/92 mmHg, map : 102
mmhg
4. Mengobservasi waktu
Jam 11.00
pengisian kapiler, CRT < 2
detik
5. Mengobservasi turgor kulit
Jam 06.30
baik
6. Monitor intake dan output
Jam 14.00
cairan I = 210 ml/7jam, 0:
urine :20, ngt 20ml, total 40ml
3. IMPELENTASI DAN EVALUASI
JAM
1
05/03/2022 1 Mengobservasi ku dan vital S: -
Jam 08.00 sign
O: ku: Berat Kes :
TTV:
apatis E;4M5V4
TD:154/92mmHg, map
GCS :13 Kontak
103mmhg
dengan perawat +
N: 90x/menit
RR: 20x/menit TTV:
Jam 08.30 SB: 36,7C TD:154/92mmHg
Spo2: 98%
Map : 103 mmhg
2 Monitor tingkat kesadaran
Jam 08.20 N: 90x/menit
Kes : Apatis, E4M5V4
RR: 20x/menit
GCS :13 Kontak dengan
Jam 09.00 SB: 36,7C
perawat +
Spo2: 98%
Jam 09.20 3 Mengatur lingkungan yang
tenang Kontak dengan
Jam 08.00 4 Mengatur posisi semi perawat +
Fowler
A Masalah belum
5 Menghindari manuver
teratasi
valsava
6 Layani therapi sesuai P:Lanjutkan
intruksi dokter intervensi
Citicoline 500mg/iv
2
5/3/2022 1. Memonitor asupan dan S: -
Jam 08.15 keluarnya makanan dan
O: Klien sudah
cairan serta kebutuhan
mulai diit,
kalori pemberian
Jam 08.30 2. Memberikan penguatan nutrisi enteral
positif : motivasi klien bubur saring 30
Jam 08.30 bila banyak makan akan kkal/kgbb/hari,
cepat sembuh Ngt aff
3. Berkolaborasi dengan ahli A Masalah teratasi
gizi klien sudah mulai
P: Diit bertahap
diit, pemberian nutrisi
Jam 11.00
enteral bubur saring 30
kkal/kgbb/hari
4. Ngt aff
3
05/03/2022 Management Hipervolemia S: -
JAM
1
06/03/2022 1 Mengobservasi ku dan vital S: -
Jam 14.00 sign
O: ku: sedang
TTV:
Kes : CM
TD:141/89mmHg, map
E;4M6V5
94mmhg
GCS :15 Kontak
N: 90x/menit
dengan perawat +
RR: 20x/menit
Jam 14.30 SB: 36,7C TTV:
Spo2: 98% TD:141/89mmHg
2 Monitor tingkat kesadaran
Jam 15.20 Map : 94 mmhg
Kes : Apatis, E4M6V5
N: 90x/menit
GCS :15 Kontak dengan
Jam 16.00 RR: 20x/menit
perawat +
SB: 36,7C
Jam 15.20 3 Mengatur lingkungan yang
Spo2: 98%
tenang
Jam 20.00 4 Mengatur posisi semi Kontak dengan
Fowler perawat +
5 Menghindari manuver
A Masalah teratasi
valsava
6 Layani therapi sesuai P: -
intruksi dokter
Citicoline 500mg/iv
Levofloxacin 500mg/48jam
Asam folat 0,4 mcq
Bicnat 3x1
Candesartan 16 mg
2
06/03/2022 1. Edema diextremitas S: -
Jam 14.00 bawah berkurang
O: Intake output
Jam 21.00 2. Menghitung intake output
dan balance
dan balance cairan) I =
cairan) I = 360
360 ml/7jam, 0: urine :40,
ml/7jam, 0:
balance 320ml/7jam
Jam 14.00 urine :40,
3. Monitor status
balance
hemodinamik
320ml/7jam
TD:141/92mmHg, map
Edema
94mmhg
diextremitas
N: 90x/menit
bawah
RR: 16x/menit
berkurang
SB: 36,6 C
terpasang ivfd
Jam 21.00 Spo2: 98%
KN2 10 Tpm
4. Monitor intake dan output
A: Masalah belum
cairan
teratasi
I = 210 ml/7jam, 0:
Jam 14.15 urine :20, total 190ml P: Lanjutkan
5. Mengobservasi tanda intervensi
hemokonsentrasi adanya
Jam 14.30 edema di kedua kaki
6. Memonitor kecepatan
Jam 14.15
infus ; terpasang iv pump
7. Membatasi asupan cairan
15.00
dan garam
8. Mengatur tempat tidur 30o
DAFTAR PUSTAKA