Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT CKD ON HD PADA NY

J.S DI RUANG ICU RS Dr.J.H. Awaloei


LANDASAN TEORI

A. Definisi CKD
CKD (Chronic Kidney Disease) atau yang biasa dikenal dengan gagal ginjal kronis
adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia ( urea
dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal ). Selain itu, gagal ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya
berlangsung selang beberapa tahun dan tidak reversible). (Nursalam, & Batticaca, F. B.
2008).

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2015).

B. Etiologi
Pada klien yang mengalami gagal ginjal kronik biasanya terjadi penurunan fungsi
renal yang disebabkan karena produk aktif metabolisme protein tertimbun dalam darah,
sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan memengaruhi seluruh system tubuh.
Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala gagal ginjal kronik semakin
berat. Selain terjadinya penurunan fungsi renal, ada juga fungsi lain yang mengalami
gangguan, seperti gangguan clearance renal yang terjadi akibat penurunan jumlah
glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa
clearance kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukkan penurunan clearance
kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. (Brunner & Suddarth, 2001).
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF (Congestive Hearth
Failure), dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angiotensin
dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosterone. Kehilangan garam
mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan
perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk.Asidosis metabolik akibat
ginjal tidak mampu mensekresi asam (H⁺) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat
tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH₃⁻) dan mengabsorpsi natrium
bikarbonat (HCO₃⁻). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain terjadi. ( Barbara C
Long, 1996).

C. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
( Barbara C Long, 1996, 368)

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya


diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 :
1448).Klasifikasi

Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum


normal dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

D. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.

b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.

c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.

d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.

e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.

g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa

biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.

h. System hematologi

anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga


rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.

Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )

- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )

c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal

F. Komplikasi
Gejala komplikasi pada gagal ginjal kronik menurut Nursalam, & Batticaca, F. B.
(2008), yaitu:
a) Hipertensi
b) Anemia
c) Penyakit kardiovaskuler
d) Gangguang mineral dan tulang,
e) Nuropati periferal,
f) Gangguan kognitif,
g) Peningkatan infeksi,
h) Malnutrisi dan penurunan fungsi organ
i) Osteodistrofil renal
j) Asidosis metabolic

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges(2012) adalah :
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atauurine tidak ada
(anuria).
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkanoleh pus, bakteri, lemak,
pertikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
d) Klirens kreatinin, mungkin menurun
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi
natrium.
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus.

2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, biasanya kurang dari 7-8
gr
b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan.
e) Magnesium fosfat meningkat
f) Kalsium menurun
g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapatmenunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahancairan, penurunan pemasukan atau sintesa
karena kurangasam amino esensial.
h) Osmolaritas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.

3) Pemeriksaan radiologik
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB):
menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandungkemih, dan adanya obstruksi (batu).
b) Pielogramginjal :mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler,
masa.
c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandungkemih, refluks kedalam
ureter dan retensi.
d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanyamasa, kista, obstruksi
pada saluran perkemuhan bagian atas.
e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untukmenentukan
seljaringan untuk diagnosis hostologis.
f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi:dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa. Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia, dan gangguan
elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapatmenunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi.
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan danposisi ginjal, ukuran dan
bentuk ginjal.
j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn tumor).
k) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya
lesi invasif ginjal.
l) Pemeriksaan Laboratorium
Pemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal
ginjal kronik, menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat gagal
ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu
diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju LFG (filtrasi
glomerulus).
m) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible
seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah
proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai karena merupakan
tindakan yang non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus.
n) Foto Polos Abdome
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
o) Pemeriksaan Pielografi Retrogad
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
p) Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat penumpukan cairan
(fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.

UREMIKUM ENCEPHALOPATHY

Uremikum encephalopathy merupakan salah satu bentuk dari ensefalopati metabolik.


Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang global yang menyebabkan
terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku dan kejang yang disebabkan oleh kelainan
pada otak maupun diluar otak.

Ensefalopati Metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang ditandai dengan:

1. Penurunan kesadaran sedang sampai berat

2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi

3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak

4. Tanpa di sertai tanda – tanda infeksi bacterial yang jelas

Urea berasal dari hasil katabolisme protein. Protein dari makanan akan mengalami
perombakan di saluran pencernaan (duodenum) menjadi molekul sederhana yaitu asam amino.
Selain asam amino, hasil perombakan protein juga menghasilkan senyawa yang mengandung
unsur nitrogen (N), yaitu amonia (NH3). Asam amino tersebut merupakan produk dari
perombakan protein yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Sedangkan amonia merupakan
senyawa toksik yang bersifat basa dan akan mengalami proses detoksifikasi di hati menjadi
senyawa yang tidak toksik, yaitu urea melalui siklus urea. Selain itu, urea juga disintesis di hati
melalui siklus urea yang berasal dari oksidasi asam amino. Pada siklus urea, kelompok asam
amino (amonia dan L-aspartat) akan diubah menjadi urea. Produksi urea di hati diatur oleh N-
acetylglutamate. Urea kemudian mempunyai sifat yang mudah berdifusi dalam darah dan
diekskresi melalui ginjal sebagai komponen urin, serta sejumlah kecil urea diekskresikan melalui
keringat.

Sedangkan uremia adalah suatu sindrom klinis yang berhubungan dengan


ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan hormon serta abnormalitas metabolik yang berkembang
secara paralel dengan menurunnya fungsi ginjal. Uremia sendiri berarti ureum di dalam darah.

Uremia lebih sering terjadi pada chronic kidney disease (CKD), tetapi dapat juga terjadi
pada acute renal failure (ARF) jika penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat. Hingga
sekarang, belum ditemukan satu toksin uremik yang ditetapkan sebagai penyebab segala
manifestasi klinik pada uremia.

1. Definisi

Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik akut maupun subakut yang
terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan nilai kadar
Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt. Sebutan “uremic encephalopathy
sendiri memiliki arti gejala neurologis non spesifik pada uremia.

2. Gejala klinis

Apatis, fatig, iritabilitas merupakan gejala dini. Selanjutnya, terjadi konfusi, gangguan
persepsi sensoris, halusinasi, dan stupor. Gejala ini dapat berfluktuasi dari hari ke hari, bahkan
dalam hitungan jam. Pada beberapa pasien, terutama pada pasien anuria, gejala ini dapat
berlanjut secara cepat hingga koma. Pada pasien lain, halusinasi visual ringan dan gangguan
konsentrasi dapat berlanjut selama beberapa minggu.

Pada gagal ginjal akut, clouded sensorium selalu disertai berbagai gangguan motorik, yang
biasanya terjadi pada awal ensefalopati. Pasien mulai kedutan, jerk dan dapat kejang. Twitch
dapat meliputi satu bagian otot, seluruh otot, atau ekstremitas,aritmik, asinkron pada kedua sisi
tubuh pada saat bangun ataupun tidur. Pada beberapa waktu bisa terdapat fasikulasi, tremor
aritmik, mioklonus, khorea, asterixis, atau kejang. Dapat juga terjadi phenomena motorik yang
tidak terklasifikasi, yang disebut uremic twitch-convulsive syndrome.
Jika keadaan uremia memburuk, pasien dapat jatuh dalam keadaan koma. Jika asidosis
metabolik yang mengikuti tidak dikoreksi, akan terjadi pernapasan Kussmaul yang berubah
sebelum kematian, menjadi pernapasan Cheyne-Stokes.

Ringan Sedang Berat


Anoreksia Muntah Gatal
Mual Lamban Gangguan
orientasi
Insomnia Mudah lelah Kebingungan
“restlessness” Mengantuk Tingkah laku aneh
Kurang atensi Perubahan pola tidur Bicara pelo
Tidak mampu Emosional Hipotermia
menyalurkan ide
Penurunan libido Paranoia Mioklonus
Penurunan kognitif Asterixis
Penurunan abstraksi Kejang
Penurunan Stupor
kemampuan seksual Koma

3. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan jumlah sel darah lengkap untuk mendeteksi leukositosis, yang mungkin
menunjukkan penyebab infeksi dan menentukan apakah terdapat anemia. (Anemia dapat
berkontribusi pada keparahan perubahan mental.)
2. Pemeriksaan kalsium serum, fosfat, dan kadar PTH untuk menentukan adanya
hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan hiperparatiroidisme yang parah, yang menyebabkan
ensefalopati metabolik.
3. Kadar magnesium serum mungkin meningkat pada pasien dengan insufisiensi ginjal,
terutama jika pasien mengkonsumsi magnesium yang mengandung antasida.
Hipermagnesemia mungkin bermanifestasi sebagai ensefalopati.
4. Elektrolit, BUN, kreatinin, dan glukosa
a. Peningkatan kadar BUN dan kreatinin terlihat pada ensefalopati uremik.
b. Pemeriksaan elektrolit serum dan pengukuran glukosa untuk menyingkirkan
hiponatremia, hipernatremia, hiperglikemia, dan sindrom hiperosmolar sebagai
penyebab ensefalopati.7
5. Kadar obat dalam darah
a. Menentukan kadar obat karena obat dapat terakumulasi pada pasien dengan gagal
ginjal dan berkontribusi untuk ensefalopati (misalnya, digoxin, lithium).
b. Beberapa obat tidak dapat dideteksi dan diekskresikan oleh ginjal. Ini juga dapat
terakumulasi pada pasien dengan gagal ginjal, sehingga terjadinya ensefalopati
(misalnya, penisilin, cimetidine, meperidin, baclofen).

4. Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan uremic encephalopathy, penyakit ginjal yang terjadi sangat


penting, karena pada keadaan irreversibel dan progresif, prognosis buruk tanpa dialisis dan
transplantasi renal. UE akut ditatalaksana dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis,
walaupun biasanya dibutuhkan waktu 1 sampai 2 hari dibutuhkan untuk mengembalikan
status mental. Kelainan kognitif dapatmenetap meskipun setelah dialisis. Kerugian dari
dialisis adalah sifat non-spesifik sehingga dialisis juga dapat menghilangkan komponen
esensial. Transplantasi ginjal juga dapat dipertimbangkan.12
Eliminasi toksin uremik juga dipengaruhi oleh uptake intestinal dan fungsi renal.
Uptake intestinal bisa dikurangi dengan mengatur diet atau dengan pemberian absorbent
secara oral. Studi menunjukkan untuk menurunkan toksin uremik dengan diet rendah
protein, atau pemberian prebiotik.atau probiotik seperti bifidobacterium. Menjaga sisa
fungsi ginjal juga penting untuk eliminasi toksin uremik.12
Dalam praktek klinis, obat antikonvulsan yang sering digunakan dalam menangani
kejang yang berhubungan dengan uremia adalah benzodiazepine untuk kejang myoklonus,
konvulsif atau non-konvulsif parsial kompleks atau absens; ethosuximide, untuk status
epileptikus absens; Fenobarbital, untuk status epileptikus konvulsif.13 Sementara itu,
gabapentin dapat memperburuk kejang myoklonik pada end stage renal disease. 14
Benzodiazepin (BZD) dan Fenobarbital bekerja meningkatkan aktivitas GABA dengan
berikatan pada kompleks reseptor GABA A, sehingga memfasilitasi GABA untuk berikatan
dengan reseptor spesifiknya. Terikatnya BZD menyebabkan peningkatan frekuensi
terbukanya channel klorida, menghasilkan hiperpolarisasi membran yang menghambat
eksitasi selular.15

Gambar 6. Mekanisme kerja Benzodiazepine15

Koreksi anemia dengan eritropoetin rekombinan pada pasien dialisis dengan target Hb
11 sampai 12 g/dl dapat berhubungan dengan meningkatnya fungsi kognitif dan
menurunkan perlambatan pada EEG.
5. Dialisis

Hemodialisis adalah prosedur tindakan untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa atau
racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membran semipermiabel dimana 
zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan
darah kembali ke dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan arti dari hemo yang berarti darah dan
dialisis yang berarti memindahkan.

TUJUAN HEMODIALISIS
Alat hemodialisis merupakan alat yang berada di luar tubuh yang dipergunakan sebagai
pengganti fungsi ginjal dan pemakaiannya biasanya dilakukan pada pasien yang menderita gagal
ginjal tahap akhir. Karena hemodialisis merupakan terapi untuk mengganti fungsi ginjal yang
rusak, maka hemodialsis memilki tujuan yang sama dengan fungsi ginjal, seperti membersihkan
produk-produk dalam tubuh yang bersifat racun, mengeluarkan kelebihan garam, dan
mengeluarkan kelebihan air. Hemodialisis juga dapat membantu dalam mengontrol tekanan
darah dan menjaga keseimbangan ion-ion yang penting dalam tubuh, seperti kalium, natrium,
kalsium, dan bikarbonat. Terapi dengan menggunakan hemodialisis ini tidak bertujuan untuk
mengembalikan fungsi ginjal, melainkan hanya mengganti sebagian fungsi ginjal agar dapat
meminimalisasi kerusakan organ yang lain.

Dialysis encephalopathy

Beberapa pasien yang menjalani dialisis dalam waktu lama dapat mengalami dialysis
encephalopathy atau dialysis dementia. Keadaan ini subakut, progresif dan seringkali fatal.
Gejalanya antara lain disartria, apraksia, perubahan kepribadian, psikosis, mioklonus, kejang dan
demesia. Pada sebagian besar kasus, keadaan ini dapat menyebabkan kematian dalam 6 bulan.
H. Pathway
\
Zat toksik Vaskular Infeksi

Reaksi antigen antibodi Arterio skerosis Tertimbun ginjal

Suplay darah ginjal turun

GFR turun

GGK

Koma
Sekresi protein terganggu Retensi Na

Peningkatan uremia Zat toksik terhadap Penurunan


Sindrom uremia di pembuluh darah otak kesadaran Total CES naik

Tes kapiler naik


Ggn keseimbangan asam basa Urokrom tertimbun di kulit Perpospatemia
Volume interstisial naik
Prod asam lambung naik Perubahan warna kulit Pruritis
Edema (kelebihan volume cairan)
Kerusakan
Neusea, vomitus Iritasi lambung
integritas kulit Pre load naik

Resiko Infeksi Resiko perdarahan Beban jantung naik


Gastritis Hematemesei Hipertrovi ventrikel kiri
Melena Resiko Hipovolemia

Mual, muntah Payah jantung kiri


Anemia
Ketidakseimbangan COP turun
Nutrisi Kurang Dari Keletihan
Kebutuhan Tubuh

Suplai O2 ke otak turun


Intoleransi Aktifitas
Syncope (kehilangan
kesadaran)

Penurunan Kapasitas
Adaptif Intracranial
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. J.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS

PENURUNAN KESADARAN ec. ENCHEPHALOPATY UREMIKUM

DI RUANG ICU

Tanggal :

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. DATA UMUM
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : NY J.S
Umur : 55 tahun
Suku / bangsa : Minahasa/Indonesia
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : SEA SATU JAGA Vll
Status perkawinan : Nikah
Diagnosa Medis : CKD On HD
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : TN . I
Umur : 35 tahun
Suku / bangsa : Minahasa/Indonesia
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : SEA SATU JAGA Vll
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien baru dari rawat inap jam 01.15 (4-3-22), kesadaran
apatis, gcs E4M4V4 sblm masuk ruang icu lemah badan, mual dan muntah
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menderita hipertensi, stroke
5. Riwayat Kesehatan keluarga
Keluarga mengatakan kelurga dari pasien memiliki penyakit hipertensi, diabetes militus

B. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL (DATA FOKUS)


1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya adalah merupakan cobaan Tuhan
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya adalah murung
c. Pasien tidak nyambung saat di anamnesa, gelisah
2. Pola Nutrisi dan metabolik
Sebelum sakit klien mengatakan makan 3x/hari dengan jenis makanan nasi, sayur, lauk
pauk, air putih 1 porsi habis, dan tidak ada keluhan
Setelah sakit
a. BB : 60 Kg
b. TB : 155 Cm
c. Terdapat penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir dari awalnya BB adalah
65 Kg menjadi 60 Kg
d. Menurut anak pasien asupan makan berkurang 2 hari terakhir dikarenakan rasa
mual, muntah dan tidak nafsu makan
Terpasang ngt, ngt di alirkan warna kehitaman.
e. Abdomen Inspeksi :
Bentuk : Bulat menonjol, Tidak ada bayangan vena, Tidak terlihat adanya
benjolan, Tidak ada luka operasi pada abdomen
Tidak terpasang drain Auskultasi : Bising Usus : 8x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
3. Pola eliminasi
Eliminasi BAB=
Sebelum sakit frek.BAB 1-2x/hari konsistensi lunak, bau khas, warna kekuningan,
tidak ada keluhan.
Ketika sakit belum ada BAB sejak 1 hari yang lalu.
Eliminasi BAK=
Sebelum sakit frek .BAK 4-6x/hari bau urine khas, warna kuning jernih, tidak ada
keluhan, total produksi urine 800-1200 ml/hari
Ketika sakit :
Kemampuan berkemih : Menggunakan alat bantu
Jenis : Folley Chateter
Ukuran : 16
Produksi urine 100 ml/hari
Warna : Kuning keruh
Bau : Khas urine
Tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih
4. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit = Dapat tidur 6-7jam pada malam hari & 1 jam pada siang hari.
Ketika sakit : Menurut anak pasien, pasien jarang beristirahat, tidur kurang lebih 1-2
jam dan bangun lagi.
5. Pola Kognitif Perseptual
Anak pasien mengatakan pasien bicara tidak jelas
6. Pola Mekanisme Koping
Sebelum sakit : klien mengatakan bila ada masalah berusaha diselesaikan secara
musyawarah.
Ketika sakit : tidak dapat di kaji
7. Pola Seksual-Reproduksi
Klien sudah mempunyai anak
8. Pola Peran-Berhubungan dengan orang lain
Seb.sakit : hubungan dengan keluarganya harmonis dan baik dengan masyarakat.
Ketika sakit tidak dapat di kaji
9. Pola Nilai dan Kepercayaan
Sebelum sakit sering beribadah di gereja setalah sakit hanya bisa berdoa di tempat
tidur.
C. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1. Kesadaran : Apatis . GCS : E4M4V4
2. Penampilan : Pucat
3. Tanda – Tanda Vital
TD : 170/99 mmHg
Nadi : 110 x/menit
RR : 18 x/menit

Temp : 36,0 oC
SPO2 : 99%
4. Kepala :
Bentuk : Mesochepal
Rambut : Hitam sedikit berubah putih, kusam
5. Mata
Palpebra : Tidak edema, konjungtiva anemis, sklera isokor, pupil : tidak ikterik, reflek
cahaya +/+, alat bantu : tidak ada,
6. Hidung
Simetris, tidak ada sekret dan tidak ada polip, terpasang ngt di hidung kanan
7. Telinga
Ada serumen, normal
8. Mulut / tenggorokan
Simetris, kotor, mukosa bibir kering, bibir pasien terlihat kering dan pucat
9. Dada
Paru-paru : Simetris ka/ki sama, tidak ada jejas, vocal premitus sama, Suara paru
sonor, Suara nafas vesikuler, ronkhi negatif, whezzing negative
10. Ekskremitas
Kekuatan otot : atas 4/1, bawah 4/1, akral hangat, terpasang infus tangan kanan, ada
odema di extermitas bawah
11. Data Penunjang
a. Laboratorium :
Hemoglobin : 6,6 g/dl
Leukosit : 7,7 10^3/uL
Ureum : 137 mg/dL
Kreatinin : 5,3 mg/dL
Natrium : 138 mg/dL
Kalium : 4,1 mg/dL
Chlorida : 101 mg/dL

b. Terapi :
Ondan 3x1 amp
Citicolin 2x1
mecobalamin 1x1
levofloxacin 1x500mg/ 48 jam
Candesartan 16mg 0-0-1
Amlodipin 10 mg 1-0-0
B com 2x1
Simvastatin 10mg 0-0-1
Transfusi 1 kolf PRC intra HD
c. Diet :
Saat ini pasien puasa karena ngt berwarna hitam

D. Analisis Data
DATA ETIOLOGI PROBLEM
Data Subjektif : Peningkatan Penurunan kapasitas adaptif
a. Keluarga pasien uremia di intracranial
mengatakan berbicara pembuluh darah

tidak jelas
Zat toksik
Data Objektif : terhadap otak
a. Kesadaran : Apatis .
GCS : E4M4V4 Penurunan
b. Pasien berbicara tidak kesadaran

jelas
c. Pasian tidak koperatif
d. Pasien gelisah

Data Subjektif : Ketidakseimbangan nutrisi kurang


Prod asam
a. Menurut anak pasien dari kebutuhan tubuh
lambung naik
asupan makan
berkurang 2 hari
Neusea, vomitus
terakhir dikarenakan
rasa mual, muntah Gastritis
dan tidak nafsu
makan Mual- Muntah

Data Objektif :
b. Bibir pasien terlihat
kering dan pucat
c. Terpasang ngt, ngt di
alirkan warna
kehitaman.
d. Terdapat penurunan
berat badan dalam 3
bulan terakhir dari
awalnya BB adalah
65 Kg menjadi 60 Kg
e. Saat ini pasien puasa
karena ngt berwarna
hitam

Data Subjektif : Retensi Na Hipervolemia


a.
Data Objektif : Total CES naik
a. Produksi urine 100
ml/24jam Ces kapiler naik

b. Oedema extremitas
Volume
bawah interstisial
c. Diuresis
menggunakan alat
Edema
bantu Jenis : Folley
Chateter
d. Hemoglobin :
6,6 g/dl
E. Diagnosa Keperawatan & Prioritas Diagnosa
1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial b/d Zat toksik terhadap otak
2. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Prod asam lambung naik
3. Hipervolemia b/d Retensi Na
F. INTERVENSI

DIAGNOSA Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Penurunan Setelah dilakukan asuhan Observasi :
kapasitas adaptif keperawatan selama 3 x 24jam
1. Identifikasi peningkatan TIK
intracranial b/d diharapkan pasien memenuhi
2. Monitor tanda/gejala peningkatan
Zat toksik KRITERIA HASIL :
TIK
terhadap otak  Buka mata terhadap stimulus
3. Monitor MAP (Mean Arterial
Data Subjektif : eksternal tidak terganggu
Pressure)
b. Keluarga  Orientasi kognitif tidak
Terapeutik :
pasien terganggu
mengatakan  Komunikasi yang tepat dengan 1. Minimalkan stimulus dengan
berbicara tidak situasi menyediakan lingkungan yang
jelas  Mematuhan perintah tenang
Data Objektif :  Respon motor untuk stimulasi 2. Berikan posisi semi Fowler
a. Kesadaran : berbahaya tidak terganggu 3. Hindari manuver valsava
Apatis . GCS : 4. Cegah terjadinyaa kejang
 Hadir untuk rangsangan
E4M4V4 5. Hindari penggunaan PEEP
lingkungan tidak teganggu
b. Pasien 6. Hindari pemberian cairan iv
 Aktifitas kejang tidak ada
berbicara tidak hipotonik
 Fleksi abnormal tidak ada
jelas Kolaborasi :
 Ekstensi abnormal tidak ada
c. Pasian tidak  Stupor tidak ada 1. Kolaborasi pemberian sedasi dan
koperatif  Tidak sadarkan diri tidak ada anti konsulvan, jika perlu
d. Pasien gelisah  Delirium tidak ada
 Koma tidak ada
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Gangguan Makan
kurang dari keperawatan selama 3x24 jam, maka Observasi :
kebutuhan tubuh
status nutrisimembaik dengan 1. Monitor asupan dan keluarnya
b/d Prod asam
lambung naik kriteria hasil : makanan dan cairan serta
 Kekuatan otot pengunyah kebutuhan kalori
Data Subjektif :
meningkat Terapiutik :
a. Menurut anak
pasien asupan  Kekuatan otot menelan 1. Berikan penguatan positif
meningkat terhadap keberhasilan target dan
makan
 Serum albumin meningkat perubahan perilaku
berkurang 2
hari terakhir  Ungkapan keinginan untuk Edukasi :
meningkat nutrisi meningkat 1. Ajarkan keterampilan koping
dikarenakan
 Pengetahuan tentang pilihan untuk penyelesaian masalah
rasa mual,
makanan/minuman yang sehat perilaku makan
muntah dan
meningkat Kolaborasi :
tidak nafsu
 Pengetahuan tentang standar Kolaborasi dengan ahli gizi
makan
asupan nutrisi yang tepat tentang target berat badan,

meningkat kebutuhan kalori dan pilihan


Data Objektif :
makanan
a. Bibir pasien  Penyiapan dan penyimpanan
terlihat kering makanan/ minuman yang aman
dan pucat meningkat
b. Terpasang ngt,  Sikap terhadap
ngt di alirkan makanan/minuman sesuai dengan
warna tujuan kesehatan meningkat
kehitaman.  Perasaan cepat kenyang menurun
c. Terdapat  Sariawan menurun
penurunan berat  Rambut rontok menurun
badan dalam 3
 Diare menurun
bulan terakhir
 Berat badan membaik
dari awalnya
 Nafsu makan membaik
BB adalah 65  Bising usus membaik
Kg menjadi 60  Index massa tubuh membaik
Kg  Tebal lipatan kulit triceps
d. Saat ini pasien membaik
puasa karena  Membran mukosa
ngt berwarna  Frekuensi makan membaik
hitam
2. Hipervolemia b/d Setelah diberikan intervensi selama Management Hipervolemia
Retensi Na 3 x 24 jam maka keseimbangan
Observasi
Data Subjektif : cairan meningkat, dengan kriteria
- hasil : 1. Periksa tanda dan gejala
Data Objektif : hypervolemia
 Asupan cairan meningkat
a. Produksi urine 2. Identifikasi penyebab
 Haluaran urine meningkat
100 ml/24jam hypervolemia
 Kelembaban membrane mukosa
b. Oedema 3. Monitor status hemodinamik
meningkat
extremitas 4. Monitor intake dan output cairan
 Edema menurun 5. Monitor tanda hemokonsentrasi
bawah
c. Diuresis  Dehidrasi menurun 6. Monitor kecepatan infus secara
menggunakan  Tekanan darah membaik ketat
alat bantu  Denyut nadi membaik 7. Monitor efek samping diuretic
Jenis : Folley  Membrane mukosa membaik
Chateter  Berat badan membaik Terapeutik
d. Hemoglobin :
1. Timbang berat badan setiap hari
6,6 g/dl
pada waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan keoala tempat tidur
30-40o
Edukasi

1. Anjurkan melapor jika haluaran


urine <0,5 ml/kg/jam dalam 6
jam
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1 kg dalam sehari
3. Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian diuretic


2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretic
3. Kolaborasi pemberian crrt, bila
perlu

Pemantauan cairan

Observasi

1. Monitor rekuensi dan kekuatan


nadi
2. Monitor frekuensi napas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor berat badanmonitor
waktu pengisian kapiler
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor jumlah, warna dan
berat jenis urine
7. Monitor kadar albumin dan
protein total
8. Monitor hasil pemeriksaan
urine
9. Monitor intake dan output
cairan
10. Identifikasi tanda-tanda
hipervolemia
11. Identifikasi factor risiko
ketidakseimbangan cairan
Terapeutik

1. Atur interval waktu pemantauan


sesuai dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
2. IMPELENTASI DAN EVALUASI

NO TANGGAL/ IMPELEMENTASI EVALUASI

JAM

1 04/03/2022 1 Mengobservasi ku dan vital sign S: -


Jam 01.15 TTV:
O: Ku: sedang Kes : Apatis
TD:160/99mmHg
E;4M4V4 GCS :10
N: 90x/menit
TTV:
RR: 18x/menit
TD:160/99mmHg
SB: 36C
N: 90x/menit
Spo2: 98%
Jam 01.15 RR: 18x/menit
2 Monitor tingkat kesadaran
SB: 36C
Kes : Apatis, E4M4V4 GCS :12
Jam 01.20 Spo2: 98%
3 Mengidentifikasi peningkatan
TIK, tidak ada tanda peningkatan A Masalah belum teratasi
tik
Jam 01.15 P:lanjutkan intervensi
4 Monitor MAP (Mean Arterial
Jam 01.20
Pressure) Map 96 Mmhg

Jam 01.30 5 Minimalkan stimulus dengan

Jam 01.30 menyediakan lingkungan yang

Jam 01.30 tenang


6 Mengatur posisi semi Fowler
Jam 08.00 7 Menghindari manuver valsava
8 Menghindari pemberian cairan iv
hipotonik, pemberian cairan KN2
10 Tpm
9 Layani therapi sesuai intruksi
dokter
Citicoline 500mg/iv

2 4/3/2022 1. Pasien masih di puasakan dan S: -


Jam 01.15 terpasang ngt dekompresi,
keluar residu warna hitam ±
O: Pasien masih di puasakan
50ml
dan terpasang ngt
Jam 08.30 2. Berkolaborasi dengan ahli gizi
dekompresi, keluar residu
jika pasien sudah mulai diit,
warna hitam ± 50ml
rencana pemberian nutrisi
A Masalah belum teratasi
enteral (bubur saring)
P:lanjutkan intervensi

3 04/03/2022 Management Hipervolemia S: -

Observasi O: Intake output dan


balance cairan) I = 210
Jam 01.15 1. Melakukan pemeriksaan
ml/7jam, 0: urine :10,
diextremitas bawah adanya
ngt 50ml, total 60ml,
edema pada kedua kaki dan
balance +150ml/7jam
pitting edema +
Jam 07.00 edema pada kedua kaki
2. Mengidentifikasi penyebab
dan pitting edema +,
hypervolemia ( menghitung
terpasang ivfd KN2 10
intake output dan balance
Tpm
cairan) I = 210 ml/7jam, 0:
A: Masalah belum teratasi
urine :10, ngt 50ml, total 60ml,

Jam 01.15 balance +150ml/7jam P: Lanjutkan intervensi


3. Monitor status hemodinamik
TD:160/99mmHg
N: 90x/menit
RR: 18x/menit
SB: 36C
Jam 07.00 Spo2: 98%
4. Monitor intake dan output
cairan
I = 210 ml/7jam, 0: urine :10,
ngt 50ml, total 60ml
5. Mengobservasi tanda
Jam 01.15 hemokonsentrasi adanya edema
di kedua kaki
6. Memonitor kecepatan infus
Jam 01.30 secara ketat dengan
pemasangan iv pump
Terapeutik

1. Berat badan tidak dapat di


Jam 01.15 timbang
2. Membatasi asupan cairan dan
Jam 01.15 garam, pasien di puasakan
3. Mengatur tempat tidur 30o
Edukasi

Jam 07.00 1. Melapor haluaran urine <0,5


ml/kg/jam dalam 7 jam kepada
dokter jaga
Jam 08.15 2. mengajarkan kepada anak
pasien cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
Kolaborasi
Jam 09.15
1. Kolaborasi rencana HD dan
transfuse darah intra HD
Pemantauan cairan

Observasi
Jam 11.00
1. Mengobservasi frekuensi dan
kekuatan nadi
N: 94x/menit, nadi kuat
2. Mengobservasi frekuensi
Jam 11.00 napas
RR: 20x/menit
3. Mengobservasi tekanan darah
Jam 11.00 TD:164/92 mmHg, map : 102
mmhg
4. Mengobservasi waktu
Jam 11.00
pengisian kapiler, CRT < 2
detik
5. Mengobservasi turgor kulit
Jam 06.30
baik
6. Monitor intake dan output
Jam 14.00
cairan I = 210 ml/7jam, 0:
urine :20, ngt 20ml, total 40ml
3. IMPELENTASI DAN EVALUASI

NO TANGGAL/ IMPELEMENTASI EVALUASI

JAM

1
05/03/2022 1 Mengobservasi ku dan vital S: -
Jam 08.00 sign
O: ku: Berat Kes :
TTV:
apatis E;4M5V4
TD:154/92mmHg, map
GCS :13 Kontak
103mmhg
dengan perawat +
N: 90x/menit
RR: 20x/menit TTV:
Jam 08.30 SB: 36,7C TD:154/92mmHg
Spo2: 98%
Map : 103 mmhg
2 Monitor tingkat kesadaran
Jam 08.20 N: 90x/menit
Kes : Apatis, E4M5V4
RR: 20x/menit
GCS :13 Kontak dengan
Jam 09.00 SB: 36,7C
perawat +
Spo2: 98%
Jam 09.20 3 Mengatur lingkungan yang
tenang Kontak dengan
Jam 08.00 4 Mengatur posisi semi perawat +
Fowler
A Masalah belum
5 Menghindari manuver
teratasi
valsava
6 Layani therapi sesuai P:Lanjutkan
intruksi dokter intervensi
Citicoline 500mg/iv

2
5/3/2022 1. Memonitor asupan dan S: -
Jam 08.15 keluarnya makanan dan
O: Klien sudah
cairan serta kebutuhan
mulai diit,
kalori pemberian
Jam 08.30 2. Memberikan penguatan nutrisi enteral
positif : motivasi klien bubur saring 30
Jam 08.30 bila banyak makan akan kkal/kgbb/hari,
cepat sembuh Ngt aff
3. Berkolaborasi dengan ahli A Masalah teratasi
gizi klien sudah mulai
P: Diit bertahap
diit, pemberian nutrisi
Jam 11.00
enteral bubur saring 30
kkal/kgbb/hari
4. Ngt aff
3
05/03/2022 Management Hipervolemia S: -

Observasi O: intake output


dan balance
Jam 08.00 1. Melakukan pemeriksaan
cairan) I = 720
diextremitas bawah
ml/7jam, 0:
adanya edema pada kedua
urine :50, ngt
kaki dan pitting edema
100ml, total
masih ada
Jam 07.00 60ml, balance
2. Mengidentifikasi
+570ml/24jam
penyebab hypervolemia
edema pada
( menghitung intake
kedua kaki dan
output dan balance
pitting edema
cairan) I = 720 ml/7jam,
+, terpasang
0: urine :50, ngt 100ml,
ivfd KN2 10
Jam 14.00 total 60ml, balance
Tpm
+570ml/24jam
A: Masalah belum
3. Monitor status
teratasi
hemodinamik
TD:146/86mmHg, map P: Lanjutkan
97mmhg
N: 90x/menit intervensi
RR: 16x/menit
Jam 14.00 SB: 36,6 C
Spo2: 98%
4. Monitor intake dan output
cairan
Jam 09.15
I = 210 ml/7jam, 0:
urine :20, total 190ml
5. Mengobservasi tanda
Jam 08.30
hemokonsentrasi adanya
edema di kedua kaki
6. Memonitor kecepatan
infus ; terpasang iv pump
Jam 08.15 Terapeutik
1. Berat badan belum bisa t
Jam 08.15 di timbang
2. Membatasi asupan cairan
Jam 09.00 dan garam
3. Mengatur tempat tidur 30o
Edukasi
1. Kolaborasi rencana HD
dan transfusi darah intra
HD, rencana HD siang
IMPELENTASI DAN EVALUASI

NO TANGGAL/ IMPELEMENTASI EVALUASI

JAM

1
06/03/2022 1 Mengobservasi ku dan vital S: -
Jam 14.00 sign
O: ku: sedang
TTV:
Kes : CM
TD:141/89mmHg, map
E;4M6V5
94mmhg
GCS :15 Kontak
N: 90x/menit
dengan perawat +
RR: 20x/menit
Jam 14.30 SB: 36,7C TTV:
Spo2: 98% TD:141/89mmHg
2 Monitor tingkat kesadaran
Jam 15.20 Map : 94 mmhg
Kes : Apatis, E4M6V5
N: 90x/menit
GCS :15 Kontak dengan
Jam 16.00 RR: 20x/menit
perawat +
SB: 36,7C
Jam 15.20 3 Mengatur lingkungan yang
Spo2: 98%
tenang
Jam 20.00 4 Mengatur posisi semi Kontak dengan
Fowler perawat +
5 Menghindari manuver
A Masalah teratasi
valsava
6 Layani therapi sesuai P: -
intruksi dokter
Citicoline 500mg/iv
Levofloxacin 500mg/48jam
Asam folat 0,4 mcq
Bicnat 3x1
Candesartan 16 mg
2
06/03/2022 1. Edema diextremitas S: -
Jam 14.00 bawah berkurang
O: Intake output
Jam 21.00 2. Menghitung intake output
dan balance
dan balance cairan) I =
cairan) I = 360
360 ml/7jam, 0: urine :40,
ml/7jam, 0:
balance 320ml/7jam
Jam 14.00 urine :40,
3. Monitor status
balance
hemodinamik
320ml/7jam
TD:141/92mmHg, map
Edema
94mmhg
diextremitas
N: 90x/menit
bawah
RR: 16x/menit
berkurang
SB: 36,6 C
terpasang ivfd
Jam 21.00 Spo2: 98%
KN2 10 Tpm
4. Monitor intake dan output
A: Masalah belum
cairan
teratasi
I = 210 ml/7jam, 0:
Jam 14.15 urine :20, total 190ml P: Lanjutkan
5. Mengobservasi tanda intervensi
hemokonsentrasi adanya
Jam 14.30 edema di kedua kaki
6. Memonitor kecepatan
Jam 14.15
infus ; terpasang iv pump
7. Membatasi asupan cairan
15.00
dan garam
8. Mengatur tempat tidur 30o
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta: EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI.
Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.
DPP PPNI
Tim pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan. DDPI
Tim pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar luaran keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan. DDPI.

Anda mungkin juga menyukai