Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS ABSES DI RUANG YUSTISIA RUMAH


SAKIT UNS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah


Clinical Instructure : Ibu Rahayu Thoatin Oktafiana, S.Kep., Ns
Clinical Teacher : Siti Lestari, MN

Disusun Oleh:
ANNISA NUR AFIFAH
P27220022157

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2023

BAB I
KONSEP TEORI

A. Definisi
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan
yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan
kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Pakpahan,
2020)
Pada diabetes kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun,
atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini
menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti
diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang
kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf).
Diabetes juga disertai dengan peningkatan insidens penyakit makrovaskuler yang
mencakup infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer (Wulandari, 2018)
1.1. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi diabetes ada empat jenis, antara lain (Wulandari, 2018)
a. DM Tipe 1
DM tipe 1 ditandai oleh destruksi sel beta pankreas, terbagi dalam dua sub tipe
yaitu tipe 1A yaitu diabetes yang diakibatkan proses immunologi
(immunemediated diabetes) dan tipe 1B yaitu diabetes idiopatik yang tidak
diketahui penyebabnya. Diabetes 1A ditandai oleh destruksi autoimun sel beta.
Sebelumnya disebut dengan diabetes juvenile, terjadi lebih sering pada orang
muda tetapi dapat terjadi pada semua usia. Diabetes tipe 1 merupakan gangguan
katabolisme yang ditandai oleh kekurangan insulin absolut, peningkatan glukosa
darah, dan pemecahan lemak dan protein tubuh.
b. DM Tipe 2
Dalam DM tipe 2, jumlah insulin yang diproduksi oleh pankreas biasanya cukup
untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh
total. Jumlahnya mencapai 90-95% dari seluruh pasien dengan diabetes, dan
banyak dialami oleh orang dewasa tua lebih dari 40 tahun serta lebih sering terjadi
pada individu obesitas. Kasus DM tipe 2 umumnya mempunyai latar belakang
kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin
awalnya belum menyebabkan DM secara klinis. Sel beta pankreas masih dapat
melakukan kompensasi bahkan sampai overkompensasi, insulin disekresi secara
berlebihan sehingga terjadi kondisi hiperinsulinemia dengan tujuan normalisasi
kadar glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang terus menerus menyebabkan
kelelahan sel beta pankreas yang disebut dekompensasi, mengakibatkan produksi
insulin yang menurun secara absolut. Kondisi resistensi insulin diperberat oleh
produksi insulin yang menurun, akibatnya kadar glukosa darah semakin meningkat
sehingga memenuhi kriteria diagnosa DM. Resistensi insulin utamanya dihasilkan
dari kerusakan genetik dan selanjutnya oleh faktor lingkungan.
c. Diabetes pada kehamilan (Gestasional Diabetes)
Diabetes kehamilan terjadi pada intoleransi glukosa yang diketahui selama
kehamilan pertama. Jumlahnya sekitar 2-4% kehamilan. Wanita dengan diabetes
kehamilan akan mengalami peningkatan risiko terhadap diabetes setelah 5-10 tahun
melahirkan.
d. DM tipe lain (Others Specific Types)
DM tipe lain atau diabetes sekunder merupakan gangguan endokrin yang
menimbulkan hiperglikemia akibat peningkatan produksi glukosa hati atau
penurunan penggunaan glukosa oleh sel. Diabetes sekunder ini berhubungan
dengan keadaan sindrom tertentu, misalnya diabetes yang terjadi dengan penyakit
pankreas atau pengangkatan jaringan pankreas dan penyakit endokrin seperti
akromegali, atau syndrome chusing, karena zat kimia atau obat, infeksi dan
endokrinopati.

2. Definisi Abses

Abses merupakan kumpulan nanah rongga bagian tubuh setelah terinfeksi bakteri,
jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel
mati dan hancur meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi.
Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh melewan infeksi, bergerak ke
dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati sel darah
putih itulah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan
nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh
disekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses, hal ini merupakan mekanisme
tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut (Ultri, 2022)
.
B. Etiologi
Menurut (Ultri, 2022) abses dapat disebabkan karena adanya :
a. Infeksi Microbial
Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses radang infeksi microbial.
Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri
melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang secara spesifik
mengawali proses peradangan atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya
dengan dinding sel.
b. Reaksi Hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan
tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.
c. Agen Fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik,
ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih (frosbite).
d. Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam basa) akan merusak
jaringan yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Disamping itu,
agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan
langsung mengakibatkan radang.
e. Nekrosis jaringan
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen
dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian
jaringan. Kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya
infeksi.

Menurut Ultri (2022) suatu infeksi bakteri menyebabkan abses melalui beberapa cara:
1) Bakteri masuk ke dalam kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak
steril
2) Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3) Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya abses akan meningkat jika:
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan system kekebalan.

C. Manifestasi Klinis
Menurut (Longso, 2018). Gejala dari abses terkait dengan lokasi dan pengaruhnya
terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya biasanya berupa:
a. Nyeri (Dolor)
Nyeri merupakan respon yang bersifat subyektif terhadap adanya stressor fisik dan
psikologik. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan. Nyeri
disebabkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan terutama tekanan pus
di dalam rongga abses.
b. Nyeri tekan
Nyeri tekan timbul di daerah yang terjadi kerusakan jaringan.
c. Pembengkakan (Tumor)
Pembengkakan sebagai hasil adanya edema merupakan suatu akumulasi cairan di
dalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat dan dalam
jumlah sedikit, kelompok sel radang yang masuk dalam daerah tersebut.
d. Kemerahan (Rubor)
Jaringan yang mengalami radang akut tampak merah, sebagai contoh kulit yang
terkena sengatan matahari, warna kemerahan ini terjadi akibat adanya dilatasi
pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan.
e. Panas (Calor)
Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer atau tepi tubuh, seperti pada kulit.
Peningkatan suhu ini diakibatkan oleh peningkatan aliran darah (hiperemia) yang
hangat pada daerah tersebut, mengakibatkan system vaskuler dilatasi dan mengalirkan
darah hangat pada daerah tersebut. Demam sistemik sebagai hasil dari beberapa
mediator kimiawi proses radang juga ikut meningkatkan temperatur lokal. f. Hilangnya
fungsi Kehilangan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari satu proses
radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar
ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit. Pembengkakan yang
hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan.
D. Patofisiologi
Seiring bertambahnya usia, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat
menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini
menimbulkan hiperglikemia. Hiperglikemia murapakan peningkatan kadar glukosa darah
sehingga menyebabkan cadangan lemak dan protein bertambah, dan menyebabkan
terjadinya ketidakseimbangan kadar glukosa darah. Selain itu, hiperglikemia dapat
mengakibatkan kerusakan vaskuler sehingga menyebabkan neuropati perifer/ kerusakan
pada sistem saraf otak. Neuropati perifer berakibat pada iskemia saraf, yang menyebakan
kepekaan yang berkurang terhadap rangsangan seperti nyeri, suhu, sentuhan yang beresiko
mengakibatkan abses maupun ulkus diabetik. Sehingga menyebabkan terjadinya gangguan
integritas kulit pada penderita. Saat dilakukan debridement/ pembedahan pada abses dan
ulkus, terdapat perlukaan pada kaki sehingga menyebabkan pengeluaran histamin dan
progestin yang dapat menyebabkan nyeri akut. Apabila nyeri dirasakan terus menerus pada
ekstremitas bisa membuat penderita mengalami gangguan mobilitas fisik. Saat debridement
jika terdapat luka insisi yang tidak terawat dapat menimbulkan terjadinya peningkatan
leukosit sehingga dapat terjadi risiko infeksi.
E. Pathway

Umur

Penurunan fungsi indra pengecap Penurunan fungsi pankreas

Konsumi makanan Penurunan kualitas


manis berlebih & kuantitas insulin

Hiperglikemia

Peningkatan kadar glukosa darah Kerusakan vaskuler

Cadangan lemak dan protein bertambah Neuropati perifer

BB naik ABSES DAN ULKUS

Ketidakstabilan kadar Gangguan integritas


glukosa darah kulit

Pembedahan (debridement)

Nyeri akut Pengeluaran histamin & progestin Adanya perlukaan pada kaki

Luka insisi tidak terawat

Gangguan
Peningkatan leukosit
mobilitas
fisik
Risiko infeksi

F. Penatalaksanaan
Menurut (Utami, 2022). Penatalaksaan pada klien dengan abses diantaranya adalah:
a. Drainase
Drainase abses dapat digunakan untuk mengeringkan abses dengan mengeluarkan
nanah yang ada di dalamnya. Namun, sebelum melakukan prosedur ini, akan dilakukan
pemberian anastesi dan akan dilakukan pemotongan abses untuk memungkinkan cairan
pus keluar.

b. Debridement
Debridement adalah prosedur tindakan yang dilakukan untuk mengangkat jaringan
nekrotik ataupun jaringan yang telah mengalami kerusakan atau telah terinfeksi.
c. Antibiotik
Abses juga bisa diatasi dengan pemberian antibiotik. Antibiotik yang akan
diberikan seperti dixloxasilin atau safelaksin jika pasien berada dalam kondisi memiliki
abses lebih dari satu, sistem kekebalan tubuh terganggu dan seluilitis. Jika abses terjadi
karena bakteri Stephylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin, maka biasanya
hanya akan diberikan klidamisin atau doksisilin.

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Taniya, 2023) pemeriksaan pada abses dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah lengkap
b. Kadar Gula Darah
c. Urine
d. Kultur pus
Untuk melihat jenis kuman pada abses dan menentukan antibiotik yang sesuai
2. Pemeriksaan Leukosit
Untuk melihat adanya risiko infeksi pada abses

H. Komplikasi
Menurut Chasanah (2021), jika infeksi bisa terlokalisir oleh dinding abses, biasanya
infeksi tidak menyebar. Namun, dalam beberapa kasus infeksi yang dimulai di dalam
abses kulit dapat menyebar ke jaringan di sekitarnya dan di seluruh tubuh yang
menyebabkan komplikasi serius. Beberapa abses baru dapat terbentuk pada sendi atau
lokasi lain di kulit. Jaringan kulit dapat mati akibat infeksi, yang menyebabkan ganggren.
Ketika infeksi menyebar secara internal di dalam tubuh dapat menyebabkan endokarditis
yang berakibat fatal jika tidak ditangani sejak dini. Infeksi ini juga dapat menyebar ke
tulang yang menyebabkan ostromielitis dan dibeberapa kasus bakteri penyebab abses juga
dapat menyebabkan sepsis.
Abses dapat menyebabkan komplikasi seperti berikut:
1) Penyebaran infeksi yang berpotensi ke otak atau sumsum tulang belakang.
2) Keracunan darah atau sepsis.
3) Endokarditis, yang merupakan infeksi pada lapisan dalam jantung.
4) Perkembangan abses paru.
5) Kematian jaringan di daerah abses seperti ganggren.
6) Infeksi tulang akut atau osteomielitis.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
a) Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi nama, jenis kelamin, tanggal lahir,
alamat, agama, status perkawinan, pekerjaan, nomor register, diagnosa medis, dan
tanggal masuk rumah sakit.
b) Identitas Penanggungjawab
Identitas penanggungjawab yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pekerjaan,
alamat, dan hubungan dengan pasien.

2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering terjadi adalah nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan
pada area abses.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang meliputi pertanyaan berupa kapan abses mulai muncul,
lokasi, adakah rasa nyeri pada area abses, jika ada kapan dirasakan nyeri, skala
nyeri, dan pengaruh terhadap aktivitas sehari-hari.
P (Provoking) : faktor yang mempengaruhi berat atau ringannya nyeri
Q (Quality) : kualitas nyeri seperti tajam, tumpul, tersayat , atau tertusuk
R (Region) : daerah atau lokasi nyeri
S (Severity) : berat ringannya rasa nyeri, skala nyeri secara umum (0-10 skala)
T (Time) : Kapan nyeri mulai muncul
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat diabetes melitus, adakah alergi terhadap obat/
makanan,
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji adanya riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak.
3. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pola persepsi menggambarkan persepsi pasien terhadap penyakitnya tentang
pengetahuan serta penatalaksanaan pasien diabetes melitus dengan abses.
b) Pola aktivitas dan latihan
Pola pasien dengan Diabetes Mellitus gejala yang ditimbulkan antara lain keletihan,
kelelahan, malaise, dan seringnya mengantuk pada pagi hari.
c) Pola Istirahat dan Tidur
Sering muncul perasaan tidak enak efek dari gangguan yang berdampak pada
gangguan tidur (insomnia).
d) Pola Nutrisi Metabolik
Penderita Diabetes Mellitus mengeluh ingin selalu makan tetapi berat badannya
justru turun karena glukosa tidak dapat ditarik ke dalam sel dan terjadi penurunan
massa sel.
e) Pola Eliminasi
Data eliminasi untuk buang air besar (BAB) pada klien Diabetes Mellitus tidak ada
perubahan yang signifikan. Sedangkan pada eliminasi buang air kecil (BAK) akan
dijumpai jumlah urin yang banyak baik secara frekuensi maupun volumenya.
f) Pola kognitif dan perceptual
Pola persepsi menggambarkan persepsi klien terhadap penyakitnya tentang
pengetahuan dan penatalaksanaan penderita Diabetes Mellitus dengan abses
g) Pola konsep diri
Terjadinya perubahan fungsi dan strukur tubuh menyebabkan pasien mengalami
gangguan pada gambaran diri. Abses yang sukar sembuh menyebabkan klien
mengalami kecemasan.
h) Pola koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronis, serta perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan gangguan psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung
i) Pola seksual-reproduksi
Akibat angiopati dalam sistem pembuluh darah pada organ reproduksi menyebabkan
gangguan seks, ganggguan kualitas ataupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi dan orgasme.
j) Pola peran hubungan
Abses yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan pasien malu dan menarik diri
dari pergaulan.
k) Pola nilai dan kepercayaan
Gambaran pasien Diabetes Mellitus tentang penyakit yang dideritanya menurut
agama dan kepercayaannya, kecemasan akan kesembuhan, tujuan dan harapan akan
sakitnya.

4. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Pemeriksaan keadaan umum adalah pemeriksaan kepada kondisi pasien saat
pertama ke Rumah Sakit, seperti kondisi sedang, cukup, lemah.
b) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan
c) GCS
Glasgow coma scale (GCS) adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat
kesadaran seseorang. Pengukurannya berdasarkan 3 aspek, yaitu respons
pembukaan mata , verbal dan motorik.
d) Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah
Bisa terjadi hipotensi atau hipertensi.
2. Nadi
Biasanya terjadi perubahan denyut nadi.
3. Pernapasan
Biasanya pasien bisa sesak
4. Suhu
Bisa terjadi hipotermia atau hipertermia.
e) Head to toe
1. Kepala : mengkaji bentuk kepala, simetris atau tidak, ada benjolan tidak
2. Mata : Kelengkapan dan kesimetrisan mata, kelopak mata/palpebral oedem,
ptosis/dalam kondisi tidak sadar mata tetap membuka, apakah ada peradangan,
apakah terdapat luka, benjolan, bulu mata rontok atau tidak, konjungtiva dan
sclera, perubahan warna (anemis/ananemis), warna iris (hitam, hujau,biru),
reaksi pupil terhadap cahaya (miosis/midriasis) pupil (isokor/anisokor).
3. Hidung : fungsi penghidu normal/ tidak, ada sekret/ tidak, terdapat cuping/
tidak
4. Mulut dan bibir : mukosa bibir kering/ tidak, stomatitis, mengalami gangguan
pengecapan, reflek mengunyah dan menelan buruk, dan bibir tidak simetris
5. Telinga : Fungsi pendengaran normal/ tidak, bentuk simetris atau tidak, terdapat
serumen atau tidak
6. Leher : Bentuk simetris atau tidak, adakah pembesaran tiroid, adakah nyeri saat
menelan
7. Thoraks :
a) Paru-paru
(1) Inspeksi
(2) Palpasi
(3) Perkusi
(4) Auskultasi
b) Jantung
(1) Inspeksi
(2) Palpasi
(3) Perkusi
(4) Auskultasi
c) Abdomen
1) Inspeksi
2) Auskultasi
3) Palpasi
4) Perkusi
8. Genitalia dan anus : pasien dengan diabetes biasanya akan mengalami masalah
dalam proses eliminasi (terutama BAK) sehingga pasien harus dipasang kateter.
9. Ekstremitas
Apakah terdapat abses di tangan/ kaki
5. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a) CT scan
b) MRI
2) Pemeriksaan laboraturium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini
berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit
untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada
penyakit infeksi yang sedang menyerang pasien.
b. Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat, dll.
Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien
sudah menderita diabetes dan jantung. Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan
glukosa darah yaitu: GDS > 200 mg/dl, dua jam post prandial > 200 mg/dl, dan
gula darah puasa > 120 mg/dl.
c. Urine
Untuk mengetahui adanya glukosa dalam urine.
d. Kultur pus
Untuk melihat jenis kuman yang menginfeksi luka dan menentukan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.
e. Pemeriksaan leukosit
Untuk melihat adanya risiko infeksi pada luka ulkus.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang di alaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (SIKI, 2018). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
adalah :

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)


2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi (D.0129)
3. Ketidakstabilan kadar Glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin (D.0027)
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan diabetes melitus (D.0142)

3. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
No. Dx Keperawatan Intervensi
Hasil
Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
1 Nyeri Akut
intervensi keperawatan (I.08238)
berhubungan dengan
selama …x…jam Observasi
agen pencedera
diharapkan tingkat 1. Identifikasi lokasi,
fisiologis (D.0077)
nyeri menurun dengan karakteristik,
kriteria hasil: durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas
1. Keluhan nyeri
nyeri
menurun dari 5-6
2. Identifikasi skala
menjadi 2
nyeri
2. Meringis menurun
Terapeutik
3. Gelisah menurun
1. Berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
(mengajarkan
teknik nafas
dalam)
2. Berikan teknik
farmakologis
dengan
memberikan obat
analgesik
Edukasi
1. Ajarkan teknik
non farmakologis
untuk meredakan
nyeri
Kolaborasi
1. . Kolaborasi
pemberian obat
sesuai indikasi
Setelah dilakukan Perawatan Integritas
2 Gangguan integritas
intervensi keperawatan Kulit (I.11353)
kulit berhubungan
selama …x…jam Observasi
dengan perubahan
diharapkan integritas 1. Identifikasi
sirkulasi (D.0129)
kulit dan jaringan penyebab
meningkat dengan gangguan
kriteria hasil: integritas kulit
1. Kerusakan jaringan Terapeutik
sedang 1. Ubah posisi tiap 2
2. Nyeri cukup jam jika tirah
menurun baring
3. Tekstur cukup 2. Gunakan produk
membaik berbahan
petroleum atau
minyak pada kulit
kering

Edukasi
1. Anjurkan
menggunakan
pelembab
2. Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayur
3. Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrem
Setelah dilakukan
3 Ketidakstabilan kadar Manajemen
intervensi
Glukosa darah Hiperglikemia
keperawatan selama
berhubungan dengan (I.03115)
…x…jam
resistensi insulin Observasi
diharapkan
(D.0027) 1. Monitor kadar
kestabilan kadar
glukosa darah
glukosa darah
2. Monitor intake dan
meningkat dengan output cairan
kriteria hasil:
Terapeutik
1. Kadar glukosa dalam
darah sedang 1. Berikan asupan

2. Berkeringat cukup cairan oral

menurun Edukasi
3. Pusing menurun
1. Anjurkan
menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian insulin
Setelah dilakukan
4 Gangguan mobilitas Dukungan Mobilisasi
intervensi
fisik berhubungan (I.05173)
keperawatan selama
dengan nyeri (D.0054) Observasi
…x…jam
diharapkan mobilitas 1. Identifikasi adanya

fisik meningkat nyeri atau keluhan

dengan kriteria hasil: fisik lainnya

1. Pergerakan 2. Monitor frekuensi

ekstremitas cukup jantung dan tekanan

meningkat darah sebelum


memulai mobilisasi
2. Nyeri sedang
Terapeutik
3. Kelemahan fisik
cukup menurun 1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu (mis.
Pagar tempat tidur)

2. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
5 Risiko Infeksi
intervensi keperawatan (I.14539)
berhubungan dengan
selama …x…jam Observasi
diabetes melitus
diharapkan tingkat 1. Monitor tanda dan
(D.0142)
infeksi menurun gejala infeksi lokal
dengan kriteria hasil: dan sistemik
1. Kemerahan cukup Terapeutik
menurun 1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Nyeri sedang
Edukasi
3. Kadar sel darah
1. Ajarkan cara
putih membaik
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan pemberian keperawatan yang dilaksanakan untuk
membantu mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun.
Setiap tindakan keperawatan yang dilaksanakan dicatat dalam catatan keperawatan yaitu
cara pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi terapeutik serta penjelasan untuk
setiap tindakan yang diberikan kepada pasien. Tindakan tersebut berupa observasi,
terapeutik, edukasi, dan kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.
Sebelum melakukan tindakan, perawat melakukan validasi lagi apakah rencana yang
disusun dibutuhkan klien atau tidak. Kemudian, setelah memastikan semuanya sesuai,
maka langkah selanjutnya yaitu melakukan tindakan keperawatan. Setelah melakukan
setiap tindakan, perawat melakukan dokumentasi apa yang telah dilakukan dan bagaimana
respon klien terhadap tindakan tersebut.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan
anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan,
patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.
Pelaksanaan evaluasi didokumentasikan dalam bentuk catatan perkembangan
dengan menggunakan metode SOAP (subjektif, objektif, assessment, planning).
S (Subjektif) : Pasien mengatakan responnya terhadap tindakan yang didapatkan
O (Objektif) : Perawat mengobservasi langsung respon tubuh klien terhadap
tindakan yang dilakukan
A (Assessment) : Perawat menilai apakah tindakan tersebut telah teratasi atau tidak
P (Planning) : Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan di
modifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang
telah ditentukan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chasanah, O., N., (2021) ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN ULKUS
DIABETIKUM DI RUANG BAITUSSALAM 1 RSI SULTAN AGUNG
SEMARANG. Diploma thesis, Universitas Islam Sultan Agung.
http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/23714

Longso, Sumiati (2018) Asuhan Keperawatan Pada Tn. T dengan Abses Pedis di Ruang Kelimutu,
RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Kupang.
http://repository.poltekeskupang.ac.id/id/eprint/345

Pakpahan, L. (2020) ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.R. DENGAN DIABETES MELLITUS


DI PUSKESMAS SIMPANG TIGA PEKANBARU. Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes
Riau. http://repository.pkr.ac.id/id/eprint/961

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Taniya, Intan (2023) ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.K DENGAN ULKUS DIABETIKUM
PEDIS DEXTRA DI RUANG ABDURAHMAN WAHID RUMAH SAKIT ISLAM
NAHDLATUL ULAMA DEMAK. Diploma thesis, UNIVERSITAS ISLAM SULTAN
AGUNG. http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/31334

Ultri, U. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN DIAGNOSA POST OP


ABSES MANUS DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KENYAMANAN DI RUANG
MELATI RSUD KOTA KENDARI (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kendari).
http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/3139/
Utami, W. B. (2022). Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Diagnosis Abses Pedis Sinistra Di
Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Jusuf SK.
https://repository.ubt.ac.id/repository/UBT30-08-2022-121123.pdf

Wulandari, W. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus Tipe Ii Di
Ruang Flamboyan Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. https://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/423/

Anda mungkin juga menyukai