Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KMB II

“WOC DM”

Disusun Oleh:
RAHMAH DARA AYU
18020

Dosen Pengampu:
Ns. Hendri Budi,M.Kep.SP.MB

AKADEMI KEPERAWATAN
KESDAM I/BB PADANG
2019/2020
A. WOC DM
B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin
mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI
terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang
beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor
risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a) Faktor endogen:
 Neuropati : Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan
dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah
terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan
hilangnya tonus vaskuler
 Angiopati : Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan
faktor resiko lain.
 Iskemia : Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan
pembuluh darah) pada pembuluh darah besar tungkai
(makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai,
bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene
yang luas.
b) Faktor eksogen
 Trauma
 Infeksi

C. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus
adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual,
muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika
kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan
pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik.
Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus
Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding
pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek
terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang
mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan
terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan
dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya
iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya
sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan ADA (2012) dan Perkeni (2011)
adalah sebagai berikut (Gustaviani, 2007; Ignativicius dan Workman, 2006;
Smeltzer et al, 2008) :
Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (ADA, 2007)
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut):
a) Melalui Proses Imunologik
b) Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (Bervariasi mulai terutama yang predominan
resistensi insulin disertai defesiensi insulin relatif sampai yang
predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
a) Defek Genetik fungsi sel Beta :
 Kromosom 12, HNF-1α (dahulu MODY 3)
 Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
 Kromosom 20, HNF-4α (dahulu MODY 1)
 Kromosom 13, insulin Promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY
 Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
 Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
 DNA Mitochondria, dan lainnya
b) Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism,
sindrom Rhabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.
c) Penyakit eksokrin Pankreas : Pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati
fibrokalkulus, lainnya.
d) Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromotositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
e) Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis β edrenergic, tiazid,
dilantin, interferon alfa, lainnya.
f) Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya.
g) Imunologi (jarang) : sindrom “Stiff-man”, antibody anti reseptor
insulin lainnya.
h) Sindrom genetik lain : Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, sindrom
Turner, sindrom Wolfram’s, Ataksia Friedreich’s, Chorea Hutington,
sindrom Laurence-Moon-Biedl, Distrofi Miotonik, Porfiria, Sindrom
Prader Willi, lainnya.
4. Diabetes kehamilan
Diagnosis dari Diabetes Melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar
glukosa darah. Penegakan diagnosis Diabetes Melitus harus
memperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang
dipakai. Penegakan diagnosis berdasarkan pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena (Gustaviani, 2007; Perkeni, 2011). Penggunaan bahan darah
utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO, sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa
darah kapiler (Perkeni, 2011).

E. MANIFESTASI
1. Diabetes Tipe I
a) hiperglikemia berpuasa
b)glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c) keletihan dan kelemahan
d)ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a) lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b) gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c) komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a) Pain (nyeri)
b) Paleness (kepucatan)
c) Paresthesia (kesemutan)
d) Pulselessness (denyut nadi hilang)
e) Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut
dan kronik :
1. Komplikasi akut :
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi
serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangrene
e. Komplikasi jangka panjang dari diabetes
Organ/Jaringan Yang Terjadi Komplikasi
Yang Terkena
Pembuluh darah Plak aterosklerotik Sirkulasi yg jelek
terbentuk & menyumbat menyebabkan
arteri berukuran besar penyembuhan luka yg
atau sedang di jantung, jelek & bisa
otak, tungkai & penis. menyebabkan penyakit
Dinding pembuluh jantung, stroke, gangren
darah kecil mengalami kaki & tangan, impoten
kerusakan sehingga & infeksi
pembuluh tidak dapat
mentransfer oksigen
secara normal &
mengalami kebocoran.
Mata Terjadi kerusakan pada Gangguan penglihatan &
pembuluh darah kecil pada akhirnya bisa terjadi
retina. kebutaan
Ginjal Penebalan pembuluh Fungsi ginjal yg buruk
darah ginjal. Protein Gagal ginjal
bocor ke dalam air
kemih. Darah tidak
disaring secara normal.
Saraf Kerusakan saraf karena·      Kelemahan tungkai yg
glukosa tidak terjadi secara tiba-tiba
dimetabolisir secara atau secara perlahan
normal & karena aliran·      Berkurangnya rasa,
darah berkurang. kesemutan & nyeri di
tangan & kaki
·      Kerusakan saraf
menahun
Sistem saraf Kerusakan pada saraf·      Tekanan darah yg
otonom yang mengendalikan naik-turun
tekanan darah & saluran·      Kesulitan menelan &
pencernaan. perubahan fungsi
pencernaan disertai
serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran·      Luka, infeksi dalam
darah ke kulit & (ulkus diabetikum)
hilangnya rasa yang·      Penyembuhan luka yg
menyebabkan cedera jelek
berulang.
Darah Gangguan fungsi sel Mudah terkena infeksi,
darah putih. terutama infeksi saluran
kemih & kulit

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik:
perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati).
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri,
intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar)
dengan sumber informasi.
6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya.
7. Potensial Komplikasi (PK) : Hipo / Hiperglikemi.
8. Potensial Komplikasi (PK) : Infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,


Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC)


Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification


(NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan


Klasifikasi.

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan


Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.

Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [


serial Online] cited 12 Februari 2012], avaible from URL: 
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-
keperawatan-diabetes-
mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-
melitus/

Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga.


Jakarta : Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai