“Di Susun Umtuk Memenuhi Tugas PPN Keperawatan Medikal Bedah 1 di Ruang HC IGD
RSUP Fatmawati”
DISUSUN OLEH :
FUJA AMANDA, S.Kep
A. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas
untuk mensekresi insulin (hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan glukosa)
secara adekuat. Akibat yang umum adalah terjadinya hiperglikemia. DM merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah
atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak
adekuat (Brunner & Suddart, 2013).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala
klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010). Ulkus
Diabetik merupakan komplikasi kronik dari diabetes melitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya ulkus diabetik melalui pembentukan plak
atherosklerosis pada dinding pembuluh darah (Zaidah, 2005).
C. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2011), penyebab dari diabetes melitus adalah:
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran
darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene
yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
Adanya hormone aterogenik
Merokok
Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
Kaki dingin
Nyeri nocturnal
Tidak terabanya denyut nadi
Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
Kulit mengkilap
Hilangnya rambut dari jari kaki
Penebalan kuku
Gangren kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi
D. Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia saat berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala
klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
E. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup
tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti
nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas
sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras
dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah
kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan
terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah
area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur
sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan
luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan
kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space
infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
F. Pemeriksaan Penunjang
Dalam mendiagnosis diabetes melitus dapat dilakukan dengan beberapa metode
pemeriksaan (Sutanto T, 2013). Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk
pemeriksaan diagnostik diabetes melitus, yaitu :
1) Tes Urine
Tes urine dilakukan dengan mengambil sampel urin sebagai bahan pemeriksaan
yangdigunakan untuk mengetahui kandungan dalam urine. Tes ini terdiri dari Uji
Benedict yang digunakan untuk menentukan adanya glikogen dalam urine dan
Uji Dipsctic untuk memastikan adanya kandungan gula dalam urine (Sutanto T,
2013).
2) Tes darah
Tes darah dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel darah sebanyak dua
kali, yakni melakukan pengambilan sampel darah setelah seseorang berpuasa
selama 8-12 jam (GDP). Selanjutnya pengambilan sampel darah kedua dapat
dilakukan 2 jam setelah makan (2-h Glucose). Setelah dilakukan pemeriksaan
darah, kadar gula darah akan dikelompokan menjadi, kadar normal, pradiabetes,
dan diabetes (Sutanto T, 2013).
Berikut nilai dan kriteria kadar gula darah normal, pradiabetes dan diabetes.
Tabel 2. 1 Nilai dan Kriteria Kadar Gula Darah Normal, Pradiabetes dan Daibetes
Metode Gula Pradiabetes Diabetes
Pengukuran Darah
Normal
Gula Darah <110 110-126 >126
Puasa (GDP) mg/dL mg/Dl mg/dL
Gula Darah <140 140-200 >200
2 Jam mg/dL mg/Dl mg/dL
Setelah
Makan (2-h
Glucose)
Sumber: Sutanto T, 2013
G. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma pada DM
h) DM operasi
2) Insulin diperlukan pada keadaan :
a) Penurunan berat badan yang cepat.
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan
antibiotik. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida
atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1
: 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara
mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi
mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226),
tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus adalah menormalkan
aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya
adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam
penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa
darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
(1) Diit DM I : 1100 kalori
(2) Diit DM II : 1300 kalori
(3) Diit DM III : 1500 kalori
(4) Diit DM IV : 1700 kalori
(5) Diit DM V : 1900 kalori
(6) Diit DM VI : 2100 kalori
(7) Diit DM VII : 2300 kalori
(8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau
diabetes komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = ------------------X 100 %
TB (cm) – 100
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita
DM yang bekerja biasa adalah:
1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan
mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
H. Asuhan Keperawatn
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan
utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan
sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung.
3. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
6. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakstabilan kadar gula darah dengan faktor risiko kurang pengetahuan
tentang manajemen diabetes melitus
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi nutrien
K. Rencana Tindakan Keperawatan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan Nutrition Management & Monitoring
kebutuhan tubuh berhubungan dengan selama 2x24 jam diharapkan kebutuhan 1. Kaji adanya alergi makanan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi nutrisi pasienseimbang dengan kriteria hasil 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
nutrien : menentukan jumlah kalori dan nutrisi
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan yang dibutuhkan pasien.
nutrisi 3. Monitor adanya kenaikan/penurunan
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi BB
- Tidak terjadi penurunan BB 4. Monitor adanya mual/muntah
5. Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht.
6. Monitor kalori dan intake nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek Gloria, Butcher Howard,dkk (2016) Nursing Interventions Classification (NIC), 6th
edition, Elsevier Singapore Pte Ltd
Brunner & Suddarth (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather (2015) Nanda International Inc. diagnosis keperawatan : definisi &
klasifikasi 2015 ed 10, Jakarta : EGC
Moorhead Sue, Marion Johnson, dkk (2016) Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th
edition, Elsevier Singapore Pte Ltd
Ndraha S., (2014). Diabetes Melitus Tipe II dan Tatalaksana Terkini. Medicinus 9. 27: 3-5.
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Suddarth Edisi
8. Jakarta: EGC.