Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS DM

DISUSUN OLEH :
Indarti
SN201144

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS DM

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolik akibat dari
kegagalan pankreas untuk mensekresi insulin (hormon yang
responsibel terhadap pemanfaatan glukosa) secara adekuat. Akibat
yang umum adalah terjadinya hiperglikemia. DM merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi
insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat.
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender
dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif
kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus
berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni,
2010). Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes
Mellitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan
penting untuk terjadinya Ulkus Diabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah.
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi
pasien dengan diabetes melitus. Penyembuhan luka yang lambat dan
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi cenderung terjadi, ganggren
dapat berkembang dan terdapat resiko tinggi perlu dilakukannya
amputasi tungkai bawah hal ini di akibatkan oleh gangguan neurologis
(neuropati) dan vaskuler pada tungkai (Morison, 2012). Dalam
perawatan ulkus diabetikum American Diabetik Association (ADA),
membuat target yang harus di capai, yaitu meningkatkan fungsi dan
kualitas hidup, mengontrol infeksi, meningkatkan status kesehatan,
mencegah amputasi, dan mengurangi pengeluaran biaya pasien.
Namun pada kenyataannya dalam 30 detik terjadi amputasi pada ulkus
diabetikum di seluruh dunia (Lestari, 2012).
Ulkus diabetik kalau tidak segera mendapatkan pengobatan dan
perawatan, maka akan mudah terjadi infeksi yang segera meluas dan
dalam keadaan lebih lanjut memerlukan tindakan amputasi bahkan
kematian. Amputasi dan kematian pada pasien ulkus diabetikum ini
dapat disebabkan oleh kegagalan dalam penyembuhan (delayed
healing) yang berlanjut pada infeksi lokal maupun general. Dalam
proses penyembuhan luka, 3 delayed healing dapat terjadi bila sel
inflamasi dan sel imunitas yang diperlukan pada fase inflamasi,
proliferasi dan maturasi tidak dapat bekerja secara optimal. Sel sel
tersebut adalah platelet (fase koagulasi), neutrofil dan monosit (fase
koagulasi dan inflamasi), makrofag (fase inflamasi), keratinosit,
fibroblas dan sel endotelial (fase proliferasi),serta miofibroblas (fase
maturasi). Proses penyembuhan ulkus diabetikum dipengaruhi oleh
banyak faktor diantaranya adalah usia, manajemen perawatan luka,
nutrisi, merokok dan infeksi (Handayani, 2010).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2011), penyebab dari diabetes melitus
adalah:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus
atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pankreas.
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai
dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan
suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang
dapat timbul pada masa kanak-kanak.
3. Mamifestasi Klinik
a. Diabetes Tipe I
1) hiperglikemia berpuasa
2) glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3) keletihan dan kelemahan
4) ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat
kesadaran, koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
1) lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
2) gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah
tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang
sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
3) komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)
c. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa
hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian
distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P
yaitu :
1) Pain (nyeri)
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (kesemutan)
4) Pulselessness (denyut nadi hilang)
5) Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola dari fontaine:
1) Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
2) Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
3) Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
4) Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia
(ulkus).
Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan,yaitu:
1) Derajat 0     : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “
claw,callus “.
2) Derajat I       : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3) Derajat II      : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
4) Derajat III     : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5) Derajat IV    : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan
atau tanpa selulitis.
6) Derajat V      : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
d. Komplikasi
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang
disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan
berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang.
Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obat
hiperglikemik oral golongan sulfonilurea.
2) Hiperglikemia
Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang
berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang
didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah kesadaran
menurun disertai dehidrasi berat. Ulkus Diabetik jika dibiarkan
akan menjadi gangren, kalus, kulit melepuh, kuku kaki yang
tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari, pembengkakan ibu
jari kaki, plantar warts, jari kaki bengkok, kulit kaki kering dan
pecah, kaki atlet,
e. Patofisiologi dan Pathway
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), patofisiologi dari diabetes
melitus adalah :
1) Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala
seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2) Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina
atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat
tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui
kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut
angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua
yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum
terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang
berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin
keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar.
Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma
berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan
dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang
membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit
menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat
menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya,
(Anonim 2009).
f. Penatalaksanaan Medis dan keperawatan
Penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus
meliputi:
1) Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
a) Pemicu sekresi insulin.
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
c) Penghambat glukoneogenesis.
d) Penghambat glukosidase alfa.
e) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
- Penurunan berat badan yang cepat.
- Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
- Ketoasidosis diabetik.
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
d) Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap
sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
g. Penatalaksanaan Keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Mellitus meliputi:
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus
antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka
dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan
antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium
permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.
Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan
tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk
kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama
penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah
menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan
tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan
Ulkus Diabetik:
1) Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk
memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi
kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi
dan menurunkan kadar lemak.
2) Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur
akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
kadar insulin.
3) Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara
mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur
terapinya secara optimal.
4) Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan
dan pada malam hari.
5) Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat
mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan
diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi
dari diabetes itu sendiri.
6) Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb
diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl.
Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren
diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%,
lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat
mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.
Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi
dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita
dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan
infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus
diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
7) Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus.
Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch,
kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua
pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus
dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal
ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi
terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang
ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat
luka.
8) Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka
tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan
sebagai berikut:
a) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b) Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien
dengan format nama, umur, jenis kelamin, status, agama,
pekerjaan, suku bangsa, alamat, pendidikan, diagnose medis,
sumber biaya, hubungan antara pasien dengan penanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama : Perawat memfokuskan pada hal-hal yang
menyebabkan klien meminta  bantuan pelayanan seperti :
1) Apa yang dirasakan klien
2) Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-
tiba atau perlahan dan sejak kapan dirasakan
3) Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
4) Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sangat mengganggu
klien.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien diluar
gangguan yang dirasakan sekarang khususnya gangguan yang
mungkin sudah berlangsung lama bila dihubungkan dengan usia
dan kemungkinanpenyebabnya, namun karena tidak mengganggu
aktivitas klien, kondisi ini tidak dikeluhkan.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kondisi kesehatan keluarga klien untuk menilai ada
tidaknya hubungan dengan penyakit yang sedang dialami oleh
klien. Meliputi pengkajian apakah pasien mengalami alergi atau
penyakit keturunan.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Meliputi pengkajian apakah gangguan yang dirasakan
pertama kali atau sudah sering mengalami gangguan pola tidur.
f. Kebutuhan Biopsikososial Spiritual
1) Bernapas
2) Nutrisi
3) Eliminasi
4) Aktivitas
5) Istirahat tidur
6) Berpakaian
7) Pengaturan suhu tubuh
8) Personal Hygiene
9) Rasa Aman Nyaman
10) Komunikasi
11) Spiritual
12) Rekreasi
13) Bekerja
14) Pengetahuan atau belajar.
g. Data Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum Pasien
Meliputi kesadaran, postur tubuh, kebersihan diri, turgor kulit,
warna kulit.
2) Gejala Kardial
Meliputi suhu, tensi, nadi, dan napas
3) Keadaan fisik
Meliputi pengkajian dari head to toe meliputi kepala, mata,
hidung, mulut, telinga, leher, thoraks, abdomen, dan
ekstermitas. Secara umum, teknik pemeriksaan fisik yang
dapat dilakukan dalam memperoleh  berbagai penyimpangan
fungsi adalah : Inspeksi, Palpasi, Auskultasi dan Perkusi.
h. Data Pemeriksaan Penunjang
Meliputi data laboratorium dan cek laboratorium yang telah
dilakukan pasien baik selama perawatan ataupun baru masuk
rumah sakit. (Ria rismawati, 2016)
i. Pengkajian Psikososial
Mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman dan
handai taulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan
sakit.
a. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan dengan skala nyeri
2) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri
tekan di abdomen
3) Rontgen untuk mengetahui tukang dalam yang abnormal
4) Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang
pemeriksaan fisik lainnya
1. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut (D.0077)
b. Risiko perfusi perifer tidak efektif (D.0015)
c. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027)
d. Defisit nutrisi (D.0019)
e. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan (D.0139)
2. Perencanaan Keperawatan
N Diagnosa Luaran Perencanaan
O Keperawatan SLKI Keperawatan
SIKI
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Manajemen nyeri
(D.0077) b.d asuhan keperawatan I.08238
Agen selama 3 x 24 jam a. Identifikasi
pencedera dengan masalah lokasi,
fisiologis yaitu Nyeri Akut teratasi karakteristik,
seperti dengan ekpetasi durasi, frekuensi,
inflamasi, membaik dengan kualitas,
iskemia, kriteria hasil: intensitas nyeri
neoplasma Kontrol nyeri b. Identifikasi skala
L.08063 nyeri
1. Melaporkan c. Berikan teknik
nyeri terkontrol non farmakologi
dari skala untuk
sedang menjadi mengurangi nyeri
menurun d. Jelaskan strategi
2. Kemampuan meredakan nyeri
menggunakan
teknik non-
farmakologi dari
skala sedang
menjadi skala
meningkat
2 Risiko perfusi Setelah dilakukan Perawatan Luka
perifer tidak asuhan keperawatan (I.14564):
efektif selama 3 x 24 jam 1. Monitor karakteristik
(D.0015) dengan masalah luka (mis. Drainase,
a. Nyeri Akut teratasi warna, ukuran, bau)
dengan ekpetasi 2. Monitor tanda-tanda
membaik dengan infeksi
kriteria hasil: 3. Lepaskan balutan dan
Perfusi Perifer plester secara perlahan
(L.02011): 4. bersihkan dengan
1. Denyut nadi cairan NaCl atau
perifer cukup pembersih non toksik,
meningkat sesuai kebutuhan
2. penyembuhan 5. bersihkan jaringan
luka cukup nekrotik
meningkat 6. berikan salep yang
3. Kelemahan otot sesuai ke kulit/lesi, jika
menurun perlu
7. pasang balutan sesuai
jenis luka
8. ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
9. kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
3 Ketidakstabilan Setelah dilakukan Manajemen
kadar glukosa asuhan keperawatan Hiperglikemia (I.03115):
darah (D.0027) selama 3 x 24 jam 1.Identifikasi
dengan masalah kemungkinan penyebab
Ketidakstabilan hiperglikemia
kadar glukosa 2. berikan asupan cairan
dalam darah teratasi oral
dengan ekpetasi 3. Ajarkan pengelolaan
membaik dengan diabetes (mis.
kriteria hasil: Penggunaan insulin, obat
Kestabilan kadar oral, monitor asupan
glukosa darah cairan, penggantian
(L.05022): karbohidrat, dan bantuan
1. Kadar glukosa profesional kesehatan)
dalam urine cukup 4. kolaborasi pemberian
membaik insulin jika perlu
2. rasa haus cukup
menurun
3. Kesulitan
berbicara menjadi
cukup menurun

3. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan

Anda mungkin juga menyukai