Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS

DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS PEDIS DEXTRA

A. DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di
dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya
disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein (Brunner & Suddart, 2015).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan
absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2019).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah
satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dg neuropati perifer (Andyagreeni,
2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL
yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah (Zaidah 2019).

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification
and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance,
dikutip tahun 2011.
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistic
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2012), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin,
tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price, 2018). Diabetes Melitus tipe II disebut juga
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan
dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1. Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma
dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran
darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler.
2. Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3. Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)
pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan
penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat
timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
a. Adanya hormone aterogenik
b. Merokok
c. Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
1. Kaki dingin
2. Nyeri nocturnal
3. Tidak terabanya denyut nadi
4. Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
5. Kulit mengkilap
6. Hilangnya rambut dari jari kaki
7. Penebalan kuku
8. Gangren kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah,
ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
c. Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis
5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

E. PATOFISIOLOGI
Menurut (Riyadi, 2011) Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin itu sendiri, antara lain: resisten insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin terikat pada reseptor khususdi
permukaan sel. Akibat dari terikatny ainsulin tersebut maka, akan terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa dalam sel tersebut. Resisstensi glukosa
pada diabetes mellitus tipe II ini dapat disertai adanya penurunan reaksi intra sel
atau dalam sel. Dengan hal – hal tersebut insulin menjadi tidak efektif untuk
pengambilan glukosa oleh jaringan tersebut. Dalam mengatasai resistensi insulin
atau untuk pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah, maka harus terdapat
peningkatan jumlah insulin dalam sel untuk disekresikan.
Pada pasien atau penderita yang toleransi glukosa yang terganggu, keadaan
ini diakibatkan karena sekresi insulin yang berlebihan tersebut, serta kadar glukosa
dalam darah akan dipertahankan dalam angka normal atau sedikit meningkat. Akan
tetapi hal-hal berikut jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
terhadap insulin maka, kadar glukosa dalam darah akan otomatis meningkat dan
terjadilah Diabetes Melitus Tipe II ini.
Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin yang merupakan
cirri khas dari diabetes mellitus tipe II ini, namun masih terdapat insulin dalam sel
yang adekuat untuk mencegah terjadinya pemecahan lemak dan produksi pada
badan keton yang menyertainya. Dan kejadian tersebut disebut ketoadosis
diabetikum, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada penderita diabetes melitus tipe II.
F. PATHWAY

Kelainan genetik Gaya hidup / Malnutrisi Obesitas Infeksi


stress

Penyampaian Meningkatkan Penurunan Peningkatan Merusak sel


kelainan pankreas beban metabolic produksi kebutuhan pankresan
pankreas insulin insulin

Penurunan
produksi insulin

DIABETUS MELITUS
TIPE I & II

Kadar glukosa Viskositas darah ↑ Sirkulasi darah ↓


darah ↑

Kemampuan Suplai darah ke


leukosit ↓ perifer (kaki) ↓

Suplai O2 dan nutrisi ke


perifer kaki ↓

Sel – sel di perifer


(kaki) rusak

Sensivitas ↓

Trauma

ULKUS DIBETIC

Pre operasi Post operasi

Mikroba masuk Luka pada area


stress Luka operasi
kaki

Inflamasi
GANGGUAN Nafsu makan Terputusnya
INTEGRITAS menurun kontunuitas jaringan
KULIT
Tekanan pada
ujung saraf DEFISIT
NUTRISI NYERI AKUT
Keluhan nyeri pada
area luka

NYERI AKUT
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai
GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet
cellantibody)

H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
1) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2) Kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
1) Menghambat absorpsi karbohidrat
2) Menghambat glukoneogenesis di hati
3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

I. KOMPLIKASI
Ulkus diabetik menurut (Riyadi, 2011) merupakan salah satu komplikasi akut yang
terjadi pada penderita Diabetes Mellitus tapi selain ulkus diabetik antara lain :
1. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah. Hipoglikemik dan
ketoadosis diabetik masuk ke dalam komplikasi akut.
2. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini adalah
makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang pembuluh darah besar,
kemudian mikrovaskuler yang menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa
menyerang mata (retinopati), dan ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga yaitu
neuropati yang mengenai saraf. Dan yang terakhir menimbulkan gangren.
3. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain, menyebabkan
penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi dan infeksi, gangguan penglihatan
(mata kabur bahkan kebutaan), luka infesi dalam , penyembuhan luka yang
jelek.
4. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post debridement komplikasi
dapat terjadi seperti infeksi jika perawatan luka tidak ditangani dengan prinsip
steril.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama,
sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal
yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan / bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung
3. Eliminasi
Poliuri, nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
2. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
4. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
5. RespirasI
Tachipnea, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
6. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
7. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas jaringan b.d faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan
penurunan sensabilitas (neuropati)
2. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (abses, amputasi, prosedur bedah, trauma)
3. Defisit nutrisi dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat
gizi berhubungan dengan faktor biologis.
4. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi


No (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Kerusakan intergritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 Perawatan luka (I.14564)
jam diharapkan integritas kulit dan jaringan, Observasi
dengan kriteria hasil: - monitor karakteristik luka
- kerusakan jaringan menurun - Monitor tanda infeksi
- kerusakan lapisan kulit menurun Terapeutik
- Nyeri menurun - lepaskan balutan blestir secara perlahan
- Perdarahan menurun - cukur rambut di sekitar daerah luka
- kemerahan menurun - bersihkan dengan cairan NaCl
- hematoma menurun - bersihkan jaringan nekrotik
- tekstur kulit membaik - jahit luka yang robek
- berikan salep sesuai ke lesi
- pasang balutan sesuai dengan jenis luka
- jadwal kontrol luka
- berikan suplemen dan vitamin
Edukasi
- jelaskan tanda dan gejala infeksi
- anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
- ajarkan prosedur perawatan luka
Kolaborasi
- kolaborasi dengan team medis, pemberian antibiotik
2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)
selama 3 x 24 jam diharapkan tingkat nyeri Observasi
menurun dengan kriteria hasil: - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
- Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri dan skala nyeri
- Meringis menurun - Identifikasi respon nyeri non verbal
- Sikap protektif menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Gelisah menurun - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
- Kesulitan tidur menurun diberikan
- Frekuensi nadi membaik - Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. terapi musik, terapi pijat, aroma terapi, kompres
hangat/dingin)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis & sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3. Deficit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 Manajemen Nutrisi


jam diharapkan status nutrisi membaik, dengan Observasi:
kriteria hasil: - Identifikasi status nutrisi
- Porsi makanan yang dihabiskan sedang - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Kekuatan otot menelan sedang Pengetahuan - Monitor asupan makanan dan berat badan
tentang pilihan makanan sehat meningkat Terapeutik :
- Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi - Anjurkan makan sedikit tapi sering
yang tepat meningkat - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berat badan IMT sedang - Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi namun tetap
- Nafsu makan membaik terjangkau
- Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk peningkatan yang
dicapai
Edukasi :
- Ajarkan diet yang diprogramkan
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan

4. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 Dukungan Ambulasi (1.06171)
jam diharapkan status nutrisi membaik, dengan Observasi
kriteria hasil: - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Porsi makanan yang dihabiskan sedang - Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
- Pergerakan ekstremitas meningkat - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
- Kekuatan otot meningkat memulai ambulasi
- Rentang gerak (ROM) meningkat - Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
- Nyeri menurun Terapeutik
- Kecemasan menurun - Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat,
kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis.
berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Jakarta:
EGC

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2019. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Umami, Vidhia, Dr. 2011. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga

Wilkinson, Judith M. dkk. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis

Yasmara Deni, dkk. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA, Intervensi NIC, Kriteria
Hasil NOC, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai